Anda di halaman 1dari 15

1

KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan sekalian alam yang selalu
melimpahkan petunjuk rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
ini dengan judul Keluarga sehat dan sejahtera.
Adapun tujuan penulisan makalah ini dalam rangka menyelesaikan tugas meta kuliah Ilmu
Sosial dan Budaya. Selama proses penulisan makalah ini hingga selesai banyak sekali kesulitan
kesulitan yang penulis temui baik dalam proses mencari sumber maupun dalam mencari kata
demi kata. Namun berkat usaha yang gigih dan tidak pernah menyerah serta adanya bantuan dari
berbagai pihak akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih terdapat
banyak kekurangan dan kelemahan, baik dari segi penulisan, penyusunan kata demi kata maupun
dalam penyusunan bahasa. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kepada semua pihak untuk
memberikan sumbangan pemikiran berupa kritik dan saran dari para pembaca yang sifatnya
membangun yang akan penulis terima dengan senang hati demi penyempurnaan makalah ini di
masa yang akan datang.
Jambi, 29 September 2014
Penulis,

Kelompok II

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah


Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang dikenal oleh manusia.
Dalam keluarga, manusia belajar untuk mulai berinteraksi dengan orang lain. Oleh
karena itulah umumnya orang banyak menghabiskan waktunya dalam lingkungan
keluarga.

Sekalipun

keluarga

merupakan

lembaga

sosial

yang

ideal

guna

menumbuhkembangkan potensi yang ada pada setiap individu, dalam kenyataannya


keluarga sering kali menjadi wadah bagi munculnya berbagai kasus penyimpangan atau
aktivitas ilegal lain sehingga menimbulkan kesengsaraan atau penderitaan yang
dilakukan oleh anggota keluarga satu terhadap anggota keluarga lainnya.
Keluarga miskin adalah salah satu masalah di Indonesia sejak dulu hingga
sekarang apalagi setelah terjadinya krisis ekonomi dan moneter yang terjadi tahun 1997.
Kemisikinan seringkali dipahami sebagai gejala rendahnya tingkat kesejahteraan sesuatu
padahal kemiskinan merupakan gejala yang bersifat kompleks dan multidimensi.
Rendahnya tingkat kehidupan yang sering digunakan sebagai alat ukur kemiskinan pada
hakikatnya merupakan salah satu mata rantai dari munculnya lingkaran kemiskinan.
Beban kemiskinan paling besar terletak pada kelompok-kelompok tertentu. Kaum
perempuan pada umumnya merupakan pihak yang dirugikan. Mereka sering
menanggung beban hidup yang lebih berat dibandingkan kaum pria. Demikian pula
dengan anak-anak yang menderita akibat kualitas hidup yang kurang memadai seperti
kekurangan gizi, rendahnya tingkat kesehatan dan pendidikan serta keterbelakandalam
banyak hal.
Setiap anggota keluarga memiliki kebutuhan dasar fisik, pribadi, dan sosial.
Sebuah keluarga diharapkan dapat bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan dan
tuntutan dari orang tua dan anak-anaknya (Friedman, 1998). Menurut Bronfenbrenner
(1979) fungsi keluarga adalah memenuhi kebutuhan-kebutuhan setiap individu yang ada
dalam keluarga dan memenuhi kebutuhan masyarakat dimana keluarga menjadi
bagiannya. Hal ini menjadi satu tugas yang sulit karena harus memprioritaskan
kebutuhan individu yang beraneka ragam pada saat tertentu(Friedman, 1998).

Berbagai upaya dan kebijakan pembangunan telah dilakukan pemerintah selama


ini terutama untuk memberikan peluang pada masyarakat miskin untuk meningkatkan
kesejahteraannya. Salah satu bentuk upaya tersebut adalah melalui pendekatan
pemberdayaan keluarga yang mengacu pada UU No. 10 Tahun 1992 tentang
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera yang pelaksaannya
diatur dalam Inpres Nomor 3 Tahun 1996 Tentang Pembanguna Keluarga Sejahtera
dalam rangka Peningkatan Penanggulangan Kemiskinan.

2. Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.
5.

Apa yang dimaksud dengan keluarga ?


Apa yang dimaksud dengan sehat ?
Bagaimana sebuah keluarga dikatakan sehat ?
Apa yang dimaksud dengan sejahtera?
Bagaimana sebuah keluarga dikatakan sejahtera ?

