Anda di halaman 1dari 95

BULETIN KONSUMSI PANGAN

Volume 9 Nomor 1 Tahun 2018

Ukuran Buku :
21,0 cm x 29,7 cm

Penanggung Jawab:
Dr. Ir. Ketut Kariyasa, M.Si

Redaktur :
Dr. M. Luthful Hakim

Penyunting/Editor:
Agus Sumantri, S.Sos

Penulis Artikel :
Ir. Sabarella, M.Si (Beras)
Ir. Wieta B. Komalasari, M.Si (Jagung dan Cabai)
Sri Wahyuningsih, S.Si (Kedelai)
Megawati Manurung, SP (Bawang Merah)
Sehusman, SP (Daging Sapi)
Rinawati, SE (Daging Ayam)
Yani Supriyati, SE (Gula)

Desain grafis:
Rinawati, SE

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian
Buletin Konsumsi Pangan

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas rahmat dan karuniaNya
sehingga publikasi Buletin Konsumsi Pangan komoditas pertanian tahun 2018 dapat
diterbitkan. Buletin Konsumsi Pangan komoditas pertanian yang terbit setiap semester
merupakan salah satu upaya Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian dalam
meningkatkan pelayanan data dan informasi pertanian. Buletin Konsumsi Pangan Volume 9
Nomor 1 Tahun 2018 menyajikan perkembangan konsumsi dan neraca penyediaan dan
penggunaan komoditas beras, jagung, kedelai, cabai, bawang merah, daging sapi, daging
ayam dan gula. Data yang disajikan dalam buletin ini diolah oleh Pusat Data dan Sistem
Informasi Pertanian, Kementerian Pertanian bersumber dari publikasi hasil Survei Sosial
Ekonomi Nasional (SUSENAS) BPS, website FAO (Food Agriculture Organization) dan
website USDA (United States Departement of Agriculture) dan sumber lainnya.
Besar harapan kami bahwa buletin ini dapat bermanfaat bagi para pengguna baik di
lingkup Kementerian Pertanian maupun para pengguna lainnya. Kritik dan saran yang
membangun sangat kami harapkan guna penyempurnaan di masa mendatang.

Jakarta, Juli 2018


Kepala Pusat,

Dr. Ir. Ketut Kariyasa, M.Si

iii
Buletin Konsumsi Pangan

iv
Buletin Konsumsi Pangan

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ iii

DAFTAR ISI .............................................................................................................v

I. PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1

II. METODOLOGI ......................................................................................................... 3

III. POLA KONSUMSI MASYARAKAT INDONESIA ............................................................ 5

IV. KONSUMSI DAN NERACA PENYEDIAAN - PENGGUNAAN BERAS ................................. 11

V. KONSUMSI DAN NERACA PENYEDIAAN – PENGGUNAAN JAGUNG .............................. 20

VI. KONSUMSI DAN NERACA PENYEDIAAN – PENGGUNAAN KEDELAI.............................. 32

VII. KONSUMSI DAN NERACA PENYEDIAAN – PENGGUNAAN CABAI ................................. 43

VIII. KONSUMSI DAN NERACA PENYEDIAAN – PENGGUNAAN BAWANG MERAH ................ 51

IX. KONSUMSI DAN NERACA PENYEDIAAN – PENGGUNAAN DAGING SAPI ........................ 58

X. KONSUMSI DAN NERACA PENYEDIAAN – PENGGUNAAN DAGING AYAM ........................ 68

XI. KONSUMSI DAN NERACA PENYEDIAAN – PENGGUNAAN GULA PASIR .......................... 76

XII. PENUTUP............................................................................................................... 86

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 88

v
Buletin Konsumsi Pangan

vi
Buletin Konsumsi Pangan

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

P
angan merupakan salah satu maka kebutuhan terhadap jenis dan
kebutuhan dasar manusia, karena kualitas produk makanan juga semakin
itu pemenuhan atas pangan yang meningkat dan beragam. Oleh karena itu
cukup, bergizi dan aman menjadi hak asasi salah satu target Kementerian Pertanian
setiap rakyat Indonesia untuk mewujudkan adalah peningkatan diversifikasi pangan,
sumberdaya manusia yang berkualitas terutama untuk mengurangi konsumsi beras
untuk melaksanakan pembangunan dan terigu, yang diimbangi dengan
nasional. peningkatan konsumsi umbi-umbian,
Kebutuhan pangan merupakan pangan hewani, buah-buahan dan sayuran.
penjumlahan dari kebutuhan pangan untuk Selain itu juga diupayakan tercapainya pola
konsumsi langsung, kebutuhan industri dan konsumsi pangan beragam, bergizi,
permintaan lainnya. Konsumsi langsung seimbang dan aman yang tercermin oleh
adalah jumlah pangan yang dikonsumsi meningkatnya skor Pola Pangan Harapan
langsung oleh masyarakat. (PPH) dari 84,1 pada tahun 2015 menjadi
Seiring dengan peningkatan jumlah 92,5 pada tahun 2019 (Tabel 1.1).
penduduk dan kesejahteraan masyarakat,

Tabel 1.1. Sasaran Konsumsi Energi, Protein dan Skor Pola Pangan Harapan (PPH),
2015 – 2019
Tahun
No Kelompok Pangan
2015 2016 2017 2018 2019
Konsumsi energi per kelompok pangan (kkal/kapita/hari)
1 Padi-padian 1,165 1,161 1,156 1,152 1,147
2 Umbi-umbian 53 69 84 100 115
3 Pangan Hewani 191 200 208 217 225
4 Minyak dan Lemak 238 232 227 221 215
5 Buah/biji berminyak 43 49 54 60 65
6 Kacang-kacangan 65 72 80 87 95
7 Gula 94 98 101 104 108
8 Sayur dan Buah 111 112 113 114 115
9 Lain-lain 42 48 53 59 65
Total Energi 2,004 2,040 2,077 2,113 2,150
Konsumsi protein (gram/kapita/hari)
1 Protein 56.1 56.4 56.6 56.8 57
Skor PPH 84.1 86.2 88.4 90.5 92.5
Sumber: Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian

1
Buletin Konsumsi Pangan

1.2. Tujuan 1.3. Ruang Lingkup Publikasi

Tujuan disusunnya buletin ini adalah Buletin Konsumsi Pangan Volume 9


sebagai berikut: No. 1 Tahun 2018 menyajikan informasi
1. Untuk mengetahui konsumsi pangan perkembangan pola konsumsi masyarakat
komoditas pertanian Indonesia. Indonesia dan konsumsi rumah tangga per
2. Untuk mengetahui neraca penyediaan kapita per tahun dan prediksi 3 tahun ke
dan penggunaan komoditas pertanian. depan yakni tahun 2018, 2019 dan 2020
3. Untuk mengetahui konsumsi domestik serta konsumsi di negara-negara di dunia
komoditas pertanian di dunia. untuk komoditas yang dibahas. Neraca
bahan pangan disajikan tahun 2014 – 2017
dan prediksi untuk tahun 2018. Komoditas
yang dianalisis pada buletin ini adalah
beras, jagung, kedelai, cabai, bawang
merah, daging sapi, daging ayam dan gula.

2
Buletin Konsumsi Pangan

BAB II. METODOLOGI

2.1. Sumber Data Selain data konsumsi rumah tangga, pada


publikasi ini juga ditampilkan tabulasi data
Data konsumsi rumah tangga yang
neraca bahan pangan berdasarkan
digunakan dalam analisis ini bersumber dari
perhitungan Pusdatin.
publikasi hasil Survei Sosial Ekonomi
Nasional, BPS (hasil survei Maret). Sejak
2.2. Metode
tahun 2011, BPS melaksanakan SUSENAS
setiap triwulan, namun dalam publikasi
Cara perhitungan neraca bahan
buletin ini digunakan data hasil SUSENAS
pangan adalah sebagai berikut:
terbaru yaitu Bulan Maret tahun 2017,
1. Penyediaan (supply) :
dengan menggunakan kuesioner modul Ps = S awal + P + I – E
konsumsi/pengeluaran rumah tangga. dimana:
Ps = total penyediaan dalam negeri
Pengumpulan data dalam SUSENAS P = produksi
dilakukan melalui wawancara dengan S awal = stok awal tahun
I = Impor
kepala rumah tangga dengan cara E = ekspor
mengingat kembali (recall) seminggu yang
2. Penggunaan (utilization)
lalu pengeluaran untuk makanan dan Pg = Pk + Bn + Id + Tc + F
sebulan untuk konsumsi bukan makanan. dimana:
Pg = total penggunaan
Data konsumsi/pengeluaran yang Pk = pakan
dikumpulkan dibagi menjadi 2 kelompok, Bn = benih
Id = industri
yaitu (1) pengeluaran makanan Tc = tercecer
(dikumpulkan kuantitas dan nilai rupiahnya) F = total penggunaan untuk bahan
makanan
dan (2) pengeluaran konsumsi bukan
makanan (yang dikumpulkan nilai Total penggunaan untuk bahan

rupiahnya, kecuali listrik, gas, air dan BBM makanan dihitung berdasarkan data

dengan kuantitasnya). Data konsumsi konsumsi (RT dan di luar RT) dikalikan

rumah tangga yang bersumber dari dengan jumlah penduduk. Besaran

SUSENAS (BPS) disajikan per kapita per konsumsi rumah tangga menggunakan

minggu. Selanjutnya dalam penyajian data hasil SUSENAS, sementara konsumsi

publikasi ini dikonversi menjadi per kapita di luar RT menggunakan data hasil survei

per tahun dengan dikalikan dengan 365/7. Industri Mikro Kecil (IMK) dan Industri
Besar Sedang (IBS) – BPS atau

3
Buletin Konsumsi Pangan

menggunakan proporsi dari Tabel I/O – dari BPS-Bappenas seperti tersaji pada
2005. Besarnya penggunaan untuk benih Tabel 1.2.
diperoleh dari perhitungan data luas Neraca bahan pangan memberikan
tanam dikalikan dengan kebutuhan benih informasi tentang situasi pengadaan/
per hektar. Data penggunaan untuk penyediaan pangan, baik yang berasal
pakan dan tercecer menggunakan dari produksi dalam negeri, impor-ekspor
besaran konversi terhadap penyediaan dan stok serta data penggunaan pangan
dalam negeri, seperti yang digunakan untuk kebutuhan pakan, bibit,
pada perhitungan Neraca Bahan Makanan penggunaan untuk industri, serta
(NBM) Nasional. Jumlah penduduk yang informasi ketersediaan pangan untuk
digunakan untuk menghitung total konsumsi penduduk suatu negara/wilayah
konsumsi menggunakan data proyeksi dalam kurun waktu tertentu.

Tabel 1.2. Proyeksi Jumlah Penduduk, 2012 – 2019

Jumlah Jumlah
Tahun Penduduk Tahun Penduduk
(000 jiwa) (000 jiwa)
2012 245,425.2 2016 258,705.0
2013 248,818.1 2017 261,890.9
2014 252,164.8 2018 265,015.3
2015 255,461.7 2019 268,074.6
Sumber: BPS-Bappenas

4
Buletin Konsumsi Pangan

BAB III. POLA KONSUMSI MASYARAKAT INDONESIA

3.1. Perkembangan Pengeluaran untuk non makanan, namun di tahun 2011,


Makanan dan Non Makanan
2015 dan 2016 persentase pengeluaran non
Masyarakat Indonesia

H
makanan sedikit lebih tinggi dibandingkan
ukum ekonomi menurut Ernst pengeluaran untuk makanan.
Engel (1857), menyatakan Persentase pengeluaran per bulan
bahwa bila selera tidak berbeda pada tahun 2008 untuk makanan sebesar
maka persentase pengeluaran untuk 50,17% dan non makanan sebesar 49,83%,
makanan menurun dengan semakin tahun 2011 persentase non makanan
meningkatnya pendapatan. Hal ini dapat menjadi sedikit lebih tinggi dibandingkan
digunakan untuk menggambarkan pengeluaran untuk makanan. Tahun 2015
kesejahteraan masyarakat. persentase ini menjadi sebesar 47,47%
Berdasarkan data SUSENAS, untuk pengeluaran makanan dan 52,53%
pengeluaran penduduk Indonesia per bulan untuk non makanan, seperti tersaji pada
untuk makanan dan non makanan selama Gambar 3.1. Besarnya rata-rata
tahun 2008 - 2017 menunjukkan adanya pengeluaran per kapita per bulan tahun
fluktuasi pergeseran. Pada awalnya 2017 untuk bahan makanan sebesar Rp.
persentase pengeluaran untuk makanan 527.956,- dan non makanan sebesar Rp.
lebih besar dibandingkan pengeluaran 508.541,-.

(%)
60.00

50.00

40.00

30.00

20.00

10.00

-
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Makanan Non Makanan

Gambar 3.1. Perkembangan Persentase Pengeluaran Penduduk Indonesia untuk


Makanan dan Non Makanan, Tahun 2008 – 2017

5
Buletin Konsumsi Pangan

Pengeluaran penduduk Indonesia tahun terakhir terlihat mengalami


untuk makanan tahun 2017 sebagian besar perubahan yang relative signifikan terutama
dialokasikan untuk makanan dan minuman untuk rokok dan tembakau. Persentase
jadi yang mencapai 32,69%, disusul rokok pengeluaran untuk rokok di tahun 2017
sebesar 12,42%, padi-padian 11,64%, lebih tinggi dari pengeluaran untuk jenis
sayur-sayuran sebesar 8,03%, ikan sebesar makanan yang lain bahkan padi-padian.
7,67%, telur dan susu sebesar 5,56%, Pengeluaran untuk rokok ini terlihat setara
sementara kelompok makanan lainnya dengan pengeluaran untuk sayur dan buah.
kurang dari 5%. Hal ini menarik dan perlu dicermati
Pola pengeluaran penduduk terutama terkait pencapaian ketahanan
Indonesia untuk bahan makanan selama 3 pangan keluarga. (Gambar 3.2).

2.43% 2.02% 2.13% 2.07% 1.83% 1.09%


3.19% 1.08% 2015 3.23% 2.57% 2017
2.18%
3.57% 4.33%
4.38% 26.66% 4.73% 32.69%
4.89% 5.56%
6.45%
16.23% 12.42%
12.51% 11.64%
6.63% 7.67%
7.77% 8.03%
Makanan dan minuman jadi Padi-padian Makanan dan minuman jadi Rokok
Rokok Ikan/udang/cumi/kerang Padi-padian Sayur-sayuran
Sayur-sayuran Telur dan susu Ikan/udang/cumi/kerang Telur dan susu
Buah-buahan Daging Daging Buah-buahan
Bahan minuman Minyak dan kelapa Bahan minuman Minyak dan kelapa
Kacang-kacangan Konsumsi lainnya Kacang-kacangan Konsumsi lainnya
Bumbu-bumbuan Umbi-Umbian Bumbu-bumbuan Umbi-Umbian
Gambar 3.2. Persentase Pengeluaran Bahan Pangan Menurut Jenis Tahun 2015 dan 2017

Perkembangan pengeluaran nominal Indikasi penurunan kuantitas


bahan makanan per kapita per bulan tahun konsumsi juga terjadi pada kelompok bahan
2015 sampai tahun 2017 mengalami makanan lainnya mengingat peningkatan
pertumbuhan rata-rata sebesar 13,15%, pengeluaran riil yang lebih lambat
namun demikian secara riil hanya dibandingkan peningkatan pengeluaran
meningkat sebesar 8,18%. Apabila ditinjau nominal. Kelompok komoditas ini adalah
menurut kelompok barang, pengeluaran per minyak dan kelapa serta bumbu-bumbuan
kapita sebulan untuk padi-padian secara (Tabel 3.1).
nominal dan riil mengalami penurunan. Hal Pertumbuhan tertinggi selama tahun
ini mengindikasikan terjadinya penurunan 205 – 2017 terjadi pada kelompok makanan
kuantitas konsumsi pada kelompok bahan dan minuman jadi yaitu rata-rata sebesar
makanan tersebut. 25,33% setiap tahunnya. Kelompok
komoditas lainnya adalah sayuran dan

6
Buletin Konsumsi Pangan

daging meningkat cukup besar setiap Pertumbuhan pengeluaran untuk rokok ini
tahunnya pada tahun 2015 – 2017. bahkan lebih tinggi dibandingkan
Hal yang dapat dicermati juga pertumbuhan pengeluaran untuk buah-
adalah peningkatan pengeluaran untuk buahan, telur dan susu dan padi-padian.
rokok. Selama tahun 2015 – 2017, Secara rinci perkembangan pengeluaran
besarnya pertumbuhan pengeluaran untuk nominal dan riil menurut kelompok
rokok ini setara dengan pertumbuhan komoditas dapat dilihat pada Tabel 3.1.
pengeluaran untuk umbi-umbian dan ikan.

Tabel 3.1. Perkembangan Pengeluaran Nominal dan Riil Kelompok Bahan Makanan, Tahun
2015 – 2017
(Rp/Kapita/Bulan)
Pertumbuhan
2015 2016 2017
2015-2017 (%)
No. Kelompok Barang
Nominal IHK Riil Nominal IHK Riil Nominal IHK Riil Nominal Riil
1 Padi-padian 66,929 123.04 54,396 64,566 127.50 50,640 61,455 128.49 47,829 -4.17 -6.23
2 Umbi-Umbian 4,470 123.04 3,633 5,057 127.50 3,966 5,764 128.49 4,486 13.56 11.14
3 Ikan 32,041 131.04 24,451 33,620 135.72 24,772 40,478 141.99 28,507 12.66 8.19
4 Daging 18,048 124.99 14,439 20,526 132.35 15,509 24,987 134.09 18,635 17.73 13.78
5 Telur dan susu 26,616 123.60 21,534 28,025 126.79 22,103 29,357 128.10 22,918 5.02 3.17
6 Sayur-sayuran 27,365 139.10 19,673 34,505 156.48 22,051 42,397 163.61 25,914 24.48 14.80
7 Kacang-kacangan 10,003 127.78 7,829 10,349 130.55 7,927 11,252 131.60 8,550 6.09 4.56
8 Buah-buahan 20,174 137.81 14,639 19,268 148.29 12,993 22,850 150.51 15,182 7.05 2.80
9 Minyak dan Kelapa 13,154 108.78 12,092 12,705 113.50 11,194 13,588 120.29 11,296 1.77 -3.26
10 Bahan minuman 14,729 115.15 12,792 16,019 122.44 13,083 17,078 125.29 13,631 7.68 3.23
11 Bumbu-bumbuan 8,349 145.72 5,729 9,166 187.08 4,900 9,656 184.16 5,243 7.57 -3.73
12 Konsumsi lainnya 9,009 120.27 7,490 9,443 127.15 7,427 10,909 132.30 8,246 10.17 5.09
13 Makanan & minuman jadi 109,968 124.36 88,429 133,834 130.02 102,933 172,600 135.16 127,700 25.33 20.23
14 Rokok dan Tembakau 51,608 126.89 40,672 63,555 139.10 45,690 65,586 150.42 43,601 13.17 3.88
Bahan Makanan 412,462 128.01 322,211 460,638 137.28 335,546 527,956 140.20 376,578 13.15 8.18
Sumber: Badan Pusat Statistik
Keterangan: IHK 2014 - 2016 tahun dasar 2012 = 100

DKI Jakarta merupakan daerah 39,94% dari total pengeluaran. Sebaliknya


dengan nilai pengeluaran per kapita di provinsi Papua proporsi pengeluarannya
sebulan yang tertinggi yaitu sebesar Rp. adalah yang tertinggi secara nasional yaitu
1.997.446,- sementara yang terendah sebesar 59,11% dari total pengeluaran.
adalah NTT dengan rata-rata pengeluaran Secara rinci proprosi pengeluaran makanan
sebesar Rp. 681.483,- per kapita sebulan. dan bukan makanan menurut provinsi dapat
Secara rata-rata nasional, pengeluaran per dilihat pada Gambar 3.3.
kapita sebulan adalah Rp. 1.036.497,-.
Proporsi pengeluaran untuk
makanan di DKI Jakarta hanya sebesar

7
Buletin Konsumsi Pangan

Papua 638,354 441,507


Aceh 529,162 373,833
Nusa Tenggara Timur 399,251 282,232
Sumatera Utara 522,766 387,051
Kalimantan Barat 519,469 409,666
Nusa Tenggara Barat 457,616 363,436
Jambi 538,360 430,865
Sumatera Barat 584,045 469,758
Lampung 467,940 381,353
Sumatera Selatan 507,673 417,174
Kalimantan Tengah 621,622 513,358
Sulawesi Barat 393,943 328,683
Riau 603,401 517,536
Sulawesi Utara 594,833 511,880
Maluku 485,033 418,827
Kepulauan Bangka Belitung 721,045 639,949
Kalimantan Selatan 612,237 545,569
Bengkulu 523,329 467,580
Maluku Utara 486,734 440,060
Sulawesi Tengah 480,987 437,362
Kalimantan Utara 667,280 636,486
Jawa Barat 562,767 540,571
Jawa Tengah 421,515 405,709
Indonesia 527,956 508,541
Jawa Timur 476,861 461,940
Banten 623,084 628,887
Gorontalo 441,999 456,384
Papua Barat 551,032 570,860
Sulawesi Selatan 450,618 477,290
Kepulauan Riau 759,544 805,334
Sulawesi Tenggara 409,857 443,863
Kalimantan Timur 663,535 780,393
DI Yogyakarta 490,249 649,918
Bali 569,168 762,917
DKI Jakarta 797,828 1,199,618
0% 20% 40% 60% 80% 100%

Makanan Bukan Makanan

Gambar 3.3. Proporsi Pengeluaran Menurut Provinsi, Maret 2017

3.2. Perkembangan Konsumsi Kalori tahun 2017 sebesar 2.152,64 kkal atau
& Protein Masyarakat Indonesia
naik sebesar 159,95 kkal dibandingkan
tahun 2015. Sementara konsumsi protein
Konsumsi kalori dan protein
meningkat 7,09 gram. Kenaikan konsumsi
penduduk Indonesia berdasarkan data
kalori terjadi pada hampir semua kelompok
SUSENAS menunjukkan kenaikan pada
barang, dimana tertinggi terjadi pada
periode 3 (tiga) tahun terakhir. Rata-rata
kelompok makanan dan minuman jadi
konsumsi kalori penduduk Indonesia pada

8
Buletin Konsumsi Pangan

sebesar 101,53 kkal serta daging sebesar Konsumsi protein dari ikan juga mengalami
15,33 kkal. Konsumsi kalori dari padi- kenaikan lebih tinggi dibandingkan sumber
padian mengalami penurunan sebesar protein lainnya kecuali dari makanan dan
24,09 kkal selama 3 (tiga) tahun terakhir. minuman jadi. (Tabel 3.2).

Tabel. 3.2. Rata-rata Konsumsi Kalori (kkal) dan Protein (gram) per Kapita Sehari Menurut
Kelompok Makanan, Maret 2015 dan Maret 2017
Kalori (kkal/kapita/hari) Protein (gram/kapita/hari)
No. Kelompok Barang
2015 2017 Perubahan 2015 2017 Perubahan
1 Padi-padian 875.53 851.44 -24.09 20.59 20.02 -0.57
2 Umbi-Umbian 35.43 47.69 12.26 0.34 0.42 0.08
3 Ikan 42.52 49.17 6.65 7.14 8.23 1.09
4 Daging 52.37 67.70 15.33 3.13 4.20 1.07
5 Telur dan susu 58.31 60.47 2.16 3.23 3.35 0.12
6 Sayur-sayuran 29.68 38.90 9.22 1.97 2.44 0.47
7 Kacang-kacangan 47.18 59.23 12.05 4.72 5.63 0.91
8 Buah-buahan 38.54 52.69 14.15 0.43 0.53 0.10
9 Minyak dan Kelapa 255.49 252.43 -3.06 0.25 0.21 -0.04
10 Bahan minuman 95.62 98.10 2.48 0.84 0.81 -0.03
11 Bumbu-bumbuan 9.37 12.33 2.96 0.43 0.53 0.10
12 Konsumsi lainnya 55.90 64.17 8.27 1.18 1.26 0.08
13 Makanan dan minuman jadi 396.77 498.30 101.53 10.86 14.56 3.70
Jumlah 1,992.69 2,152.64 159.95 55.11 62.20 7.09
Sumber: SUSENAS, BPS

Kenaikan pada pola konsumsi gram/kapita/hari dan ikan 1,09


protein penduduk Indonesia terjadi pada gram/kapita/hari. Rata-rata konsumsi
hampir semua kelompok barang, dimana kalori dan protein penududuk Indonesia
kenaikan tertinggi terjadi pada kelompok tahun 2015 dan 2017 secara rinci tersaji
makanan dan minuman jadi sebesar 3,70 pada Tabel 3.2.

