Anda di halaman 1dari 26

MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN DI ERA PANDEMI

DALAM KONTEKS KESEJAHTERAAN SOSIAL MASYARAKAT

Diajukan Guna Memenuhi Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Pendidikan


Kewarganegaraan

Dosen Pengampu :

Arif, S.Sos., M.AP

NIP 197603102003121003

Disusun Oleh :

Kirana Andini Janna Lahitani

NIM. 200910301082

ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS JEMBER

2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kesejahteraan Sosial merupakan suatu kondisi yang harus


diwujudkan bagi seluruh warga negara di dalam pemenuhan kebutuhan
material, spiritual, dan sosial agar dapat hidup layak dan mampu
mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Hal
ini merupakan salah satu amanat pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945 alinea keempat yang
menyatakan bahwa negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban
dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Namun pada kenyataannya permasalahan yang berkaitan dengan
Kesejahteraan Sosial cenderung meningkat baik kualitas maupun kuantitas.
Masih banyak warga negara belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya
karena kondisinya yang mengalami hambatan fungsi sosial, akibatnya
mereka mengalami kesulitan dalam mengakses sistem pelayanan sosial dan
tidak dapat menikmati kehidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Kesejahteraan Sosial merupakan suatu kondisi yang harus
diwujudkan bagi seluruh warga negara di dalam pemenuhan kebutuhan
material, spiritual, dan sosial agar dapat hidup layak dan mampu
mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Hal
ini merupakan salah satu amanat pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945 alinea keempat yang
menyatakan bahwa negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban
dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Namun pada kenyataannya permasalahan yang berkaitan dengan
Kesejahteraan Sosial cenderung meningkat baik kualitas maupun kuantitas.
Masih banyak warga negara belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya
karena kondisinya yang mengalami hambatan fungsi sosial, akibatnya
mereka mengalami kesulitan dalam mengakses sistem pelayanan sosial dan
tidak dapat menikmati kehidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang
harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah
satu hak asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD 1945
maupun dalam Deklarasi Roma (1996). Pertimbangan tersebut mendasari
terbitnya UU No. 7/1996 tentang Pangan. Sebagai kebutuhan dasar dan
salah satu hak asasi manusia, pangan mempunyai arti dan peran yang
sangat penting bagi kehidupan suatu bangsa. Ketersediaan pangan yang
lebih kecil dibandingkan kebutuhannya dapat menciptakan ketidak-
stabilan ekonomi. Berbagai gejolak sosial dan politik dapat juga terjadi jika
ketahanan pangan terganggu. Kondisi pangan yang kritis ini bahkan dapat
membahayakan ekonomi dan stabilitas nasional

Bagi Indonesia, pangan sering diidentikkan dengan beras karena


jenis pangan ini merupakan makanan pokok utama. Pengalaman telah
membuktikan kepada kita bahwa gangguan pada ketahanan pangan seperti
meroketnya kenaikan harga beras pada waktu krisis ekonomi pada tahun
1997/1998, yang berkembang menjadi krisis multidimensi, telah memicu
kerawanan sosial yang membahayakan stabilitas ekonomi dan stabilitas
nasional.

Nilai strategis beras juga disebabkan karena beras adalah makanan


pokok paling penting. Industri perberasan memiliki pengaruh yang besar
dalam bidang ekonomi (dalam hal penyerapan tenaga kerja, pertumbuhan
dan dinamika ekonomi pedesaan, sebagai wage good), lingkungan
(menjaga tata guna air dan kebersihan udara), dan sosial politik (sebagai
perekat bangsa, mewujudkan ketertiban dan keamanan). Beras juga
merupakan sumber utama pemenuhan gizi yang meliputi kalori, protein,
lemak, dan vitamin.

Dengan pertimbangan pentingnya beras tersebut, pemerintah selalu


berupaya untuk meningkatkan ketahanan pangan terutama yang bersumber
dari peningkatan produksi dalam negeri. Pertimbangan tersebut menjadi
semakin
penting bagi Indonesia karena jumlah penduduknya semakin besar dengan sebaran
populasi yang luas dan cakupan geografis yang tersebar. Untuk memenuhi
kebutuhan pangan penduduknya, Indonesia memerlukan ketersediaan pangan
dalam jumlah mencukupi dan tersebar, yang memenuhi kecukupan konsumsi
maupun stok nasional yang cukup sesuai persyaratan operasional logistik yang luas
dan tersebar. Indonesia harus menjaga ketahanan pangannya.

Pengertian ketahanan pangan, tidak terlepas dari UU No. 18/2012 tentang


pangan. Disebutkan dalam UU tersebut bahwa Ketahanan Pangan adalah “kondisi
terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari
tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam,
bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan,
dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara
berkelanjutan”.