3. Tujuan penulisan
1.
2.
3.
4.
5.

Untuk mengetahui definisi dari keluarga


Untuk mengetahui definisi dari sehat
Untuk mengetahui dan memahami prinsip dari keluarga sehat
Untuk mengetahui definisi sejahtera
Untuk mengetahui dan memahami prinsip dari keluarga sejahtera

BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi keluarga
Menurut Reisner (1980), Keluarga adalah sebuah kelompok yang terdiri dari dua
orang atau lebih yang masing-masing mempunyai hubungan kekerabatan yang terdiri
dari bapak, ibu, adik, kakak, kakek dan nenek. Logans (1979) mengatakan Keluarga
adalah sebuah sistem sosial dan sebuah kumpulan beberapa komponen yang saling

berinteraksi satu sama lain.

Sedangkan menurut Gillis (1983), Keluarga adalah

sebagaimana sebuah kesatuan yang kompleks dengan atribut yang dimiliki tetapi
terdiri dari beberapa komponen yang masing-masing mempunyai arti sebagaimana
unit individu. Selanjutnya ada Duvall yang menyatakan bahwa Keluarga merupakan
sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang
bertujuan untuk meningkatkan dan mempertahankan budaya yang umum,
meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dari tiap anggota.
Bailon dan Maglaya mengatakan bahwa keluarga adalah kumpulan dua orang atau
lebih individu yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan, atau adopsi,
hidup dalam satu rumah tangga, saling berinteraksi satu sama lainnya dalam perannya
dan menciptakan dan mempertahankan suatu budaya. Terakhir menurut Johnsons
(1992), Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang mempunyai hubungan
darah yang sama atau tidak, yang terlibat dalam kehidupan yang terus menerus, yang
tinggal dalam satu atap, yang mempunyai ikatan emosional dan mempunyai
kewajiban antara satu orang dengan orang yang lainnya.
Jadi keluarga adalah kelompok sosial yang terdiri dari ayah, ibu dan anak atau
sanak saudara lainnya yang dihubungkan oleh ikatan darah atau perkawinan dan
saling berinteraksi satu sama lain.

2. Definisi sehat
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sehat adalah keadaan seluruh badan
serta bagian-bagiannya bebas dari sakit. Menurut UU Kesehatan No 23 tahun 1992,
sehat adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan
setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Menurut Badan Kesehatan
Dunia/ World Health Organization (WHO), sehat adalah keadaan sejahtera secara
fisik, mental, dan sosial bukan hanya sekedar tidak adanya penyakit maupun cacat.
Dari ketiga definisi sehat diatas dapat disimpulkan bahwa sehat adalah suatu keadaan
fisik, mental, dan sosial yang terbebas dari suatu penyakit sehingga seseorang dapat
melakukan aktivitas secara optimal.

3. Keluarga Sehat
1. Konsep sehat dan tidak sehat

Sehat adalah keadaan seseorang yang tidak sakit badan dan jiwa, cukup
makanan bergizi, hidup di lingkungan bersih serta perilaku dan interaksi
sesuai dengan etika dan hukum. Apabila keluarga memnuhi keempat unsur
dalam konsep tersebut, dapat dikatakan bahwa keluarga itu adalah keluarga
sehat dalam arti yang paling sempurna atau lengkap (family in complete
health. Jika salah satu unsur saja tidak dipenuhi, dapat berpengaruh terhadap
kehidupan keluarga secara keseluruhan dengan sebutan tertentu.
Akibatnya akan muncul konsep-konsep alternative yang mengandung
pernyataan dalam arti tidak sehat dari segi tertentu, seperti berikut :
a. Sering tidak sehat badan disebut keluarga sakit-sakitan (sickly family).
b. Tidak mampu membeli makanan bergizi disebut keluarga miskin (poor
family).
c. Tinggal di lingkungan kotor dan bau disebut keluarga kumuh (vile
family).
d. Tinggal di lingkungan kotor dan becek disebut keluarga jorok (dirty
family).
e. Sering melakukan kejahatan dan keonaran disebut keluarga brengsek
(bad family).
f. Dan istilah-istilah sejenis lainnya,
2. Sehat badan dan sehat jiwa
Seorang anggota keluarga dikatakan sehat badan (sound of body), tidak
dalam keadaan sakit fisik apabila badannya segar bugar, tidak sakit/cacat
akibat penyakit, kecelakaan, atau akibat benturan dengan suatu benda keras
atau akibat serangan pihak lain atau binatang buas. Seorang anggota keluarga
dikatakan sehat jiwa (sound of mind), tidak dalam keadaan sakit jiwa apabila
cara berpikir dan bertindaknya waras, mampu membedakan antara mana yang
benar dan salah, mana yang baik dan buruk, serta mana yang bermanfaat dan
merugikan. Seseorang yang sehat badan an sehat jiwa merupakan konsep
sehat dalam arti yang hakiki atau arti yang sesungguhnya yang mementukan
perjalanan hidup seseorang.
3. Makanan bergizi
Seorang anggota keluarga yang sehat badan dan sehat jiwa adalah orang
yang mengonsumsi makanan bergizi (nuntritious food) dalam ukuran yang
cukup (normal). Makanan bergizi artinya gizi (nutrient) makanan tersebut
sudah ditentukan ukuran jumlah dan jenis kecukupannya menurut ilmu gizi