2015 2017 2.22%


43.94% 39.55%

19.91% 1.78% 23.15%


2.28%

11.73% 3.15%
12.82% 2.13%
2.63% 2.81%
2.81% 2.93%
1.49% 2.98% 1.81%
2.75%
1.93% 2.37% 0.57% 2.45%
0.47% 4.80% 4.56%
Padi-padian Umbi-Umbian Ikan Padi-padian Umbi-Umbian Ikan
Daging Telur dan susu Sayur-sayuran Daging Telur dan susu Sayur-sayuran
Kacang-kacangan Buah-buahan Minyak dan Kelapa Kacang-kacangan Buah-buahan Minyak dan Kelapa
Bahan minuman Bumbu-bumbuan Konsumsi lainnya Bahan minuman Bumbu-bumbuan Konsumsi lainnya
Makanan dan minuman jadi Makanan dan minuman jadi

Gambar 3.3. Persentase Konsumsi Kalori Penduduk Indonesia


Tahun 2015 dan 2017

9
Buletin Konsumsi Pangan

2015 2017 0.68%


37.36% 32.19%

0.62%
13.23%
23.41%
19.71% 12.96%
6.75%
5.68% 5.39%
8.56% 5.86% 9.05%
2.14%
2.03%
0.78% 3.57%
1.52% 0.85% 3.92%
0.45% 0.78% 1.30% 0.34% 0.85%
Padi-padian Umbi-Umbian Ikan Padi-padian Umbi-Umbian Ikan
Daging Telur dan susu Sayur-sayuran Daging Telur dan susu Sayur-sayuran
Kacang-kacangan Buah-buahan Minyak dan Kelapa Kacang-kacangan Buah-buahan Minyak dan Kelapa
Bahan minuman Bumbu-bumbuan Konsumsi lainnya Bahan minuman Bumbu-bumbuan Konsumsi lainnya
Makanan dan minuman jadi Makanan dan minuman jadi

Gambar 3.4. Persentase Konsumsi Protein Penduduk Indonesia


Tahun 2015 dan 2017

Sumber utama konsumsi kalori padian menjadi sekitar 39,55%. Penurunan


penduduk Indonesia adalah dari kelompok ini terakomodir dalam peningkatan
padi-padian yang mencapai 43,94% pada konsumsi makanan dan minuman jadi
tahun 2015, diikuti oleh kelompok menjadi 23,15%. Sementara konsumsi
makanan dan minuman lain sebesar protein terutama ikan dan daging
19,91%. Demikian pula, sumber protein meningkat dibandingkan tahun 2015.
pada pola konsumsi protein penduduk Demikian juga dengan konsumsi kacang-
Indonesia berasal dari kelompok padi- kacangan sebagai sumber protein nabati
padian yang mencapai 37,36% pada tahun meningkat di tahun 2017 menjadi sebesar
2015 dan disusul dari kelompok makanan 9,05% dibandingkan tahun 2015 sebesar
dan minuman jadi sebesar 19,71% 8,56% (Gambar 3.3 dan Gambar 3.4).
(Gambar 3.3 dan Gambar 3.4).
Tahun 2017 terjadi penurunan
share konsumsi kalori dari kelompok padi-

10
Buletin Konsumsi Pangan

BAB IV. KONSUMSI DAN NERACA PENYEDIAAN - PENGGUNAAN


BERAS

B
eras merupakan bahan pangan mendorong para petani untuk
pokok lebih dari setengah meningkatkan produksi dengan mendorong
penduduk dunia, dan konsumsi inovasi teknologi dan menyediakan pupuk
beras menyumbang asupan bersubsidi, dan di sisi lain, berusaha
lebih dari 20% kalori. Lebih dari 90% beras mengurangi konsumsi beras masyarakat
dunia diproduksi dan dikonsumsi oleh 6 melalui kampanye seperti "satu hari tanpa
negara Asia (China, India, Indonesia, beras" (setiap minggunya), sementara
Bangladesh, Vietnam and Jepang). Pada mempromosikan konsumsi makanan-
saat ini, di negara-negara Asia makanan pokok lainnya. Strategi ini belum
menunjukkan kecenderungan adanya bisa dikatakan berhasil karena jumlah
peningkatan produksi dan ekspor beras produksi beras hanya sedikit meningkat
sedangkan angka konsumsi justru dan kebanyakan orang Indonesia enggan
cenderung menurun. Dengan untuk mengganti beras dengan bahan-
meningkatnya kesejahteraan masyarakat bahan makanan lain.
dan urbanisasi, konsumsi per kapita beras Beras juga merupakan kebutuhan
mempunyai kecenderungan menurun di pangan pokok bagi lebih dari 90%
negara-negara Asia Tengah dan penduduk Indonesia. Berdasarkan data
berpenghasilan tinggi seperti Jepang, hasil SUSENAS - BPS, konsumsi beras per
Taiwan dan Republik Korea. Tetapi, hampir kapita cenderung menurun yakni dari
seperempat populasi di Negara Asia masih 107,71 kg/kapita/tahun pada tahun 2002
tergolong miskin dan belum memiliki akses menjadi 97,45 kg/kapita/tahun pada tahun
yang cukup terhadap beras seperti 2017 (Susenas – BPS, 2002 dan 2017).
Afghanistan, Korea Utara, Nepal dan Produksi beras dalam negeri dari tahun ke
Vietnam. tahun terus meningkat, walaupun
Mengingat sebagian besar mempunyai kecenderungan laju
penduduk Indonesia mengkonsumsi beras pertumbuhannya melandai. Di sisi lain,
sebagai bahan pangan pokok, maka pertumbuhan penduduk Indonesia melaju
Pemerintah Indonesia berupaya mencapai dengan cepat, yakni 1,19% per tahun pada
mencapai swasembada beras melalui dua periode tahun 2016-2020 (Proyeksi
cara. Pada satu sisi, pemerintah Penduduk Indonesia-BPS, 2014). Dengan

11
Buletin Konsumsi Pangan

kenyataan ini maka total konsumsi 4.1. Perkembangan dan Prediksi


Konsumsi Beras dalam Rumah
domestik beras Indonesia akan terus
Tangga di Indonesia
meningkat walaupun per kapitanya
menunjukkan penurunan. Cakupan data konsumsi menurut
Dalam tulisan ini akan diulas hasil SUSENAS - BPS merupakan konsumsi
keragaan dan prediksi konsumsi beras hasil dalam wujud beras dan makanan olahan
SUSENAS - BPS, serta hasil perhitungan berbahan dasar beras di rumah tangga .
Pusdatin untuk neraca penyediaan dan Guna mendapatkan angka konsumsi total
penggunaan beras. Konsumsi beras beras, maka makanan olahan berbahan
menurut SUSENAS dibedakan dalam wujud dasar beras dikonversi ke wujud asal beras
beras dan makanan jadi berbahan dasar dengan faktor konversi menurut Pusat
beras. Wujud makanan jadi berbahan Studi Keanekaragaman Pangan dan Gizi,
dasar beras kemudian dikonversi menjadi IPB (PSKPG-IPB) seperti tersaji pada Tabel
wujud beras untuk memperoleh total 4.1.
konsumsi beras.

Tabel 4.1. Besaran Konversi Makanan Jadi Berbahan Dasar Beras ke Bentuk Asal Beras

Sumber : Studi PSKPG-IPB


Keterangan : *) Data tersedia mulai tahun 2017

12
Buletin Konsumsi Pangan

Tabel 4.2. Perkembangan Konsumsi Beras Dalam Rumah Tangga di Indonesia, 2002-2017
serta Prediksi 2018-2020

Total konsumsi beras selama kg/kapita/tahun. Setelah itu, konsumsi


periode tahun 2002 – 2017 cenderung beras cenderung terus mengalami
mengalami penurunan dari tahun ke tahun, penurunan hingga pada tahun 2017
kecuali pada tahun 2003, 2008, 2011, 2015 menjadi sebesar 97,45 kg/kapita/tahun.
dan 2016 mengalami peningkatan masing- Perkembangan konsumsi beras total per
masing sebesar 0,65%, 4,84%, 2,11%, kapita dari tahun 2002 – 2017, serta
1,15% dan 2,26% dibandingkan tahun prediksi 2018 - 2020 disajikan pada Tabel
sebelumnya. Rata-rata konsumsi beras 4.2.
selama periode 2002 - 2017 sebesar 1,96 Sejalan dengan perilaku konsumsi
kg/kapita/minggu atau setara dengan beras pada tahun – tahun sebelumnya,
101,99 kg/kapita/tahun dengan laju maka pada tahun 2018 diprediksikan akan
penurunan rata-rata sebesar 0,63% per terjadi sedikit peningkatan konsumsi per
tahun. Konsumsi beras tertinggi terjadi kapita beras, yakni menjadi sebesar 97,90
pada tahun 2003 yang mencapai 108,40 kg/kapita/tahun atau naik sebesar 0,47%

13
Buletin Konsumsi Pangan

dibandingkan tahun 2017. Sementara Keragaan konsumsi beras tahun 2002 –


tahun 2019 konsumsi beras per kapita 2017 serta prediksi tahun 2018 - 2020
diprediksikan sedikit menurun 0,004% secara lengkap tersaji pada Tabel 3.2 dan
dibandingkan tahun 2018 dan kemudian Gambar 4.1.
tahun 2020 naik kembali sebesar 0,08%
atau menjadi 97,97 kg/kapita/tahun.

(Kg/kapita)

110
108
106
104
102
100
98
96
94
92
90

2018 *)
2019 *)
2020 *)
2002
2003
2004
2005

2008
2009
2010
2011
2012

2015
2006
2007

2013
2014

2016
2017

Gambar 4.1. Perkembangan Konsumsi Beras dalam Rumah Tangga di Indonesia, 2002-
2017 serta Prediksi 2018-2020

Tabel 4.3. Perkembangan Pengeluaran untuk Konsumsi Makan Berbahan Baku Beras Nominal
dan Rill dalam Rumah Tangga di Indonesia, 2013 – 2017

14
Buletin Konsumsi Pangan

Rp/Kapita
1,500,000

1,400,000

1,300,000

1,200,000

1,100,000

1,000,000

900,000
2013 2014 2015 2016 2017

Nominal Riil

Gambar 4.2. Perkembangan Pengeluaran untuk Konsumsi Makanan Berbahan Baku Beras
Nominal dan Rill dalam Rumah Tangga di Indonesia, 2013 – 2017

Apabila ditinjau dari besaran 4.2. Neraca Penyediaan dan


Penggunaan Beras
pengeluaran untuk konsumsi beras bagi
penduduk Indonesia tahun 2013 – 2017
Penyusunan neraca penyediaan dan
secara nominal menunjukkan peningkatan
penggunaan beras didasarkan atas
sebesar 6,37%, yakni dari Rp. 1,08
beberapa data dan asumsi. Perhitungan
juta/kapita/tahun pada tahun 2013
penyediaan beras diawali dengan
menjadi Rp. 1,38 juta/kapita/tahun pada
perhitungan penyediaan gabah, karena
tahun 2017. Namun demikian setelah
data produksi yang dirilis BPS adalah dalam
dikoreksi dengan faktor inflasi,
wujud gabah kering giling (GKG). Total
pengeluaran untuk konsumsi beras secara
penyediaan gabah Indonesia berasal dari
riil sebenarnya meningkat sebesar 1,05%.
produksi dalam negeri ditambah impor dan
Hal ini menunjukkan bahwa secara
dikurangi ekspor. Sementara penggunaan
kuantitas, konsumsi beras per kapita
gabah adalah untuk benih, pakan, bahan
penduduk Indonesia sedikit meningkat.
baku industri bukan makanan dan tercecer,
Perkembangan pengeluaran untuk
sehingga sisanya diasumsikan merupakan
konsumsi beras nominal dan rill dalam
gabah yang siap untuk digiling menjadi
rumah tangga di Indonesia tahun 2013 –
beras dengan faktor konversi sebesar
2017 secara rinci tersaji pada Tabel 4.3
62,74%. Penggunaan gabah untuk benih
dan Gambar 4.2.
dihitung berdasarkan rata-rata kebutuhan
benih per hektar sebesar 49,43 kg/ha

15
Buletin Konsumsi Pangan

dikalikan dengan luas tanam pada tahun Total penyediaan beras Indonesia
yang bersangkutan. Penggunaan gabah adalah berasal dari gabah yang siap
untuk pakan, bahan baku industri bukan digiling menjadi beras ditambah impor
makanan dan tercecer menggunakan beras, dikurangi ekspor dan ditambah stok
faktor konversi yang digunakan pada beras awal tahun. Data stok yang tersedia
perhitungan NBM Nasional masing-masing hanya stok beras pemerintah yang
sebesar 0,44%, 0,56% dan 5,4% terhadap bersumber dari BULOG, sedangkan data
total penyediaan. stok di masyarakat tidak tersedia.

Tabel 4.4.Neraca Penyediaan dan Penggunaan Beras di Indonesia, 2013 - 2018


Tahun
No. Uraian
2013 2014 2015 2016 2017 *) 2018**)
A. PENYEDIAAN GABAH 71,280,925 70,847,774 75,399,195 79,356,617 81,075,846 82,500,215
- Produksi (Ton Gabah Kering Giling) 71,279,709 70,846,465 75,397,841 79,354,767 81,072,701 82,500,000
Luas Tanam (Ha) 14,331,108 14,291,803 14,622,579 15,699,364 16,259,493 16,899,650
Luas Panen (Ha) 13,835,252 13,797,307 14,116,638 15,156,166 15,696,915 16,335,202
- Impor (Ton) 1,218 1,394 1,413 2,141 3,145 215
- Ekspor (Ton) 2 85 59 291 0.384 -
B PENGGUNAAN GABAH 5,270,366 5,240,701 5,548,343 5,854,843 5,992,561 6,115,363
- Kebutuhan Benih ( 49,43 kg/ha x LT) 708,387 706,444 722,794 776,020 803,707 835,350
- Kebutuhan Untuk Pakan (0,44% dari A) 313,636 311,730 331,756 349,169 356,734 363,001
- Bahan baku industri bukan makanan (0,56% dari A) 399,173 396,748 422,235 444,397 454,025 462,001
- Tercecer ( 5,4% dari A) 3,849,170 3,825,780 4,071,557 4,285,257 4,378,096 4,455,012
C GABAH TERSEDIA UNTUK DIGILING ( A-B) 66,010,559 65,607,072 69,850,852 73,501,774 75,083,285 76,384,852

D PENYEDIAAN BERAS 43,656,894 44,475,874 46,448,817 48,558,286 49,142,148 50,019,249


- PENYEDIAAN Beras Tersedia (GKG ke Beras = 62,74%) 41,415,025 41,161,877 43,824,425 46,115,013 47,107,253 47,923,856
- Impor (Ton) 471,446 842,770 861,613 1,281,042 304,381 1,120,279
- Ekspor (Ton) 2,734 2,941 2,211 2,247 4,323 3,424
- Stok awal tahun (Ton) - BULOG 1,773,157 2,474,168 1,764,990 1,164,479 1,734,837 978,538
E PENGGUNAAN BERAS 34,654,842 34,356,874 34,239,203 35,275,775 32,248,999 32,628,859
- Konsumsi (penduduk x tkt konsumsi) 31,074,893 31,492,862 31,904,612 32,309,667 30,012,697 30,370,753
- Pakan ternak/unggas (0,17% dari D) 70,406 69,975 74,502 78,396 80,082 81,471
- Susut/tercecer ( 2,5% dari D) 1,035,376 1,029,047 1,095,611 1,152,875 1,177,681 1,198,096
- Stok akhir akhir (Ton) - BULOG 2,474,168 1,764,990 1,164,479 1,734,837 978,538 978,539
Neraca (D-E) 9,002,053 10,119,000 12,209,614 13,282,511 16,893,149 17,390,390
- Jumlah Penduduk (jiwa) 248,818,100 252,164,800 255,461,700 258,705,000 261,890,900 265,015,300
- Tingkat konsumsi Kg/kapita/tahun 124.89 124.89 124.89 124.89 114.60 114.60
Keterangan
- Produksi GKG 2016 = Angka tetap, 2017 = Angka Sementara Padi-BPS dan tahun 2018 angka sasaran (IKU) Ditjen Tanaman Pangan
- Ekspor impor 2018 merupakan data kumulatif Januari sd. Juni 2018
- Stok akhir Bulog tahun 2017 menjadi stok awal Bulog 2018
- *) Tahun 2018 merupakan prediksi Pusdatin

Penggunaan beras di Indonesia penjumlahan konsumsi rumah tangga


adalah untuk konsumsi langsung per hasil SUSENAS ditambah dengan
kapita, kebutuhan pakan, tercecer dan konsumsi di luar rumah tangga
sebagai stok akhir tahun. Pada analisis (restoran, hotel, katering, rumah sakit,
ini, total konsumsi langsung diperoleh lembaga pemasyarakatan, IMK dan
dari konsumsi per kapita dikalikan IBS), sementara konsumsi beras tahun
dengan jumlah penduduk. Besaran 2017 dan 2018 sebesar 114,6
konsumsi beras per kapita tahun 2013 – kg/kapita/tahun (Rakor Kebijakan
2016 adalah sebesar 124,89 Stabilisasi Pangan Kememko
kg/kapita/tahun yang merupakan Perekonomian, 3 Februari 2017).

16
Buletin Konsumsi Pangan

Penggunaan beras untuk pakan dan Selisih antara penyediaan


tercecer masing-masing sebesar 0,17% dengan penggunaan gabah merupakan
dan 2,5% yang merupakan faktor kuantitas gabah yang siap digiling atau
konversi yang digunakan dalam tersedia dalam wujud beras, dengan
perhitungan NBM nasional. faktor konversi sebesar 62,74%.
Hasil perhitungan neraca Berdasarkan angka konversi tersebut di
penyediaan dan penggunaan beras atas, maka besarnya beras tersedia dari
tahun 2013 – 2018 tersaji pada Tabel tahun ke tahun mengalami peningkatan
4.4. Data produksi GKG tahun 2016 dengan rata-rata sebesar 3,0% yakni
merupakan angka tetap dan tahun 2017 dari 41,41 juta ton pada tahun 2013
angka sementara yang bersumber dari menjadi sebesar 47,92 juta ton pada
BPS, data tahun 2018 merupakan tahun 2018. Total penyediaan beras
angka sasaran (IKU) produksi Ditjen Indonesia berasal dari beras yang
Tanaman Pangan. Selama periode tersedia ditambah impor dan stok di
tersebut, total penyediaan gabah terus Bulog awal tahun, serta dikurangi beras
mengalami peningkatan rata-rata yang dieskpor. Total penyediaan beras
sebesar 3,00% per tahun, yang di Indonesia selama periode tahun 2013
terutama disebabkan oleh meningkatnya – 2018 terus mengalami peningkatan
produksi padi nasional. Pada tahun dengan rata-rata sebesar 2,77%, yakni
2013, total penyediaan gabah Indonesia dari 43,66 juta ton pada tahun 2013
mencapai 71,28 juta ton dan meningkat menjadi sebesar 50,02 juta ton pada
menjadi sebesar 81,07 juta ton pada tahun 2018. Peningkatan total
tahun 2017 dan sesuai angka sasaran penyediaan beras juga disebabkan oleh
(IKU) produksi Ditjen Tanaman Pangan meningkatnya stok beras pemerintah di
akan meningkat kembali menjadi Bulog.
sebesar 82,5 juta ton pada tahun 2018. Penggunaan beras yang terbesar
Seiring dengan meningkatnya adalah untuk konsumsi penduduk atau
penyediaan gabah, penggunaan gabah per kapita. Data yang dirilis Bappenas
untuk benih, pakan, bahan baku industri untuk konsumsi rumah tangga maupun
non makanan dan tercecer juga di luar rumah tangga sebesar 124,89
mengalami peningkatan dari sebesar kg/kapita/tahun (tahun 2013 – 2016)
5,27 juta ton pada tahun 2013 menjadi dan tahun 2017 dan 2018 sebesar 114,6
sebesar 5,99 juta ton pada tahun 2017 (Kemenko Perekonomian, 2017). Pada
dan diperkirakan menjadi 6,11 juta ton perhitungan penggunaan beras
pada tahun 2018. diasumsikan tidak ada perubahan

17
Buletin Konsumsi Pangan

besarnya konsumsi langsung per kapita beras ini diasumsikan merupakan beras
pada tahun tersebut. Total konsumsi yang disimpan di masyarakat, yakni di
diperoleh dari angka konsumsi per rumah tangga, penggilingan, pedagang
kapita dikalikan dengan jumlah beras, hotel, restoran, catering dan lain-
penduduk, dimana dari tahun 2013 – lain (Tabel 4.4).
2016 mengalami peningkatan, namun
tahun 2017 mengalami penurunan
dengan rata-rata penurunan 0,40%, 4.3. Konsumsi Domestik Beras di
sehingga total konsumsi beras dari Dunia
31,07 juta ton 2013 menjadi 30,37 juta
ton tahun 2018. Penggunaan beras Menurut data dari USDA,

lainnya adalah untuk pakan dan konsumsi domestik beras terbesar di

tercecer, masing-masing menggunakan dunia didominasi oleh negara-negara di

faktor konversi sebesar 0,17% dan Asia dengan jumlah penduduk yang

2,5% terhadap total penyediaan, serta relatif besar dimana bahan pangan

sebagai stok akhir. Stok akhir data pokok penduduknya adalah beras. Cina

yang tersedia di Bulog tahun 2017 merupakan negara dengan total

sebesar 978,5 ribu ton. Berdasarkan konsumsi domestik beras terbesar di

rincian penggunaan beras tersebut dunia. Pada periode tahun 2014-2018

diatas, maka total penggunaan beras rata-rata konsumsi domestik beras di

Indonesia mencapai 34,65 juta ton pada Cina mencapai 142,06 juta ton per

tahun 2013 dan terus mengalami tahun atau 29,82% dari total konsumsi

peningkatan menjadi 35,28 juta ton domestik beras dunia. Disusul India

pada tahun 2016, kemudian menurun dengan rata-rata konsumsi domestik

pada tahun 2017 dan 2018 masing- sebesar 96,59 juta ton atau 20,27% dari

masing menjadi 32,25 juta ton dan total konsumsi domestik di dunia.

32,71 juta ton. Indonesia menempati urutan ketiga

Neraca penyediaan dan penggunaan dalam konsumsi domestik beras di dunia

beras adalah selisih antara total mengingat lebih dari 90% penduduk

penyediaan dengan penggunaan beras. Indonesia mengkonsumsi beras sebagai

Selama periode tahun 2013 hingga 2018 bahan pangan pokoknya yakni mencapai

terjadi surplus beras yang mencapai 38,03 juta ton atau 7,98% dari total

9,00 juta ton pada tahun 2013 hingga konsumsi domestik beras dunia.

17,39 juta ton pada tahun 2018. Surplus Bangladesh dan Vietnam berada di

neraca penyediaan dan penggunaan urutan berikutnya dengan rata-rata

18
Buletin Konsumsi Pangan

konsumsi domestik persediaan beras masing-masing di bawah 3% dari total


masing-masing sebesar 35,2 juta ton konsumsi domestik beras dunia.
(7,39%) dan 22,14 juta ton (4,65%). Kontribusi negara-negara dengan
Negara-negara lainnya adalah Philipina, konsumsi domestik beras terbesar di
Birma, Thailand, Jepang, dan Brazil dunia tahun 2014 – 2018 disajikan pada
dengan total konsumsi domestik beras Gambar 4.3 dan Tabel 4.5.

Tabel 4.5. Negara dengan Konsumsi Domestik Beras Terbesar di Dunia, 2014 – 2018

China
29.82% India
20.27%

Indonesia
7.98%
Lainnya Bangladesh
Vietnam 7.39%
19.36%
4.65%
Japan
1.79% Philippines
Brazil 2.75%
1.68%
Burma
Thailand 2.19%
2.13%

Gambar 4.3. Negara dengan Konsumsi Domestik Beras Terbesar di Dunia, 2014-2018

19
Buletin Konsumsi Pangan

BAB V. KONSUMSI DAN NERACA PENYEDIAAN - PENGGUNAAN


JAGUNG

J
agung - sweet corn (Zea mays L.) Kalori: 320 Kalori, Protein: 8,28 gr,
merupakan salah satu komoditas Lemak: 3,90 gr, Karbohidrat: 73,7 gr,
pangan yang penting, selain Kalsium : 10 mg, Fosfor : 256 mg, Ferrum
gandum dan padi. Sebagai sumber : 2,4 mg, Vitamin A: 510 SI, Vitamin B1:
karbohidrat utama di Amerika Tengah dan 0,38 mg, Air: 12 gr (Neraca Bahan
Selatan, jagung juga menjadi alternatif Makanan BKP, 2018).
sumber pangan di Amerika Serikat. Selain sebagai sumber karbohidrat,
Dalam nomenklatur ekonomi jagung juga merupakan sumber protein
tanaman pangan Indonesia, jagung yang penting dalam menu masyarakat
merupakan komoditas penting kedua Indonesia. Kandungan gizi utama jagung
setelah padi/beras. Akan tetapi, dengan adalah pati (72-73%), dengan nisbah
berkembang pesatnya industri amilosa dan amilopektin 25-30%: 70-
peternakan, jagung merupakan komponen 75%, namun pada jagung pulut (waxy
utama (60%) dalam ransum pakan. maize) 0-7%: 93-100%. Kadar gula
Diperkirakan lebih dari 55% kebutuhan sederhana jagung (glukosa, fruktosa, dan
jagung dalam negeri digunakan untuk sukrosa) berkisar antara 1-3%. Protein
pakan, sedangkan untuk konsumsi pangan jagung (8-11%) terdiri atas lima fraksi,
hanya sekitar 30%, dan selebihnya untuk yaitu: albumin, globulin, prolamin,
kebutuhan industri lainnya dan bibit. glutelin, dan nitrogen nonprotein (Suarni
Dengan demikian, peran jagung dan Widowati, 2007).
sebetulnya sudah berubah lebih sebagai Jagung banyak dimanfaatkan
bahan baku industri dibanding sebagai sebagai pakan ternak (hijauan maupun
bahan pangan (Kasryno et all, 2007). tongkolnya). Selain itu juga diambil
Jagung merupakan makanan yang minyaknya (dari bulir), dibuat tepung (dari
sudah tidak asing lagi bagi masyarakat bulir, dikenal dengan istilah tepung jagung
Indonesia. Di Indonesia sendiri, jagung atau maizena), dan bahan baku industri
merupakan makanan pokok yang lainnya (dari tepung bulir dan tepung
dikonsumsi oleh masyarakat Madura dan tongkolnya). Tongkol jagung kaya akan
Nusa Tenggara Timur (NTT). Kandungan pentosa, yang dipakai sebagai bahan baku
gizi Jagung per 100 gram bahan adalah pembuatan furfural.

20
Buletin Konsumsi Pangan

Amerika sebagai salah satu negara pada buletin tahun 2018 ini jagung hanya
utama penghasil jagung, pernah akan dibedakan dalam wujud jagung
mengembangkan pembuatan bioethanol basah dengan kulit dan jagung pipilan
untuk biofuel dengan bahan baku jagung. saja. Jagung total disini tidak lagi
Bioetanol merupakan etanol yang berasal merupakan penjumlahan dari wujud
dari sumber hayati, misalnya tebu, nira jagung pocelan, tepung jagung dan
sorgum, ubi kayu, jagung, garut, ubi jalar, minyak jagung seperti halnya sebelum
jagung, jerami, dan kayu. Penggunan tahun 2015.
jagung sebagai bahan baku bioethanol di
Amerika berkurang dan digantikan oleh 5.1. Perkembangan dan Prediksi
switchgrass setelah harga jagung kembali Konsumsi Jagung Basah dengan
Kulit di Indonesia
naik. Di beberapa negara, penggunaan
jagung sebagai bahan baku bioethanol
secara besar-besaran dapat mengganggu Berdasarkan keragaan data hasil

kebutuhan pangan karena bahan yang SUSENAS BPS, konsumsi jagung basah

mengandung karbohidrat, glukosa, dan selama periode tahun 2002 – 2017 sangat

selulosa sebagian besar merupakan bahan berfluktuatif namun cenderung mengalami

pangan. peningkatan dengan rata-rata sebesar

Data konsumsi jagung menurut 16,24% setiap tahunnya. Peningkatan

SUSENAS yang diterbitkan oleh BPS konsumsi jagung basah cukup signifikan

sampai dengan tahun 2014 dibedakan terjadi pada tahun 2007 dibanding tahun

atas konsumsi jagung basah/jagung sebelumnya yakni dari 0,782 kg/kapita

muda, jagung pocelan, tepung jagung pada tahun 2006 meningkat menjadi

pada kelompok padi-padian dan minyak 2,399 kg/kapita pada tahun 2007 atau

jagung pada kelompok minyak dan lemak. naik sebesar 206,67%. Berikutnya di

Data SUSENAS tahun 2015-2016 hanya tahun 2015 kembali terjadi peningkatan

membedakan jagung menjadi jagung sebesar 127,22% dari tahun 2014 sebesar

basah dengan kulit dan jagung 0.666 kg/kapita menjadi 1,512 kg/kapita.

pipilan/beras jagung, sementara tahun Tahun 2017 konsumsi jagung basah

2017 data tepung jagung kembali muncul. sekitar 1,335 kg/kapita atau menurun

Terkait dengan perubahan data ini maka 26,82% dari tahun 2016.