UU pangan bukan hanya berbicara tentang ketahanan pangan, tetapi juga


memperjelas dan memperkuat pencapaian ketahanan pangan dengan mewujudkan
kedaulatan pangan (food soveregnity) dengan kemandirian pangan (food resilience)
serta kemampuan pangan (food safety). “Kedaulatan Pangan adalah hak negara
dan bangsa yang secara mandiri menentukan kebijakan pangan yang menjamin ha
katas pangan bagi rakyat dan memberikan hak bagi masyarakat untuk menentukan
sistem pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal”

Definisi ketahanan pangan dalam UU No 18 tahun 2012 diatas merupakan


penyempurnaan dan “pengkayaan cakupan” dari definisi dalam UU No 7 tahun
1996 yang memasukkan “perorangan” dan “sesuai keyakinan agama” serta
“budaya” bangsa. Definisi UU No 18 tahun 2012 secara substansif sejalan dengan
definisi ketahanan pangan dari FAO yang menyatakan bahwa ketahanan pangan
sebagai suatu kondisi dimana setiap orang sepanjang waktu, baik fisik maupun
ekonomi, memiliki akses terhadap pangan yang cukup, aman, dan bergizi untuk
memenuhi kebutuhan gizi sehari-hari sesuai preferensinya.
Berbagai gejolak sosial dan politik dapat juga terjadi jika ketahanan pangan
terganggu. Kondisi kritis ini bahkan dapat membahayakan stabilitas nasional yang
meruntuhkan pemerintah yang sedang berkuasa. Pengalaman telah membuktikan
kepada kita bahwa gangguan pada ketahanan seperi kenaikan harga beras pada
waktu krisis moneter, dapat memicu kerawanan sosial yang dapat membahayakan
stabilitas ekonomi dan stabilitas nasional. Untuk itulah, tidak salah apabila
pemerintah selalu berupaya untuk meningkatkan ketahanan pangan bagi
masyarakat, baik dari produksi dalam negeri maupun dengan tambahan impor.
Pemenuhan kebutuhan pangan dan menjaga ketahanan pangan semakin penting
bagi Indonesia karena jumlahnya penduduknya sangat besar dengan cakupan
geografis yang luas dan tersebar.

1.2 DESKRIPSI KASUS

Di awal tahun ini, pandemi COVID-19 melanda Indonesia sehingga


mengganggu seluruh sektor dalam kehidupan masyarakat, termasuk salah satu yang
paling strategis, yaitu ketahanan pangan. Pada akhrinya, produksi dan distribusi
pangan masyarakat ikut terganggu dan bahkan Food and Agriculture Organization
(FAO) mengatakan bahwa dampak pandemic COVID-19 dapat menimbulkan krisis
pangan baru. World Food Summit pada tahun 1996 menjelaskan bahwa ketahanan
pangan adalah situasi dimana saat semua orang, kapan saja, memiliki akses fisik
dan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dan preferensi makanan yang aman serta
bergizi, dengan jumlah yang cukup untuk kehidupan yang sehat dan aktif. Untuk
mengukurnya, ada empat indicator, yaiu ketersediaan pangan secara fisik (physical
availability), akses secara ekonomi dan fisik untuk mendapatkan pangan (food
utilisation), dan stabilitas dari ketiga tersebut. Oleh karena itu, ketahanan pangan
yang efektif bergantung pada ketersediaan, distribusi, dan konsumsi. Namun,
pandemic COVID-19 merubah itu semua dengan terganggunya sistem logistik
pangan karena aktivitas terbatas selama pandemi, serta rantai pasok atau supply
chain pangan sehingga masyarakat akan kehilangan akses pangan yang mengancam
kehidupan mereka. Distribusi pangan yang belum merata juga dikhawatirkan akan
menyebabkan kelebihan atau kekurangan komuditas pangan di banyak daerah.
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 KETAHANAN NASIONAL

Ketahanan nasional menurut Wan Usman adalah aspek dinamis suatu


bangsa, meliputi semua aspek kehidupan untuk tetap jaya ditengah keteraturan dan
perubahan yang selalu ada. Konsep ketahana nasional suatu bangsa di latar
belakangi oleh : Kekuatan apa yang ada pada suatu bangsa dan negara sehingga ia
mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya; kekuatan apa yang harus
dimiliki oleh suatu bangsa dan negara sehingga ia selalu mampu mempertahankan
kelangsungan hidupnya meskipun mengalami berbagai gangguan, hambatan, dan
ancaman baik dari dalam maupun dari luar; ketahanan suatu bangsa untuk tetap
jaya, mendukung makna keteraturan dan stabilitas yang di dalamnya terkandung
potensi untuk terjadinya perubahan. Menurut Wan Usman pula, apabila kita
berbicara tentang ketahanan nasional berarti kita berbicara tentang kesejahteraan
dan pertahanan dan keamanan negara dan bangsa.