(nutrition). Jenis makanan yang cukup itu biasanya disebut empat sehat lima
sempurna. Makanan empat sehat terdiri dari nasi/roti, sayur, lauk, buah, dan
susu. Makanan empat sehat lima sempurna merupakan dambaan semua
keluarga, namun tingkatan pendapatan dan jumlah anggota keluarga itulah
yang mempengaruhinya.
4. Lingkungan bersih
Di samping badan dan jiwa yang sehat serta cukup makanan bergizi,
seharusnya orang tersebut juga tinggal dan hidup di lingkungan yang bersih
(clean environment) dan berpakaian bersih. Lingkungan adalah tempat hidup
yang berada di dratan, lautan atau udara. Bersih adalah keadaan tidak tercemar
oleh kotoran manusia, hewan, sampah, limbah buangan, polusi gas, curahan
minyak, suara bising, atau kimianalitas, yang merusak atau merugikan
kehidupan manusia menjadi sumber penyakit. Konsep bersih yang
dirumuskan ini biasa diebut bersih fisik (phisicall cleanliness) karena bentuk
atau wujud keadaan yang tidak tercemar itu dapat diamati dengan panca
indera atau bersentuhan dengan raga manusia.
Upaya yang dapat ditempuh agar keluarga selalu bersih adalah menyadarkan
anggota keluarga agar selalu terbiasa :
a. Memelihara diri tetap bersih, mandi sedikit-dikitnya 2 (dua) kali sehari
pagi dan sore.
b. Memakai pakaian bersih dan sopan walaupun harga murah.
c. Menata lingkungan tempat tinggal (rumah, pekarangan, selokan) tetap
bersih dan teratur serta menyenangkan.
d. Menyediakan tempat pembuangan sampah di pekarangan atau di
lingkungan tertentu agar tidak membuang sampah sembarangan yang
5.

dapat menjadi sumber penyakit.


Interaksi Sesuai dengan Etika dan Hukum
Keluarga adalah pusat interaksi suami, istri, orang tua dan anak, serta
anak-anak atau dengan anggota keluarga yang lainnya. Interaksi tersebut
dilakukan sesuai dengan etika keluarga yang telah ditentukan atau
dicontohkan orangtua (ayah dan ibu). Perilaku yang diwujudkan

dalam

bentuk interaksi tersebut menciptakan hubungan serasi dan harmonis, saling


menghormati, saling menghargai, saling memberi dan menerima, saling
membantu, serta saling asah-asuh selama anggota keluarga dalam lingkungan

