DAN HIPOTESIS
Rumah tangga secara garis besar dikelompokkan menjadi dua, yaitu rumah
tangga biasa dan rumah tangga khusus (BPS, 2013). Rumah tangga biasa adalah
seseorang atau sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan
fisik atau sensus dan umumnya tinggal bersama serta makan dari satu dapur. Yang
tangga khusus adalah sekelompok orang yang tinggal di asrama atau tempat
berjumlah lebih dari 10 orang yang kos dengan makan dan lain sebagainya.
karena perkawinan, kelahiran, adopsi dan lain sebagainya. Keluarga dapat dibagi
menjadi 2 tipe yaitu: keluarga inti (Nuclear family), yaitu keluarga yang terdiri
dari ayah, ibu dan anak-anak kandung, anak angkat maupun adopsi yang belum
kawin, atau ayah dengan anak-anak yang belum kawin atau ibu dengan anak-anak
yang belum kawin, dan keluarga luas (extended family), yaitu keluarga yang
terdiri dari ayah, ibu anak-anak baik yang sudah kawin atau belum, cucu, orang
tua, mertua maupun kerabat-kerabat lain yang menjadi tanggungan kepala
keluarga.
dan lain
sebagainya (BPS 2013). Penelitian ini memfokuskan pada kebutuhan dasar rumah
tangga khususnya pangan, yaitu rumah tangga biasa, mengingat yang menjadi
pendidikan, dan kesehatan akan mengantarkan pada kemiskinan. Oleh karena itu
standar hidup layak sering dihubungkan dengan perkiraan kebutuhan dasar yang
maka lambat laun akan terjadi pergeseran pola pengeluaran, yaitu penurunan porsi
berdasarkan kategori makanan dan bukan makanan dapat dilihat pada Tabel II-1.
Dalam penelitian ini yang menjadi fokus perhatian adalah pada kebutuhan
dasar rumah tangga berupa pangan. Sebagai kebutuhan rumah tangga paling
bersumber dari pangan hewani maupun nabati, perlu dijaga konsistensinya agar
tetap dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat. Di Provinsi Jawa Barat,
perkembangan ketersediaan energi dan protein selama tahun 2009 – 2013 dapat
Gambar II-1 Tingkat Ketersediaan Energi dan Protein di Jawa Barat Tahun
2009 - 2013
pada tahun 2012 berada pada posisi paling rendah. Hal ini sesuai dengan data
sebelumnya bahwa jumlah penduduk sangat rawan pangan berada pada jumlah
Gambar II-2 Konsumsi Energi Penduduk Jawa Barat, Tahun 2008 - 2012
2.2 Tinjauan tentang Kerawanan Pangan Rumah Tangga
secara luas diartikansebagai terjaminnya akses pangan bagi setiap individu untuk
tertentu (kronis) dan dapat pula terjadi akibat keadaan darurat seperti bencana
yang terus menerus untuk memenuhi kebutuhan pangan minimum. Keadaan ini
biasanya terkait dengan faktor strukural, yang tidak dapat berubah dengan cepat,
pangan minimum. Keadaan ini biasanya terkait dengan faktor dinamis yang
berubah dengan cepat seperti penyakit infeksi, bencana alam, pengungsian,
(migrasi). Kerawanan pangan sementara yang terjadi secara terus menerus dapat
Menurut Pratiwi et al. (2013), jika kondisi kerawanan pangan pada rumah
tangga tidak segera diatasi, dapat memunculkan kondisi yang lebih buruk yaitu
munculnya penyakit kekurangan energi dan protein (KEP) yang biasa diderita
balita, anak yang sedang tumbuh dan ibu hamil. Hal tersebut tentu menyebabkan
sumber daya manusia. Selain itu, kerawanan pangan yang terjadi dapat
naiknya frekuensi terkena penyakit infeksi dan lebih parah yaitu meningkatnya
Pada level mikro atau rumah tangga, kerawanan pangan dapat diukur
dengan berbagai pendekatan. Menurut Smith dan Subandoro (2007), FAO pada
World Food Summit (1996) merumuskan keamanan pangan dicapai ketika semua
orang pada setiap waktu memiliki akses fisik dan ekonomi untuk memenuhi
kebutuhan makanan yang cukup dan bergizi mereka dan menunjang kehidupan
Pada tabel di atas, terdapat indikator untuk kelompok populasi dan ukuran
kalori dari makanan merupakan nutrisi yang paling penting untuk menunjang
juga berkaitan dengan jumlah dan kecukupan energi/kalori dalam makanan yang
tersedia untuk kebutuhan konsumsi rumah tangga yang merupakan indikasi yang
mengukur kemampuan rumah tangga mencapai ketahanan pangan. Hal ini sangat