Menurut Soewarso Hardjosoedomo, ketahanan nasionaladalah kondisi


totalitas aspek-aspek kehidupan berdasarkan wawasan nasionalnya guna
mewujudkan daya kebal, tangkal, dan daya gempur untuk dapat mengadakan
iteraksi dengan lingkungan pada suatu waktu sedemikian rupa, sehingga dapat
menjamin kelangsungan hidup dan perkembangan kehidupan bangsa tersebut
sesuai dengan tujuan yang digariskan.

Menurut Departemen Pertahanan ketahanan nasional mengupayakan


keuletan, ketangguhan, kemampuan bangsa dan negara dengan membangun sistem
yang komperehensip, sistematik, dan integral. Seluruh kehidupan bangsa negara
ditata dalam sebuah sistem nasional, yang merupakan satu rangkaian sistem empat
fungsi pokok penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
yaitu sistem politik, sistem ekonomi, sistem sosial budaya dan sistem pertahanan
keamana yang saling terkait.
Menurut rumusan GBHN 1993, ketahanan nasional adalah kondisi
dinamis yang merupakan integrasi dan kondisi tiap aspek kehidupan bangsa dan
negara. Pada hakekatnya ketahanan nasional adalah kemampuan dan ketangguhan
suatu bangsa untuk dapat menjamin kelangsungan hidupnya menuju kejayaan
bangsa dan negara. Berhasilnya pembangunan nasional akan meningkatkan
ketahanan nasional. Selnajutnya ketahanan nasional yang Tangguh akan lebih
mendorong pembangunan nasional

Menurut RM. Surnadi, ketahanan nasional adalah kondisi dinamis suatu


bangsa meliputi seluruh aspek kehidupan nasional yang terintegrasi, berisi keulitan
dan ketangguhan,yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan
nasional dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan
serta gangguan baik yang datang dari luar maupun dari dalam yang langsung
maupun tidak langsung membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup
bangsa dan negara serta perjuangan mengejar tujuan nasional.

2.2 KETAHANAN PANGAN

Menurut Oxfam (2001) ketahanan pangan adalah kondisi Ketika. “setiap


orang dalam segala waktu memiliki akses dan kontrol atas jumlah pangan yang
cukup dan kualitas yang baik demi hidup yang aktif dan sehat. Dua kandungan
makna tercantum di sini yakni: ketersediaan dalam arti kualitas dan kuantitas
akses (hak katas pangan melalui pembelian, pertukaran, maupun kliam) ”.
Menurut Chung Et Al. (1997) ketahanan pangan terdiri dari tiga pilar yaitu
ketersediaan (availability), akses (access), dan pemanfaatan (utilization).
Ketahanan pangan pada rumah tangga petani dapat dilihat dari: (i) ketersediaan
dan kecukupan pangan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga
dengan mempertimbangkan musim tanam dengan musim tanam berikutnya (ii)
Stabilitas pangan yang menjamin anggota keluarga dapat makan tiga kali dalam
sehari (iii) Aksebilitas yaitu kemampuan rumah tangga petani memperoleh
pangan dengan produksi sendiri membeli (iv) Kualitas pangan yaitu konsumsi
pangan rumah tangga petani baik berupa protein hewani dan nabati.
Baliwati (2004) menyatakan bahwa ketahanan pangan rumah tangga
petani setiap saat memiliki aksesbilitas secara fisik maupun ekonomi
terhadap pangan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan agar dapat hidup
produktif dan sehat. Menurut Smith dalam Aminah (2015) peningkatan
akses terhadap pangan rumah tangga melalui (i) produksi dan
mengumpulkan pangan (ii) membeli pangan di pasar dengan pendapatan
tunai, dan (iii) menerima bantuan pangan dari pemberian probadi,
pemerintah, atau lembaga internasional.

Kerawanan pangan dapat bersifat kronis atau sementara/transien.


