Anda di halaman 1dari 7

Kemiskinan

Definisi mengenai kemiskinan sangat beragam mulai dari ketidakmampuan dalam


memenuhi kebutuhan dasar hingga definisi kemiskinan dengan mempertimbangkan
komponen sosial dan moral. Kemiskinan dapat diartikan suatu kondisi serba kekurangan.
Kemiskinan juga dapat dicirikan dengan ketidakmampuan untuk memenuhi berbagai
kebutuhan pangan, perumahan, dan pakaian, tingkat pendapatan rendah, pendidikan dan
keahlian rendah, keterkucilan sosial karena keterbatasan kemampuan untuk berpartisipasi
dalam kegiatan sosial kemasyarakatan. Singkatnya, kemiskinan dapat didefinisikan sebagai
suatu standar hidup yang rendah yaitu suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau
segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam
masyarakat yang bersangkutan (Suparlan,1984)

Kemiskinan merupakan suatu konsep yang multidimensional artinya kemiskinan tidak


hanya dapat dilihat dari sisi ekonomi tapi juga dapat dilihat dari segi sosial, budaya, dan
politik. Definisi kemiskinan ini semakin berkembang sesuai dengan penyebabnya. Papilaya
(2006) mengemukakan bahwa pada awal 1990-an definisi kemiskinan telah diperluas tidak
hanya berdasarkan tingkat pendapatan tetapi mencakup ketidakmampuan di bidang
kesehatan, pendidikan, dan perumahan.

Kemiskinan dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok sesuai dengan


pemahaman atas kondisi kemiskinan yang dihadapi (krisnamurthi, 2006), yaitu:

1. Kemiskinan absolut, kemiskinan yang terjadi bila seseorang, keluarga, atau


masyarakat yang tingkat pendapatan atau pengeluarannya berada di bawah suatu
batas minimal tertentu untuk dapat hidup layak sebagai manusia. Batas tersebut
disebut garis kemiskinan.
2. Kemiskinan relatif, kemiskinan yang terjadi jika seseorang, sekeluarga, atau
masyarakat yang tingkat pendapatannya atau pengeluarannya relatif lebih rendah
dibandingkan dengan pendapatan atau pengeluaran masyarakat sekitarnya.
3. Kemiskinan Kronis (chronic) atau struktural, kemiskinan ini terjadi jika kondisi
kemiskinan ini yang terjadi terus menerus dalam jangka waktu yang lama.
4. Kemiskinan sementara (transitory) atau accidental, kemiskinan ini terjadi akibat
adanya perubahan atau ‘shock’ yang mengakibatkan seseorang atau sekeluarga
atau masyarakat berubah dari tidak miskin menjadi miskin.
5. Kemiskinan masal, terjadi jika sebagaian besar dari masyarakat mengalami
kemiskinan.
6. Kemiskinan individual, yaitu kemiskinan yang terjadi jika hanya beberapa orang
atau sebagian kecil masyarakat yang mengalami kemiskinan.

Perbedaan Persepsi Penyebab Kemiskinan Menurut Jender dan Tipologi


Masyarakat

Ketahanan Pangan

Pengertian ketahanan pangan pada International Food Submit dan International Conference of
Nutrition 1992 (FAO 1997) yaitu kondisi tersedianya pangan yang memenuhi kebutuhan setiap orang
setiap saat untuk hidup sehat, aktif, dan produktif. Makna yang terkandung dalam pengertian
ketahanan pangan tersebut mencakup dimensi fisik pangan (ketersediaan), dimensi ekonomi (daya
beli), dimensi pemenuhan kebutuhan gizi individu (dimensi gizi) dan dimensi nilai-nilai budaya dan
religi (pola pangan yang sesuai untuk hidup sehat, aktif, dan produktif serta halal), dimensi
keamanan pangan (kesehatan), dan dimensi waktu (tersedia secara berkesinambungan).

Indikator Ketahanan Pangan

Ketahanan pangan mencakup tiga aspek penting yang dapat digunakan sebagai indikator ketahanan
pangan, yaitu: (1) Ketersediaan, yang artinya bahwa pangan tersedia cukup untuk memenuhi
kebutuhan seluruh penduduk, baik jumlah maupun mutunya, serta aman; (2) Distribusi, dimana
pasokan pangan dapat menjangkau seluruh wilayah sehingga harga stabil dan terjangkau oleh rumah
tangga; dan (3) Konsumsi, yaitu setiap rumah tangga dapat mengakses pangan yang cukup dan
mampu mengelola konsumsi kaidah gizi dan kesehatan, serta preferensinya (DKP 2006).
Terwujudnya ketahanan pangan merupakan sinergi dan interaksi dari ketiga subsistem ketahanan
pangan di atas.