penting bagi anggota rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan energi dan hidup
secara sehat dan aktif melalui pemenuhan nutrisi, khususnya protein dan
mikronutrien seperti zat besi, vitamin A, dan yodium (Welch (2004) dalam Smith
dan Subandoro (2007)). Kualitas nutrisi yang tidak memadai telah menjadi
(Ruel et al (2003); Graham, Welch, dan Bouis (2004) dalam Smith dan Subandoro
(2007)). Inilah yang mendasari indikator kualitas gizi dari makanan yang
indikator jumlah kalori per kapita per hari yang diukur berdasarkan Angka
besarnya kalori dan protein yang dikonsumsi. Besarnya konsumsi kalori dan
protein dihitung dengan mengalikan kuantitas setiap makanan yang dikonsumsi
dengan besarnya kandungan kalori dan protein setiap jenis makanan, kemudian
patokan kecukupan konsumsi kalori dan protein per kapita per hari masing-
masing 2.000 kkal dan 52 gram protein(BPS 2012). Badan Ketahanan Pangan
2013 disebutkan bahwa penduduk sangat rawan pangan jika konsumsi energi
lebih rendah dari 70% AKG atau hanya mengkonsumsi energi sebesar 1.400 kkal
per kapita per hari, dan yang termasuk penduduk rawan pangan yaitu ketika
konsumsi energi kurang dari 90% AKG atau 1.800 kkal per kapita per hari.
dan bukan pangan sering digunakan sebagai indikator untuk menentukan tingkat
kesejahteraan atau ketahanan pangan rumah tangga (Ariani dan Purwantini 2005;
merupakan ukuran yang terbukti secara empiris memiliki hubungan yang sangat
kajian empirik yang telah dilakukan oleh para ahli dan peneliti. Beberapa hasil
berbeda-beda di setiap waktu dan tempat, misal untuk penelitian yang dilakukan
Bashir et al. 2013), sementara di Nigeria kebutuhan minimum kalori sebesar 2.260
Rumah tangga atau individu yang konsumsi energi per hari kurang dari kebutuhan
minimum tersebut terkategori pada rumah tangga atau individu rawan pangan dan
maka terkategori tahan pangan. Adapun beberapa faktor yang pada penelitian
sebelumnya memiliki korelasi yang cukup kuat dengan status ketahanan atau
kepercayaan 99%(Sari & Prishardoyo 2009; Khalid et al. 2012; Sekhampu 2013;
Alam 2014) atau tingkat kepercayaan 95% (Babatunde et al. 2007; Bashir et al.
2013). Pendapatan rumah tangga terbukti secara signifikan menjadi salah satu
tangga. Artinya semakin tinggi pendapatan rumah tangga maka akan semakin
kecil kemungkinan rumah tangga terkategori pada status rawan pangan. Dengan
kata lain setiap peningkatan pada pendapatan rumah tangga maka akan semakin
rendah peluang rumah tangga untuk menjadi rawan pangan dan sebaliknya
pendapatan yang rendah akan menyebabkan semakin rentan suatu rumah tangga
peningkatan maka dengan asumsi selera tidak berubah, akan tersedia alokasi
belanja yang lebih luas untuk berbagai kebutuhan hingga proporsi pengeluaran
cukup signifikan selain pendapatan rumah tangga adalah jumlah anggota rumah
tangga. Rumah tangga yang memiliki anggota rumah tangga yang lebih banyak,
dengan asumsi faktor lainnya sama, maka kemungkinan rumah tangga tersebut
menjadi rawan pangan cukup besar dan signifikan pada tingkat kepercayaan 99%
(Khalid et al. 2012; Bashir et al. 2013; Sekhampu 2013; Alam 2014) atau tingkat
seseorang dipengaruhi oleh usia produktif, yaitu usia dimana seseorang bisa
tangga akan semakin kuat ketika kepala rumah tangga berada pada usia produktif.
Ada perbedaan fenomena pada penelitian sebelumnya dimana usia kepala rumah
signifikan pada tingkat kepercayaan 99% (Bashir et al. 2013; Khalid et al. 2012)
atau pada 90% (Babatunde et al. 2007). Namun pada penelitian lainnya ternyata
diperoleh. Semakin tinggi pendidikan maka jenis pekerjaan dan pendapatan yang
diterima akan lebih baik sehingga dengan pendapatan yang lebih memadai bisa
pendidikan salah satu faktor penentu kerawanan pangan rumah tangga baik baik
pada tingkat kepercayaan 95% (Babatunde et al. 2007; Bashir et al. 2013; Khalid
et al. 2012) maupun pada 99% (Sari & Prishardoyo 2009). Akan tetapi pada
2013).