21
Buletin Konsumsi Pangan

Tabel 5.1. Perkembangan Konsumsi Jagung Basah Dalam Rumah Tangga di Indonesia,
2002 – 2017 serta Prediksi 2018 – 2020

Konsumsi Pertumbuhan
Tahun
(kg/kapita/minggu) (kg/kapita/tahun) (%)
2002 0.023 1.199
2003 0.020 1.043 -13.04
2004 0.026 1.356 30.00
2005 0.033 1.721 26.92
2006 0.015 0.782 -54.55
2007 0.046 2.399 206.67
2008 0.024 1.251 -47.83
2009 0.012 0.626 -50.00
2010 0.018 0.939 50.00
2011 0.012 0.626 -33.33
2012 0.011 0.574 -8.33
2013 0.011 0.574 0.00
2014 0.013 0.666 16.03
2015 0.029 1.512 127.22
2016 0.035 1.825 20.69

2017 0.026 1.335 -26.82


Rata-rata 0.022 1.152 16.24
2018 *) 0.024 1.251 -6.29
2019 *) 0.025 1.304 4.17
2020 *) 0.026 1.356 4.00
Sumber : SUSENAS, BPS
Keterangan: *) hasil prediksi Pusdatin

Hasil prediksi konsumsi jagung meningkat. Keragaan konsumsi jagung


basah tahun 2018 diperkirakan sebesar basah tahun 2002 – 2017 serta
1,251 kg/kapita atau turun sebesar 6,29% prediksinya hingga tahun 2020 tersaji
dibandingkan tahun 2017. Pada tahun secara lengkap pada Tabel 5.1 dan
berikutnya yakni 2019 dan 2020 besarnya Gambar 5.1.
konsumsi jagung basah cenderung

22
Buletin Konsumsi Pangan

Gambar 5.1. Perkembangan Konsumsi Jagung Basah Dalam Rumah Tangga di Indonesia,
2002 – 2017 serta Prediksi 2018 – 2020

Apabila ditinjau dari besaran konsumsi jagung basah secara riil hanya
pengeluaran untuk konsumsi jagung mengalami peningkatan sebesar 25,04%.
basah bagi penduduk Indonesia tahun Secara kuantitas, konsumsi per kapita
2013 – 2017 secara nominal menunjukkan jagung basah cenderung mengalami
peningkatan sebesar 33,30%, yakni dari kenaikan. Perkembangan pengeluaran
Rp. 3.076,43/kapita pada tahun 2013 untuk konsumsi jagung basah secara
menjadi Rp. 7.449,72/kapita pada tahun nominal dan rill dalam rumah tangga di
2017. Namun demikian setelah dikoreksi Indonesia tahun 2013 – 2017 secara rinci
dengan faktor inflasi, pengeluaran untuk tersaji pada Tabel 5.2 dan Gambar 5.2.

Tabel 5.2. Perkembangan Pengeluaran untuk Konsumsi Jagung Basah Secara Nominal dan
Rill Dalam Rumah Tangga di Indonesia, 2013 – 2017

Rata2
Kelompok Barang
2013 2014 2015 2016 2017 pertumb. (%)
Nominal 3,076.43 3,550.29 7,725.52 9,229.29 7,449.72 33.30
IHK *) 104.43 110.89 123.04 127.50 128.49 5.39
Riil 2,946.05 3,201.63 6,278.87 7,238.66 5,797.90 25.04
Sumber : BPS, diolah Pusdatin
Keterangan : *) IHK Kelompok padi-padian

23
Buletin Konsumsi Pangan

Gambar 5.2. Perkembangan Pengeluaran untuk Konsumsi Jagung Basah secara Nominal
dan Rill Dalam Rumah Tangga di Indonesia, 2013 – 2017

5.2. Perkembangan dan Prediksi Penurunan konsumsi jagung pipilan


Konsumsi Rumah Tangga terbesar terjadi pada tahun 2008
Jagung Pipilan di Indonesia
dibandingkan dengan tahun sebelumnya
yakni sebesar 26,67% atau dari 3,129
Selain konsumsi dalam wujud kg/kapita pada tahun 2007 menjadi 2,294
jagung basah dengan kulit, data SUSENAS kg/kapita pada tahun 2008. Pada periode
juga mencakup konsumsi jagung dalam berikutnya hingga tahun 2016, konsumsi
wujud jagung pipilan. Selama periode jagung pipilan terus mengalami
tahun 2002 – 2017, konsumsi per kapita penurunan kecuali tahun 2012 meningkat
jagung pipilan di Indonesia berfluktuasi 26,09%. Konsumsi jagung pipilan tahun
namun cenderung mengalami penurunan 2017 adalah sebesar 0,976 kg/kapita
dengan rata-rata sebesar 5,52%. (Tabel 5.3).

24
Buletin Konsumsi Pangan

Tabel 5.3. Perkembangan Konsumsi Jagung Pipilan Dalam Rumah Tangga di Indonesia,
2002 – 2017 serta Prediksi 2018 – 2020

Konsumsi Pertumbuhan
Tahun
(kg/kapita/minggu) (kg/kapita/tahun) (%)
2002 0.054 2.816
2003 0.044 2.294 -18.52
2004 0.048 2.503 9.09
2005 0.042 2.190 -12.50
2006 0.050 2.607 19.05
2007 0.060 3.129 20.00
2008 0.044 2.294 -26.67
2009 0.035 1.825 -20.45
2010 0.030 1.564 -14.29
2011 0.023 1.199 -23.33
2012 0.029 1.512 26.09
2013 0.025 1.304 -13.79
2014 0.023 1.199 -8.00
2015 0.023 1.199 0.00
2016 0.021 1.095 -8.70
2017 0.019 0.976 -10.82
Rata-rata 0.036 1.857 -5.52
2018*) 0.021 1.088 11.42
2019*) 0.019 1.012 -6.97
2020*) 0.018 0.942 -6.97
Sumber : SUSENAS, BPS
Keterangan: *) hasil prediksi Pusdatin

Berdasarkan hasil prediksi, prediksi tahun 2018 – 2020 secara


konsumsi jagung pipilan di Indonesia pada lengkap tersaji pada Tabel 5.3.
tahun 2018 diprediksikan akan sedikit Apabila ditinjau dari besaran
menurun dibandingkan tahun 2017 yakni pengeluaran untuk konsumsi jagung
menjadi sebesar 0,939 kg/kapita atau pipilan bagi penduduk Indonesia tahun
turun 3,88%. Demikian juga pada tahun 2013 – 2017 secara nominal menunjukkan
2019-2020 diprediksikan stabil. penurunan sebesar 1,94%, yakni dari Rp.
Perkembangan konsumsi jagung pipilan di 5.475,-/kapita pada tahun 2013 menjadi
Indonesia tahun 2002–2017, serta Rp. 4.980,07/kapita pada tahun 2017.

25
Buletin Konsumsi Pangan

Setelah dikoreksi dengan faktor inflasi, dengan harganya. Perkembangan


pengeluaran untuk konsumsi jagung pengeluaran untuk konsumsi jagung
secara riil mengalami penurunan sebesar secara nominal dan rill dalam rumah
7,12%. Hal ini menunjukkan bahwa tangga di Indonesia tahun 2013 – 2017
secara kuantitas, konsumsi per kapita secara rinci tersaji pada Tabel 5.4 dan
jagung terjadi penurunan demikian juga Gambar 5.3.

Tabel 5.4. Perkembangan Pengeluaran untuk Konsumsi Jagung secara Nominal dan Rill
Dalam Rumah Tangga di Indonesia, 2013 – 2017

Tahun Rata-rata
Kelompok Barang pertumbuhan
2013 2014 2015 2016 2017 (%)
Nominal 5,475.00 5,274.79 5,846.13 5,787.86 4,980.07 -1.94
IHK *) 104.43 110.89 123.04 127.50 128.49 5.39
Riil 5,242.97 4,756.78 4,751.41 4,539.50 3,875.84 -7.12
Sumber : BPS, diolah Pusdatin
Keterangan : *) IHK Kelompok padi-padian

Gambar 5.3. Perkembangan Pengeluaran untuk Konsumsi Jagung Total secara Nominal dan
Rill Dalam Rumah Tangga di Indonesia, 2013 – 2017

26
Buletin Konsumsi Pangan

5.3. Perhitungan Neraca Jagung perhitungan neraca komoditas jagung ini.


Berikut ini disajikan perhitungan untuk
Dalam penyusunan neraca
menyusun neraca jagung dengan
komoditas jagung, diperlukan beberapa
menggunakan data dan informasi
data pendukung yang terkait dalam
pendukung yang bersumber dari berbagai
perhitungan penyediaan dan penggunaan
data yang ada. Secara umum penyusunan
jagung secara keseluruhan. Ada banyak
neraca pada Tabel 5.5 ini didasarkan pada
indikator penyusun yang perlu diketahui
perhitungan prognosa yang dilakukan oleh
dalam menghitung neraca jagung.
Badan Ketahanan Pangan (BKP),
Beberapa data dan informasi pendukung
Kementerian Pertanian.
dari berbagai sumber digunakan dalam

Tabel 5.5. Neraca komoditas jagung


Angka
No. Uraian 2013 2014 2015 2016 2017 2018
konversi
Stok 28,049
I Penyediaan 21,694,966 22,145,899 22,645,570 24,702,902 29,441,358 28,616,410
Produksi ( Ton Pipilan kering BPS) 25% 18,511,853 19,008,426 19,612,435 23,578,413 28,925,741 30,000,000
- Luas Tanam (Ha) 3,941,778 4,001,273 4,061,802 4,935,002 5,590,402 6,084,576
- Luas Panen (Ha) 3,821,504 3,837,019 3,787,367 4,444,369 5,375,387 5,780,347
- Tercecer ( 5% ) 5% 925,593 950,421 980,622 1,178,921 1,446,287 1,500,000
Produksi setelah dikurangi tercecer 17,586,260 18,058,005 18,631,813 22,399,492 27,479,454 28,500,000
2 Impor (ton) 3,191,045 3,175,362 3,267,694 1,139,694 517,496 162,033
3 Ekspor (ton) 7,932 37,889 234,559 15,205 1,879 45,622
II Penggunaan (1+2+3) 14,462,291 15,423,649 16,381,905 17,511,439 20,364,309 16,136,317
1 Konsumsi Langsung (ton) (susenas x Jml Penduduk) 380,011 367,866 457,276 476,017 481,879 434,625
2 Kebutuhan untuk pakan 10,338,097 11,212,089 11,960,130 12,268,196 14,043,325 10,820,000
- Bahan Baku Industri Pakan Ternak (Ditjen PKH) 6,900,000 7,650,000 8,250,000 8,500,000 9,349,999 8,300,000
- Kebutuhan Untuk Pakan peternak mandiri 3,438,097 3,562,089 3,710,130 3,768,196 4,693,326 2,520,000
3 Penggunaan lainnya 3,744,182 3,843,694 3,964,498 4,767,226 5,839,105 4,881,692
- Kebutuhan Benih/Bibit (20 kg/ha x luas tanam) 20 78,836 80,025 81,236 98,700 111,808 121,692
- Bahan baku industri non pakan 19.8% 3,665,347 3,763,668 3,883,262 4,668,526 5,727,297 4,760,000
Neraca (surplus/defisit) ( I - II) 7,232,675 6,722,250 6,263,665 7,191,463 7,115,145 12,508,143
Keterangan
- Jumlah Penduduk (jiwa) 248,818,100 252,164,786 255,461,686 258,704,986 261,890,872 265,015,300
- Tingkat konsumsi Kg/kapita/tahun 1.53 1.46 1.79 1.84 1.84 1.64
Keterangan :
- Produksi jagung 2018 merupakan Angka Sasaran Dit. Serealia, Ditjen Tan.Pangan
- Stok awal tahun 2018 sebesar 28,049 ribu ton, merupakan stok akhir tahun 2017 di Bulog, belum memperhitungkan stok lainnya.
- Kehilangan/tercecer sebesar 5% dari produksi (NBM).
- Angka konsumsi tahun 2014 - 2018 menggunakan angka susenas BPS (total konsumsi jagung basah setara pipilan dan pipilan kering)
- Data ekspor - Impor 2013 - 2018 (BPS), ekspor impor tahun 2018 merupakan ekspor sd Maret
- Kebutuhan jagung 2018 terdiri dari: (1) Konsumsi langsung Rumah Tangga 1,64 kg/kap/th (Susenas Triwulan I 2016);
(2) Kebutuhan jagung untuk industri pakan sebesar 8,3 juta ton (Ditjen Industri Agro, Kementerian Perindustrian, 2017);
(3) Kebutuhan pakan peternak lokal sebesar 2,52 juta ton (Ditken PKH Kementan);
(4) Kebutuhan benih merupakan perhiungan kebutuhan benih 20 kg/ha dari luas tanam 6,709 juta ha (Sasaran UPSUS Jagung 2018, Ditjen TP);
dan (5) Kebutuhan industri pangan sebesar 4,76 juta ton (Ditjen Industri Agro, Kementerian Perindustrian, 2018).

Perkiraan produksi jagung tersedia pada tahun 2018 adalah sebesar


Indonesia tahun 2018 adalah sebesar 30 28,5 juta ton. Perkiraan produksi ini lebih
juta ton. Berdasarkan data pendukung tinggi dibandingkan produksi tahun lalu
dari Neraca Bahan Makanan (NBM) dimana setelah dikurangi tercecer
sebanyak 5% produksi jagung hilang produksi yang tersedia tahun 2017 adalah
tercecer atau sekitar 1,50 juta ton. sekitar 27,48 juta ton.
Sehingga produksi jagung Indonesia yang

27
Buletin Konsumsi Pangan

Tabel 5.6. Hasil survei Tim Terpadu Ditjen Tanaman Pangan, tahun 2013
Kadar Air (%)
No Provinsi
Musim Hujan Musim Kemarau
1 Jawa Timur 28-30 25-28
2 Jawa Tengah 28-30 25-28
3 Sulawesi Selatan 25-28
4 Lampung 27-32
5 Sumatera utara 28-32 25-28

Data pendukung lain yang perlu setelah tercecer dikurangi impor ditambah
dicermati terkait angka produksi ini adalah ekspor, maka pada tahun 2018 besarnya
kadar air jagung di tingkat petani. Selama penyediaan jagung adalah 28,62 juta ton
ini asumsi produksi jagung berada pada (Tabel 5.5).
kadar air sekitar 15% dimana pada level Bagian lain dari neraca ini adalah
kadar air inilah kualitas jagung yang penggunaan jagung, dimana komponen
diperlukan oleh industri baik industri penyusunnya diantaranya adalah
pakan maupun industri lainnya. konsumsi langsung, kebutuhan untuk
Berdasarkan data pada Tabel 5.6 hasil pakan, industri lainnya non pakan,
survei Tim Terpadu Ditjen Tanaman penggunaan untuk benih serta
Pangan, kadar air jagung produksi petani penggunaan lainnya. Jagung yang
secara rata-rata pada batas bawah adalah dikonsumsi langsung dihitung berdasarkan
sekitar 25%. angka konsumsi SUSENAS. Berdasarkan
Selisih kadar air sekitar 10% ini asumsi yang digunakan dalam
berdampak pada berat produksi. Apabila perhitungan prognosa BKP, tingkat
berat jenis jagung diperhitungkan yaitu konsumsi per kapitan tahun 2016
sekitar 700 g/lt maka berat produksi menggunakan angka Susenas tahun 2015.
jagung 2018 sebesar 30 juta ton (kadar Tingkat konsumsi jagung ini
air sekitar 25%) menjadi sekitar 26,1 juta merupakan penjumlahan antara jagung
ton dengan kadar air 15%. pipilan dengan jagung basah berkulit yang
Impor jagung pipilan kering tahun dikonversi ke wujud pipilan dengan angka
2017 sampai dengan triwulan I adalah konversi 39% (NBM). Berdasarkan angka
sekitar 162,03 ribu ton. Sementara Susenas tahun 2017, tingkat konsumsi
ekspor 45,62 ribu ton. Jika total total jagung per kapita adalah sebesar
penyediaan jagung adalah produksi 1,64 kg. Jika diasumsikan jagung

28
Buletin Konsumsi Pangan

dikonsumsi oleh seluruh penduduk tahun dari 18 minggu adalah sekitar 79%.
2018 (265,02 juta orang) maka konsumsi Demikian juga untuk ayam buras,
langsung ini adalah sebesar 434,63 ribu diasumsikan populasi yang diberi jagung
ton. adalah ayam buras dewasa sekitar 32%
Konsumsi jagung untuk pakan dari total populasi. Populasi itik yang
dibedakan menjadi 2 yaitu kebutuhan diberi jagung adalah sekitar 30% dari
untuk bahan baku industri pakan serta total populasi itik.
jagung yang digunakan sebagai campuran Asumsi yang kedua adalah
pakan oleh para peternak lokal yang besarnya kebutuhan jagung per
mencampur sendiri pakan untuk gram/ekor/tahun yang juga digunakan
ternaknya (self-mixing). Besarnya jagung oleh Dr. Budi Tangendjaya – FAO dalam
yang diserap oleh pabrik pakan untuk perhitungan “Calculator Feed Demand
setiap tahunnya dilaporkan oleh GPMT Indonesia”. Kebutuhan jagung per ekor
melalui persetujuan Direktorat Pakan, perhari untuk ayam ras petelur adalah
Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan 55,33 gram, untuk ayam buras 38,4 gram
(PKH). Untuk tahun 2018 data diperoleh dan untuk itik 17,3 gram. Berdasarkan
dari Ditjen Industri Agro Kementerian data populasi unggas yang dipublikasi
Perindustrian tahun 2017. Tahun 2018 oleh Ditjen PKH dan asumsi kebutuhan
kebutuhan jagung untuk pabrik pakan jagung per ekor, maka dapat dihitung
sekitar 8,3 juta ton, volume ini menurun banyaknya populasi unggas yang diberi
dari tahun 2017 yaitu 9,35 juta ton. jagung serta total kebutuhan jagung
Tahun 2013-2017 kebutuhan dalam setahun.
jagung untuk peternak mandiri dihitung Data kebutuhan pakan untuk
dengan menggunakan asumsi yang tahun 2018 tidak lagi menggunakan
pertama yaitu populasi ternak yang diberi perhitungan seperti sebelumnya, tetapi
jagung dimana pakannya dibuat sendiri menggunakan data laporan dari Ditjen
oleh peternak. Berdasarkan asumsi yang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Tahun
digunakan oleh Dr. Budi Tangendjaya – 2018 sebanyak 2,52 juta ton jagung
FAO, ayam petelur yang diberi jagung dibutuhkan untuk pakan yang dibuat oleh
adalah populasi layer yaitu ayam petelur peternak mandiri. Penggunaan jagung
yang berumur di atas 18 minggu. Jika lainnya diantaranya adalah untuk benih
umur ayam petelur saat diafkir sekitar 85 dan industri. Penggunaan jagung untuk
minggu, maka persentase populasi layer benih dihitung berdasarkan asumsi bahwa
atau ayam petelur yang berumur lebih untuk setiap hektarnya dibutuhkan

29
Buletin Konsumsi Pangan

sebanyak 20 kg benih. Tahun 2018 ke depan. Dalam perhitungan neraca ini


jagung untuk benih dibutuhkan sekitar hanya stok Bulog yang diperhitungkan
121,69 ribu ton untuk ditanam di lahan yaitu sekitar 28,05 ribu ton yang
seluas 6,08 juta hektar. merupakan stok akhir tahun 2017.
Sementara pengunaan jagung
untuk industri lainnya tahun 2013-2016 5.4. Penyediaan Total Domestik
dihitung berdasarkan informasi Jagung Dunia

pendukung dari tabel Input Output BPS.


Menurut data USDA, Amerika Serikat
Berdasarkan tabel I/O tahun 2005,
merupakan negara dengan total
besarnya jagung yang digunakan oleh
penyediaan jagung untuk konsumsi
industri makanan adalah sebesar 19,8%
domestik terbesar di dunia yakni pada
dari produksi yang ada. Secara rinci
periode tahun 2013 - 2018 mencapai rata-
industri yang berbahan baku jagung
rata 307,20 juta ton per tahun atau
dengan proporsi penggunaan jagungnya
30,24% dari total penyediaan jagung
dari besar produksi adalah sebagai
untuk konsumsi dunia. Disusul kemudian
berikut: 1) industri minyak jagung
oleh China yang menepati urutan kedua
(3,23%); 2) tepung jagung (7,18%); 3)
dengan rata-rata penyediaan sebesar
kopi giling dan kupasan (8,91%) dan 4)
224,92 juta ton atau 22,14% dari total
industri makanan lainnya (0,48%). Tahun
penyediaan jagung untuk konsumsi di
2018 penggunaan jagung untuk industri
dunia. Uni Eropa menempati urutan ketiga
non pakan didapat dari Ditjen Industri
dalam penyediaan jagung di dunia yang
Agro Kementerian Perindustrian yaitu
mencapai 75,78 juta ton atau 7,46%.
sebesar 4,76 juta ton.
Negara-negara berikutnya dalam urutan
Berdasarkan neraca jagung yang
10 besar adalah Brazil, Meksiko, India,
telah dihitung sebelumnya, pada tahun
Jepang, Mesir, Kanada dan Indonesia
2018 diperkirakan akan ada surplus
dengan total penyediaan berkisar antara
sebesar 12,51 juta ton. Secara umum,
1,20% - 5,87%. Kontribusi negara-negara
stok jagung terbesar berada di pabrik
dengan penyediaan jagung terbesar di
pakan sehingga surplus jagung di akhir
dunia disajikan pada Gambar 5.4 dan
tahun ini ditujukan untuk penyediaan
Tabel 5.7.
bahan baku bagi pabrik pakan untuk
berproduksi selama sekitar 3 (tiga) bulan

30
Buletin Konsumsi Pangan

Amerika Serikat
30.24%
China
22.14%

Negara lainnya
22.73%

Uni Eropa
7.46%
Indonesia Brazil
1.20% Kanada Mesir Jepang India Mexico 5.87%
1.30% 1.46% 1.48% 2.35% 3.76%

Gambar 5.4. Negara dengan Penyediaan Jagung Terbesar di Dunia, (rata-rata 2013 - 2018)

Tabel 5.7. Sepuluh Negara dengan Penyediaan Jagung untuk Konsumsi Terbesar di Dunia,
2013 – 2018

Konsumsi Domestik (000 Ton) Share


Rata2 Share
No Negara kumulatif
2013 2014 2015 2016 2017 2018 2013-2018 (%)
(%)
1 Amerika Serikat 292,958 301,792 298,785 313,854 318,530 317,261 307,197 30.24 30.24
2 Cina 208,000 202,000 217,500 232,000 241,000 249,000 224,917 22.14 52.38
3 Uni Eropa 76,796 77,880 73,500 74,000 76,000 76,500 75,779 7.46 59.84
4 Brazil 55,000 57,000 57,500 60,500 62,000 65,500 59,583 5.87 65.71
5 Meksiko 31,700 34,550 37,300 40,400 42,300 43,200 38,242 3.76 69.47
6 India 19,600 22,350 23,550 24,900 26,500 26,500 23,900 2.35 71.82
7 Jepang 15,000 14,600 15,200 15,200 15,100 15,100 15,033 1.48 73.30
8 Mesir 13,200 13,900 14,850 15,100 15,900 16,100 14,842 1.46 74.76
9 Kanada 12,675 12,820 12,381 13,100 14,200 14,200 13,229 1.30 76.07
10 Indonesia 11,900 12,200 12,100 12,300 12,200 12,500 12,200 1.20 77.27
11 Negara lainnya 211,471 221,131 226,366 235,445 240,339 250,893 230,941 22.73 100.00
Dunia 948,300 970,223 989,032 1,036,799 1,064,069 1,086,754 1,015,863 100.00
Sumber: USDA, diolah Pusdatin

31
Buletin Konsumsi Pangan

BAB VI. KONSUMSI DAN NERACA PENYEDIAAN - PENGGUNAAN


KEDELAI

K
edelai adalah salah satu membantu menurunkan kolesterol.
komoditas pertanian yang Kedelai adalah sumber kalsium yang baik
menjadi bahan dasar makanan dibandingkan dengan sumber kacang-
seperti kecap, tauco, oncom, tahu, tempe kacangan lain sehingga mampu utuk
dan susu. Kedelai merupakan sumber menguatkan tulang dan mencegah
utama protein nabati dan minyak nabati osteoporosis. Ketiga, konsumsi kedelai
dan dikenal murah dan terjangkau oleh akan menyehatkan pencernaan, karena
masyarakat. Kedelai saat ini tidak hanya kandungan serat larut yang ada dalam
diposisikan sebagai bahan baku industri kedelai. Keempat pencegah kanker,
pangan, namun juga sebagai bahan baku karena kacang kedelai memiliki
industri non-pangan, seperti kertas, cat kandungan antioksidan sehingga baik
cair, tinta cetak dan tekstil. Di Indonesia, untuk mengurangi risiko berbagai macam
lebih dari 89 persen kedelai digunakan kanker. Manfaat kedelai lainnya, bahwa
untuk konsumsi bahan pangan. kacang kedelai mengandung magnesium
Kebutuhan kedelai dalam negeri yang berfungsi mengatur tekanan darah.
meningkat setiap tahunnya dikarenakan Kandungan fosfornya juga berfungsi untuk
oleh konsumsi yang terus meningkat menjaga kekuatan tulang dan gigi.
mengikuti pertambahan jumlah penduduk. Kedelai untuk penggunaan dalam
Peningkatan kebutuhan akan kedelai negeri, sebagian besar merupakan kedelai
dapat dikaitkan dengan meningkatnya impor yang berasal dari Amerika Serikat.
konsumsi masyarakat terhadap tahu dan Produksi kedelai di Indonesia tahun 2017
tempe, serta untuk pasokan industri (ASEM) sebesar 538,71 ribu ton,
kecap. sementara konsumsi langsung sekitar 1,98
Mengkonsumsi kedelai memiliki juta ton, sehingga produksi kedelai di
banyak manfaat, pertama kedelai dalam negeri belum mampu memenuhi
mempunyai kandungan protein yang kebutuhan yang ada. Selain itu Kedelai
tinggi dan membantu dalam membangun impor lebih banyak digunakan oleh
sel-sel dalam tubuh. Kedua, kandungan industri tempe karena dianggap
lemak tak jenuh pada kedelai membantu kualitasnya lebih baik dari kedelai lokal.
untuk menjaga kesehatan jantung dan

32
Buletin Konsumsi Pangan

6.1. Perkembangan serta Prediksi 2017, rata-rata konsumsi kecap hanya


Konsumsi Kedelai dalam
sebesar 0,66 kg/kapita/tahun.
Rumah Tangga di Indonesia
Prediksi konsumsi kedelai dalam
Menurut hasil SUSENAS – BPS wujud tahu tahun 2018 hingga 2020
tahun 2015, cakupan konsumsi kedelai diperkirakan meningkat rata-rata sebesar
yang berbahan kedelai hanya dalam 1,84%. Konsumsi tahu diprediksikan
wujud tahu, tempe dan kecap, namun di sebesar 8,32 kg/kapita pada tahun 2018
tahun 2017 makanan yang berbahan dan terus meningkat menjadi sebesar 8,62
kedelai di SUSENAS bertambah yaitu kg/kapita pada tahun 2020. Sementara
tauco dan oncom. Dalam analisis ini yang untuk konsumsi tempe diprediksikan
digunakan sebagai konsumsi kedelai mengalami sedikit penurunan
dalam rumah tangga adalah berasal dari dibandingkan tahun 2017. Konsumsi
tiga bahan makanan saja yaitu tahu, tempe diprediksikan sebesar 7,55
tempe dan kecap. kg/kapita pada tahun 2018 dan kemudian
Perkembangan konsumsi tahu di meningkat kembali menjadi sebesar 7,67
tingkat rumah tangga di Indonesia selama kg/kapita pada tahun 2020. Untuk
tahun 2002-2017 berfluktuatif. Rata-rata konsumsi kecap diprediksikan akan
konsumsi tahu tahun 2002-2017 adalah mengalami peningkatan selama 2018 -
sebesar 7,35 kg/kapita/th. Sementara 2020. Konsumsi kecap diprediksikan
untuk konsumsi tempe sedikit lebih besar mencapai 1,16 kg/kapita pada tahun
dari konsumsi tahu pada periode yang 2020.
sama, yaitu sebesar 7,48 kg/kapita/th. Perkembangan konsumsi wujud
Pangan lainnya dengan bahan baku olahan kedelai tahu, tempe dan kecap
kedelai adalah kecap. Konsumsi kecap per tahun 2002-2017 serta prediksinya tahun
kapita jauh di bawah konsumsi tahu dan 2018 – 2020 disajikan pada Tabel 6.1.
tempe. Selama periode tahun 2002 –

33
Buletin Konsumsi Pangan

Tabel 6.1. Perkembangan Konsumsi Tahu, Tempe dan Kecap Dalam Rumah Tangga
di Indonesia, 2002-2017 Serta Prediksi Tahun 2018 - 2020

Konsumsi (kg/kapita/tahun)
Tahun
Tahu Tempe Kecap

2002 7,72 8,29 0,61


2003 7,46 8,24 0,57
2004 6,73 7,30 0,57
2005 6,88 7,56 0,66
2006 7,20 8,71 0,70
2007 8,50 7,98 0,68
2008 7,14 7,25 0,65
2009 7,04 7,04 0,62
2010 6,99 6,94 0,66
2011 7,40 7,30 0,67
2012 6,99 7,09 0,57
2013 7,04 7,09 0,44
2014 7,07 6,95 0,48
2015 7,49 6,98 0,85
2016 7,87 7,35 0,93
2017 8,16 7,68 0,89
Rata-rata 7,35 7,48 0,66
2018*) 8,32 7,55 0,98
2019*) 8,47 7,61 1,07
2020*) 8,62 7,67 1,16
Sumber : SUSENAS, BPS
*) hasil prediksi Pusdatin

Konsumsi kedelai olahan dikonversi Terlihat bahwa untuk tahu konversi ke


menjadi ekuivalen kedelai segar dengan kedelai sebesar 35%, tempe sebesar 50%
faktor konversi tersaji pada Tabel 6.2. dan kecap 100%.