keluarga. Akibatnya timbulah kondisi sehat dalam arti tertip, aman, damai,
serta tentram lahir dan batin. Keadaan ini berlangsung terus-menerus,
dipatuhi, dan dihargai, sampai terbiasa dan akhir-nya membudaya.
Apabila anggota keluarga yang satu berhubungan dengan baik dengan
yang lainnya atau anggota masyarakat yang lebih luas, kondisi interaksi
ssehat tersebut berlanjut dan bahkan beradaptasi satu sama lain. Sehingga
terbentuklah keberlakuan kondisi yang sehat yang lebihluas. Jika ada anggota
masyarakat yang melanggar kondisi sehat tersebut dalam arti perbuatan yang
tidak sesuai dengan etika (ethics). Anggota masyarakat sepakat pula memberi
sanksi etis, misalnya dibenci, di pencilkan dari pergaulan, tidak dihiraukan,
ataupun tidak disukai, jika perbuatan anggota masyarakat itu merugikan
kepentingan orang lain, baik secara moral ataupun material, pihak yang
dirugikan berhak menuntut pemulihan atas kerugiannya itu. Dalam keadaan
demikian, etika ditingkatkan statusnya menjadi aturan hukum (rule of law)
yang disertai sanksi tegas dan keras bagi pelanggarnya. Etika yang tadinya
hanya bertarap kebiasaan positif, berubah menjadi aturan hukum fositif
(positive rule of law).
Dalam konteks etika dan aturan hukum pergaulan hidup, anggota keluarga
ataupun masyarakat yang bertindak sesuia dengan etika dan hukum yang
berlaku, menciptakan kondisi sehat yang menyenangkan bagi semua orang,
bahkan terhadap pemeliharaan lingkungan alam dan hewan sekitarnya.
Suasana keteraturan berlangsung terus- menerus dan terbiasa dan pada
akhirnya menjadi budaya keluarga atau masyarakat sadar hukum. Apabila
terjadi perbuatan yang melanggar etika hukum, apalagi menimbulkan
kerugian bagi orang lain, maka timbul suasana yang tidak sehat yang
meresahkan keluarga dan masyarakat sekitarnya. Kondisi perbuatan tidak
sehat ini harus segera dipulihkan menjadi sehat kembali, sehingga
keteraturan dan ketemtraman tetap terpelihara.
Memang diakui, ketertiban dan keamanan erat kaitannya dengan kondisi
kehidupan keluarga atau masyarakat. Makin tinggi tingkat penghasilan, maka
makin baik kondisi kehidupan mereka karena terpenuhi kebutuhan secara
wajar. Sebaliknya, makin rendah tingkat penghasilan, makin buruk kondisi

kehidupan karena kebutuhan tidak terpenuhi secara wajar. Keluarga yang ada
dalam kondisi begini umumnya disebut keluarga miskin, namun belum tentu
menjadi sumber keonaran dan kekacauan. Kemiskinan adalah kondisi
kehidupan yang perlu diberantas karena dapat menjadi salah satu timbulnya
kemaksiatan yang dapat berupa pencurian, perampokan, pembegalan,
pelacuran dalam bentuk-bentuk kriminalitas lainnya.
Untuk mengatasi hal ini, perlu dicari akar masalahnya dan cara
penyelesaiannya yang paling mendasar. Jika benar kemiskinan adalah akar
masalahnnya, upaya yang dapat ditempuh adalah mambasmi kemiskinan
melalui pelaksanaan pembangunan lapangan pekerjaan sebagai sumber
penghasilan. Tersedianya lapangan kerja yang memadai dan merata berarti
akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi guna memperkuat daya beli
masyarakat. Daya beli masyarakat perlu diimbangi dengan tersedianya
barang kebutuhan bebas dengan harga layak. Oleh kareena itu, pemerintah
perlu secara serius merealisasikan pembangunan berkelanjutan, memberantas
korupsi secara gencar dan terus- menerus, serta menegakkan hukum secara
konsekuen dan konsisten.
6. Fokus Pemahaman
Berdasarkan uraian dan pembahasan yang telah dikemukakan, dapat
dicatat 2 konsep sehat dalam arti hakiki atau sesunngguhnya dan sehat
dalam arti hidup sempurana. Sehat sehat badan dan jiwa sehat dalam arti
ini menentukan kelanjutan hidup karena hanya orang sehat badan dan jiwa
yang mampu mencari nafkah untuk hidup dan kelanjutan generasinya. Orang
yang sakit badan dan jiwa tidak mampu mancari nafkah sendiri. Sehat dalam
arti hidup sempurna . meliputi sehat badan , dan jiwa, cukup makanan
bergizi, hidup dilingkungan bersih, interakisi dalam keluarga / masyarakat
teratur, selaras dan serasi. Sehat dalam arti ini adalah sehat yang paling
didambakan oleh keluarga modern.
Agar dapat diwujudkan kondisi sehat dalam arti hidup sempurna, perlu
perbaikan taraf hidup keluarga atau masyarakat dengan cara meningkatkan
penghasilan dengan cara apa saja asal halal, ssehingga mampu memenuhi
kebutuhan secara wajar. Untuk itu, kepala keluarga perlu meningkatkan

kemampuan diri dalam mencari nafkah, misalnya banyak berkomunikasi ,


mengikuti jejak pengalaman orang yang berhasil dalam usaha, meningkatkan
pengetahuan keterampilan, meningkatkan keinginan menabung, menghindari
hidup boros, menghindari gengsi berlebihan, berkemauan untuk maju, dan
bekerja keras. Peningkatan kemampuan kerja produktif merupakan upaya
perjuangan memperbaiki nasib.