Variabel lain yang perlu untuk diteliti adalah sektor pekerjaan kepala
rumah tangga. Pada penelitian Alam (2014), yang menguji apakah kecukupan
ternyata jenis pekerjaan kepala rumah tangga tidak berdampak secara signifikan
pada kerawanan pangan rumah tangga. Namun salah satu hasil penelitian di
peningkatan pada proporsi rumah tangga rentan dan rawan pangan yang
khususnya buruh tani yang tergolong kelompok berpendapatan rendah (Saliem &
kualitas petani dan pertanian, terbatasnya akses petani terhadap sumber daya
tangga juga dapat menjadi variabel penjelas yang bisa menjelaskan fenomena
ditemukan bahwa secara nasional lebih dari 30 persen rumah tangga di Indonesia
masing sekitar 34 persen dan 56 persen, dan proporsi rumah tangga yang termasuk
Secara ringkas hasil penelitian sebelumnya dapat dilihat dalam tabel II-4
sebagai berikut:
Tabel II- 4 Hasil Penelitian Sebelumnya yang Menjadi Referensi Penelitian
Nama Metode Variabel Penelitian
No Peneliti / Judul Penelitian Unit Alat Hasil Penelitian
Analisis Analisis Dependent Independent
Tahun
74% rumah tangga berstatus
rawan pangan. Variabel yang
1. Pendapatan RT
Determination of memiliki pengaruh terhadap
Status 2. Ukuran RT
The Factors ketahanan pangan rumah tangga,
ketahanan 3. Usia KRT
Affecting The Food Rumah antara lain; pendapatan rumah
Sekhampu Regresi pangan rumah 4. Gender KRT,
1 Security Status of tangga : tangga, ukuran rumah tangga, usia
(2013) logit biner tangga (1: tahan 5. Status bekerja KRT,
Households in 585 sampel kepala rumah tangga, gender
pangan, 0: 6. Status perkawinan KRT
Bophelong, South kepala rumah tangga, status
rawan pangan) 7. Pendidikan KRT
Africa bekerja kepala rumah tangga, dan
status perkawinan kepala rumah
tangga.
1. Pendapatan RT
Faktor penentu ketahanan pangan
Factors Influencing 2. Luas lahan usahatani
Status rumah tangga petani di perdesaan
Food Security 3. Keanggotaan koperasi
ketahanan antara lain; pendapatan rumah
Babatunde Status of Rural Rumah 4. Jumlah pangan
Regresi pangan rumah tangga, ukuran rumah tangga, usia
2 et. al Farming tangga: 94 hasil produksi
logit biner tangga (1: tahan kepala rumah tangga, pendidikan
(2007) Households in sampel sendiri
pangan, 0: kepala rumah tangga, dan
North Central 5. Akses thd kredit konsumsi
rawan pangan) banyaknya pangan hasil usahatani
Nigeria 6. Ukuran RT
rumah tangga
7. Usia KRT
8. Pendidikan KRT
1. Pendapatan/kapita /bulan
Is Sufficiency in Status 2. Ukuran RT Faktor-faktor yang mempengaruhi
Food Alone- A Rumah kerawanan 3. Akses thd listrik status kerawanan pangan rumah
Alam Guarantee of An tangga: Regresi pangan rumah 4. Kepemilikan lahan tangga secara signifikan antara
3
(2014) End of Hunger? 1.212 logit biner tangga (1: rawan 5. Jenis pekerjaan KRT, lain; ukuran rumah tangga,
Evidences from sampel pangan, 0: tahan 6. Lama sekolah KRT kepemilikan lahan, dan
Rural Bangladesh pangan) 7. Gender KRT pendapatan per kapita.
15
Nama Metode Variabel Penelitian
No Peneliti / Judul Penelitian Unit Alat Hasil Penelitian
Analisis Analisis Dependent Independent
Tahun
1. Pendapatan RT
2. Ukuran RT Faktor yang secara signifikan
Regional Status
3. ART bekerja berpengaruh terhadap ketahanan
Sensitivity Of Rumah ketahanan
4. Kategori RT pangan rumah tangga, yaitu :
Bashir et. al Rural Household tangga: Regresi pangan rumah
4 5. Jumlah ternak kecil pendapatan rumah tangga, ukuran
(2013) Food Security : 1.152 logit biner tangga (1: tahan
6. Jumlah ternak besar rumah tangga, usia kepala rumah
The Case Of sampel pangan, 0:
7. Usia KRT tangga, dan pendidikan kepala
Punjab, Pakistan rawan pangan)