Tabel 6.2 Faktor Konversi Konsumsi Bahan Makanan yang Mengandung Kedelai

Konversi Konversi ke
No Janis Pangan Satuan
(Gram) bentuk asal

1 Tahu kg 1000 0.35


2 Tempe kg 1000 0.50
3 Kecap 140ml 140 1.00
Sumber: PSKPG, IPB

34
Buletin Konsumsi Pangan

Dari hasil konversi tahu, tempe tahun 2008 dimana konsumsi dalam
dan kecap ke wujud ekuivalen kedelai, rumah tangga turun sebesar 11,37%
akan diperoleh konsumsi kedelai total di dibandingkan tahun sebelumnya yang
Indonesia. Pada tahun 2002 – 2017, disebabkan konsumsi tahu turun cukup
konsumsi total kedelai relatif berfluktuasi tinggi. Sementara peningkatan konsumsi
namun cenderung meningkat sebesar total kedelai terbesar terjadi pada tahun
0,30%. Pada tahun 2002, konsumsi total 2006 sebesar 10,50%. Pada tahun 2018,
kedelai mencapai 7,45 kg/kapita dan konsumsi total kedelai diprediksikan akan
menjadi 7,59 kg/kapita pada tahun 2017. mengalami sedikit peningkatan 1,04%
Konsumsi total kedelai terendah menjadi sebesar 7,67 kg/kapita dan terus
terjadi pada tahun 2014 sebesar 6,43 meningkat pada tahun 2019 dan 2020
kg/kapita/tahun. Penurunan terbesar menjadi sebesar 7,84 kg/kapita dan 8,01
untuk total konsumsi kedelai terjadi di kg/kapita.

Tabel 6.3. Perkembangan Konsumsi Kedelai yang Terdapat Pada Tahu, Tempe dan Kecap
Dalam Rumah Tangga di Indonesia, 2002-2017 serta prediksi tahun 2018 – 2020
Konsumsi setara kedelai (kg/kapita/tahun) Jumlah
Tahun Pertumb.
Tahu Tempe Kecap (kg/kap/th)
(%)
2002 2,701 4,145 0,606 7,45
2003 2,610 4,119 0,569 7,30 -2,06
2004 2,354 3,650 0,569 6,57 -9,93
2005 2,409 3,780 0,664 6,85 4,26
2006 2,519 4,354 0,701 7,57 10,50
2007 2,975 3,989 0,679 7,64 0,92
2008 2,500 3,624 0,650 6,77 -11,37
2009 2,464 3,520 0,621 6,60 -2,51
2010 2,446 3,468 0,664 6,58 -0,40
2011 2,592 3,650 0,672 6,91 5,11
2012 2,446 3,546 0,569 6,56 -5,10
2013 2,464 3,546 0,443 6,45 -1,65
2014 2,474 3,476 0,482 6,43 -0,31
2015 2,622 3,491 0,850 6,96 8,24
2016 2,756 3,676 0,933 7,37 5,78
2017 2,857 3,841 0,895 7,59 3,09
Rata-rata 2,574 3,742 0,661 6,98 0,30
2018*) 2,913 3,776 0,983 7,67 1,04
2019*) 2,966 3,805 1,070 7,84 2,21
2020*) 3,018 3,835 1,157 8,01 2,16
Sumber : SUSENAS, BPS
*) hasil prediksi Pusdatin

35
Buletin Konsumsi Pangan

(Kg/kapita/th)

9,00

8,00

7,00

6,00

5,00

4,00

3,00

2,00

1,00

0,00
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018*) 2019*) 2020*)

Tahun

Gambar 6.1. Perkembangan Konsumsi Total Kedelai per Kapita per Tahun di Indonesia,
2002 – 2017 dan Prediksi 2018 - 2020

Apabila dilihat dari besarnya konsumsi olahan kedelai setelah dikoreksi


pengeluaran untuk konsumsi olahan dengan faktor inflasi menunjukkan bahwa
kedelai bagi penduduk Indonesia tahun secara riil sejatinya mengalami penurunan
2013 – 2017 secara nominal menunjukkan sebesar 0,02%. Hal ini menunjukan
peningkatan sebesar 4,24%, yakni dari bahwa secara kuantitas, konsumsi per
Rp. 124.048/kapita pada tahun 2013 kapita olahan kedelai mengalami
menjadi Rp. 146.149/kapita pada tahun penurunan. Perkembangan pengeluaran
2017. IHK yang digunakan adalah IHK untuk konsumsi olahan kedelai secara
kelompok kacang-kacangan dan kecap nominal dan rill dalam rumah tangga di
diasumsikan sama menggunakan IHK Indonesia tahun 2013 – 2017 tersaji pada
kacang-kacangan. Pengeluaran untuk Tabel 6.4 dan Gambar 6.2.

Tabel 6.4. Perkembangan Pengeluaran Nominal dan Riil Rumah Tangga Untuk Konsumsi
Kedelai (Total), 2013 – 2017

Tahun Pertumbuhan
No. Kelompok Barang
2013 2014 2015 2016 2017 (%)

1 Pengeluaran Nominal 124.047,86 136.221,28 139.335,50 141.046,43 146.149,01 4,24


2 IHK *) 111,53 123,08 127,78 130,55 131,60 4,29

3 Pengeluaran Riil 111.225,57 110.677,02 109.043,28 108.040,16 111.059,70 -0,02


Sumber : BPS, diolah Pusdatin
Keterangan : *) IHK Kelompok kacang-kacangan

36
Buletin Konsumsi Pangan

(Rp/kapita)

150,000
145,000
140,000
135,000
130,000
125,000
120,000
115,000
110,000
105,000
100,000
2013 2014 2015 2016 2017

Pengeluaran Nominal Pengeluaran Riil

Gambar 5.2. Perkembangan Pengeluaran Nominal dan Riil Rumah Tangga untuk Konsumsi
Kedelai, 2013 – 2017

6.2. Konsumsi Kedelai Per Provinsi Untuk Konsumsi kedelai total pada
periode tahun 2013 – 2017, Provinsi
Konsumsi kedelai dalam bentuk
tertinggi adalah Jawa Timur, dengan rata-
makanan jadi yaitu tahu, tempe dan kecap
rata sebesar 11,12 kg/kap/th. Ini
di Provinsi Indonesia dapat dilihat pada
dikarenakan konsumsi kedelai yang ada
tabel 5.5. Untuk komsumsi kedelai yang
pada tahu dan tempe cukup tinggi di
ada di tahu dan tempe pada tahun 2017
provinsi tersebut. Sedangkan untuk rata-
terlihat yang paling tinggi terdapat di
rata pertumbuhan tertinggi dari konsumsi
Provinsi Jawa Timur, masing-masing
kedelai terjadi di Provinsi Maluku Utara,
sebesar 4,98 kg/kap/th dan 5,77
yaitu sebesar 23,3% dikarenakan
kg/kap/th. Sedangkan konsumsi terendah
konsumsi kecap di provinsi tersebut
untuk tahu dan tempe terdapat di Provinsi
meningkat cukup tinggi. Sementara di DKI
Maluku Utara, masing masing sebesar
Jakarta, konsumsi kedelai yang terdapat
0,88 kg/kap/th dan 0,51 kg/kap/th.
pada makanan jadi cukup stabil dari tahun
Sementara Provinsi tertinggi untuk
ke tahun denngan rata-rata pertumbuhan
konsumsi kedelai yang terdapat di kecap
hanya 0,4%.
adalah Provinsi Kalimantan Selatan dan
terendah di Provinsi Nusa Tenggara Barat.

37
Buletin Konsumsi Pangan

Secara Nasional, konsumsi kedelai rata-rata pertumbuhan sebesar 4,20%


yang ada di makanan jadi, dari tahun ke (Tabel 6.6).
tahun mengalami peningkatan, dengan

Tabel 6.5. Konsumsi Kedelai yang Terdapat pada Tahu, Tempe dan Kecap per Provinsi, 2017

Konsumsi setara kedelai (kg/kapita/tahun) 2017


No Provinsi Total
Tahu Tempe Kecap
1 ACEH 1,11 2,32 0,42 3,84
2 SUMATERA UTARA 1,76 2,27 0,76 4,79
3 SUMATERA BARAT 2,47 1,78 0,27 4,52
4 RIAU 2,00 2,39 0,69 5,08
5 JAMBI 2,30 2,85 0,65 5,80
6 SUMATERA SELATAN 2,17 3,28 0,90 6,34
7 BENGKULU 1,74 2,89 0,43 5,07
8 LAMPUNG 2,24 4,75 0,68 7,66
9 KEPULAUAN BANGKA BELITUNG 1,60 2,38 1,12 5,10
10 KEPULAUAN RIAU 2,04 2,59 0,88 5,51
11 DKI JAKARTA 2,60 4,13 1,19 7,92
12 JAWA BARAT 3,20 3,97 1,09 8,25
13 JAWA TENGAH 3,27 5,49 1,00 9,76
14 DI YOGYAKARTA 3,34 5,42 0,74 9,50
15 JAWA TIMUR 4,98 5,77 1,08 11,82
16 BANTEN 2,69 4,36 1,08 8,13
17 BALI 2,59 3,45 0,46 6,50
18 NUSA TENGGARA BARAT 2,22 2,87 0,26 5,35
19 NUSA TENGGARA TIMUR 1,13 1,36 0,19 2,68
20 KALIMANTAN BARAT 1,43 1,85 0,71 3,99
21 KALIMANTAN TENGAH 2,46 2,87 1,07 6,39
22 KALIMANTAN SELATAN 1,95 2,29 1,49 5,73
23 KALIMANTAN TIMUR 2,56 3,44 0,95 6,95
24 KALIMANTAN Utara 2,02 2,81 1,10 5,93
25 SULAWESI UTARA 2,52 1,87 0,62 5,01
26 SULAWESI TENGAH 1,97 1,74 0,60 4,31
27 SULAWESI SELATAN 1,48 2,26 0,91 4,65
28 SULAWESI TENGGARA 1,32 1,84 0,50 3,66
29 GORONTALO 2,16 1,07 0,48 3,71
30 SULAWESI BARAT 1,07 1,70 0,59 3,36
31 MALUKU 1,00 1,02 0,57 2,59
32 MALUKU UTARA 0,88 0,51 0,57 1,96
33 PAPUA BARAT 1,81 1,84 0,64 4,30
34 PAPUA 1,65 1,27 0,34 3,26
INDONESIA 2,86 3,84 0,89 7,59
Sumber : BPS diolah Pusdatin

38
Buletin Konsumsi Pangan

Tabel 6.6. Konsumsi Total Setara Kedelai (Tahu, Tempe dan Kecap) per Provinsi, 2013 -
2017

Konsumsi setara kedelai (kg/kapita/tahun) Pertumbuhan


No Provinsi 2013 - 2017
2013 2014 2015 2016 2017 (%)
1 ACEH 2,48 2,52 3,01 3,21 3,84 11,86
2 SUMATERA UTARA 3,38 4,13 4,17 5,06 4,79 9,76
3 SUMATERA BARAT 3,34 3,48 4,10 4,04 4,52 8,11
4 RIAU 3,75 4,14 4,74 4,93 5,08 7,99
5 JAMBI 4,63 3,95 5,43 5,57 5,80 7,37
6 SUMATERA SELATAN 5,20 5,77 6,21 6,09 6,34 5,20
7 BENGKULU 4,34 4,11 4,74 4,97 5,07 4,20
8 LAMPUNG 6,50 5,97 7,34 7,34 7,66 4,82
9 KEPULAUAN BANGKA BELITUNG 3,20 3,79 4,56 4,75 5,10 12,62
10 KEPULAUAN RIAU 4,51 6,09 4,92 5,55 5,51 6,97
11 DKI JAKARTA 7,95 7,46 6,62 6,92 7,92 0,40
12 JAWA BARAT 6,70 6,68 7,06 7,95 8,25 5,44
13 JAWA TENGAH 9,01 8,89 9,57 9,53 9,76 2,07
14 DI YOGYAKARTA 8,83 8,31 8,32 9,07 9,50 1,99
15 JAWA TIMUR 10,50 10,57 11,11 11,60 11,82 3,02
16 BANTEN 7,55 6,89 8,05 9,06 8,13 2,59
17 BALI 5,51 6,09 6,91 6,68 6,50 4,48
18 NUSA TENGGARA BARAT 4,58 4,05 4,49 4,78 5,35 4,40
19 NUSA TENGGARA TIMUR 1,36 1,36 1,70 1,94 2,68 19,26
20 KALIMANTAN BARAT 2,93 3,21 3,32 3,85 3,99 8,19
21 KALIMANTAN TENGAH 4,04 4,42 5,32 5,90 6,39 12,29
22 KALIMANTAN SELATAN 4,25 4,05 5,23 5,66 5,73 8,49
23 KALIMANTAN TIMUR 5,34 5,16 6,46 6,83 6,95 7,36
24 KALIMANTAN Utara 4,75 5,33 5,93 11,74
25 SULAWESI UTARA 2,89 3,26 4,02 4,95 5,01 15,15
26 SULAWESI TENGAH 3,15 2,92 4,06 3,67 4,31 9,88
27 SULAWESI SELATAN 2,85 2,81 3,92 4,06 4,65 14,06
28 SULAWESI TENGGARA 2,62 2,01 2,64 2,98 3,66 10,96
29 GORONTALO 1,85 2,35 3,42 3,15 3,71 20,57
30 SULAWESI BARAT 2,44 1,96 2,46 3,04 3,36 9,96
31 MALUKU 1,64 1,72 2,33 2,49 2,59 12,78
32 MALUKU UTARA 1,07 0,88 1,72 1,67 1,96 23,33
33 PAPUA BARAT 2,89 3,88 4,21 3,55 4,30 12,09
34 PAPUA 3,34 2,53 3,06 3,31 3,26 0,82
INDONESIA 6,45 6,43 6,96 7,37 7,59 4,20
Sumber : BPS diolah Pusdatin

6.3. Neraca Penyediaan dan telah dikurangi tercecer) ditambah impor


Penggunaan Kedelai
kemudian dikurangi ekspor. Beberapa
data dan informasi pendukung bersumber
Penyediaan total kedelai Indonesia
dari Badan Pusat Statistik (BPS) seperti
berasal dari produksi dalam negeri (yang
data ekspor dan Impor. Ketersediaan data

39
Buletin Konsumsi Pangan

kedelai saat ini untuk produksi adalah sementara volume ekspor hanya 425 ton.
hingga tahun 2017 (ASEM), kemudian Pada tahun 2018, total penyediaan kedelai
untuk tahun 2018 merupakan angka diprediksi sebesar 3,31 juta ton.
sasaran Ditjen Tanaman Pangan dan Penggunaan kedelai di Indonesia
untuk data tercecer merupakan 5% dari terutama untuk bahan makanan atau
produksi kedelai. konsumsi langsung, benih/bibit, pakan dan
Produksi kedelai tahun 2017 (ASEM) industri. Penggunaan kedelai untuk
sebesar 538.710 ton dan angka sasaran konsumsi langsung dihitung dengan
tahun 2018, produksi kedelai diperkirakan mengalikan tingkat konsumsi kedelai
meningkat signifikan sebesar 2,9 juta ton. perkapita dengan jumlah penduduk pada
Untuk data kedelai yang tercecer pada tahun yang bersangkutan. Data konsumsi
tahun 2017 sebesar 26,94 ribu ton dan kedelai yang digunakan pada tahun 2013
meningkat menjadi 145 ribu ton pada sampai dengan 2017 adalah data SUSENAS
tahun 2018. Data ekspor dan impor – BPS yang diolah Pusdatin menggunakan
tersedia hingga tahun 2017, untuk tahun faktor konversi konsumsi bahan makanan
2018 data ekspor impor menggunakan yang mengandung kedelai. Penggunaan
realisasi hingga bulan Maret. Cakupan kedelai untuk benih menggunakan angka
kode HS yang digunakan untuk data rata-rata yang dikeluarkan oleh Ditjen
ekspor impor kedelai adalah 1201001000 Tanaman Pangan sebesar 50 kg/ha dari
(kacang kedelai benih), 1201009000 (lain- luas tanam. Sementara Penggunaan kedelai
lain/kacang kedelai selain untuk benih) untuk pakan diasumsikan sebesar 0,34%
dan 1208100000 (tepung halus dan kasar dari produksi dan kebutuhan industri
dari kacang kedelai). merupakan industri yang diolah bukan
Perkembangan volume ekspor dan makanan bersumber dari NBM-BKP.
impor kedelai di Indonesia periode 2012 - Tingkat konsumsi kedelai per
2017 berfluktuatif namun cenderung kapita menggunakan data dari hasil
meningkat. Ekspor kedelai sangat kecil perhitungan Susenas Triwulan I (Tabel
dibandingkan impornya. Pada tahun 2017 6.5). Jika diasumsikan pada tahun 2017
rata-rata 80% total penyediaan kedelai kedelai dikonsumsi oleh seluruh penduduk
berasal dari impor, namun di tahun 2018 sejumlah 261,89 juta orang maka
diperkirakan hanya sekitar 21% total konsumsi langsung adalah sebesar 1,99
penyediaan kedelai yang berasal dari juta ton. Konsumsi langsung tahun 2018
impor. Besarnya volume impor tahun 2018 lebih besar sedikit dibandingkan tahun
diperkirakan sebesar 555 ribu ton 2017 sebesar 2,03 juta ton. Penggunaan

40
Buletin Konsumsi Pangan

kedelai untuk benih pada tahun 2018 Neraca kedelai Indonesia selama
diperkirakan sekitar 75 ribu ton untuk periode 2013 – 2017 menunjukkan adanya
ditanam di lahan seluas 1,5 juta hektar. surplus pasokan kedelai yang cukup tinggi.
Kebutuhan kedelai untuk pakan dari Surplus tersebut disebabkan tingginya
tahun ke tahun dalam kuantitas yang produksi dan volume impor yang masih
relatif kecil berkisar antara 1,8 – 9,9 ribu tinggi. Surplus kedelai ini diasumsikan
ton. Tahun 2018 kebutuhan kedelai untuk diserap oleh importir, pedagang dan untuk
pakan sebesar 9,9 ribu ton. Sementara keperluan industri selain tahu, tempe dan
penggunaan kedelai untuk industri non kecap, seperti industri susu kedelai dan
makanan pada tahun 2018 sebesar 155 peyek. Pada tahun 2017, surplus dari
ribu ton sekitar 7% dari penggunaan pasokan kedelai mencapai 950,82 ribu ton
kedelai total. Secara rinci penyediaan dan dan diperkirakan meningkat pada tahun
penggunaan kedelai tahun 2013 – 2017 2018 menjadi sebesar 1,04 juta ton.
dapat dilihat pada Tabel 6.7.

Tabel 6.7. Penyediaan dan Penggunaan Kedelai, 2013 – 2018


No. Uraian 2013 2014 2015 2016 2017 2018
A. PENYEDIAAN KEDELAI (Ton) 2,527,498 2,834,119 3,172,835 3,078,868 3,184,995 3,310,382
Produksi 779,992 954,997 963,018 859,653 538,710 2,900,000
- Luas Tanam (Ha) 587,842 615,564 690,589 597,914 356,213 1,500,000
- Luas Panen (Ha) 550,793 615,685 614,095 576,987 469,086 1,900,000
- Tercecer ( 5% dari produksi) 39,000 47,750 48,151 42,983 26,936 145,000
Produksi setelah dikurangi tercecer 740,992 907,247 914,867 816,670 511,775 2,755,000
- Impor 1,787,632 1,968,233 2,259,225 2,263,846 2,674,844 555,807
- Ekspor 1,127 41,362 1,257 1,648 1,623 425

B PENGGUNAAN KEDELAI (Ton) 1,782,587 1,856,111 2,036,467 2,164,290 2,234,170 2,272,965


- Konsumsi Langsung (penduduk x tkt konsumsi) 1,605,543 1,622,086 1,778,663 1,905,409 1,988,465 2,033,105
- Kebutuhan Benih ( 50 kg/ha * LT) 29,392 30,778 34,529 29,896 17,811 75,000
- Kebutuhan Untuk Pakan (0,34% dari Produksi) 2,652 3,247 3,274 2,923 1,832 9,860
- Industri non makanan 145,000 200,000 220,000 226,063 226,063 155,000
Neraca (A-B) 744,911 978,007 1,136,369 914,578 950,824 1,037,417
Keterangan
- Jumlah Penduduk (jiwa) 248,818,100 252,164,800 255,461,700 258,705,000 261,890,900 265,015,300
- Kenaikan jumlah penduduk (%) 1.38 1.35 1.31 1.27 1.23 1.19
- Tingkat konsumsi Kg/kapita/tahun 6.45 6.43 6.96 7.37 7.59 7.67
Ket. : - Data Produksi kedelai tahun 2018 merupakan Angka sasaran Ditjen TP
- Ekspor Impor Kedelai Januari - Maret 2018 merupakan data realisasi BPS,
- Tingkat konsumsi menggunakan data Susenas Maret Tw1, dengan konversi ke bentuk asal

6.4. Konsumsi Domestik Kedelai di domestik kedelai di Cina pada periode


Beberapa Negara di Dunia
tahun 2013 - 2018 mencapai 99,13 juta
Berdasarkan data dari USDA, ton per tahun atau 30,94% dari total
konsumsi domestik kedelai dunia dikuasai konsumsi domestik dunia. Konsumsi
oleh empat negara yaitu Cina, Amerika, domestik kedelai negara Amerika Serikat
Argentina dan Brazil. Rata-rata konsumsi sebesar 55,13 juta ton. Negara Argentina

41
Buletin Konsumsi Pangan

dan Brazil konsumsi domestik untuk 6%. Indonesia menempati urutan


kedelai pada periode tersebut sekitar 44 - kesebelas dengan konsumsi kedelai
45 juta ton atau di atas 13% sementara sebesar 3,0 juta ton (Tabel 6.6).
negara lainnya menyumbang di bawah

Tabel 6.8. Negara dengan Konsumsi Domestik Kedelai Terbesar di Dunia, 2013 – 2018
Ketersediaan (000 Ton) Rata-rata Share
No Negara
2013 2014 2015 2016 2017 2018 2013 - 2018 (%)

1 Cina 80,600 87,200 95,000 102,800 110,800 118,400 99,133 30.94


2 Amerika Serikat 50,069 54,955 54,472 55,514 57,776 57,976 55,127 17.21
3 Argentina 39,760 44,398 47,654 47,828 45,345 48,940 45,654 14.25
4 Brazil 40,011 43,635 43,047 44,300 46,500 46,773 44,044 13.75
5 Uni Eropa 14,270 16,040 16,580 16,040 16,550 16,550 16,005 5.00
… …
11 Indonesia 2,685 2,750 2,854 3,130 3,240 3,390 3,008 0.94
Negara Lainnya 49,133 53,633 54,322 59,510 62,082 65,693 57,396 17.92
Dunia 276,528 302,611 313,929 329,122 342,293 357,722 320,368 100.00
Sumber : USDA diolah Pusdatin

17.21%

30.94%
14.25%

13.75%
17.92%

5.00%
0.94%

Cina Amerika Argentina Brazil Uni Eropa Indonesia Negara lainnya

Gambar 5.3. konsumsi Domestik Kedelai Terbesar di dunia, 2013 – 2018

42
Buletin Konsumsi Pangan

BAB VII. KONSUMSI DAN NERACA PENYEDIAAN - PENGGUNAAN


CABAI

C
abai (Capsicum annuum L.) Di Indonesia, cabai digunakan untuk
adalah salah satu komoditas bumbu masakan yang dibedakan menjadi
sayuran yang banyak cabai merah, cabai hijau dan cabai rawit.
dibudidayakan oleh petani di Indonesia Cabai merah besar merupakan salah satu
karena memiliki harga jual yang tinggi dan jenis sayuran yang memiliki nilai ekonomi
memiliki beberapa manfaat kesehatan yang yang tinggi. Konsumsi cabai orang
salah satunya adalah zat capsaicin yang Indonesia relatif tinggi dan akan semakin
berfungsi dalam mengendalikan penyakit meningkat saat hari raya Idul Fitri.
kanker. Selain itu kandungan vitamin C Seiring dengan meningkatnya jumlah
yang cukup tinggi pada cabai dapat penduduk maka permintaan akan konsumsi
memenuhi kebutuhan harian setiap orang, cabai berpotensi meningkat. Di Indonesia,
namun harus dikonsumsi secukupnya lebih dari 45 persen cabe digunakan untuk
untuk menghindari nyeri lambung konsumsi langsung rumah tangga, 50
(http://id.wikipedia.org/wiki/cabai). persen untuk bahan baku industri olahan, 5
Cabai kaya jenis antioksidan lain, persen tercecer dan sisanya digunakan
seperti vitamin A, zat antioksidan pada untuk benih dengan persentase yang
cabai membantu melindungi tubuh dari sangat kecil.
efek radikal bebas yang merugikan, yang Permasalahan cabai di Indonesia saat
dapat dihasilkan karena stres, dan kondisi ini yaitu masalah penyakit pada tanaman
penyakit lain. Cabai juga mengandung cabai yang dapat merugikan hasil produksi.
banyak mineral, seperti kalium, mangan, Ada banyak penyakit yang menggangu
zat besi, dan magnesium. Kalium tanaman cabai, beberapa diantaranya
merupakan komponen penting dari sel dan adalah penyakit kuning dan antraknosa.
cairan tubuh yang membantu mengontrol Penyakit ini mampu menghancurkan hasil
detak jantung dan tekanan darah. Cabai panen produksi 20 - 90% dan berkembang
juga termasuk dalam kelompokpenghasil pada musim hujan. Produksi cabai di
vitamin B-kompleks, seperti niacin, Indonesia tahun 2017 sebesar 2,27 juta
pyridoxine (vitamin B-6), riboflavin dan ton.
thiamin (vitamin B-1).