Kerawanan pangan kronis adalah ketidakmampuan jangka Panjang atau
terus menerus untuk memenuhi kebutuhan pangan minimum. Keadaan ini
biasanya terkait dengan faktor structural, yang tidak dapat berubah dengan
cepat, seperti iklim setempat, jenis tanah, sistem pemerintah daerah,
kepemlikan lahan, hubungan antar etnis, tingkat pendidikan,dan lain-lain.
Kerawanan pangan sementara (Transitory food insecurity) adalah
ketidakmampuan jangka pendek atau sementara untuk memenuhi kebutuhan
pangan minimum. Keadaan ini biasanya terkait dengan faktor dinamis
yang berubah begitu cepat seperti penyakit infeksi, bencana alam, dan lain-
lain. Kerawanan pangan sementara yang terajdi secara terus-menerus dapat
menyebabkan menurunnya kualitas kehidupan rumah tangga, menurunnya
daya tahan, dan bahkan bisa berubah menjadi kerawanan pangan kronis
(Dewan Ketahanan Pangan 2009).

2.3 PANDEMI COVID-19

World Health Organization (WHO) menetapkan tentang virus corona


atau yang biasa disebut dengan COVID 19 yang menjadi pandemi karena
virus ini telah menyebar ke berbagai negara bahkan sudah mendunia. WHO
mengartikan pandemi sebagai suatu kondisi populasi pada dunia dan
berpotensi menjadikan jatuh dan sakit. Pandemi sendiri adalah wabah yang
berjangkit secara bersamaan dmana- mana yang menyebar luas. Pandemi
COVID 19 ini juga berdampak dari berbagai sektor kehidupan seperti
ekonomi, sosial dan juga pendidikan. Organisasi Pendidikan, Keilmuan,
dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau United Educational,
Scientific, and Cultural Organization (UNESCO).

2.4 KESEJAHTERAAN SOSIAL

Menurut (Fahrudin, 2014) menjelaskan bahwa kesejahteraan sosial


diartikan suatu keadaan seseorang dapat mampu memenuhi seluruh kebutuhan
serta mampu melakukan hubungan baik dengan lingkungan sekitar. Kesejahteraan
sosial dapat dilihat dari bebeberapa aspek yaitu pendapatan yang cukup,
pendididikan dan kesehatan yang terpenuhi. Hal tersebut sejalan dengan
pemikiran W.J.S Poewodarminto (Adi, 2015) bahwa kesejahteraan merupakan
kondisi dimana seseorang dalam keadaan aman, makmur sentosa, selamat dari
berbagai segala macam ganggunan masalah atau kesukaran dan sebagainya.
Gangguan masalah ini meliputi dari berbagai aspek yaitu gangguan kesehatan,
gangguan pendidikan, gangguan kerja dan sebagainya.
Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang
Kesejahteraan Sosial, “kesejahteraan adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan
material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu
mengembangkan diri sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya”.
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 PENGERTIAN KETAHANAN NASIONAL

Ketahanan nasional menurut Lembaga Ketahanan Nasional adalah


kondisi dinamis Bangsa Indonesia yang berisi keuletan dan ketangguhan
dalam menghadapi dan mengatasi segala ancaman, gangguan, hambatan
dan tantangan baik yang datang dari luar maupun dalam negeri langsung
atau tidak langsung yang dapat membahayakan integritas, identitas serta
kelangsungan hidup bangsa dan negara. Istilah ketahanan nasional sudah
dikenal sejak awal tahun 1960-an. Pada saat itu ketahanan nasional belum
diberi definisi tertentu dan belum disusun dalam suatu konsepsi yang
lengkap. Pada waktu itu istilah ketahanan nasional dipakai dalam rangka
pembahasan masalah pembinaan territorial atau masalah pertahanan
keamanan pada umunya. Definisi Lembaga Ketahanan Nasional tentang
ketahanan nasional baru diperkenalkan pertama kali pada tahun 1989. Pada
waktu itu Lemhanas mendefinisikan ketahanan nasional sebagai keuletan
dan daya tahan bangsa dalam menghadapi segala kekuatan baik yang
datang dari luar maupun dari dalam yang langsung maupun tidak langsung
membahayakan kelangsungan negara dan bangsa Indonesia. Pengertian
tersebut direvisi pada tahun 1969, menjadi keuletan dan daya tahan suatu
bangsa yang mengandung kemampuan untuk mengembangkan kekuatan
nasional dalam menghadapi segala ancaman baik yang datang dari luar
maupun datang dari dalam yang langsung maupun tidak langsung
membahayakan kelangsungan hidup bangsa dan negara. Hingga saat ini
pengertian menjadi rujukan yang digunkan seluruh elemen bangsa.
3.2 PENGERTIAN KETAHANAN PANGAN