8. Jenjang Pendidikan KRT rumah tangga
1. Pendapatan RT
Pendapatan bulanan rumah tangga
2. Ukuran RT
The Determinants dan tingkat pendidikan kepala
Status 3. Jumlah pencari nafkah
of Rural rumah tangga tingkat menengah
ketahanan 4. ART bekerja
Household Food Rumah berdampak positif terhadap
Khalid et. al Regresi pangan rumah 5. Tipe RT
5 Security in the tangga : ketahanan pangan rumah tangga.
(2012) logit biner tangga (1: tahan 6. Jumlah ternak kecil
Punjab, Pakistan : 576 sampel Di sisi lain, usia kepala rumah
pangan, 0: 7. Jumlah ternak besar
An Econometric tangga dan ukuran keluarga
rawan pangan) 8. Usia KRT
Analysis berdampak negatif pada
9. Level Pendidikan KRT
ketahanan pangan rumah tangga.
Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Semakin tinggi pendapatan,
1. Pendapatan
Kerawanan Pangan pendidikan dan kepemilikan aset
Sari & Rumah Regresi Kerawanan 2. Pendidikan
Rumah Tangga produktif dari keluarga, maka
6 Prihardoyo tangga : 86 berganda pangan rumah 3. Kepemilikan aset
Miskin Di Desa keluarga akan memiliki risiko
(2009) sampel OLS tangga miskin produktif
Wiru Kecamatan yang lebih kecil untuk mengalami
Bringin Kabupaten krisis pangan.
Semarang
16
Fokus penelitian ini adalah ingin mengetahui faktor-faktor yang
terikat dalam penelitian ini merupakan variabel dummy, dimana rumah tangga
yang rawan pangan bernilai 1, dan rumah tangga tahan pangan bernilai 0.
merupakan dummy variable. Selain itu pada pemilihan variabel bebas juga
sebagian besar merupakan variabel yang secara teori memiliki hubungan yang
kuat dengan kerawanan pangan rumah tangga antara lain pendapatan rumah
karakteristik kepala rumah tangga yaitu pada tingkat pendidikan. Variabel lain
dalam penelitian ini adalah domisili rumah tangga dengan membedakan desa dan
kota yang diharapkan dapat mengestimasi perbedaan tempat tinggal rumah tangga
yang lebih beresiko rawan pangan jika dikaitkan dengan fenomena kemiskinan di
17
18
(BPS, 2013).
tangga menjadi rawan pangan. Dalam penelitian ini faktor-faktor yang diduga
pangan rumah tangga, salah satunya yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kecukupan gizi yang dikonsumsi oleh setiap anggota rumah tangga. Berdasarkan
rumusan yang ditetapkan oleh BPS bahwa suatu rumah tangga dikatakan rawan
pangan jika konsumsi per kapita per hari setiap anggota rumah tangganya kurang
dari 90% AKG, dimana AKG yang ditetapkan pada tahun 2012 masih mengikuti
hasil Widya Karya Pangan Nasional tahun 2004, yaitu sebesar 2000
20
kkal/kapita/hari. Jadi rumah tangga rawan pangan adalah mereka yang konsumsi
kalori per kapita per hari nya kurang dari 1800 kkal.
kerentanan suatu rumah tangga menjadi rawan pangan, dimana mereka yang
pendapatan yang lebih baik sehingga kemungkinan untuk menjadi rawan pangan
kepala rumah tangga dibedakan antara pertanian dan non pertanian. Sektor
pertanian masih mendominasi jumlah rumah tangga miskin di Provinsi Jawa Barat
dan tingkat pendapatan petani, khususnya buruh tani masih sangat rendah
sehingga lebih rentan untuk menjadi rawan pangan dibanding pekerjaan lainnya.
Variabel ini merupakan variabel penting dan selalu digunakan dalam setiap
suatu rumah tangga secara ekonomi. Bertambahnya usia kepala rumah tangga
berdasarkan siklus hidup yang terpola dalam 3 bagian. Bagian pertama diawali
dari umur nol tahun hingga berusia tertentu ketika individu tersebut memiliki
mengalami dissaving. Bagian kedua dimana seseorang memasuki usia kerja dan
21
konsumsinya, pada bagian ini mengalami saving. Bagian ketiga adalah ketika
seseorang berada pada usia tidak bekerja lagi (usia tua) dan tidak mampu
dengan kerawanan pangan. Artinya semakin tinggi usia kepala rumah tangga
hingga pada usia tertentu, maka kemungkinan rumah tangga untuk rawan pangan
Domisili rumah tangga juga dapat menjadi penentu terhadap akses dalam
Selain itu kemiskinan di Indonesia, juga di Provinsi Jawa Barat, masih lebih
rumah tangga.