4. Keluarga Sejahtera
1. Definisi sejahtera dan keluarga sejahtera
Terdapat beragam pengertian mengenai kesejahteraan, karena lebih
bersifat subjektif dimana setiap orang dengan pedoman, tujuan cara hidupya yang
berbeda-beda akan memebrikan nilai-nilai yang berbeda-beda pula tentang
kesejahteraan dan faktor-faktor yang menentukan tingkat kesejahteraan (Sukirno,
1983 dalam Sianipar 1997). Kesejahteraan merupakan sejumlah kepuasaan yang
diperoleh seseorang dari hasil mengkonsumsi pendapatan yang diterima. Namun
demikian, tingkatan dari kesejahteraan itu sendiri merupakan sesuatu yang
bersifat relatif karena tergantung dari besarnya kepuasaan yang diperoleh dari
hasil mengkonsumsi pendapatan tersebut (Sawidak, 1985). Kesejahteraan adalah
suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial, material, maupun spiritual yang
diliputi rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir batin yang
memungkinkan setiap warga negara untuk mengadakan usaha-usaha pemenuhan
kebutuhan jasmani, rohani dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, rumahtangga,
serta masyarakat (Rambe 2001). Menurut Bubolz dan Sontag (1993),
kesejahteraan merupakan terminologi lain dari kualitas hidup manusia (quality of
human life), yaitu suatu keadaan ketika terpenuhinya kebutuhan dasar serta
terealisasikannya nilai hidup.
Konsep keluarga sejahtera menurut UU No. 10 Tahun 1982 adalah
keluarga yang dibentuk atau perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan
spiritual dan material yang layak, bertaqwa kepada Tuhan YME, memiliki
hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antar anggota dana antar keluarga
dengan masyarakat dan lingkungannya. Sedangkan BKKBN merumuskan
pengertian keluarga sejahtera sebagai keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan

10

anggotanya baik kebutuhan sandang, pangan, perumahan, social dan agama,


keluarga yang mempunyai keseimbangan antara penghasilan keluarga dengan
jumlah anggota keluarga. Keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan kesehatan
anggota keluarga, kehidupan bersama , dengan masyarakat sekitar, beribadah
khsusuk disamping terpenuhnya kebutuhan pokok.
2. Konsep Sejahtera
Untuk memahami keluarga sejahtera, perlu lebih dahulu dilakukan observasi
terhadap kehidupan beberapa keluarga terutama di kota. Hasil observasi tersebut
kemudian di analisis dan ditulis secara konseptional, rinci, dan sistematis
sehingga dapat dipahami konsep sejahtera. Sejahtera adalah keadaan keluarga
yang hidup makmur, dalam kelompok teratur, berdasarkan system nilai, bebas dari
penyakit, tidak ada gangguan, dan menyenangkan. Berdasarkan konsep tersebut,
ada beberapa faktor yang perlu dikaji agar dapat menjelskan konsep sejahtera.
Beberapa faktor tersebut adalah faktor ekonomi, sosial, budaya, kesehatan,
keamanan, dan hiburan, yang saling berkolerasi satu sama lain.
Faktor ekonomi berkenaan dengan kemakmuran yang pada dasarnya meliputi
kecukupan sandang, pangan, dan perumahan, yang di peroleh karena mampu
bekerja keras. Fakor sosial berkenaan dengan hidup berkelompok secara teratur.
Faktor budaya berkenaan dengan pola hidup berdasarkan system nilai. Faktor
sosial berkenaan dengan hidup bersih bebas dari peyakit. Faktor keamanan
berkenaan dengan ketentraman karena tidak ada gangguan fisik dan mental.
Faktor hiburan berkenaan dengan kesenangan hidup yang menyegarkan. Apabila
suatu kehidupan keluarga telah memenuhi faktor-faktor tersebut, dapat dikatakan
bahwa keluarga itu adalah keluarga sejahtera dalam arti yang paling sempurna
atau lengkap (family in complete welfare).
Keluarga sejahtera dalam arti yang paling sempurna atau lengkap merupakan
keluarga sejahtera yang sangat ideal, yang dalam kenyataan jarang sekali
dijumpai. Umumnya jika orang berkata tentang keluarga sejahtera, hanya
berfokus pad 1 faktor, yaitu faktor ekonomi. Keluarga sejahtera dalam arti
ekonomi adalah keluarga yang cukup sandang, pangan, dan perumahan.
Kecukupan 3 hal tersebut adalah merupakan fundamen (dasar) dari kehidupan
keluarga. Walaupun faktor-faktor sejahteranya dipenuhi, orang tidak akan