Ketahanan pangan adalah ketersediaan pangan dan kemampuan


seseorang untuk mengaksesnya. Sebuah rumah tangga dikatakan memiliki
ketahanan pangan jika penghuninya tidak berada dalam kondisi
kelaparan atau dihantui ancaman kelaparan. Ketahanan pangan
merupakan ukuran kelentingan terhadap gangguan pada masa depan atau
ketiadaan suplai pangan penting akibat berbagai
faktor seperti kekeringan, gangguan perkapalan, kelangkaan bahan bakar,
ketidak stabilan ekonomi, peperangan, dan sebagainya. Penilaian
ketahanan pangan dibagi menjadi keswadayaan atau keswasembadaan
perorangan (self-sufficiency) dan ketergantungan eksternal yang membagi
serangkaian faktor risiko. Meski berbagai negara sangat menginginkan
keswadayaan secara perorangan untuk menghindari risiko kegagalan
transportasi, namun hal ini sulit dicapai di negara maju karena profesi
masyarakat yang sudah sangat beragam dan tingginya biaya produksi bahan
pangan jika tidak diindustrialisasikan. Kebalikannya, keswadayaan
perorangan yang tinggi tanpa perekonomian yang memadai akan membuat
suatu negara memiliki kerawanan produksi.

World Health Organization mendefinisikan tiga komponen utama


ketahanan pangan, yaitu ketersediaan pangan, akses pangan, dan
pemanfaatan pangan. Ketersediaan pangan adalah kemampuan memiliki
sejumlah pangan yang cukup untuk kebutuhan dasar. Akses pangan adalah
kemampuan memiliki sumber daya, secara ekonomi maupun fisik, untuk
mendapatkan bahan pangan bernutrisi. Pemanfaatan pangan adalah
kemampuan dalam memanfaatkan bahan pangan dengan benar dan tepat
secara proporsional. FAO menambahkan komponen keempat, yaitu
kestabilan dari ketiga komponen tersebut dalam kurun waktu yang
panjang.

Peningkatan ketahanan pangan merupakan prioritas utama dalam


pembangunan karena pangan merupakan kebutuhan yang paling dasar bagi
manusia sehingga pangan sangat berperan dalam pertumbuhan ekonomi
nasional. Ketahanan pangan diartikan sebagai tersedianya pangan dalam
jumlah dan kualitas yang cukup, terdistribusi dengan harga terjangkau dan
aman dikonsumsi bagi setiap warga untuk menopang aktivitas sehari-hari
sepanjang waktu. Dengan demikian ketahanan pangan mencakup tingkat
rumah tangga dan tingkat nasional (Anonim, 1999). Dalam pengertian
kebijakan operasional pembangunan, Departemen Pertanian
menterjemahkan ketahanan pangan menyangkut ketersediaan, aksesibilitas
(keterjangkauan), dan stabilitas pengadaannya.
3.3 STRATEGI MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN DI

ERA PANDEMI

Pandemi Covid-19 telah menyebabkan terganggunya kegiatan


perekonomian di semua lini usaha, termasuk sektor pertanian. Salah satu
dampak yang harus diantisipasi terkait dampak Covid-19 adalah
ketersediaan pangan bagi seluruh rakyat. Gerakan Ketahanan Pangan
(GKP) yang diperkenalkan Kementerian Pertanian di tengah ancaman virus
corona saat ini harus didukung oleh semua pihak, khususnya petani dan
penyuluh sebagai ujung tombak dan penggeraksektor pertanian.

Sebagai langkah nyata, Kementerian Pertanian melalui Badan


Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian telah merumuskan
Metode 4 Cara Bertindak untuk mencapai ketahanan pangan. Pertama,
peningkatan kapasitas produksi. Kementan mengajak pelaku pertanian
melaksanakan percepatan tanam padi Musim Tanam II 2020 seluas 6,1 juta
ha, pengembangan lahan rawa di Provinsi Kalimantan Tengah 164.598 ha,
termasuk intensifikasi lahan rawa 85.456 ha dan ekstensifikasi lahan
pertanian 79.142 ha. Kedua, diversifikasi pangan lokal. Kementan akan
mengembangkan diversifikasi pangan lokal berbasis kearifan lokal yang
berfokus pada satu komoditas utama. Ketiga, penguatan cadangan dan
sistem logistik pangan dengan cara penguatan cadangan beras pemerintah
provinsi (CBPP), kemudian penguatan cadangan beras pemerintah
kabupaten/kota (CBPK). Keempat, pengembangan pertanian modern,
caranya melalui pengembangan smart farming, pengembangan dan
pemanfaatan screen house untuk meningkatkan produksi komoditas
hortikultura di luar musim tanam, pengembangan korporasi petani, dan
pengembangan food estate untuk peningkatan produksi pangan utama
(beras/jagung). Beras dan jagung masih menjadi sektor utama pertanian di
Indonesia.
Kementan juga mempunyai agenda yang bersifat jangka pendek,
menengah dan panjang dalam menghadapi pandemi Covid-19. Untuk
jangka pendek agenda SOS atau emergency, diantaranya dengan menjaga
stabilitas harga pangan dan membangun buffer stock. Agenda jangka
menengah diwujudkan dengan melanjutkan padat karya pasca Covid-19,
diversifikasi pangan lokal, membantu ketersediaan pangan di daerah
defisit, antisipasi kekeringan, menjaga semangat kerja pertanian melalui
bantuan saprodi dan alsintan, mendorong family farming, membantu
kelancaran distribusi pangan, meningkatkan ekspor pertanian, memperkuat
Kostratani. Sementara agenda jangka panjang (permanen) dilakukan,
antara lain dengan mendorong peningatan produksi 7% per tahun dan
menurunkankehilangan hasil (losses) menjadi 5%.