Ketersediaan Pangan

Subsistem ketersediaan pangan mencakup aspek produksi, cadangan serta keseimbangan antara
ekspor dan impor pangan. Ketersediaan pangan harus dikelola sedemikian rupa, sehingga walaupun
produksi pangan bersifat musiman, terbatas dan tersebar antar wilayah, volume pangan yang
tersedia bagi masyarakat harus cukup jumlah dan jenisnya, serta stabil penyediaannya dari waktu ke
waktu (Suryana 2001).

Distribusi Pangan

Suryana (2001) menyatakan bahwa subsistem distribusi pangan mencakup aspek aksesibilitas atas
pangan secara merata, baik secara fisik maupun ekonomi. Hal ini berarti bahwa sistem distribusi
bukan semata-mata mencakup aspek fisik dalam arti pangan tersedia di semua lokasi yang
membutuhkan, tetapi juga menyangkut keterjangkauan ekonomi yang dicerminkan oleh harga dan
daya beli masyarakat. Meskipun ketersediaan pangan secara mikro/nasional maupun per kapita
mencukupi, namun belum tentu setiap rumah tangga memiliki akses yang nyata secara sama.
Dengan demikian surplus pangan di tingkat wilayah belum menjamin kecukupan pangan bagi
individu.

Konsumsi Pangan

Subsistem konsumsi menyangkut upaya peningkatan pengetahuan dan kemampuan masyarakat


agar mempunyai kemampuan atas pangan, gizi, dan kesehatan yang baik, sehingga dapat mengelola
konsumsinya secara optimal. Konsumsi pangan hendaknya memperhatikan konsumsi pangan dan
gizi yang cukup dan seimbang sesuai dengan kebutuhan bagi pembentukan manusia yang sehat,
kuat, cerdas, dan produktif (Suryana 2001)

Ruang Lingkup dan Dimensi Kesejahteraan Keluarga Petani

Kesejahteraan keluarga petani merupakan tujuan pembangunan pertanian dan


pembangunan nasional. Merupakan perjuangan setiap keluarga untuk mencapai
kesejahteraan anggota keluarganya. Secara sederhana keluarga petani dikatakan sejahtera
manakala dapat memenuhi kebutuhan dasar anggotanya. Namun jika merujuk UU No
10 Tahun 1992 (UU tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga
Sejahtera), keluarga sejahtera dimaknai secara luas yaitu: ” keluarga yang dibentuk
berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual,
dan materiil yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang
serasi, selaras, dan seimbang antar anggota dan antara keluarga dengan masyarakat dan
lingkungan”. Mengingat luas dan lebarnya rentang kualitas kebutuhan dasar individu dan
keluarga, maka dalam definisi operasionalnya, kesejahteraan seringkali direduksi menjadi
sebatas terpenuhinya kebutuhan fisik dasar minimal seperti sandang, pangan, papan,
kesehatan dan pendidikan. Pengukurannyapun seringkali hanya dilakukan secara
objektif, padahal kesejahteraan menyangkut aspek persepsi individu atau keluarga
terhadap kondisi pemenuhan kebutuhan pokoknya.

Oleh karenanya sekarang dikembangkan pengukuran kesejahteaan keluarga


dengan menggunakan dua dimensi; objektif dan subjektif. Hal tersebut didukung fakta di
lapang bahwa antara kesejahteraan objektif dan subjektif seringkali tidak searah. Individu
atau keluarga yang menurut pengukuran objektif telah sejahtera belum tentu secara
subjektif telah merasa demikian, dan sebaliknya.

Kesejahteraan keluarga petani merupakan output dari proses pengelolaan


sumberdaya keluarga dan penanggulangan masalah yang dihadapi keluarga petani.
Proses tersebut terangkum secara terpadu sebagai ketahanan keluarga, yang menurut UU No
10 Tahun 1992 didefinisikan sebagai : ”Kondisi dinamik suatu keluarga yang memiliki
keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik material dan psikis mental
spiritual guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup
harmonis dan meningkatkan kesejahteraan lahir dan bathin”. Kesejahteraan terkait
dengan keberfungsian keluarga.

Merujuk teori Parson, keluarga sebagai sistem akan berfungsi dan berkelanjutan
manakala menjalankan fungsi adaptasi (perolehan sumberdaya dari luar keluarga untuk
pemenuhan kebutuhan keluarga), fungsi dalam penentuan tujuan (goal attainment), fungsi
integrasi (pemeliharaan ikatan dan solidaritas dan melibatkan elemen tersebut untuk
mengontorol dan memelihara sistem serta mencegah gangguan utama dalam sistem
keluarga) mengalokasikan sumberdaya, dan fungsi latency (proses dimana energi disimpan
di didistribusikan dalam sistem keluarga). Manakala keempat fungsi tersebut tidak
berjalan dalam keluarga petani, maka kesejahteraan keluarga sulit untuk dicapai.