11

mengatakan sejahtera jika tidak dipenuhi kecukupan sandang, pangan, dan


perumahan. keluarga makmur(welfare family).
3. Hidup Makmur
Kemakmuran selalu mengacu pada kondisi ekonomi yang dimilki oleh suatu
keluarga. Kondisi ekonomi yang dimaksud pada umumnya meliputi kecukupan
sandang, pangan, dan perumahan yang diperoleh dari kemampuan bekerja keras.
Ukuran kecukupan di sini adalah standar yang sesuai dengan tingkat pendapatan
suatu keluarga. Kecukupan itu artinya tidak terlalu berlebihan dan tidak pula
terlalu kekurangan, wajar-wajar saja.
Kecukupan sandang dalam arti yang wajar disesuaikan juga dengan pola
kehidupan suatu keluarga seperti pola hidup hemat lain kecukupannya dengan
kehidupan boros. Sandang meliputi pakaian luar dalam, baik yang untuk dipakai
di rumah maupun yang untuk dipakai bekerja diluar rumah dan olahraga. Selain
itu, juga pakaian untuk tidur, untuk ibadah, untuk mandi. Kecukupan sandang
disesuaikan dengan pendapatan keluarga dan jumlah keluarga. Keluarga yang
anggotanya sedikit, tetapi jumlah pendapatannya banyak, tingkat kemakmurannya
makin tinggi. Sebaliknya, keluarga yang anggotanya banyak, tetapi jumlah
pendapatannya sedikit, tingkat kemakmurannya makin rendah.
Kecukupan pangan dalam arti yang wajar juga disesuaikan dengan pola hidup
suatu keluarga, seperti pola hidup hemat lainnya kecukupannya dengan pola hidup
boros. Pangan meliputi makanan pokok dan makanan pelengkap. Makanan pokok
adalah makanan yang lazim dikonsumsi suatu keluarga menurut kelaziman
setempat. Makanan pokok itu terdiri dari gandum, beras, roti, lauk-pauk, sayurmayur, dan buah-buahan yang disebut makanan empat sehat. Apabila keempat
jenis makanan ini ditambah 1 jenis miuman susu, kelima jenis makanan itu
disebut lima sempurna. Makanan pelengkap merupakan tambahan karena tidak
terlalu disyaratkan, sepert bubur kacang, makanan ringan, dan jajanan untuk
pelengkap minum teh.
Kecukupan perumahan dalam arti yang wajar disesuaikan dengan pola hidup
suatu keluarga, seperti pola hidup sederhana lain halnya dengan pola hidup
mewah. Kecukupan perumahan (luasnya) juga disesuaikan dengan jumlah
anggota keluarga dan jenis anggota keluarga. Keluarga yang jumlah anggotanya

12

banyak memerlukan perumahan yang luas. Perumahan dijadikan orang sebagai


ukuran untuk menentukan status sosial keluarga.
4. Hidup Teratur
Seseorang tidak mungkin hidup sendiri atau menyendiri, dia harus hidup
berkelompok yang disebut masyarakat. Unit masyarakat terkecil adalah keluarga
yang beranggotakan paling sedikit adalah ayah, ibu, dan anak-anaknya. Apabila
anggota keluarga dikembangkan lagi berdasarkan ikatan perkawinan dan
keturunan darah, keluarga itu menjadi keluarga yang besar. Kehidupan keluarga
inti dengan pola perilakunya lebih sederhana dibandingkan dengan pola perilaku
keluarga besar. Demikian pula, sistem nilai normative yang berlaku pada keluarga
inti akan berkembang menjadi system nilai normative yang berlaku pada keluarga
besar. Makin besar suatu keluarga, makin bervariasi ppula perilakunya dan
kebutuhannya