43
Buletin Konsumsi Pangan

Sementara konsumsi langsung 2020 atau naik sebesar 2,79%


sekitar 2,07 juta ton. Produksi cabai besar dibandingkan tahun sebelumnya.
terbesar di Indonesia terdapat di Provinsi Konsumsi cabai rawit di rumah
Jawa Barat sedangkan produksi cabai rawit tangga pada periode 2002 – 2017
terbesar di Provinsi Jawa Timur. berfluktuasi namun cenderung meningkat.
Pada tahun 2016, konsumsinya mencapai
7.1. Perkembangan serta Prediksi 2,451 kg/kapita kemudian menurun
Konsumsi Cabai dalam Rumah menjadi sebesar 1,49 kg/kapita pada tahun
Tangga di Indonesia
2017 atau turun dengan rata-rata sebesar
39,19%.
Cakupan data konsumsi cabai
Peningkatan konsumsi cabai rawit
menurut hasil SUSENAS – BPS, dibedakan
diprediksikan masih akan terjadi pada
dalam wujud cabai merah dan cabai rawit.
tahun 2018 - 2020 sehingga mencapai
Konsumsi total cabai di tingkat 2.030 kg/kapita pada tahun 2020 atau naik
rumah tangga di Indonesia selama tahun 7,17% dibandingkan tahun 2019.
2002-2017 berfluktuasi namun cenderung Konsumsi total cabai merah dan
mengalami peningkatan sebesar 5,15%. cabai rawit terendah terjadi pada tahun
Dari kedua jenis cabai yang dikonsumsi 2004 sebesar 2,508 kg/kapita/tahun, yang
rumah tangga di Indonesia, dominan disebabkan konsumsi cabai rawit yang
adalah konsumsi cabai merah disusul sangat rendah pada tahun tersebut.
kemudian cabai rawit. Konsumsi cabai Sementara penurunan terbesar untuk total
merah pada tahun 2002 mencapai 1,429 cabai terjadi di tahun 2013 dimana
kg/kapita dan mengalami penurunan konsumsi dalam rumah tangga turun
menjadi 2.294 kg/kapita pada tahun 2016 sebesar 11,77% dibandingkan tahun
atau menurun sebesar 22,45 persen per sebelumnya. Sementara peningkatan
tahun. Selama periode tahun 2002 – 2017, konsumsi total cabai terbesar terjadi pada
konsumsi cabai merah terbesar terjadi tahun 2015 sebesar 117,64% karena
pada tahun 2015 yang mencapai 2,958 kenaikan konsumsi cabai merah dan cabai
kg/kapita, sedangkan konsumsi terendah rawit masing-masing sebesar 102,68% dan
terjadi pada tahun 2003 hanya sebesar 134,96%.
1,351 kg/kapita. Pada tahun 2018 Pada tahun 2018 konsumsi total
konsumsi cabai merah diprediksi turun, cabai diprediksikan akan mengalami
tetapi pada tahun 2019 dan 2020 konsumsi peningkatan menjadi 3.918 kg/kapita atau
cabai merah akan naik menjadi 2.080 naik sebesar 20,06%. Tahun 2019 naik
kg/kapita dan 2.138 kg/kapita pada tahun kembali menjadi 4.041 kg/kapita (3,15%),

44
Buletin Konsumsi Pangan

begitu juga pada tahun 2020 naik menjadi tahun 2017 – 2019 disajikan pada Tabel
4.168 kg/kapita atau naik 3,15%. 7.1 dan Gambar 7.1.
Perkembangan konsumsi cabai per
kapita tahun 2002-2016 serta prediksinya

Tabel 7.1. Perkembangan Konsumsi Dalam Rumah Tangga di Indonesia, 2002 - 2017 serta
Prediksi Tahun 2018 - 2020

Cabe Merah Cabe Rawit


Tahun
(Kg/Kapita) Pertumbuhan (%) (Kg/Kapita) Pertumb. (%)

2002 1.429 1.126


2003 1.351 -5.47 1.199 6.48
2004 1.361 0.77 1.147 -4.35
2005 1.564 14.94 1.272 10.91
2006 1.382 -11.67 1.168 -8.20
2007 1.470 6.42 1.517 29.91
2008 1.549 5.32 1.444 -4.81
2009 1.523 -1.68 1.288 -10.83
2010 1.528 0.34 1.298 0.81
2011 1.497 -2.05 1.210 -6.83
2012 1.653 10.45 1.403 15.95
2013 1.424 -13.88 1.272 -9.29
2014 1.460 2.54 1.261 -0.92
2015 2.958 102.68 2.962 134.96
2016 2.294 -22.45 2.451 -17.26
2017 1.773 -22.72 1.490 -39.19
Rata-rata 1.638 4.24 1.469 6.49
2018 *) 2.023 -11.80 1.894 28.93
2019 *) 2.080 2.79 1.961 -19.98
2020 *) 2.138 2.79 2.030 7.17
Sumber : SUSENAS bulan Maret, BPS
Keterangan : *) Hasil prediksi Pusdatin

45
Buletin Konsumsi Pangan

(Kg/kapita)

6.0

5.0

4.0

3.0

2.0

1.0

0.0
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018 *)
2019 *)
2020 *)
Gambar 7.1. Perkembangan Konsumsi Total Cabai Per Kapita Pertahun di Indonesia,
2002 – 2017 dan Prediksi 2018 - 2020

Apabila dilihat dari besarnya 2012 menjadi Rp. 81.359/kapita pada


pengeluaran untuk konsumsi cabai bagi tahun 2017. Namun setelah dikoreksi
penduduk Indonesia tahun 2012 – 2017 dengan faktor inflasi, pengeluaran untuk
menunjukkan kecenderungan meningkat konsumsi cabai merah dan cabai rawit
untuk cabai merah dan cabai rawit. secara riil mengalami peningkatan sebesar
Penurunan pertumbuhan rata-rata 3,75%. Perkembangan pengeluaran untuk
pengeluaran nominal penduduk Indonesia konsumsi cabai nominal dan riil dalam
untuk konsumsi cabai merah dan rawit rumah tangga di Indonesia tahun
pada periode tersebut sebesar 0,99%, 2012 – 2017 secara rinci tersaji pada Tabel
yakni dari Rp.62.362/kapita pada tahun 7.2 dan Gambar 7.2

Tabel 7.2. Perkembangan Pengeluaran Nominal dan Riil Rumah Tangga untuk Konsumsi
Cabai, 2012 - 2017
Tahun Pertumbuhan
No. Cabai Merah + Cabe Rawit
2012 2013 2014 2015 2016 2017 (%)
1 Pengeluaran Nominal (Rp/kapita) 62,363 71,957 79,423 76,029 112,733 81,359 12.28
2 IHK *) 100 148 134 146 187 184 7.57
3 Pengeluaran Riil (Rp/kapita) 62,363 48,457 59,279 52,174 60,259 44,178 3.75
Sumber : BPS, diolah Pusdatin
Keterangan : *) IHK Kelompok bumbu-bumbuan (Cabe Merah& rawit)

46
Buletin Konsumsi Pangan

(Rp/kapita)

145,000
135,000
125,000
115,000
105,000
95,000
85,000
75,000
65,000
55,000
45,000
35,000
25,000
2012 2013 2014 2015 2016 2017

Pengeluaran Nominal (Cabe Merah dan Rawit) Pengeluaran Riil (Cabe Merah dan Rawit)

Gambar 7.2. Perkembangan Pengeluaran Rumah Tangga Nominal dan Riil untuk Konsumsi
Cabai, 2012 – 2017

7.2. Perkembangan Penyediaan dan digunakan untuk menghitung ekspor impor


Penggunaan Cabai di Indonesia cabai dapat dilihat pada tabel 7.3.
Tabel 7.3 Cakupan Kode HS Cabai yang
Penyediaan total cabai Indonesia Digunakan Untuk Data Ekspor
berasal dari produksi terdiri dari luas tanam Impor

per hektar dan luas panen per hektar Kode HS Deskripsi


dalam negeri ditambah impor kemudian 0709601000 Cabai (buah dari genus Capsicum)
0709609000 Aneka Cabai
dikurangi ekspor. Ketersediaan data cabai 0711902000 Cabai diawetkan sementara
0904211000 Cabai, kering
saat ini adalah hingga tahun 2016,
0904219000 Lain-lain
sedangkan untuk tahun 2017 merupakan 0904221000 Cabai, dihancurkan atau di tumbuk
0904229000 Lain-lain
angka pronogsa Ditjen Hortikultura.
Perkembangan volume ekspor dan
Produksi cabai merah besar di Indonesia
impor cabai di Indonesia periode 2010 -
pada periode tahun 2012 – 2017 terus
2017 berfluktuatif. Penyediaan total cabai
mengalami peningkatan, hingga sebesar
di Indonesia dominan dipasok dari produksi
1,09 juta ton pada tahun 2016. Untuk
dalam negeri, walaupun ada realisasi impor
data ekspor dan impor tersedia hingga
namun dalam kuantitas yang kecil,
tahun 2017. Cakupan kode HS yang

47
Buletin Konsumsi Pangan

sementara yang diekspor juga dalam total penyediaan cabai. Sementara,


kuantitas jauh lebih kecil. penggunaan cabai merah untuk bahan baku
Pada periode tersebut, rata-rata industri merupakan sisa dari penyediaan
98% total penyediaan cabai merah berasal setelah dikurangi penggunaan untuk
dari produksi. Produksi cabai merah besar konsumsi langsung, kebutuhan benih dan
pada tahun 2012 mencapai 954 ribu ton tercecer.
dan terus mengalami peningkatan menjadi Pada tahun 2017, penyediaan cabai
sebesar 1,28 juta ton pada tahun 2017. merah besar sebesar 1.322 ribu ton dan
Impor cabai pada tahun 2017 sebesar diprediksikan menurun pada tahun 2018
42,12 ribu ton sementara ekspor hanya menjadi 1.296 ribu ton. Penggunaan cabai
sebesar 2,28 ribu ton sehingga penyediaan merah besar sebagai benih meningkat dari
pada tahun tersebut menjadi sebesar 1,32 tahun 2012 sampai tahun 2017 dari 3,8 ton
juta ton. sampai 2,57 ton dan diprediksikan menurun
Pada tahun berikutnya, yakni tahun menjadi 2,56 ton pada tahun 2018.
2018 total penyediaan cabai diprediksi Penggunaan cabai merah besar
akan mengalami peningkatan disebabkan sebagai bahan baku untuk industri pada
meningkatnya produksi. Pada tahun 2018, periode 2012 – 2017 terus meningkat. Rata-
produksi cabai diprediksikan akan rata 50% total penggunaan cabai digunakan
mengalami peningkatan sebesar 1,05% untuk industri makanan. Pada tahun 2017
dibandingkan tahun sebelumnya atau penggunaan cabai untuk industri sebesar
menjadi 1,30 juta ton, sehingga pada 1,92 juta ton dan diprediksikan terus
tahun 2018, penyediaan cabai meningkat pada tahun 2018 menjadi sebesar
diprediksikan mencapai 1,30 juta ton. 1,94 juta ton.
Komponen penggunaan Cabai di Industri makanan yang biasa
Indonesia terutama adalah digunakan menggunakan bahan baku cabai industri
sebagai bahan makanan atau konsumsi saus dan industri mie instan yang digunakan
langsung, benih/bibit, industri dan tercecer. sebagai bubuk cabai. Sedangkan untuk
Penggunaan cabai untuk konsumsi langsung cabai yang tercecer pada tahun 2017
dihitung dengan mengalikan tingkat sebesar 79 ribu ton. Pada tahun 2018 cabai
konsumsi cabai perkapita dengan jumlah merah besar yang tercecer diprediksikan
penduduk pada tahun yang bersangkutan. meningkat kembali menjadi 80 ribu ton.
Kebutuhan benih sebesar 30 kg/ha di kali Secara rinci neraca penyediaan dan
luas tanam cabai merah besar pada tahun penggunaan cabai tahun 2013 – 2018 dapat
tersebut. Penggunaan cabai yang tercecer dilihat pada Tabel 7.4.
diasumsikan sebesar sebesar 5,27% dari

48
Buletin Konsumsi Pangan

Tabel 7.4. Penyediaan dan Penggunaan Cabai Merah Besar, 2013 – 2018

No. Uraian 2013 2014 2015 2016 2017 *) 2018


A. PENYEDIAAN CABAI MERAH BESAR (Ton) 1,034,384 1,100,573 1,113,980 1,043,738 1,322,844 1,296,529
1 Produksi 1,012,879 1,074,602 1,087,573 1,020,569 1,283,000 1,296,529
Luas Tanam (Ha) 130,316 135,171 126,889 129,038
Luas Panen (Ha) 124,110 128,734 120,847 122,893
2 Impor 23,194 27,228 29,036 25,327 42,128
3 Ekspor 1,689 1,257 2,629 2,158 2,284
B PENGGUNAAN CABAI MERAH BESAR (Ton) 890,603 937,073 1,002,198 972,452 1,051,911 1,137,688
1 Konsumsi Langsung (penduduk x tkt konsumsi) 354,193 368,067 426,621 432,037 463,545 536,126
2 Penggunaan lainnya
- Benih (30 kg/ha x luas tanam) 3,909 4,055 3,807 3,871 2,570 2,566
- Horeka & warung 343,710 364,656 369,057 346,320 313,840 324,132
- Industri 135,412 143,664 145,398 136,440 192,410 194,479
- Tercecer ( 6,20+% dari produksi kotor) 53,379 56,632 57,315 53,784 79,546 80,385
Neraca (A-B) 143,781 163,500 111,782 71,286 270,933 158,841
Keterangan
- Jumlah Penduduk (000 jiwa) 248,818 252,165 255,462 258,705 261,890 265,015
- Kenaikan jumlah penduduk (% ) 1.38 1.35 1.31 1.27 1.23 1.19
- Tingkat konsumsi Kg/kapita/tahun 1.42 1.46 1.67 1.67 1.77 2.02
Sumber : BPS, Ditjen Hortikultura
Keterangan: Produksi Cabe tahun 2018 merupakan angka prognosa Ditjen Hortikultura
a. Stok awal tahun 2018 komoditas cabai besar tidak tersedia data (Asumsi tidak ada stok karena cabai mudah rusak/busuk).
b. Produksi kotor cabai besar tahun 2018 sebesar 1,296 juta ton (Ditjen Hortikultura).
c. Kehilangan/tercecer sebesar 6,20% dari produksi kotor (Ditjen Hortikultura).
d. Kebutuhan cabai besar terdiri dari: (1) Konsumsi langsung rumah tangga 1,77 kg/kap/th (SUSENAS Tri I 2017), (2) Kebutuhan Horeka dan Warung/PKL
sebesar ±25 % (Ditjen Hortikultura, 2017), (3) Kebutuhan benih sebesar 0,2% dari produksi (Ditjen Hortikultura, 2017), serta (4) Kebutuhan Industri
terdiri dari industri besar ±10 % x produksi dan industri kecil/menengah sebesar ± 5% (Ditjen Hortikultura, 2017);
e. Peningkatan kebutuhan periode HBKN : Puasa dan Idhul Fitri 10% (Mei 23 hari, Juni 19 hari), Idhul Adha 5% (Agustus 7 hari), Natal dan Tahun Baru 5%
(Desember 10 hari dan Januari 5 hari).
f. Jumlah penduduk tahun 2018 sebanyak 265.015,3 ribu jiwa (Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035, Bappenas-BPS)
g. Neraca Kumulatif adalah neraca domestik ditambah stok awal (carry over) bulan sebelumnya.

Produksi cabai rawit pada tahun 2017 penggunaan cabai untuk industri sebesar
mencapai 986 ribu ton dan mengalami 78,22 ribu ton dan diprediksikan terus
peningkatan menjadi sebesar 1006,34 ribu meningkat pada tahun 2018 menjadi
ton pada tahun 2018. Pada tahun 2017, sebesar 80,51 ribu ton. Industri makanan
konsumsi langsung penggunaan cabai yang biasa menggunakan bahan baku
rawit sebesar 390 ribu ton dan cabai adalah industri saus dan mie instan
diprediksikan meningkat pada tahun 2018 yaitu digunakan sebagai bubuk cabai.
menjadi 501,94 ribu ton. Penggunaan Cabai rawit yang tercecer pada tahun 2012
cabai rawit sebagai benih tahun 2017 sebesar 37 ribu ton dan meningkat menjadi
adalah 2,76 ribu ton dan diprediksikan 50 ribu ton pada tahun 2017.
meningkat pada tahun 2018 menjadi 2,82 Pada tahun 2018, cabai rawit yang
ton. tercecer diprediksikan meningkat kembali
Penggunaan cabai rawit sebagai menjadi 52 ribu ton. Secara rinci neraca
bahan baku untuk industri pada periode penyediaan dan penggunaan cabai rawit
2013 – 2017 terus meningkat. Rata-rata tahun 2012 – 2018 dapat dilihat pada
50% total penggunaan cabai digunakan Tabel 7.5.
untuk industri makanan. Pada tahun 2017

49
Buletin Konsumsi Pangan

Tabel 7.5. Penyediaan dan Penggunaan Cabai Rawit, 2012 – 2018

No. Uraian 2013 2014 2015 2016 2017 2018


A. PENYEDIAAN CABAI RAWIT (Ton) 713,502 800,473 885,126 910,256 986,000 1,006,336
1 Produksi 713,502 800,473 885,126 910,256 986,000 1,006,336
Luas Tanam (Ha) 131,378 141,626 141,612 178,044
Luas Panen (Ha) 125,122 134,882 134,869 135,800
2 Impor
3 Ekspor

B PENGGUNAAN CABAI RAWIT (Ton) 611,540 649,120 687,870 703,320 629,344 647,767
1 Konsumsi Langsung (penduduk x tkt konsumsi) 315,999 317,728 321,882 325,968 390,216 501,939
2 Penggunaan lainnya
- Benih (30 kg/ha luas tanam) 3,941 4,249 4,248 5,341 2,760 2,818
- Horeka & warung 227,269 254,971 281,935 289,940 107,270 110.697
- Industri 26,729 29,987 33,159 34,100 78,220 80,507
- Tercecer (6,20% dari produksi kotor) 37,602 42,185 46,646 47,970 50,878 62,393
Neraca (A-B) 101,962 151,353 197,256 206,936 356,656 358,569
Keterangan
- Jumlah Penduduk (000 jiwa) 248,818 252,165 255,462 258,705 261,890 265,015
- Tingkat konsumsi Kg/kapita/tahun 1.27 1.26 1.26 1.26 1.49 1.89
Sumber : BPS
Keterangan: Produksi Cabe tahun 2018 merupakan angka prognosa Ditjen Hortikultura
a. Stok awal tahun 2018 komoditas cabai rawit tidak tersedia data (Asumsi tidak ada stok karena cabai mudah rusak/busuk).
b. Produksi kotor cabai rawit tahun 2017 sebesar 0,986 juta ton (Ditjen Hortikultura).
c. Kehilangan/tercecer sebesar 5,160% dari produksi kotor (Ditjen Hortikultura).
d. Kebutuhan cabai rawit terdiri dari: (1) Konsumsi langsung rumah tangga 1,49 kg/kap/th ( SUSENAS Tri I 2017 ), (2) Kebutuhan Horeka dan Warung/PKL
sebesar ±11% dari jumlah produksi (Ditjen Hortikultura, 2017), (3) Kebutuhan Benih sebesar 0,28% dari produksi (Ditjen Hortikultura, 2017), serta (4) Kebutuhan Industri
terdiri dari industri besar ±3% dari produksi dan industri kecil/menengah ±5 % dari produksi (Ditjen Hortikultura, 2017);
e. Peningkatan kebutuhan periode HBKN : Puasa dan Idhul Fitri 10% (Mei 23 hari, Juni 19 hari), Idhul Adha 5% (Agustus 7 hari), Natal dan Tahun Baru 5%
(Desember 10 hari dan Januari 5 hari).
f. Jumlah penduduk tahun 2018 sebanyak 265.015,3 ribu jiwa (Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035, Bappenas-BPS)
g. Neraca Kumulatif adalah neraca domestik ditambah stok awal (carry over) bulan sebelumnya.

50
Buletin Konsumsi Pangan

BAB VIII. KONSUMSI DAN NERACA PENYEDIAAN -


PENGGUNAAN BAWANG MERAH

B
awang Merah ( Alium cape L ) Bawang merah juga banyak
merupakan komoditi digunakan oleh industri baik sebagai bahan
hortikultura yang seringkali baku maupun sebagai bahan tambahan.
digolongkan ke dalam kelompok Industri yang menggunakan bawang
bumbu-bumbuan. Hal ini karena merah ini adalah seperti pada industri
bawang merah termasuk ke dalam kornet, sarden, sambal dan bumbu botol,
kelompok rempah tidak bersubstitusi yang mie instan dan lain-lain.
berfungsi sebagai bumbu penyedap
makanan/masakan. Bawang merah juga 8.1. Perkembangan serta Prediksi
Konsumsi Bawang Merah dalam
merupakan bahan obat tradisional karena
Rumah Tangga di Indonesia
banyak mengandung zat antibiotika.
Budidaya bawang merah membuka Konsumsi bawang merah dalam

peluang sebagai sumber pendapatan dan rumah tangga selama periode tahun 2002 -

kesempatan kerja yang memberikan 2020 relatif berfluktuasi namun cenderung

kontribusi cukup tinggi terhadap mengalami peningkatan dari tahun ke

perkembangan ekonomi wilayah. tahun. Selama periode tahun 2002 – 2020,

Bawang merah merupakan tanaman konsumsi bawang merah terbesar terjadi

sayuran semusim dengan bagian yang pada tahun 2007 yang mencapai 3,014

dapat dimakan adalah sebesar 90%. kg/kapita/tahun sebesar 44,50%, urutan

Komposisi zat gizi yang terkandung dalam kedua tahun 2014 mencapai 2,487

per 100 gram bawang merah adalah kalori kg/kapita/tahun sebesar 20,44% urutan

39 kkal, protein 2,50 g dan lemak 0,30 g. ketiga mencapai 2,764 kg/kapita/tahun

Penggunaan atau konsumsi bawang merah sebesar 17,00% pada tahun 2012,

oleh masyarakat biasanya cenderung sedangkan konsumsi terendah terjadi pada

meningkatkan di saat-saat tertentu seperti tahun 2013 sebesar 2,065 kg/kapita/tahun.

hari raya besar keagamaan. Disamping itu Tahun 2016 konsumsi bawang merah

bawang merah banyak dikonsumsi adalah sebesar 2,826 kg/kapita/tahun atau

bersamaan dengan nasi goreng, sate, naik 4,18% hingga tahun 2017 sebesar

tongseng dan masakan jadi lainnya yang 2.570 kg/kapita/tahun atau turun sebesar

menggunakan bawang merah sebagai 9,05 dibandingkan tahun sebelumnya.

taburan dalam bentuk bawang goreng.

51
Buletin Konsumsi Pangan

Prediksi bawang merah tahun 2018 – tahun 2018, dan pada tahun 2020
2020 akan mengalami peningkatan, tahun konsumsi akan naik menjadi 2,864
2018 konsumsi bawang merah sedikit kg/kapita/tahun atau naik 1,46% dari
peningkatan menjadi 2,781 tahun sebelumnya. Perkembangan
kg/kapita/tahun atau naik 8,21% konsumsi bawang merah dari tahun 2002 –
dibandingkan tahun 2017. Tahun 2019 2017 serta prediksinya tahun 2018 – 2020
konsumsi bawang merah sekitar 2,822 disajikan pada Tabel 8.1 dan Gambar 8.1.
kg/kapita/tahun atau naik 1,48% dari

Tabel 8.1. Perkembangan konsumsi bawang merah dalam rumah tangga


di Indonesia, Tahun 2002 – 2017, serta prediksi tahun 2018 -2020

Seminggu Setahun
Tahun Pertumbuhan (%)
(Kg/Kap/Mgg) (Kg/Kap/Tahun)
2002 0.423 2.206
2003 0.427 2.227 0.95
2004 0.421 2.195 -1.41
2005 0.454 2.367 7.84
2006 0.400 2.086 -11.89
2007 0.578 3.014 44.50
2008 0.526 2.743 -9.00
2009 0.484 2.524 -7.98
2010 0.485 2.529 0.21
2011 0.453 2.362 -6.60
2012 0.530 2.764 17.00
2013 0.396 2.065 -25.28
2014 0.477 2.487 20.44
2015 0.520 2.713 9.07
2016 0.542 2.826 4.18
2017 0.493 2.570 -9.05
Rata-rata 0.476 2.480 2.198
2018 *) 0.533 2.781 8.21
2019 *) 0.541 2.822 1.48
2020 *) 0.549 2.864 1.46
Sumber : Susenas bulan Maret, BPS
Keterangan : *) Hasil prediksi Pusdatin

52
Buletin Konsumsi Pangan

(Kg/Kap/Thn)
3.50

3.00

2.50

2.00

1.50

1.00

0.50

0.00

Gambar 7.1. Perkembangan konsumsi bawang merah dalam rumah tangga


di Indonesia, 2002 – 2017 serta prediksi 2018 – 2020

Perkembangan pengeluaran untuk Pengeluaran untuk bawang merah


konsumsi bawang merah bagi penduduk setelah dikoreksi dengan faktor inflasi,
Indonesia tahun 2013 – 2017 secara menunjukkan bahwa secara riil pada tahun
nominal menunjukkan peningkatan sebesar 2013 – 2017 sedikit mengalami peningkat
0,51%, yakni dari Rp. 70.027,87 per kapita sebesar 0,13%. Hal ini menunjukkan
pada tahun 2013 menjadi Rp. 76.233,62 bahwa secara kuantitas, konsumsi per
per kapita pada tahun 2017, pengeluaran kapita bawang merah penduduk Indonesia
konsumsi sedikit meningkat dari tahun- terjadi sedikit meningkat. Perkembangan
tahun sebelumnya. Namun jika pengeluaran untuk konsumsi bawang
pengeluaran nominal tahun 2014 merah nominal dan riil dalam rumah
dibandingkan dengan tahun sebelumnya tangga di Indonesia tahun 2013 – 2017
akan mengalami penurunan yang cukup secara rinci tersaji pada Tabel 7.2 dan
tajam yaitu sebesar 27,57%. Gambar 7.2.