Di awal tahun ini, pandemi COVID-19 melanda Indonesia


sehingga mengganggu seluruh sektor dalam kehidupan masyarakat,
termasuk salah satu yang paling strategis, yaitu ketahanan pangan. Pada
akhirnya, produksi dan distribusi pangan masyarakat ikut terganggu dan
bahkan, Food and Agriculture Organization (FAO) mengatakan bahwa
dampak pandemi COVID-19 dapat menimbulkan krisispangan baru.

Pada saat ini ketahanan pangan di Indonesia sudah berjalan baik,


buktinya kita hampir tidak pernah mendengar berita tentang kelaparan.
Lalu dengan adanya Pandemi Covid-19 ini tentunya ketahanan pangan di
Indonesia menjadi terganggu. Namun, tidak hanya Indonesia saja yang
terdampak ketahanan pangannya, bahkan hampir di seluruh dunia
merasakan dampak yang sama karena Covid-19. Indonesia mempunyai Peta
Ketahanan Pangan dan Kerentanan Pangan dimana peta ini mengukur 3
aspek ketahanan pangan di masing-masing kabupaten dan kota yang ada di
Indonesia. Hal ini dilakukan untuk mendorong dan memonitor ketahanan
pangan di tiap-tiap daerah dan mampu meningkatkan rasio ketahanan
pangan Indonesia di tengah Pandemi Covid-19.
World Food Summit pada tahun 1996 menjelaskan bahwa ketahanan
pangan adalah situasi dimana saat semua orang, kapan saja, memiliki akses
fisik dan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dan preferensi makanan
yang aman serta
bergizi, dengan jumlah yang cukup untuk kehidupan yang sehat dan aktif.
Untuk mengukurnya, ada empat indikator, yaitu ketersediaan pangan secara
fisik (physical availability), akses secara ekonomi dan fisik untuk
mendapatkan pangan (food utilisation), dan stabilitas dari ketiga tersebut.
Oleh karena itu, ketahanan pangan yang efektif bergantung pada
ketersediaan, distribusi, dan konsumsi.

Namun, pandemi COVID-19 merubah itu semua dengan


terganggunya sistem logistik pangan karena aktivitas terbatas selama
pandemi, serta rantai pasok atau supply chain pangan sehingga masyarakat
akan kehilangan akses pangan yang mengancam kehidupan mereka.
Distribusi pangan yang belum merata juga dikhawatirkan akan
menyebabkan kelebihan atau kekurangan komoditas pangan di banyak
daerah. Contohnya, laporan dari data Badan Ketahanan Pangan (BKP)
menyebutkan bahwa Maluku dan Kalimantan Utara mengalami defisit
ketersediaan beras hingga 10 sampai 25 persen pada April 2020. Hal ini
tentunya sangat mengkhawatirkan mengingat stok beras pada saat itu
surplus 6.35 juta ton.

Berbicara mengenai strategi ketahanan pangan selama dan setelah


masa pandemi Covid-19 untuk Indonesia, maka itu termasuk pembahasan
mengenai kerentanan sistem pangan berupa harga pangan yang tinggi dan
keterjangkauan akses pangan yang sulit.