Kesejahteraan dan Ketahanan Pangan

Kesejahteraan keluarga terkait dengan pemenuhan salah satu kebutuhan pokok


yaitu pangan, sehingga kesejahteraan keluarga paralel dengan ketahanan pangan
keluarga. Konsep ketahanan pangan keluarga (rumahtangga) mengacu pada pengertian
adanya kemampuan keluarga dalam mengakses pangan secara cukup untuk
mempertahankan kehidupan anggotanya yang aktif dan sehat. Dalam situasi krisis ekonomi
maka akses terhadap pangan akan terancam. Memaksimalkan pendapatan keluarga tidak
selalu merupakan jaminan akan terpenuhinya ketahanan pangan untuk semua anggota
keluarga. Demikian pula halnya dengan tercapainya ketahanan pangan nasional, tidak
berarti tiada masalah dalam katahanan pangan keluarga. Distribusi pangan yang tidak
merata menjadi kendala untuk mewujudkan ketahanan pangan di tingkat keluarga.

Tampaknya keluarga miskin pasti akan mengalami ketidaktahanan pangan,


tetapi mereka yang rawan pangan belum tentu hanya dari golongan miskin. Hal
tersebut terjadi karena batas kemiskinan di Indonesia mungkin ditetapkan dengan cut-
off point terlalu rendah, sehingga rumahtangga miskin sebenarnya sudah masuk
kategori sangat sangat miskin dan mereka yang berada sedikit di atas garis kemiskinan
sebenarnya sudah sangat miskin. Fenomena tersebut menjelaskan hunger paradox yaitu
konsep yang digunakan untuk menjelaskan suatu fenomena dimana telah mantapnya
ketahanan pangan nasional (yang dicerminkan oleh ketersediaan kalori dan protein di atas
angka kebutuhan gizi), namun kelaparan atau kekurangan gizi masih terjadi di mana-mana.
Hal tersebut menunjukkan bahwa sebenarnya mereka yang mengalami rawan pangan bukan
hanya golongan miskin, tetapi juga mereka yang berada sedikit di atas garis kemiskinan,
sebagaimana ditunjukkan oleh beberapa hasil penelitian.

Ketahanan pangan merupakan konsep yang multidimensi yaitu meliputi mata rantai
sistem pangan dan gizi mulai dari produksi, distribusi, konsumsi, dan status gizi. Secara
ringkas ketahanan pangan sebenarnya hanya menyangkut tiga hal penting yaitu
ketersediaan, akses, dan konsumsi pangan. Aspek ketersediaan pangan tergantung pada
sumberdaya alam, fisik, dan manusia. Pemilikan lahan yang ditunjang oleh iklim yang
mendukung dan disertai dengan SDM yang baik akan menjamin ketersediaan pangan yang
kontinyu.

Coping Mekanisme Keluarga Petani

Dalam menghadapi keterbatasan sumberdaya dan pendapatan, keluarga petani miskin


melakukan coping dengan beragam strategi misalnya dual-earner, pola nafkah ganda,
mencari dukungan sosial, sampai menurunkan kualitas hidup. Bekerja bagi istri petani
merupakan keharusan, bahkan dalam kondisi tertentu bukan hanya istri yang ikut
bekerja di pertanian, melainkan melibatkan sebanyak mungkinanggota keluarga untuk
bekerja. Selain itu coping strategi yang lainnya adalah dengan pola nafkah ganda yaitu dalam
waktu yang sama bekerja di bidang lain misalnya sebagai tukang, berjualan kecil-kecilan,
dsb.

Strategi coping keluarga petani miskin untuk memperoleh ketahanan pangan


dilakukan sesuai tahapan tekanan ekonomi yang dihadapi. Pertama-tama mereka akan
mengurangi pangan sumber protein yang harganya mahal, kemudian mengurangi frekuensi
makannya dan mencari bahan pangan konvensional yang dalam situasi normal jarang
dimakan. Sesuai teori Maslow, maka upaya memenuhi kebutuhan fisiologis (pangan) adalah
yang pertama kali harus dilakukan untuk mempertahankan hidup. Selanjutnya anggota
keluarga yang selama ini tidak mencari nafkah (anak- anak, orang tua, dan kaum perempuan)
mulai terjun bekerja apa saja untuk mendapatkan upah tunai. Bila hal ini masih tidak
memecahkan masalah, maka mereka mulai menjual aset yang dimilikinya, dan langkah
terakhir adalah sebagian anggota keluarga akan melakukan migrasi mencari nafkah ke luar
daerah. Mekanisme coping untuk mengatasi rawan pangan seperti ini tampaknya bersifat
universal dan dapat terjadi di mana saja.
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/2547/BAB?sequence=7

http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/1958/BAB%20II
%20TINJAUAN%20PUSTAKA.pdf?sequence=7

Anda mungkin juga menyukai