53
Buletin Konsumsi Pangan
Tabel 7.2. Perkembangan pengeluaran nominal dan riil rumah tangga untuk konsumsi bawang
merah, 2013- 2017
Pengeluaran (Rupiah/Kapita) Pertumbuhan
Uraian
2013 2014 2015 2016 2017 (%)
Nominal 70,027.86 50,719.21 51,978.76 74,877.14 76,233.62 0.51
IHK 148.50 130.56 137.81 148.29 150.51 0.38
Riil 47,157.79 38,847.44 37,717.70 50,493.72 50,650.20 0.13
Sumber : BPS, diolah Pusdatin
Keterangan : *) IHK Kelompok bumbu-bumbuan

(Rupiah/kg)

75,500

68,000

60,500

53,000

45,500

38,000

30,500
2013 2014 2015 2016 2017

Nominal Riil

Gambar 7.2. Perkembangan pengeluaran untuk konsumsi bawang merah nominal


dan riil dalam rumah tangga di Indonesia, 2013 – 2017

7.2. Konsumsi Bawang Merah Per dengan rata-rata sebesar 41,91 kg/kap/th
Provinsi
dan 44,20 kg/kap/th. Ini di karenakan
konsumsi bawang merah yang ada cukup
Konsumsi bawang merah pada
tinggi di provinsi tersebut. Sedangkan
periode tahun 2013 – 2017 terlihat pada
konsumsi terendah untuk bawang merah
table 7.3. Untuk komsumsi bawang merah
terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Timur,
terlihat yang paling tinggi pada tahun 2015
masing-masing sebesar 16,12 kg/kap/th
dan 2016 masing-masing sebesar 27,13
dan 15,86 kg/kap/th.
kg/kap/th dan 28,25 kg/kap/th. Konsumsi
Sedangkan untuk rata-rata
bawang merah di provinsi yang paling
pertumbuhan tertinggi dari konsumsi
tinggi terdapat di Provinsi Sumatera Barat,

54
Buletin Konsumsi Pangan
bawang merah terjadi di Provinsi DKI Kepulauan Bangka Belitung, secara umum
Jakarta, yaitu sebesar 13,03% konsumsi bawang merah dari tahun ke
dikarenakan konsumsi bawang merah di tahun mengalami peningkatan, dengan
provinsi tersebut meningkat cukup tinggi. rata-rata pertumbuhan sebesar 6,14%
Sementara yang menduduki urutan ke dua (Tabel. 7.3).
dan ketiga adalah provinsi Jawa Barat di

Tabel 7.3. Konsumsi Bawang Merah Per Provinsi, 2013 – 2017


Konsumsi Bawang Merah (kg/kapita/tahun) Pertumbuhan
No Provinsi 2013 - 2017
2013 2014 2015 2016 2017 (%)
1 Aceh 26.88 29.57 30.29 31.46 32.96 5.27
2 Sumatera Utara 28.36 31.03 29.83 35.73 31.97 3.71
3 Sumatera Barat 38.59 41.01 41.91 44.20 39.69 0.93
4 Riau 32.14 35.12 39.42 37.51 36.97 3.81
5 Jambi 30.29 31.39 33.48 35.98 36.13 4.55
6 Sumatera Selatan 23.73 26.48 28.66 28.15 27.85 4.24
7 Bengkulu 21.98 23.51 28.58 25.94 25.11 4.03
8 Lampung 23.79 28.14 33.64 34.16 30.63 7.25
9 Kepulauan Bangka Belitung 22.10 24.37 32.15 30.96 32.99 11.26
10 Kepulauan Riau 34.41 32.73 34.40 36.77 34.88 0.49
11 DKI Jakarta 15.43 23.28 22.65 25.30 23.33 13.03
12 Jawa Barat 14.33 19.78 21.93 17.10 20.61 11.84
13 Jawa Tengah 20.47 25.56 27.63 32.48 25.88 7.54
14 DI Yogyakarta 21.02 25.85 28.66 31.49 26.10 6.66
15 Jawa Timur 20.80 26.86 29.86 35.11 28.09 9.48
16 Banten 20.44 24.63 25.09 28.87 23.45 4.66
17 Bali 30.95 39.84 42.93 37.73 36.86 5.52
18 Nusa Tenggara Barat 23.10 26.98 34.99 30.84 28.42 6.70
19 Nusa Tenggara Timur 12.33 12.76 16.12 15.86 13.82 3.84
20 Kalimantan Barat 16.40 15.60 18.69 17.98 15.81 -0.23
21 Kalimantan Tengah 24.10 27.56 27.56 31.66 27.46 3.99
22 Kalimantan Selatan 22.95 25.96 28.37 29.96 25.98 3.68
23 Kalimantan Timur 20.65 22.16 27.90 29.29 28.04 8.49
24 Kalimantan Utara 20.78 22.49 22.70 4.57
25 Sulawesi Utara 22.44 23.17 30.76 32.36 25.71 5.16
26 Sulawesi Tengah 22.38 22.10 21.00 23.38 22.18 0.00
27 Sulawesi Selatan 14.43 16.59 18.49 17.82 16.67 4.10
28 Sulawesi Tenggara 15.29 14.69 16.12 16.46 14.96 -0.30
29 Gorontalo 26.23 30.62 32.41 29.42 26.93 1.22
30 Sulawesi Barat 15.33 21.93 17.54 18.35 16.88 4.91
31 Maluku 19.25 20.24 23.40 22.43 19.22 0.58
32 Maluku Utara 20.26 20.13 22.83 21.52 20.77 0.89
33 Papua Barat 20.08 21.23 25.10 24.02 22.10 2.91
34 Papua 16.25 17.03 21.24 19.94 20.16 6.13
INDONESIA 20.66 24.87 27.13 28.25 25.70 6.14
Sumber : BPS diolah Pusdatin

55
Buletin Konsumsi Pangan

7.3. Neraca Bawang Merah 2017 merupakan perkiraan yang


diasumsikan sama dengan tahun
Penyusunan neraca bawang merah sebelumnya. Berdasarkan hal ini maka
terbagi menjadi dua komponen yaitu penyediaan bawang merah pada tahun
komponen penyediaan dan penggunaan. 2018 adalah sebesar 1.31 juta ton.
Komponen penyediaan terdiri dari Berdasarkan uraian sebelumnya,
produksi, tercecer, benih (bibit), produksi konsumsi bawang merah dalam rumah
bersih (Rogol), impor dan ekspor. tangga tahun 2018 diprediksi sebesar 1,31
Sementara komponen penggunaan terdiri kg/kapita/tahun. Jika angka ini dikalikan
dari bahan baku industri, horeka & dengan jumlah penduduk pada tahun
warung dan yang tersedia untuk yang sama, maka besarnya konsumsi
dikonsumsi langsung oleh rumah tangga. bawang merah adalah 752,57 ribu ton.
Produksi bawang merah Indonesia Penggunaan bawang merah untuk
tahun 2018 (angka prognosa) dari Horeka merupakan kebutuhan hotel,
Prognosa Ketersediaan dan Kebutuhan restoran, katering dan warung adalah
Bawang Merah tahun 2018 bersumber sebesar 2.35 ribu ton dan untuk bahan
dari Prognosa Ditjen Hortikultura. Produksi baku industri sebesar 1.01 ribu ton.
bawang merah Indonesia pada tahun Secara rinci neraca bawang merah ini
2018 adalah sebesar 1,41 juta ton. Pada dapat dilihat pada Tabel 7.4 di bawah ini.
tahun 2018 impor bawang merah Secara umum pada periode 2013
diperkirakan sebesar 50 ton dan ekspor sampai 2018 penyediaan bawang merah
329 ton. penyediaan bawang merah nasional mengalami kenaikan. Keragaan
untuk benih (bibit) dan yang tercecer impor dan ekspor bawang merah pada
diasumsikan sebesar 10,00% dan 8,26% periode yang sama cenderung berfluktuasi
dari total produksi. Angka ini diambil dari dimana tahun 2013 tercatat impor
perhitungan produksi kotor Ditjen. tertinggi yaitu sebesar 96,14 ribu ton.
Hortikultura. Pada tahun 2018, Sementara ekspor tertinggi tercatat pada
penggunaan bawang merah untuk benih tahun 2015 sebesar 8,42 ribu ton.
adalah sekitar 1,41 ribu ton dan yang Konsumsi bawang merah oleh
tercecer sebesar 1,16 ribu ton. Perkiraan rumah tangga terlihat berfluktuasi dengan
ekspor dan impor 2018 ini dihitung kecenderungan meningkat. Pada tahun
berdasarkan realisasi sampai dengan 2013, angka konsumsi per kapita yang
bulan Maret angka prognosa 2018, dan digunakan dalam perhitungan neraca

56
Buletin Konsumsi Pangan
adalah angka koreksi berdasarkan data 2012 dianggap sama dengan tahun 2013
ketersediaan yang dipublikasikan melalui yaitu sebesar 2,06 kg/kapita/tahun
NBM. Angka konsumsi per kapita tahun

Tabel 7.4. Neraca Penyediaan dan Penggunaan Bawang Merah Tahun 2013 – 2018
Angka
No. Uraian 2013 2014 2015 2016 2017*) 2018**)
konversi
I Penyediaan 925,712 1,089,315 1,023,899 1,195,098 1,202,749 1,306,644
1. - Produksi ( Ton) 1,010,773 1,233,984 1,229,184 1,446,860 1,465,865 1,411,883
- Luas Tanam
- Tercecer 8.26% 83,490 101,927 101,531 119,511 121,080 116,622
- Benih/Bibit 10.00% 101,077 123,398 122,918 144,686 146,586 141,188
. Produksi bersih (Rogol) 90.00% 834,555 1,018,851 1,014,888 1,194,615 1,210,306 1,306,923
3. Impor (ton) 96,139 74,903 17,429 1,219 194 50
4. Ekspor (ton) 4,982 4,439 8,418 736 7,750 329
II Penggunaan (1+2) 755,021 921,648 986,350 1,052,456 1,079,500 1,089,552
1. Konsumsi Langsung (ton) (susenas x Jml Penduduk) 513,774 627,125 692,973 707,125 729,632 752,569
2. Penggunaan lainnya 241,248 294,523 293,377 345,331 349,867 336,983
- Bahan baku industri 72,593 88,624 88,280 103,913 105,278 101,401
- Horeka dan warung 168,654 205,898 205,097 241,418 244,589 235,582
III Neraca (I - II) 170,691 167,668 37,548 142,642 123,249 217,092
Keterangan
- Jumlah Penduduk (000 jiwa) 248,818 252,165 255,462 258,705 261,891 265,015
- Tingkat konsumsi Kg/kapita/tahun 2.06 2.49 2.71 2.73 2.79 2.84
Keterangan :
Angka konversi mengacu pada angka konversi yang digunakan dalam perhitungan NBM
Angka tingkat konsumsi kg/kapita/tahun menggunakan angka SUSENAS BPS
Sumber data ekspor - Impor adalah BPS
*) Produksi merupakan Angka sementara, Ditjen Hortikultura
**) Produksi merupakan Angka prognosa, Ditjen Hortikultura

57
Buletin Konsumsi Pangan

BAB IX. KONSUMSI DAN NERACA PENYEDIAAN - PENGGUNAAN


DAGING SAPI

T
ingkat konsumsi daging sapi dan tidak mencukupi; dan 5) menjaga
olahannya masyarakat Indonesia keseimbangan asam basa darah.
tahun 2002 sebesar 1,035 Anak-anak yang sering memakan
kg/kapita/tahun dan tahun 2017 menjadi bahan pangan yang mengandung protein
sebesar 2,51 kg/kapita/tahun. hewani akan terlihat tumbuh cepat,
Meningkatnya jumlah penduduk dan mempunyai daya tahan tubuh kuat, dan
adanya pola konsumsi serta selera cerdas dibanding dengan anak yang jarang
masyarakat telah menyebabkan konsumsi makan makanan berprotein tinggi. Tumbuh
daging secara nasional cenderung cepat ditandai dengan badannya berisi,
meningkat. Meningkatnya konsumsi daging segar dan lebih gemuk serta tinggi.
sapi mengakibatkan adanya peningkatan Sedangkan mempunyai daya tahan tubuh
Produk Domestik Bruto (PDB). Selama ini kuat biasanya ditandai dengan jarang
kebutuhan daging sapi di Indonesia sakit-sakitan dan aktif atau banyak
dipenuhi dari tiga sumber yaitu: sapi lokal, beraktifitas/lincah. Kemudian cerdas
sapi impor, dan daging impor (Hadi dan ditandai dengan pandai di sekolah dan
Ilham, 2000). cepat tanggap terhadap pertanyaan.
Manfaat daging sapi bagi tubuh Selain protein tersebut, lemak juga
manusia setiap 100 gram daging sapi bermanfaat bagi tubuh manusia, yaitu
mengandung protein 18,8 gram. Pada sebagai simpanan energi/tenaga. Lemak
tubuh makluk hidup seperti manusia, yang terdapat dalam daging sapi berfungsi
protein merupakan penyusun bagian besar sebagai sumber energi yang padat bagi
organ tubuh, seperti: otot, kulit, rambut, tubuh manusia, setiap gram lemak
jantung, paru-paru, otak, dan lain-lain. menghasilkan energi sebanyak 9 kkal.
Adapun fungsi protein yang penting bagi Selain itu lemak juga berfungsi bagi tubuh
tubuh manusia, antara lain untuk: 1) manusia untuk menghemat protein dan
pertumbuhan; 2) memperbaiki sel-sel yang thiamin, serta membuat rasa kenyang yang
rusak, 3) sebagai bahan pembentuk lebih lama. Konsumsi daging sapi langsung
plasma kelenjar, hormon dan enzim; 4) dapat dihitung dengan mengalikan
sebagian sebagai cadangan energi, jika konsumsi daging sapi per kapita dengan
karbohidrat sebagai sumber energi utama jumlah penduduk, dimana untuk data

58
Buletin Konsumsi Pangan

konsumsi per kapita menggunakan data kan bahwa yang dimaksud dengan daging
Susenas BPS. Daging sapi juga merupakan adalah bagian dari otot skeletal karkas
salah satu komoditas yang menjadi yang lazim, aman, dan layak dikonsumsi
andalan sub sektor Peternakan. oleh manusia, terdiri atas potongan daging
Salah satu program yang bertulang, daging tanpa tulang, dan daging
dicanangkan Kementerian Pertanian untuk variasi, berupa daging segar, daging beku,
mengakselerasi percepatan target atau daging olahan. Dengan demikian
pemenuhan populasi sapi potong dalam dapat dikategorikan menjadi tiga kategori
negeri yaitu UPSUS SIWAB. Program yaitu (a) daging sapi segar; (b) daging sapi
tersebut dituangkan dalam peraturan awetan dan (c) daging sapi dari makanan
Menteri Pertanian No. 48/Permentan/ jadi. Daging sapi segar terdiri dari daging
PK.210/10/2016 tentang Upaya Khusus sapi tanpa tulang, tetelan dan tulang,
Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan sementara daging sapi awetan terdiri dari
Kerbau Bunting yang ditanda tangani dendeng, abon, daging dalam kaleng, dan
Menteri Pertanian tanggal 3 Oktober 2016. lainnya (daging awetan). Daging sapi dari
Program ini bertujuan mewujudkan makanan jadi seperti soto/gule/sop/rawon,
komitmen pemerintah dalam mengejar sate, daging bakar dan lain-lain. Perlu
swasembada daging sapi yang ditargetkan dijelaskan khusus untuk konsumsi hati dan
tercapai pada 2026 dan mewujudkan jeroan dalam analisis ini tidak dihitung
Indonesia yang mandiri dalam pemenuhan sebagai konsumsi daging sapi karena
pangan asal hewan, dan sekaligus wujudnya sudah bukan daging sapi tapi
meningkatkan kesejahteraan peternak sudah masuk edibel oval. Dengan
rakyat. demikian konsumsi daging sapi dapat
Pendekatan pada kajian konsumsi diakumulasikan antara konsumsi daging
daging sapi ini adalah dengan pendekatan sapi segar ditambah konsumsi daging sapi
pengeluaran konsumsi di perkotaan dan awetan dan daging sapi dari makanan jadi.
perdesaan serta konsumsi perkapita di Dari Tabel 7.1 terlihat angka konversi
perdesaan dan perkotaan untuk terbesar adalah dendeng yaitu mencapai
menggambarkan konsumsi daging sapi di 2,5%, tetapi data untuk konsumsi dendeng
Indonesia. Selain konsumsi dalam wujud tahun-tahun sebelumnya tidak tersedia
daging sapi segar, data Susenas juga dalam Susenas, baru tahun 2017 data
mencakup konsumsi daging sapi dalam tersedia. Selain dendeng ada juga
bentuk yang diawetkan dan makanan jadi. konsumsi olahan daging sapi yang memiliki
Menurut konsep definisi Permentan konversi lebih besar 2% yaitu abon. Untuk
No.50/Permentan/OT.140/9/2011 dijelas- Data Susenas tahun 2015 dan 2016 ada 5

59
Buletin Konsumsi Pangan

(lima) olahan yang tidak tercakup dalam (5) Sate/Tongseng. Konversi daging sapi
susenas diantaranya (1) Dendeng (2) Abon lainnya secara rinci dapat dilihat pada
(3) Daging dalam kaleng (4) Tulang dan Tabel 9.1.

Tabel 9.1. Besaran Konversi Wujud Daging Sapi Segar, Awetan dan Makanan Jadi
Konversi Konversi ke Bentuk
No Janis Pangan Satuan (Gram) Bentuk asal Konversi

1 Daging sapi kg 1000 1.00 Daging


2 Dendeng kg 1000 2.50 Daging
3 Abon ons 100 2.00 Daging
4 Daging dalam kaleng kg 1000 1.00 Daging
5 Sosis, nugget, dag. asap, baso kg 1000 1.00 Daging
6 Lainnya (daging awetan) kg 1000 0.50 Daging
7 Tetelan kg 1000 0.20 Daging
8 Soto/gule/sop/rawon porsi 250 0.33 Daging
9 Ayam/Daging (goreng, bakar, dll)/2 potong 150 1.00 Daging

9.1 Perkembangan dan Prediksi pertumbuhan sebesar 33,31%. Tahun


Konsumsi Daging Sapi Total
2018 total konsumsi daging sapi diprediksi
dalam Rumah Tangga (di
Perdesaan dan Perkotaan) mengalami sedikit penurunan menjadi
2,505 kg/kapita/tahun atau turun sekitar
Konsumsi daging sapi total dalam
0,24%. Sementara pada tahun 2019 dan
bahasan ini terdiri dari konsumsi daging
2020 diprediksi masing-masing sebesar
sapi segar ditambah konsumsi daging sapi
2,623 kg/kapita/tahun dan 2,748
awetan dan daging sapi dari makanan
kg/kapita/tahun atau meningkat sebesar
jadi. Konsumsi daging sapi total periode
4,71% dan 4,77%.
tahun 2002-2017 berkisar antara 0,84-
Peningkatan konsumsi daging sapi
2,51 kg/kapita/tahun. Bila dicermati
total merupakan akumulasi dari daging
perkembangan konsumsi daging sapi
sapi (segar+olahan+awetan) menunjukan
selama periode tersebut diperoleh rata-
bahwa perkembangan konsumsi daging
rata sebesar 1,36 kg/kapita/tahun dengan
sapi tahun 2017 mengalami peningkatan
rata-rata pertumbuhan perkapita per
yang cukup signifikan yaitu 2,511
tahun sebesar 8,58%. Konsumsi daging
kg/kapita/tahun karen tersedianya data
sapi total paling tinggi selama periode
olahan seperti dendeng, abon, daging
tersebut terjadi pada tahun 2017
dalam kaleng, tulang dan sate/tongseng.
mencapai 2,511 kg/kapita/tahun dengan
Hal ini disebabkan karena penggunaan

60
Buletin Konsumsi Pangan
daging sapi banyak perlukan untuk sate/tongseng dan daging/ayam
memenuhi kebutuhan makanan seperti (bakar/goreng, dll).

Tabel 9.2. Perkembangan Total Konsumsi Daging Sapi**) Dalam Rumah Tangga di
Indonesia, 2002–2017 serta Prediksi 2018 – 2020

Konsumsi Konsumsi
T ahun Pertumb. (%)
Kg/Kap/Minggu Kg/Kap/T hn
2002 0.107 1.035
2003 0.097 1.024 -1.02
2004 0.109 1.137 11.05
2005 0.112 0.961 -15.51
2006 0.110 0.841 -12.49
2007 0.146 1.196 42.20
2008 0.158 1.187 -0.80
2009 0.151 1.118 -5.81
2010 0.159 1.214 8.62
2011 0.276 1.810 49.12
2012 0.187 1.752 -3.21
2013 0.162 1.156 -34.03
2014 0.174 1.221 5.65
2015 0.238 1.777 45.54
2016 0.253 1.884 6.01
2017 0.281 2.511 33.31
Rata-rata 0.170 1.364 8.58
2018*) 0.276 2.505 (0.24)
2019*) 0.288 2.623 4.71
2020*) 0.300 2.748 4.77
Sumber : Susenas, BPS
Keterangan: *) Angka Prediksi Pusdatin
**) Total konsumsi: penjumlahan konsumsi daging sapi segar, olahan dan awetan
a) Data tidak tersedia di SUSENAS 2015 dan 2016 (Dendeng, Abon, Daging dalam
kaleng, Tulang dan Sate/Tongseng)

3.000
2.748
2.511 2.623
2.505
2.500

2.000 1.810 1.884


(kg/kap/th)

1.752 1.777

1.500 1.221
1.196 1.214
1.035 1.137 1.187 1.156
1.118
1.024
0.961
1.000 0.841

0.500

0.000

Gambar 9.1. Perkembangan Konsumsi Daging Sapi**) Dalam Rumah Tangga di Indonesia,
2002 - 2020

61
Buletin Konsumsi Pangan

Apabila dilihat dari besaran dengan menggunakan pertumbuhan indeks


pengeluaran untuk konsumsi daging sapi harga konsumen (IHK) daging dan hasilnya
murni bagi penduduk Indonesia selama tahun dasar 2012=100, menunjukkan
lima tahun terakhir secara nominal pengeluaran riil untuk konsumsi daging
menunjukkan peningkatan yang positif. sapi murni. Pada tahun 2013 – 2017
Peningkatan pertumbuhan rata-rata konsumsi daging sapi murni secara riil
pengeluaran penduduk Indonesia untuk mengalami peningkatan sebesar 16,46%.
konsumsi daging sapi murni pada periode Hal ini menunjukan bahwa secara kuantitas
2013-2017 sebesar 21,82%, yakni dari Rp. juga terjadi peningkatan konsumsi per
22.473,-/kapita pada tahun 2013 menjadi kapita daging sapi murni penduduk
Rp. 47.031,-/kapita pada tahun 2017. Indonesia (Tabel 9.3 dan Gambar 9.2).
Besarnya pengeluaran tersebut,
setelah dikoreksi dengan faktor inflasi

Tabel 9.3. Perkembangan Pengeluaran Untuk Konsumsi Daging Sapi Murni dengan Harga
Nominal dan Riil Dalam Rumah Tangga di Indonesia, 2013-2017
Pengeluaran (Rupiah/kapita/tahun) Pertumbuhan
No Uraian
2013 2014 2015 2016 2017 (%)

1 Nominal 22,473.57 26,269.94 40,855.26 46,146.43 47,030.73 21.82


2 IHK 112.88 117.77 124.99 132.35 134.09 4.42
3 Riil 19,908.72 22,306.14 32,686.82 34,866.75 35,074.00 16.46

(Rupiah/kapita)
50,000.00

45,000.00

40,000.00

35,000.00

30,000.00

25,000.00

20,000.00

15,000.00
2013 2014 2015 2016 2017

Nominal Riil

Gambar 9.2. Pengeluaran untuk Konsumsi Daging Sapi Murni dengan Harga
Nominal dan Riil Dalam Rumah Tangga di Indonesia, 2013 - 2017

62
Buletin Konsumsi Pangan

Jika dilihat dari rata-rata konsumsi bahwa kota Jakarta masih menjadi
daging sapi murni per kapita per provinsi barometer untuk menentukan tingkat
pada periode tahun 2013-2017, rata-rata konsumsi tertinggi daging sapi murni.
nasional konsumsi daging sapi hanya Kemudian Provinsi Kepulauan Riau
sebesar 0,362 kg/kapita/tahun. Dari 34 menempati urutan ke 2 dengan konsumsi
provinsi di Indonesia hanya 10 provinsi daging sapi sebesar 0,729 kg/kapita/tahun.
yang tingkat konsumsi daging sapinya Urutan ketiga Provinsi Nusa Tenggara
diatas rata-rata nasional. Provinsi DKI Barat dengan konsumsi daging sapi
Jakarta merupakan provinsi tertinggi sebesar 0,615 kg/kapita/tahun, secara rinci
konsumsi daging sapi mencapai 1,06 dapat dilihat pada Tabel 8.3 dan Gambar
kg/kapita/tahun, dari sini dapat dilihat 8.3.