Selain itu, Indonesia masih memberikan perhatian yang sangat


tinggi pada stunting dan malnutrisi. Namun, Indonesia juga memiliki
kontradiksi antara kawasan pedesaan dan perkotaan yang mengalami
obesitas dan juga penganekaragaman pangan. Indonesia juga masih harus
meningkatkan baik produksi maupun konsumsi. Itu menjadi tantangan
tersendiri bagi Indonesia. Dalam jangka menengah dan panjang, Indonesia
juga berupaya menangani masalah ketersediaan pangan dengan
memperluas wilayah atau membuka lahan tambahan baru tidak hanya
untuk padi tetapi juga untuk perkebunan hortikultura. Indonesia juga
memperkenalkan program food estate di luar pulau Jawa dimana ini adalah
sesuatu hal yang baru. Tentunya ini semua adalah upaya untuk
menciptakan ketahanan pangan jangka panjang bagi Indonesia dengan
meningkatkan produktivitas di luar pulau Jawa
3.4 SOLUSI PERMASALAHAN

Melalui koperasi petani dapat memperbaiki posisi rebut tawar


mereka baik dalam memasarkan hasil produksi maupun dalam pengadaan
input produksi yang dibutuhkan, dalam hal mekanisme pasar tidak
menjamin terciptanya keadilan, koperasi dapat mengupayakan pembukaan
pasar baru bagi produk anggotanya, pada sisi lain koperasi dapat
memberikan akses kepada anggotanya terahadap berbagai penggunaan
faktor produksi dan jasa yang tidak ditawarkan pasar, dengan bergabung
dalam koperasi, para petani dapat lebih mudah melakukan penyesuaian
produksinya melalui pengolahan paska panen sehubungan dengan
perubahan permintaan pasar.

Dalam hal ini peran akademisi di perguruan tinggi dapat mendukung


inovasi dalam pengolahan pasca panen, dengan penyatuan sumberdaya
petani dalam sebuah koperasi, petani lebih mudah dalam menangani risiko
yang melekat pada produksi pertanian, seperti: pengaruh iklim,
heterogenitas kualitas produksi dan sebaran daerah produksi, dalam wadah
organisasi koperasi, para petani lebih mudah berinteraksi secara positif
terkait dalam proses pembelajaran guna meningkatkan kualitas SDM
mereka.

Dalam rangka mewujudkan sistem ketahanan pangan, koperasi


agribisnis perlu melakukan revitalisasi peran dan fungsinya. Adapun
langkah-langkah yang harus dilakukan oleh koperasi agribisnis agar
ketahanan pangan dapat tercapai antara lain: Melakukan revitalisasi dan
konsolidasi internal, saat ini kepercayaan masyarakat terhadap Koperasi
menurun, seiring kebijakan pemerintah terhadap koperasi yang tidak
konsisten dan karena kelemahan manajemen koperasi itu sendiri. Koperasi
perlu melakukan konsolidasi internal untuk memperbaiki ketatalaksanaan
usaha (Corporate Governance) yang lebih baik.
Dalam rangka mewujudkan sistem ketahanan pangan, koperasi
agribisnis perlu melakukan revitalisasi peran dan fungsinya. Adapun
langkah-langkah yang harus dilakukan oleh koperasi agribisnis agar
ketahanan pangan dapat tercapai antara lain: terlibat aktif dalam
revitalisasi pertanian. Koperasi agribisnis perlu
meningkatkan kemampuannya dalam bidang teknologi bercocok tanam yang
efektif dan produktif agar dapat mentransfer knowledge (pengetahuan) kepada
anggota dan masyarakat. Membuat skema pembiayaan yang tepat untuk sektor
pertanian.

Sektor pertanian (agribisnis) memiliki karakteristik yang berbeda dari sector


yang lain seperti perdagangan, jasa dan industri. Maka koperasi agribisnis harus
memiliki kemampuan untuk mendesain produk dan skim yang cocok untuk
meningkatkan produksi anggotanya, karena sector ini biasanya sangat dipengaruhi
oleh musim dan fluktuasi harga yang tinggi. Koperasi juga dapat menjadi penasihat
maupun agen pengelola dana bantuan dari pemerintah agar dana tersebut dapat
produktif. Tidak tergantung pada dana bantuan pemerintah.

Jika di masa lalu Koperasi yang bergerak di bidang agribisnis utamanya


KUD sangat tergantung dengan dana bantuan Pemerintah, maka saat ini tidak
zamannya lagi. Koperasi harus bisa mandiri dengan menggali potensi di daerah
tempat berdomisili dan memberdayakan anggota dengan baik. Menggali potensi
agribisnis yang sesuai dengan lokasi koperasi berada, Koperasi yang ada di suatu
daerah perlu menggali dan memanfaatkan potensi yang ada di daerah tersebut untuk
dijadikan sebagai produk unggulan. Dengan demikian, maka kinerja koperasi
tersebut akan lebih efektif dan efisien.