serta

cara

memenuhinya. Dengan

demikian, besar pula

kemungkinan timbul perbedaan pendapat yang menjurus pada konflik anggota


keluarga.
Dalam kehidupan keluarga, kepala keluarga (suami, ayah) seharusnya selalu
berfungsi sebagai pengambil inisiatif guna menciptakan kondisi keluarga yang
harmonis dalam arti teratur, rukun, saling menolong dan melindungi, serta saling
beramanat dalam kebaikan dan kesabaran. Perbedaan pendapat dan konflik
anggota keluarga diupayakan penyelesaiannya berpegang pada filosofi hidup
benang ditarik tidak putus, tepung tidak berserakan serta: mengalah untuk
menang, dan menang untuk melindungi semua pihak serta menghindari
perpecahan.
Kebersamaan lebih berharga dari pada egois pribadi kondisi kehidupan
keluarga harmonis merupakan salah satu ciri keluarga yang berhasil dalam hidup
berkelompok karena faktor toleransi dapat dipahami dan berfungsi secara baik
dibawah tuntunan dan pengarahan kepala keluarga (ayah).

13

BAB III
KESIMPULAN
1. Kesimpulan
a. Keluarga adalah kelompok sosial yang terdiri dari ayah, ibu dan anak atau
sanak saudara lainnya yang dihubungkan oleh ikatan darah atau
perkawinan dan saling berinteraksi satu sama lain.
b. Sehat adalah suatu keadaan fisik, mental, dan sosial yang terbebas dari
suatu penyakit sehingga seseorang dapat melakukan aktivitas secara
optimal.
c. Keluarga sehat terdiri dari empat unsur yaitu tidak sakit badan dan jiwa,
cukup makanan bergizi, hidup di lingkungan bersih serta perilaku dan
interaksi sesuai dengan etika dan hukum.
d. Kesejahteraan adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial,
material, maupun spiritual yang diliputi rasa keselamatan, kesusilaan, dan
ketentraman lahir batin yang memungkinkan setiap warga negara untuk
mengadakan usaha-usaha pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani dan
sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, rumahtangga, serta masyarakat.
e. Konsep keluarga sejahtera menurut UU No. 10 Tahun 1982 adalah
keluarga yang dibentuk atau perkawinan yang sah, mampu memenuhi
kebutuhan spiritual dan material yang layak, bertaqwa kepada Tuhan
YME, memiliki hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antar anggota
dana antar keluarga dengan masyarakat dan lingkungannya.
f. Keluarga sejahtera dalam arti ekonomi adalah keluarga yang cukup
sandang, pangan, dan perumahan.

14

2. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka saran dalam penulisan ini adalah :
1

Para pembaca diharapkan dapat mengetahui definisi keluarga sehat, sehingga

dapat lebih memahami pengertian keluarga secara lebih mendalam.


Dengan adanya pembahasan seputar keluarga sehat dan sejahtera serta
indikator-indikator penilaian sehat dan sejahtera dalam penulisan ini,
harapannya pembaca dapat ikut berpartisipasi mewujudkan keluarga sehat dan

sejahtera.
Harapannya peranan keluarga dapat lebih dimaknai, setelah membaca tulisan

yang membahas seputar keluarga ini.


Setalah pembaca membaca tulisan keluarga sehat dan sejahtera ini, semoga
dapat diterapkan dan bermanfaat dalam kehidupans ehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA

Bakri, Muhammad. 1995. Pengantar Keluarga. Penerbit, IKIP Malang


Noor, Arifin. 1997. Ilmu Sosial Dasar. CV Pustaka Setia: Bandung.
Diakses pada tanggal 24 September 2014.

15

http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PSIKOLOGI/195009011981032RAHAYU_GININTASASI/MAKALAH_KELUARGA.pdf
Diakses pada tanggal 24 September 2014.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17030/4/Chapter%20II.pdf
Diakses pada tanggal 24 September 2014.
http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/2s1keperawatan/207314026/bab2.pdf
http://euissunarti.staff.ipb.ac.id/files/2012/04/Dr.-Euis-Sunarti-Indikator-KeluargaSejahtera.pdf Diakses pada tanggal 1 Oktober 2014.

Anda mungkin juga menyukai