Tabel 9.3. Perkembangan konsumsi daging sapi murni dalam rumah tangga per provinsi di
Indonesia, 2013 – 2017
Konsumsi kg/kapita/minggu Konsumsi kg/kapita/tahun Rata-rata
No. Provinsi
2013 2014 2015 2016 2017 2013 2014 2015 2016 2017 2013-2017
1 ACEH 0.0044 0.0044 0.0039 0.0045 0.0039 0.2297 0.2274 0.2014 0.2346 0.2038 0.2194
2 SUMATERA UTARA 0.0024 0.0026 0.0039 0.0030 0.0029 0.1243 0.1376 0.2020 0.1539 0.1512 0.1538
3 SUMATERA BARAT 0.0100 0.0090 0.0106 0.0095 0.0112 0.5240 0.4671 0.5503 0.4973 0.5844 0.5246
4 RIAU 0.0062 0.0044 0.0062 0.0054 0.0052 0.3251 0.2312 0.3226 0.2808 0.2699 0.2859
5 JAMBI 0.0022 0.0026 0.0049 0.0056 0.0055 0.1122 0.1375 0.2534 0.2898 0.2853 0.2156
6 SUMATERA SELATAN 0.0046 0.0068 0.0058 0.0067 0.0054 0.2421 0.3547 0.3007 0.3472 0.2828 0.3055
7 BENGKULU 0.0081 0.0055 0.0067 0.0053 0.0057 0.4229 0.2866 0.3502 0.2772 0.2980 0.3270
8 LAMPUNG 0.0016 0.0028 0.0033 0.0030 0.0045 0.0815 0.1448 0.1743 0.1573 0.2349 0.1585
9 KEPULAUAN BABEL 0.0067 0.0051 0.0090 0.0066 0.0079 0.3505 0.2664 0.4708 0.3425 0.4141 0.3688
10 KEPULAUAN RIAU 0.0219 0.0071 0.0159 0.0117 0.0133 1.1427 0.3704 0.8277 0.6089 0.6959 0.7291
11 DKI JAKARTA 0.0122 0.0167 0.0229 0.0214 0.0285 0.6374 0.8720 1.1924 1.1154 1.4865 1.0607
12 JAWA BARAT 0.0041 0.0056 0.0096 0.0117 0.0115 0.2155 0.2936 0.4984 0.6082 0.5982 0.4428
13 JAWA TENGAH 0.0022 0.0022 0.0043 0.0039 0.0038 0.1151 0.1159 0.2231 0.2058 0.1966 0.1713
14 DI YOGYAKARTA 0.0034 0.0033 0.0062 0.0064 0.0051 0.1792 0.1715 0.3221 0.3332 0.2657 0.2543
15 JAWA TIMUR 0.0092 0.0073 0.0103 0.0122 0.0132 0.4784 0.3806 0.5353 0.6356 0.6887 0.5437
16 BANTEN 0.0053 0.0057 0.0124 0.0105 0.0099 0.2780 0.2989 0.6475 0.5468 0.5157 0.4574
17 BALI 0.0033 0.0024 0.0029 0.0027 0.0035 0.1709 0.1235 0.1532 0.1423 0.1824 0.1544
18 NUSA TENGGARA BARAT 0.0132 0.0111 0.0113 0.0116 0.0119 0.6871 0.5772 0.5889 0.6051 0.6192 0.6155
19 NUSA TENGGARA TIMUR 0.0073 0.0053 0.0069 0.0073 0.0088 0.3789 0.2783 0.3619 0.3795 0.4588 0.3715
20 KALIMANTAN BARAT 0.0048 0.0023 0.0044 0.0051 0.0031 0.2489 0.1183 0.2270 0.2664 0.1594 0.2040
21 KALIMANTAN TENGAH 0.0027 0.0016 0.0045 0.0056 0.0036 0.1425 0.0852 0.2345 0.2915 0.1869 0.1881
22 KALIMANTAN SELATAN 0.0019 0.0021 0.0076 0.0038 0.0033 0.0982 0.1118 0.3937 0.1984 0.1707 0.1946
23 KALIMANTAN TIMUR 0.0043 0.0055 0.0077 0.0092 0.0087 0.2254 0.2877 0.4038 0.4801 0.4526 0.3699
24 KALIMANTAN UTARA - - 0.0022 0.0030 0.0059 - - 0.1170 0.1569 0.3071 0.1936
25 SULAWESI UTARA 0.0020 0.0020 0.0024 0.0028 0.0030 0.1044 0.1062 0.1230 0.1457 0.1578 0.1274
26 SULAWESI TENGAH 0.0039 0.0026 0.0037 0.0029 0.0038 0.2012 0.1366 0.1922 0.1501 0.1998 0.1760
27 SULAWESI SELATAN 0.0017 0.0011 0.0031 0.0032 0.0037 0.0911 0.0598 0.1628 0.1653 0.1936 0.1345
28 SULAWESI TENGGARA 0.0017 0.0021 0.0027 0.0036 0.0032 0.0878 0.1096 0.1428 0.1881 0.1659 0.1388
29 GORONTALO 0.0029 0.0035 0.0057 0.0070 0.0052 0.1536 0.1824 0.2978 0.3639 0.2703 0.2536
30 SULAWESI BARAT 0.0009 0.0008 0.0008 0.0008 0.0009 0.0445 0.0420 0.0428 0.0435 0.0494 0.0444
31 MALUKU 0.0016 0.0009 0.0012 0.0016 0.0029 0.0810 0.0491 0.0640 0.0857 0.1490 0.0858
32 MALUKU UTARA 0.0005 0.0005 0.0013 0.0015 0.0022 0.0240 0.0237 0.0702 0.0766 0.1159 0.0621
33 PAPUA BARAT 0.0028 0.0042 0.0076 0.0040 0.0032 0.1454 0.2183 0.3986 0.2080 0.1652 0.2271
34 PAPUA 0.0033 0.0019 0.0042 0.0038 0.0057 0.1714 0.0997 0.2176 0.1995 0.2968 0.1970
INDONESIA 0.0052 0.0051 0.0078 0.0081 0.0085 0.2706 0.2663 0.4042 0.4237 0.4448 0.3619
Sumber : Susenas, BPS
Keterangan : '-' = tidak tersedia data

63
Buletin Konsumsi Pangan

(Kg/Kap/Th)
1.200

1.061

1.000

0.800
0.729
Axis Title

0.615
0.600 0.544
0.525

0.443 0.457

0.400 0.369 0.371 0.370 0.362


0.327
0.306
0.286
0.219 0.254 0.204 0.195 0.254 0.227
0.216 0.197
0.188 0.194 0.176 0.139
0.200 0.154 0.159 0.171 0.154
0.127 0.135 0.086
0.044 0.062

0.000

INDONESIA
RIAU

NTB

KATIM
NTT

SULTENG

GORONTALO
ACEH

SUMSEL

KALUT

SULSEL
LAMPUNG

JAKARTA
JABAR
JATENG
YOGYAKARTA

BANTEN
BALI
SUMUT

BENGKULU

KALBAR

SULUT

PAPUA BARAT
JAMBI

KEP. RIAU

JATIM

SULTRA

MALUKU
MALUKU UTARA
SUMBAR

KALTENG
KEP. BABEL

KALSEL

SULBAR

PAPUA
Gambar 9.3. Perkembangan Konsumsi Daging Sapi Murni Dalam Rumah Tangga Per Provinsi
di Indonesia, Rata-rata 2013 – 2017

9.2. Neraca Penyediaan dan perkiraan produksi daging sapi murni,


Penggunaan Daging Sapi di
Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan)
Indonesia
di konversi ke daging sapi dengan karkas
Dalam penyusunan neraca daging
dan jeroan. Penyediaan daging sapi
sapi ada beberapa data pendukung yang
Indonesia periode 2013-2017 mengalami
terkait dalam perhitungan penyediaan dan
peningkatan dengan rata-rata
penggunaan daging sapi keseluruhan.
pertumbuhan sebesar 4,44% per tahun.
Secara umum penyusunan neraca daging
Peningkatan tertinggi terjadi pada tahun
sapi didasarkan pada perhitungan
2017 dengan jumlah sebesar 650,38 ribu
prognosa yang dilakukan oleh Badan
ton, dimana produksi daging sapi dan
Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian
impor daging sapi juga mengalami
Pertanian. Penyediaan total daging sapi di
peningkatan. Produksi daging sapi di
Indonesa berasal dari produksi dalam
Indonesia periode tahun 2013-2017
negeri ditambah impor kemudian dikurang
mengalami kenaikan dengan rata-rata
ekspor. Ketersediaan data daging sapi saat
pertumbuhan sebesar 4,44% per tahun.
ini adalah hingga tahun 2017 (ASEM),
Produksi tahun 2018 angka perkiraan
kemudian untuk tahun 2018 merupakan
mengalami sedikit penurunan jika
angka produksi daging sapi lokal dan
dibandingkan tahun 2017 yaitu sebesar
kerbau sebesar 496.302 ton (angka

64
Buletin Konsumsi Pangan

419,412 atau menurun sebesar 19,26%. 98,00%. Pada tahun 2013 volume ekspor
Data ekspor dan impor tahun 2018 hanya sebesar 2 ton menjadi sebesar 29
menggunakan realisasi hingga bulan Maret ton pada tahun 2017. Komponen
2018. Cakupan kode HS yang digunakan penggunaan daging sapi di Indonesia
untuk data ekspor impor daging sapi hanya terdiri dari penggunaan sebagai
adalah : bahan makanan atau konsumsi langsung.
Kode HS Deskripsi Penggunaan daging sapi untuk konsumsi
'02011000 Karkas dan setengah karkas dari lembu segar
atau dingin langsung dihitung dengan mengalikan
'02012000 Potongan daging lainnya, bertulang dari lembu
tingkat konsumsi perkapita dengan jumlah
'02013000 Daging tanpa tulang dari lembu
'02021000 Karkas dan setengah karkas dari lembu, beku penduduk pada tahun yang bersangkutan.
'02022000 Potongan daging lainnya, bertulang
Pada tahun 2013-2017, penggunaan
'02023000 Daging tanpa tulang
'02102000 Daging binatang jenis lembu diasinkan dlm air daging sapi untuk konsumsi langsung
garam, dikeringkan atau diasapi
'16025000 Daging, sisa daging atau darah lainnya yang mengalami peningkatan, dengan rata-rata
diolah atau diawetkan dari binatang jenis
lembu pertumbuhan sebesar 24,21% per tahun.

Perkembangan volume impor Peningkatan penggunaan daging sapi ini

daging sapi di Indonesia periode 2013 – seiring dengan pertambahan jumlah

2017 mengalami kenaikan yaitu dari 45,51 penduduk Indonesia. Untuk Tahun 2018

ribu ton (2013) menjadi 118,64 ribu ton diprediksi akan mengalami kenaikan dari

(2017) atau rata-rata meningkat sebesar 657,72 ribu ton tahun 2017 menjadi

42,02% per tahun. Kenaikan volume impor 662,54 ribu ton tahun 2018. Secara rinci

tertinggi terjadi pada tahun 2016 yaitu penyediaan dan penggunaan daging sapi

sebesar 116,76 ribu ton dari 50,31 ribu ton tahun 2013 – 2018 dapat dilihat pada

pada tahun 2015 atau meningkat sebesar Tabel 9.4.

132, 09%. Pada periode tersebut, impor Neraca daging sapi Indonesia

terbesar terjadi pada tahun 2017, yaitu selama periode 2013-2016 menunjukkan

sebesar 118,65 ribu ton. Sementara surplus. Surplus terjadi dikarenakan

volume ekspor daging sapi Indonesia meningkatnya produksi daging sapi dalam

masih sangat kecil, pada periode tahun negeri dan ditambah impor, sementara

2013-2017 rata-rata volume ekspor hanya pada tahun 2017 mengalami defisit. Pada

sebesar 11 ton per tahun dengan rata-raa tahun 2018 diprediksi mengalami defisit.

peningkatan pertumbuhan sebesar

65
Buletin Konsumsi Pangan

Tabel 9.4 Penyediaan dan Penggunaan Daging Sapi, 2013-2018


Tahun
No. Uraian
2013 2014 2015 2016 2017*) 2018**)
A. PENYEDIAAN DAGING SAPI 550,329 574,555 556,963 635,231 650,375 511,904
- Produksi Daging Sapi (karkas + jeroan) Ton 504,818 497,670 506,661 518,484 531,757 496,302
- Impor (Ton) 45,513 76,887 50,309 116,761 118,647 15,607
- Ekspor (Ton) 2 3 7 15 29 5
B PENGGUNAAN DAGING SAPI 287,571 307,907 453,996 487,380 657,716 662,538
- Konsumsi Langsung (Konsumsi RT dan di Luar RT x Jumlah
Penduduk 287,571 307,907 453,996 487,380 657,716 662,538
Neraca (D-E) 262,758 266,648 102,967 147,851 -7,341 -150,635
- Jumlah Penduduk (000 jiwa) 248,818 252,165 255,462 258,705 261,891 265,015
- Kenaikan jumlah penduduk (%), rata-rata 1,63% 1.38 1.35 1.31 1.27 1.23 1.19
- Tingkat konsumsi Kg/kapita/tahun 1.16 1.22 1.78 1.88 2.51 2.50
*)
Keterangan : Produksi 2017 merupakan Angka Sementara, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan
**) Produksi daging sapi lokal dan kerbau tahun 2018 sebesar 496.302 ton (Angka Perkiraan, Ditjen. Peternakan dan Kesehatan Hewan),
**) Data ekspor-Impor tahun 2018 merupakan kumulatif data Januari-Maret 2018

9.3. Penyediaan Total Domestik penyediaan daging sapi berkisar antara


Daging Sapi beberapa Negara di
2,001 - 7,82 juta ton. Negara berikutnya
Dunia
adalah Meksiko, Pakistan, Turki dan
Menurut data USDA, negara Jepang dengan rata-rata total penyediaan
penyedia terbesar daging sapi selama daging sapi masing-masing di bawah 2
periode tahun 2013-2018 masih negara juta ton. Sementara Indonesia dengan
Amerika Serikat dimana mencapai 11,74 jumlah penduduk yang besar berdasarkan
juta ton per tahun atau sebesar 19,86% data Neraca Bahan Makanan rata-rata
sharenya terhadap total penyediaan penyediaan sebesar 569 ribu ton atau
daging sapi dunia. Negara terbesar sekitar 0,96% dari total penyediaan dunia
berikutnya adalah Brazil, China, Argentina, (Tabel 9.5 dan Gambar 9.3).
India dan Rusia dengan rata-rata total

66
Buletin Konsumsi Pangan

Tabel 9.5. Negara dengan Penyediaan Daging Sapi Terbesar di Dunia, 2013 – 2018
Total Ketersediaan (000 Ton) Share Kumulatif
No. Negara Rata-rata
2013 2014 2015 2016 2017 2018 (%) (%)
1 Amerika Serikat 11,608 11,241 11,276 11,678 12,046 12,592 11,740 19.86 19.86
2 Brazil 7,885 7,896 7,781 7,652 7,750 7,935 7,817 13.22 33.09
3 China 7,112 7,277 7,339 7,759 8,227 8,530 7,707 13.04 46.13
4 Argentina 2,664 2,503 2,534 2,434 2,537 2,565 2,540 4.30 50.43
5 India 1,919 2,018 2,294 2,436 2,401 2,400 2,245 3.80 54.22
6 Rusia 2,398 2,297 1,966 1,847 1,812 1,685 2,001 3.39 57.61
7 Meksiko 1,873 1,839 1,797 1,809 1,841 1,860 1,837 3.11 60.72
8 Pakistan 1,576 1,627 1,636 1,685 1,721 1,736 1,664 2.81 63.53
9 Turki 1,222 1,250 1,457 1,496 1,408 1,500 1,389 2.35 65.88
10 Jepang 1,232 1,225 1,186 1,215 1,277 1,314 1,242 2.10 67.98
Indonesia 550 575 557 635 650 445 569 0.96 68.94
Negara Lainnya 18,724 19,017 17,994 18,123 17,930 18,348 18,356 31.06 100.00
Total Dunia 58,763 58,765 57,817 58,769 59,600 60,910 59,104 100.00
Sumber: USDA diolah Pusdatin

Amerika Serikat
19.86%
Negara Lainnya
31.06%

Brazil
13.22%

Indonesia
0.96% China
13.04%
Jepang
2.10% Turki
2.35%
Pakistan Argentina
Meksiko India
2.81% Rusia 4.30%
3.11% 3.80%
3.39%

Gambar 9.3. Negara dengan Penyediaan Daging Sapi Terbesar di Dunia,


Rata-Rata 2013 - 2018

67
Buletin Konsumsi Pangan

BAB X. KONSUMSI DAN NERACA PENYEDIAAN - PENGGUNAAN


DAGING AYAM

D
aging ayam merupakan salah ayam lebih digemari masyarakat daripada
satu sumber bahan pangan daging-dagingan lainnya, karena harga
hewani, yang mengandung gizi yang relatif terjangkau dan mudah
yang cukup tinggi berupa protein dan diperoleh serta mudah diolah menjadi
energi. Daging ayam mengandung protein berbagai macam masakan.
18,2 gram, energi sebesar 302 kilokalori, Produksi daging ayam di Indonesia
karbohidrat 0 gram, lemak 25 gram, yang bersumber dari Direktorat Jenderal
kalsium 14 miligram, fosfor 200 miligram, Peternakan dan Kesehatan Hewan tahun
dan zat besi 2 miligram. Selain itu di 2017 (angka sementara) sebesar 2,92 juta
dalam daging ayam juga terkandung ton, dengan produksi sebesar 2,81 juta ton
vitamin A sebanyak 810 IU, vitamin B1 daging ayam ras dan 119,50 ribu ton
0,08 miligram dan vitamin C 0 miligram. daging ayam bukan ras/kampung.
Hasil tersebut diperoleh dari penelitian Sementara itu konsumsi daging ayam
terhadap 100 gram daging ayam, dengan dalam rumah tangga pada tahun 2016
jumlah yang dapat dimakan sebanyak 58% mencapai 1,45 juta ton.
(sumber : www.organisasi.org).
10.1. Perkembangan dan Prediksi
Setiap 100 gram daging ayam
Konsumsi Daging Ayam dalam
mengandung 74 persen air, 22 persen Rumah Tangga di Indonesia
protein, 13 miligram zat kalzium, 190
miligram zat fosfor dan 1,5 miligram zat Konsumsi perkapita daging ayam
besi. Daging ayam kaya akan vitamin A, menurut SUSENAS, dirinci menjadi daging
terutama ayam kecil. Selain itu, daging ayam ras pedaging dan ayam bukan ras
ayam juga mengandung vitamin C dan E. (ayam buras). Perkembangan konsumsi
Kadar lemak dalam daging ayam daging ayam ras di tingkat rumah tangga
tergolong rendah dan termasuk asam di Indonesia selama tahun 2002-2020 pada
lemak tidak jenuh, sehingga sangat ideal umumnya mengalami fluktuasi namun
bagi anak kecil, orang setengah baya dan cenderung meningkat dengan peningkatan
orang lanjut usia, penderita penyakit 6,31% per tahun, begitu juga untuk
pembuluh darah jantung dan orang yang konsumsi daging ayam buras pada periode
lemah pasca sakit. tersebut mengalami peningkatan rata-rata
Daging ayam lebih unggul daripada 2,01% per tahun. Peningkatan terbesar
daging sapi, kambing dan babi. Daging untuk daging ayam ras dan buras terjadi di

68
Buletin Konsumsi Pangan

tahun 2007 dimana konsumsi dalam rumah kg/kap/tahun. Penurunan konsumsi daging
tangga naik masing-masing sebesar 37,5% ayam buras rumah tangga terjadi di tahun
dan 30% dibandingkan tahun sebelumnya. 2005, 2006, 2008, 2009, 2012 dan 2013
Penurunan konsumsi daging ayam ras dengan penurunan konsumsi terbesar
rumah tangga terjadi di tahun 2004, 2006, terjadi pada tahun 2006 yaitu 33,33%.
2008, 2009 dan 2012 dengan penurunan Prediksi yang dilakukan untuk tahun 2017
konsumsi terbesar terjadi pada tahun hingga 2020 memperlihatkan bahwa
2006 yaitu 17,24%. Konsumsi daging ayam konsumsi daging ayam buras perkapita
ras tahun 2017 hingga 2020 diprediksikan mengalami sedikit peningkatan, dengan
akan mengalami penurunan hingga peningkatan terbesar terjadi tahun 2017
menjadi sebesar 4,56 kg/kapita pada tahun dibandingkan tahun 2015. Konsumsi
tahun 2020. daging ayam buras hingga tahun 2020
Rata-rata konsumsi daging ayam buras diprediksikan akan mengalami peningkatan
periode 2002–2017 sebesar 0,64244 8,15 kg/kapita/tahun

Tabel 10.1. Perkembangan Konsumsi Daging Ayam Dalam Rumah Tangga di Indonesia, 2002
– 2017 Serta Prediksi 2018 – 2020
(Kg/Kapita)
Konsumsi seminggu Konsumsi setahun
Tahun Daging ayam Daging ayam Daging ayam Pertumbuhan Daging ayam Pertumbuhan
ras buras ras (%) buras (%)
2002 0,0490 0,0140 2,5550 0,7300
2003 0,0590 0,0160 3,0764 20,41 0,8343 14,29
2004 0,0530 0,0170 2,7636 -10,17 0,8864 6,25
2005 0,0580 0,0150 3,0243 9,43 0,7821 -11,76
2006 0,0480 0,0100 2,5029 -17,24 0,5214 -33,33
2007 0,0660 0,0130 3,4414 37,50 0,6779 30,00
2008 0,0620 0,0110 3,2329 -6,06 0,5736 -15,38
2009 0,0590 0,0100 3,0764 -4,84 0,5214 -9,09
2010 0,0680 0,0120 3,5457 15,25 0,6257 20,00
2011 0,0700 0,0120 3,6500 2,94 0,6257 0,00
2012 0,0670 0,0100 3,4936 -4,29 0,5214 -16,67
2013 0,0700 0,0090 3,6500 4,48 0,4693 -10,00
2014 0,0765 0,0096 3,9880 9,26 0,4992 6,37
2015 0,0915 0,0116 4,7728 19,68 0,6027 20,73
2016 0,0980 0,0120 5,1100 7,07 0,6257 3,82
2017 0,1090 0,0150 5,6836 11,22 0,7821 25,00
Rata-rata 0,06900 0,01232 3,59791 6,31 0,64244 2,01
2018*) 0,0981 0,01404 5,1163 42,20 0,7321 13,96
2019*) 0,1026 0,01513 5,3495 4,56 0,7887 7,73
2020*) 0,1073 0,01636 5,5934 4,56 0,8530 8,15
Sumber: Susenas, BPS
Keterangan : *) Hasil prediksi Pusdatin

69
Buletin Konsumsi Pangan

11.22 42.20
6.00
Daging Ayam Ras
5.11
5.00 4.77
4.56 4.56

3.99
4.00 3.65
3.55 3.65
kg/kapita

3.44 3.49
3.23
3.08 3.02 3.08
3.00 2.76
2.56
2.50

2.00

1.00

0.00

Gambar 10.1. Perkembangan Konsumsi Daging Ayam Ras Dalam Rumah Tangga di
Indonesia, 2002 – 2017 dan prediksi tahun 2018 - 2020

2.00
Daging Ayam Buras
kg/kapita

1.00
0.89 0.85
0.83
0.78 0.78 0.79
0.73 0.73
0.68 0.63 0.63
0.63
0.57 0.60
0.52 0.52 0.52 0.50
0.47

0.00

Gambar 10.2. Perkembangan Konsumsi Daging Ayam Buras Dalam Rumah Tangga di
Indonesia, 2002 – 2017 dan prediksi tahun 2019 - 2020

Apabila dilihat dari besaran pengeluaran nominal penduduk Indonesia


pengeluaran untuk konsumsi daging ayam untuk konsumsi daging ayam ras pada
bagi penduduk Indonesia selama lima periode 2013 - 2017 sebesar 12,22%,
tahun terakhir menunjukkan peningkatan yakni dari Rp. 99.540 ribu/kapita pada
baik untuk daging ayam ras maupun tahun 2013 menjadi Rp. 157.636
daging ayam buras. Peningkatan rata-rata ribu/kapita pada tahun 2017.

70
Buletin Konsumsi Pangan

Sementara pengeluaran nominal khususnya dari daging ayam ras per kapita
penduduk Indonesia untuk konsumsi masyarakat Indonesia cenderung terus
daging ayam buras pada periode yang meningkat sebesar 11,60% per tahun
sama meningkat 20,04%, yakni dari Rp. Peningkatan konsumsi daging ayam
15.695 ribu/kapita pada tahun 2013 nasional didukung pertumbuhan jumlah
menjadi Rp. 32,448 ribu/kapita pada tahun penduduk dan peningkatan pengetahuan
2017. Berdasarkan data Survei Sosial gizi oleh masyarakat akan manfaat
Ekonomi Nasional (SUSENAS) mengkonsumsi protein hewani.
perkembangan konsumsi protein hewani

Tabel 10.2. Perkembangan Pengeluaran Nominal dan Riil Untuk Konsumsi Daging Ayam Ras
dan Buras Dalam Rumah Tangga di Indonesia, 2013 - 2017
Rata-rata
Pengeluaran (Rupiah/kapita)
No. Uraian Pertumb.
2013 2014 2015 2016 2017 (%)
Daging ayam ras

1 Nominal 99,540.71 110,208.38 128,584.29 145,217.86 157,636.86 12.22


2 IHK 112.88 117.77 124.99 132.35 134.09 4.42
3 Riil 88,180.37 93,579.33 102,878.40 109,721.91 117,563.41 7.46
Daging ayam buras

1 Nominal 15,695.00 19,417.33 24,663.57 28,000.71 32,448.17 20.04


2 IHK 112.88 117.77 124.99 132.35 134.09 4.42
3 Riil 13,903.77 16,487.50 19,732.44 21,156.43 24,199.40 14.97
Sumber : BPS diolah Pusdatin-Kementan
Keterangan : IHK Kelompok Daging dan Hasil-hasilnya

160,000

150,000

140,000

130,000
(Rupiah/Tahun)

120,000

110,000

100,000

90,000

80,000

70,000

60,000
2013 2014 2015 2016 2017

Nominal Ayam Ras Riil Ayam Ras

Gambar 10.2. Perkembangan Pengeluaran Nominal Dan Riil Untuk Konsumsi Daging Ayam
Ras Dalam Rumah Tangga di Indonesia, 2013-2017

71
Buletin Konsumsi Pangan

35,000

30,000
(Rupiah/Tahun)

25,000

20,000

15,000

10,000
2013 2014 2015 2016 2017

Nominal Ayam Bukan Ras Riil Ayam Bukan Ras

Gambar 10.3. Perkembangan Pengeluaran Nominal dan Riil Untuk Konsumsi Daging Ayam
Buras Dalam Rumah Tangga di Indonesia, 2013-2017

rumah tangga hasil Susenas daging ayam


10.2. Neraca Penyediaan dan
ras dikalikan dengan jumlah penduduk.
Penggunaan Daging Ayam di
Indonesia Sementara besaran konversi daging ayam
yang tercecer sebesar 5% terhadap
Penyusunan neraca penyediaan dan
penyediaan menggunakan faktor konversi
penggunaan daging ayam didasarkan atas
yang digunakan pada perhitungan Neraca
beberapa data dan asumsi. Perhitungan
Bahan Makanan Nasional.
penyediaan daging ayam merupakan
Perhitungan neraca penyediaan dan
penjumlahan dari angka produksi ditambah
penggunaan daging ayam ras di Indonesia
impor dan dikurangi ekspor. Produksi
tahun 2012 – 2017 tersaji pada Tabel 10.3.
daging ayam merupakan penjumlahan
Penyediaan daging ayam ras di Indonesia
produksi daging ayam ras pedaging dan
dari tahun 2012 – 2017 terus mengalami
ayam ras petelur.
peningkatan dengan rata-rata sebesar
Penggunaan daging ayam adalah
9,28%. Peningkatan penyediaan daging
untuk konsumsi langsung, tercecer serta
ayam tersebut lebih dikarenakan
sebagai bahan baku industri pengolahan
meningkatnya produksi dalam negeri.
daging ayam. Konsumsi langsung dihitung
Penggunaan daging ayam untuk konsumsi
berdasarkan penjumlahan data konsumsi
langsung juga mengalami peningkatan dari

72
Buletin Konsumsi Pangan

tahun ke tahun dikarenakan meningkatnya Daging ayam yang tercecer diasumsikan


jumlah penduduk dan juga tingkat sebesar 5% dari total penyediaan,
konsumsi per kapita mengalami sehingga dari tahun ke tahun terus
peningkatan sebesar 2,12%. Penggunaan meningkat seiring dengan meningkatnya
daging ayam ras untuk konsumsi langsung produksi. Selisih antara penyediaan
mencapai 985,382 ton pada tahun 2012 daging)
dan terus meningkat hingga tahun 2017
diprediksikan mencapai 3,22 juta ton.