Selain itu, dengan memanfatkan potensi yang ada, maka petani setempat
akan lebih sejahtera karena komoditi yang mereka tanam dapat dimanfaatkan
dengan maksimal. Pemanfaatan potensi yang ada tersebut juga dapat mendukung
pemetaan daerah mana saja yang menjadi kantong produksi komoditas tertentu.
BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Ketahanan nasional menurut Lembaga Ketahanan Nasional adalah


kondisi dinamis Bangsa Indonesia yang berisi keuletan dan ketangguhan
dalam menghadapi dan mengatasi segala ancaman, gangguan, hambatan
dan tantangan baik yang datang dari luar maupun dalam negeri langsung
atau tidak langsung yang dapat membahayakan integritas, identitas serta
kelangsungan hidup bangsa dan negara. Istilah ketahanan nasional sudah
dikenal sejak awal tahun 1960-an. Pada saat itu ketahanan nasional belum
diberi definisi tertentu dan belum disusun dalam suatu konsepsi yang
lengkap. Pada waktu itu istilah ketahanan nasional dipakai dalam rangka
pembahasan masalah pembinaan territorial atau masalah pertahanan
keamanan pada umunya. Definisi Lembaga Ketahanan Nasional tentang
ketahanannasional baru diperkenalkan pertama kali pada tahun 1989.

Ketahanan pangan adalah ketersediaan pangan dan kemampuan


seseorang untuk mengaksesnya. Sebuah rumah tangga dikatakan memiliki
ketahanan pangan jika penghuninya tidak berada dalam kondisi
kelaparan atau dihantui ancaman kelaparan. Ketahanan pangan
merupakan ukuran kelentingan terhadap gangguan pada masa depan atau
ketiadaan suplai pangan penting akibat berbagai faktor seperti kekeringan,
gangguan perkapalan, kelangkaan bahan bakar, ketidak stabilan ekonomi,
peperangan, dan sebagainya.

Sebagai langkah nyata, Kementerian Pertanian melalui Badan


Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian telah merumuskan
Metode 4 Cara Bertindak untuk mencapai ketahanan pangan. Pertama,
peningkatan kapasitas produksi. Kementan mengajak pelaku pertanian
melaksanakan percepatan tanam padi Musim Tanam II 2020 seluas 6,1
juta ha, pengembangan lahan rawa di Provinsi Kalimantan Tengah
164.598 ha, termasuk intensifikasi lahan rawa 85.456 ha dan ekstensifikasi
lahan pertanian 79.142 ha. Kedua, diversifikasi pangan lokal. Kementan
akan mengembangkan diversifikasi pangan lokal berbasis kearifan lokal
yang berfokus pada satu komoditas utama. Ketiga, penguatan cadangan
dan sistem logistik pangan dengan cara penguatan cadangan beras
pemerintah provinsi (CBPP), kemudian penguatan cadangan beras
pemerintah kabupaten/kota (CBPK). Keempat, pengembangan pertanian
modern, caranya melalui pengembangan smart farming, pengembangan
dan pemanfaatan screen house untuk meningkatkan produksi komoditas
hortikultura di luar musim tanam, pengembangan korporasi petani, dan
pengembangan food estate untuk peningkatan produksi pangan utama
(beras/jagung). Beras dan jagung masih menjadi sektor utama pertanian di
Indonesia.

Dalam rangka mewujudkan sistem ketahanan pangan, koperasi


agribisnis perlu melakukan revitalisasi peran dan fungsinya. Adapun
langkah-langkah yang harus dilakukan oleh koperasi agribisnis agar
ketahanan pangan dapat tercapai antara lain: Melakukan revitalisasi dan
konsolidasi internal, saat ini kepercayaan masyarakat terhadap Koperasi
menurun, seiring kebijakan pemerintah terhadap koperasi yang tidak
konsisten dan karena kelemahan manajemen koperasi itu sendiri. Koperasi
perlu melakukan konsolidasi internal untuk memperbaiki ketatalaksanaan
usaha (Corporate Governance) yang lebih baik.

4.2 SARAN

Demikianlah makalah ini saya susun, semoga makalah ini


bermanfaat bagi para pembaca. Dalam penulisan ini saya sadari masih
banyak kesalahan, saran, dan kritik yang membangun sangat kami harapkan
untuk menyempurnakan makalah say ini.
DAFTAR PUSTAKA

Fauzi, S. (2018). Peran Keanekaragaman Hayati untuk Mendukung.


Jurnal UNS, 27-35.
Pranowo, B. (2010)., Multidimensi Ketahanan Nasional. Jakarta :
PustakaAlvabet.
Widodo, S. (2011). Sistem Ketahanan Pangan Nasional. Kontribusi
Ketersediaandan Konsumsi Serta Optimalisasi Distribusi Beras,
33-51.

Anda mungkin juga menyukai