Tabel 10.3. Neraca Penyediaan dan Penggunaan Daging Ayam Ras di Indonesia, 2013 – 2018
Tahun
No. Uraian Satuan
2013 2014 2015 2016 2017*) 2018**)
I PENYEDIAAN 1,575,472 1,642,697 1,731,524 2,016,226 3,286,132 3,565,505
1 Produksi daging ayam ras (pedaging + petelur) Ton 1,575,009 1,641,574 1,731,111 2,015,779 3,286,190 3,565,495
2 Impor Ton 463 1,123 417 456 254 312
3 Ekspor Ton 1 0 4 8 312 302
II PENGGUNAAN 1,024,953 1,131,516 1,219,257 1,321,983 3,229,115 3,267,639
1 Konsumsi Langsung (penduduk x tkt konsumsi) Ton 1,024,953 1,131,516 1,219,257 1,321,983 1,453,494 1,372,779
2 Konsumsi Luar Rumah Tangga 0 0 0 0 1,775,620 1,894,859
3 Penggunaan lainnya 0 0 0 0 0
III NERACA (I-II) 550,519 511,182 512,266 694,244 57,017 297,866
Keterangan
- Jumlah Penduduk Jiwa 248,818,100 252,164,800 255,461,700 258,705,000 261,890,900 265,015,300
- Tingkat konsumsi daging ayam ras kg/kapita 3.65 3.99 4.77 5.11 5.55 5.18
- Tingkat Konsumsi Daging Luar Rumah Tangga 0.00 0.00 0.00 0.00 6.78 7.15
Sumber : Data produksi dari Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan
Data ekspor, impor dan konsumsi langsung dari BPS
Keterangan : *) Angka sementara

Perhitungan neraca penyediaan dan ayam untuk konsumsi mengalami sedikit


penggunaan daging ayam ras di Indonesia penurunan. Penggunaan daging ayam
tahun 2013 – 2018 tersaji pada Tabel 10.3. buras untuk konsumsi langsung mencapai
Perkembangan produksi daging ayam ras mengalami penurunan konsumsi daging
pedaging di Indonesia periode 2013-2017 ayam buras yang dikonsumsi di hotel
berfluktuatif namun cenderung meningkat restoran, bahan baku industri, dan
dengan rata-rata pertumbuhan sebesar katering. Untuk melakukan estimasi
5,90% per tahun atau produksi daging konsumsi luar rumah tangga, diasumsikan
sebesar 1,68 juta ton. Peningkatan bahwa produksi daging ayam buras
penyediaan daging ayam tersebut lebih seluruhnya dikonsumsi, dikurangi daging
dikarenakan meningkatnya produksi dalam ayam yang tercecer/susut sekitar 5%,
negeri. Tahun 2018 penggunaan daging dikurangi konsumsi rumah tangga.

73
Buletin Konsumsi Pangan

Tabel 10.4. Neraca Penyediaan dan Penggunaan Daging Ayam Buras di Indonesia,
2013 – 2018
Tahun
No. Uraian Satuan
2013 2014 2015 2016 2017 2018*)
I PENYEDIAAN 319,601 297,653 299,773 315,538 296,189 301,990
1 Produksi daging ayam buras Ton 319,601 297,653 299,773 315,538 296,189 301,990
2 Impor Ton 0 0 0 0 0 0
3 Ekspor Ton 0 0 0 0 0 0
II PENGGUNAAN 116,767 125,872 153,958 161,875 162,578 140,000
1 Konsumsi Langsung (penduduk x tkt konsumsi) Ton 116,767 125,872 153,958 161,875 162,578 140,000
Konsumsi Luar Rumah Tangga 0 0 0 0 0 0
2 Penggunaan lainnya
III NERACA (I-II) 202,834 171,781 145,815 153,663 133,611 161,990
- Jumlah Penduduk Jiwa 248,818,100 252,164,800 255,461,700 258,705,000 261,890,900 265,015,300
- Kenaikan jumlah penduduk % 1.38 1.35 1.31 1.27 1.23
- Tingkat konsumsi daging ayam buras kg/kapita 0.47 0.50 0.60 0.63 0.62 0.53
Sumber : Data produksi dari Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan
Data ekspor, impor dan konsumsi langsung dari BPS
Keterangan : *) Produksi 2018 merupakan Angka sementara, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan

10.3. Penyediaan Daging Ayam 843 ribu ton per tahun atau 14,48% dari
Broiler di Beberapa Negara
total penyedian daging ayam broiler dunia.
Dunia
Korea menempati urutan ke-2
Menurut data USDA, rata-rata total dengan rata-rata total penyediaan sebesar
penyediaan konsumsi daging daging ayam 765 ribu ton dengan kontribusi terhadap
broiler dunia periode tahun 2011 – 2015 total penyediaan dunia sebesar 13,14%.
mencapai 83,41 juta ton. Pada periode ini Negara berikutnya adalah Chile yang
total penyediaan daging ayam broiler dunia memiliki kontribusi terhadap total
mengalami peningkatan dari tahun ke penyediaan dunia sekitar 10,91%. Negara
tahun. berikutnya adalah Guatemala dan Belarus
Lima negara dengan total penyediaan yang memiliki rata-rata total penyediaan
daging ayam broiler terbesar di dunia masing-masing sebesar 636 ribu ton dan
secara rinci tersaji pada Tabel 9.4. Lima 344 ribu ton. Pada periode yang sama,
negara tersebut adalah Iraq, Korea, Chile, penyediaan daging ayam broiler di
Guatemala dan Belarus. Rata-rata total Indonesia hanya 1,58 juta ton menempati
penyediaan daging ayam broiler di Iraq urutan ke-11 dengan kontribusi terhadap
pada periode tahun 2014 - 2018 mencapai total penyediaan dunia sebesar 1,88%.

74
Buletin Konsumsi Pangan

Tabel 10.3. Negara dengan penyediaan daging ayam broiler terbesar di dunia, 2014 – 2018
Share
No Negara 2014 2015 2016 2017 2018 Rata2 Share (%) kumulatif
(%)
1 Irak 837 793 846 851 890 843 14.48 14.48
2 Korea Selatan 895 963 991 976 1.02 765 13.14 27.61
3 Cili 567 606 646 670 690 636 10.91 38.53
4 Guatemala 295 333 351 363 378 344 5.90 44.43
5 Belarus 339 335 337 334 335 336 5.77 50.20
6 Kazakhstan 293 306 343 345 354 328 5.63 55.83
7 Hong Kong 309 320 352 298 357 327 5.62 61.45
8 Angola 400 261 244 304 340 310 5.32 66.77
9 Yordania 319 314 293 300 310 307 5.27 72.04
10 Iran 834.00 0.00 0.00 0.00 0.00 167 2.86 74.90
11 Kuba 219 258 264 309 381 286 4.91 79.82
12 Ghana 140 154 127 182 209 162 2.79 82.60
Lainnya 3,260 2,952 2,957 2,973 3,004 1,013 17.40 100.00
Total dunia 8,707 7,595 7,751 7,905 7,249 5,826 100.00
Sumber: USDA diolah Pusdatin
Ketera nga n : 2018 a ngka s ementara

Lainnya Irak
Ghana 14.48%
17.40%
2.79%
Kuba
4.91% Korea Selatan
13.14%
Iran
2.86%
Yordania
Cili
5.27%
10.91%

Belarus
5.77%
Angola
5.32%
Hong Kong Guatemala
5.62% Kazakhstan 5.90%
5.63%

Gambar 10.4. Negara Dengan Penyediaan Daging Unggas Terbesar Di Dunia,


Share Terhadap Rata-Rata 2014 – 2018

75
Buletin Konsumsi Pangan

BAB XI. KONSUMSI DAN NERACA PENYEDIAAN - PENGGUNAAN


GULA PASIR

Gula merupakan suatu karbohidrat yang instan, dapat meningkatkan


sederhana yang menjadi sumber energi kemampuan otak, sebagai obat depresi,
dan komoditi perdagangan utama. Gula dapat menyembuhkan luka dengan cepat
digunakan untuk mengubah rasa menjadi dari obat-obatan dan bagi penderita
manis dan paling banyak diperdagangkan tekanan darah rendah gula baik untuk
dalam bentuk kristal sukrosa padat. Gula dikonsumsi. Gula memang tidak
sebagai sukrosa diperoleh dari nira tebu, mengandung zat gizi lain, seperti protein,
bit gula atau aren. Gula pasir adalah vitamin atau mineral, juga tidak
bahan makanan dan minuman yang biasa mengandung serat. Tetapi sebagai bagian
dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. dari karbohidrat, gula adalah sumber
Gula pasir mengandung energi sebesar kalori penghasil energi (sebagai pemberi
364 kilokalori, protein 0 gram, karbohidrat tenaga) untuk aktivitas dan menjaga
94 gram, lemak 0 gram, kalsium 5 mg, proses metabolisme tubuh, serta
fosfor 1 mg dan zat besi 0 mg. Selain itu pertumbuhan sel-sel tubuh.
di dalam gula pasir juga terkandung
vitamin A, vitamin B1 dan vitamin C. 11.1. Perkembangan dan Prediksi
Konsumsi Gula Pasir Dalam
Selain gula pasir di Indonesia juga
Rumah Tangga di Indonesia
dikenal “Gula Kristal Rafinasi”, dalam
perdagangan dunia mempunyai nama Perkembangan konsumsi gula pasir
internasional yaitu “White Sugar”. Jenis di tingkat rumah tangga di Indonesia
gula tersebut di perdagangkan pada bursa selama tahun 2002-2017 pada umumnya
gula internasional di London. Gula Kristal mengalami penurunan dengan rata-rata
Rafinasi atau White Sugar dikonsumsi penurunan 1,7% per tahun. Penurunan
secara luas di seluruh dunia sebagai gula terbesar untuk gula pasir terjadi di tahun
meja atau digunakan sebagai bahan baku 2012 dimana konsumsi dalam rumah
pada industri makanan, minuman tangga turun sebesar 12,29%
dan industri farmasi dibandingkan tahun sebelumnya.
(http://www.agrirafinasi.org/tentang- Peningkatan konsumsi gula pasir dalam
gula/rahasia-gula). rumah tangga terjadi di tahun 2007, 2013
Manfaat gula untuk tubuh manusia 2015 dan 2016. Peningkatan pertumbuhan
antara lain gula merupakan sumber energi konsumsi terbesar terjadi pada tahun

76
Buletin Konsumsi Pangan
2016 yaitu 9,72% dengan konsumsi gula kebutuhan Konsumsi gula pasir sebesar
pasir sebesar 7,47 kg/kapita/tahun. 6,74 kg/kapita/tahun. Tahun 2019 dan
Sedangkan untuk konsumsi gula pasir 020 diprediksi relatif turun sebesar 1,34%
dalam rumah tangga tahun 2017 yaitu dan 1,36%, ini memperlihatkan bahwa
sebesar 6,95 kg/kapita/tahun. Prediksi konsumsi gula pasir perkapita belum ada
tahun 2018 untuk gula pasir mengalami peningkatan dan cenderung mengalami
penurunan sebesar 9,76% dengan penurunan semenjak tahun 2017.

Tabel 11.1. Perkembangan Konsumsi Gula Pasir Dalam Rumah Tangga di Indonesia,
2002 -2017 Serta Prediksi 2018- 2020
Konsumsi Pertumbuhan
Tahun
(%)
(ons/kapita/minggu) (kg/kapita/tahun)
2002 1.765 9.203
2003 1.739 9.068 -1.47
2004 1.712 8.927 -1.55
2005 1.704 8.885 -0.47
2006 1.541 8.035 -9.57
2007 1.654 8.624 7.33
2008 1.617 8.432 -2.24
2009 1.516 7.905 -6.25
2010 1.475 7.691 -2.70
2011 1.416 7.383 -4.00
2012 1.242 6.476 -12.29
2013 1.275 6.648 2.66
2014 1.229 6.409 -3.60
2015 1.305 6.805 6.18
2016 1.432 7.467 9.72
2017 1.333 6.949 -6.94
rata-rata 1.497 7.807 -1.679
2018*) 1.325 6.738 -9.76
2019*) 1.307 6.648 -1.34
2020*) 1.289 6.558 -1.36
Sumber: SUSENAS, BPS
Keterangan : *) Angka prediksi Pusdatin, Kementan

77
Buletin Konsumsi Pangan

Gambar 11.1. Perkembangan Konsumsi Gula Pasir Dalam Rumah Tangga di Indonesia,
2002 – 2020

Apabila dilihat dari besaran sedangkan pengeluaran riil sebesar


pengeluaran untuk konsumsi gula pasir Rp.73,987.52/kapita/tahun. IHK untuk
bagi penduduk Indonesia, maka tahun konsumsi gula pasir dimasukkan ke dalam
2013 – 2017 secara nominal menunjukkan kelompok minuman yang tidak beralkohol.
peningkatan sebesar 1,98%, yakni dari Hal ini menunjukkan bahwa secara
Rp. 86.140,00-/kapita pada tahun 2013 kuantitas, konsumsi per kapita gula
menjadi Rp. 92.698,35-/kapita/tahun pada penduduk Indonesia terjadi tendensi
tahun 2017. Sebaliknya setelah dikoreksi penurunan. Perkembangan pengeluaran
dengan faktor inflasi, pengeluaran untuk nominal dan riil konsumsi gula pasir dalam
konsumsi gula secara riil mengalami rumah tangga di Indonesia tahun 2013-
penurunan sebesar 2,59%. Pengeluaran 2017 secara rinci tersaji pada Tabel.11.2
Nominal gula pasir untuk tahun 2017 dan Gambar.11.2.
sebesar Rp 92,698.35/kapita/tahun,

Tabel 11.2. Perkembangan Pengeluaran Nominal dan Riil Rumah Tangga untuk Konsumsi
Gula Pasir, 2013 – 2017
Pengeluaran (Rupiah/kapita) Rata-rata
No. Uraian
2013 2014 2015 2016 2017 Pertumb.
1 Nominal 86,140.00 83,154.52 81,453.45 89,372.86 92,698.35 1.98
2 IHK 104.28 108.39 115.15 122.44 125.29 4.71
3 Riil 82,604.82 76,717.89 70,738.36 72,991.70 73,987.52 -2.59
Sumber : BPS diolah Pusdatin-Kementan
Keterangan : IHK Kelompok Minuman yang tidak beralkohol

78
Buletin Konsumsi Pangan
100,000

95,000

90,000
(Rupiah/Tahun)

85,000

80,000

75,000

70,000

65,000
2013 2014 2015 2016 2017

Pengeluaran Nominal Pengeluaran Riil

Gambar 11.2. Perkembangan Pengeluaran Nominal dan Riil Dalam Rumah Tangga Untuk
Konsumsi Gula Pasir di Indonesia, 2013 – 2017

11.2. Perkembangan Konsumsi Gula Kg/Kapita/Tahun, 10.326 Kg/Kapita


Pasir Dalam Rumah Tangga /Tahun dan 10.501 Kg/Kapita/Tahun dan
per Provinsi.
yang terrendah adalah provinsi Jawa Barat
sebesar 4.488 Kg/Kapita/tahun, DKI
Perkembangan konsumsi Gula Pasir di
Jakarta sebesar 5.273 Kg/kapita/tahun
Indonesia tahun 2013 mengalami
dan Banten 5.516 Kg/kapita/tahun.
kenaikan 2,64%, Tahun 2014 mengalami
Apabila di lihat dari sisi pertumbuhannya
penurunan 3,61%, sedangkan tahun
yang terbesar ada di DKI Jakarta, Provinsi
2015-2016 mengalami kenaikan masing-
Papua, Provinsi Jawa Barat dan Provinsi
masing 6,17% dan 9,71%, Tahun 2017
Jawa Tengah yang masing-masing
terjadi penurunan yaitu 6,93%. Pada
sebesar 10,31%, 7,56%, 3,91% dan
tahun 2013-2014 ada 33 provinsi di
3,65%. Sedangkan kebutuhan konsumsi
Indonesia sedangkan mulai tahun 2015
Gula Pasir yang mengalami penurunan
ada pemekaran atau penambahan 1
atau negativ adalah provinsi Sumatera
Provinsi yaitu Provinsi Kalimantan Utara.
Selatan, Kalimantan Barat dan Kalimantan
Dari 34 Provinsi kebutuhan konsumsi gula
Selatan dengan rata-rata pertumbuhan
pasir yang terbesar dari tahun 2013-2017
sebesar 1,40%, 1,55% dan 1,63%.
rata-rata konsumsi Kg/kapita/tahun
Perkembangan Konsumsi Gula Pasir dalam
adalah Provinsi Kalimantan Barat, Provinsi
rumah tangga Per Provinsi tahun 2013-
Kalimantan Tengah dan Provinsi
2017 secara rinci tersaji pada Tabel.11.3
Kalimantan Selatan masing-masing
dan Gambar.11.3.
kebutuhannya adalah 10.528

79
Buletin Konsumsi Pangan
Tabel 11.3. Perkembangan Konsumsi Gula Pasir Dalam Rumah Tangga Per Provinsi,
2013-2017
Konsumsi
Pertumbuhan (%)
No Provinsi (ons/kapita/minggu) (kg/kapita/tahun)
2013 2014 2015 2016 2017 2013 2014 2015 2016 2017 2013 2014 2015 2016 2017
1 ACEH 1.692 1.545 1.597 1.793 1.697 8.823 8.058 8.329 9.347 8.851 -3.21 -8.67 3.36 12.23 -5.31
2 SUMATERA UTARA 1.557 1.550 1.550 1.732 1.705 8.116 8.080 8.082 9.029 8.890 -1.53 -0.45 0.02 11.73 -1.54
3 SUMATERA BARAT 1.360 1.297 1.356 1.492 1.374 7.092 6.765 7.069 7.778 7.166 1.56 -4.62 4.50 10.03 -7.88
4 RIAU 1.850 1.665 1.925 1.778 1.698 9.647 8.681 10.037 9.271 8.854 6.89 -10.01 15.62 -7.63 -4.50
5 JAMBI 1.769 1.575 1.560 1.753 1.722 9.226 8.211 8.136 9.141 8.981 2.97 -11.01 -0.91 12.36 -1.75
6 SUMATERA SELATAN 1.987 1.862 1.830 1.866 1.849 10.362 9.708 9.541 9.731 9.643 -0.06 -6.32 -1.72 2.00 -0.91
7 BENGKULU 1.419 1.452 1.334 1.580 1.498 7.400 7.570 6.958 8.238 7.813 0.53 2.30 -8.08 18.41 -5.16
8 LAMPUNG 1.478 1.323 1.359 1.480 1.478 7.706 6.898 7.086 7.718 7.707 1.94 -10.49 2.73 8.92 -0.14
9 KEP. BANGKA 1.828 1.754 1.670 1.859 1.808 9.533 9.148 8.709 9.691 9.426 8.10 -4.04 -4.80 11.28 -2.73
10 BELITUNG
KEPULAUAN RIAU 1.826 1.747 1.940 1.918 1.678 9.521 9.110 10.116 9.999 8.752 17.65 -4.31 11.04 -1.17 -12.47
11 DKI JAKARTA 0.844 0.821 0.876 1.061 0.958 4.401 4.282 4.565 5.533 4.995 36.19 -2.72 6.63 21.18 -9.72
12 JAWA BARAT 0.617 0.527 0.608 0.764 0.656 3.215 2.748 3.172 3.985 3.419 7.19 -14.52 15.42 25.64 -14.20
13 JAWA TENGAH 1.212 1.231 1.328 1.492 1.354 6.318 6.420 6.926 7.779 7.058 5.69 1.62 7.87 12.32 -9.27
14 D I YOGYAKARTA 1.334 1.285 1.450 1.553 1.474 6.958 6.700 7.562 8.100 7.688 1.77 -3.71 12.86 7.13 -5.09
15 JAWA TIMUR 1.469 1.551 1.567 1.767 1.607 7.659 8.086 8.171 9.213 8.379 -0.64 5.58 1.05 12.75 -9.05
16 BANTEN 0.904 0.714 0.934 0.987 0.862 4.713 3.722 4.869 5.144 4.495 10.40 -21.03 30.80 5.66 -12.62
17 BALI 0.846 0.885 0.939 0.995 0.960 4.409 4.616 4.898 5.189 5.005 -2.69 4.68 6.11 5.95 -3.54
18 NUSA TENGGARA 1.007 0.924 1.155 1.129 1.104 5.253 4.818 6.022 5.887 5.756 0.41 -8.27 24.99 -2.25 -2.22
19 BARAT
NUSA TENGGARA 1.214 1.108 1.285 1.451 1.301 6.329 5.778 6.700 7.567 6.782 -2.29 -8.71 15.96 12.94 -10.38
20 TIMUR
KALIMANTAN BARAT 2.194 1.911 2.113 2.097 1.902 11.440 9.965 11.016 10.934 9.917 4.62 -12.90 10.55 -0.75 -9.30
21 KALIMANTAN TENGAH 2.048 2.115 2.010 2.178 1.952 10.679 11.027 10.479 11.359 10.179 4.36 3.26 -4.97 8.40 -10.39
22 KALIMANTAN SELATAN 2.070 2.007 2.240 2.177 2.047 10.793 10.463 11.679 11.350 10.672 -7.91 -3.06 11.62 -2.81 -5.97
23 KALIMANTAN TIMUR 1.708 1.557 1.417 1.592 1.666 8.907 8.117 7.387 8.301 8.685 1.01 -8.88 -8.99 12.37 4.62
24 KALIMANTAN UTARA - - 1.896 1.952 1.812 - - 9.884 10.176 9.448 - - 0.00 2.95 -7.16
25 SULAWESI UTARA 1.705 1.706 1.627 1.814 1.788 8.889 8.897 8.484 9.457 9.321 -0.33 0.09 -4.64 11.46 -1.44
26 SULAWESI TENGAH 1.695 1.576 1.631 1.738 1.663 8.841 8.220 8.506 9.060 8.671 -2.58 -7.02 3.48 6.51 -4.30
27 SULAWESI SELATAN 1.442 1.438 1.489 1.629 1.546 7.518 7.497 7.764 8.492 8.063 2.65 -0.28 3.56 9.37 -5.05
28 SULAWESI TENGGARA 1.378 1.357 1.409 1.402 1.341 7.186 7.073 7.349 7.310 6.991 -1.52 -1.57 3.89 -0.52 -4.36
29 GORONTALO 1.502 1.612 1.710 1.734 1.571 7.833 8.405 8.916 9.040 8.190 -8.22 7.30 6.08 1.39 -9.40
30 SULAWESI BARAT 1.462 1.548 1.566 1.633 1.515 7.622 8.073 8.163 8.514 7.898 -3.35 5.92 1.12 4.29 -7.24
31 MALUKU 1.456 1.553 1.548 1.610 1.550 7.593 8.100 8.070 8.395 8.084 -7.30 6.68 -0.36 4.02 -3.71
32 MALUKU UTARA 1.811 1.807 1.822 1.700 1.628 9.445 9.421 9.499 8.866 8.490 8.20 -0.26 0.83 -6.67 -4.24
33 PAPUA BARAT 1.575 1.506 1.555 1.591 1.751 8.210 7.853 8.109 8.293 9.130 2.54 -4.35 3.26 2.27 10.09
34 PAPUA 1.128 0.909 1.315 1.139 1.383 5.880 4.739 6.858 5.942 7.212 4.46 -19.41 44.73 -13.36 21.39
Indonesia 1.275 1.229 1.305 1.432 1.333 6.649 6.409 6.805 7.466 6.949 2.64 -3.61 6.17 9.71 -6.93
Sumber: SUSENAS, BPS

(Kg/Kapita/Tahun)
15.000

14.000

13.000

12.000

11.000 10.528 10.326 10.501

10.000 8.941 9.603 9.205


9.249 9.129 8.998 8.595
8.989
8.713 8.778 8.577 8.775
9.000 8.358
8.285 8.275
8.030 8.072 7.962
7.666 7.781 7.697
8.000 7.516 7.533
7.131
6.746
7.000
6.213
5.864 5.902
6.000 5.516
5.273
5.000 4.488

4.000

3.000

2.000

1.000
NUSA TENGGARA TIMUR

KALIMANTAN TENGAH
JAWA TIMUR

BALI

PAPUA BARAT
ACEH

RIAU

BENGKULU

DKI JAKARTA

BANTEN

KALIMANTAN TIMUR

MALUKU

PAPUA
SUMATERA BARAT

JAWA BARAT
JAWA TENGAH
JAMBI

D I YOGYAKARTA

KALIMANTAN UTARA

SULAWESI TENGAH

SULAWESI BARAT
SULAWESI TENGGARA

MALUKU UTARA
SUMATERA UTARA

LAMPUNG

KALIMANTAN SELATAN

SULAWESI UTARA

GORONTALO
KEP. BANGKA BELITUNG
KEPULAUAN RIAU

SULAWESI SELATAN
SUMATERA SELATAN

KALIMANTAN BARAT
NUSA TENGGARA BARAT

Gambar. 11.3. Perkembangan Rata-Rata Konsumsi Gula Pasir Dalam Rumah Tangga,
2013-2017

80
Buletin Konsumsi Pangan

11.3. Neraca Gula peningkatan sebesar 0,77%. Tahun 2018


mengalami penurunan cukup signifikan
Penyediaan gula pasir di Indonesia
sebesar 8,77% yaitu dari 7,82 juta ton
berasal dari produksi dalam negeri
Tahun 2017 menjadi 7,13 juta ton tahun
ditambah stok awal dan impor kemudian
2018. Besarnya penyediaan gula pasir ini
dikurangi ekspor. Data produksi berupa
juga disebabkan impor gula pasir yang
tebu dan raw sugar bersumber dari
cukup tinggi, impor yang dilakukan berupa
Direktorat Jenderal Perkebunan, data
gula rafinasi yang dibutuhkan untuk
produksi tersebut sebelumnya dikurang
industri. Untuk impor gula pasir tahun
tercecer sebesar 0,98% (Neraca Bahan
2014 mencapai 2,96 juta ton dengan
Makanan), sedangkan data impor dan
ekspor hanya sebesar 1,19 ribu ton, tahun
ekspor bersumber dari Badan Pusat
2015 - 2016 impor gula pasir masing-
Statistik (BPS).
masing sebesar 3,37 juta ton, 4,76 juta
Penyediaan gula dari tebu dalam
dengan ekspor masing-masing sebesar
negeri, dimana produksi gula terdiri dari
2,24 ribu ton dan 2,55 ribu ton. Pada
eks. tebu dan eks. raw sugar, tahun 2014
tahun 2017 impor gula pasir sebesar 4,47
produksi sebesar 2,58 juta ton dan tahun.
juta ton dengan ekspor sebesar 2,03 ribu
Produksi tebu dari tahun 2015-2017 terus
ton. Tahun 2018 (Triwulan I) perkiraan
mengalami penurunan rata-rata sebesar
Data impor sedikit menurun 731,4 ribu ton
8,68%. Sedangkan tahun 2018 produksi
dan ekspor sekitar 1,82 ribu ton. Dalam
tebu diperkirakan mengalami peningkatan
tulisan ini mengacu pada Buku Statistik
dari tahun 2017 sebesar 2,12 juta ton
Perkebunan Indonesia Komoditas Tebu
menjadi 2,20 juta tahun 2018 ton (Angka
dengan kode HS yaitu 17011300,
sangat sementara sumber dari Ditjen
17011400, 17019100, 17019910, dan
Perkebunan). Penyediaan gula pasir pada
17019990, dengan deskripsi dapat dilihat
tahun 2014-2017 rata-rata mengalami
pada Tabel 11.4.

Tabel. 11.4. Kode HS dan Deskripsi Data Ekspor Impor


Kode HS Deskripsi

Gula tebu atau gula bit dan sukrosa murni kimiawi, dalam Cane or beet sugar and chemically pure sucrose, in solid form.
17.01
bentuk padat.
- Gula kasar tidak mengandung tambahan bahan perasa atau
- Raw sugar not containing added flavouring or colouring matter:
pewarna:
1701.13.00.00 - - Gula tebu yang dirinci pada Catatan subpos 2 pada Bab ini - - Cane sugar specified in Subheading Note 2 to this Chapter
1701.14.00.00 - - Gula tebu lainnya - - Other cane sugar
- Lain-lain: - Other:
1701.91.00.00 - - Mengandung tambahan bahan perasa atau pewarna - - Containing added flavouring or colouring matter
1701.99 - - Lain-lain: - - Other:
- - - Gula murni: - - - Refined sugar:
1701.99.11.00 - - - - Putih - - - - White
1701.99.19.00 - - - - Lain-lain - - - - Other
1701.99.90.00 - - - Lain-lain - - - Other

81
Buletin Konsumsi Pangan

Penggunaan gula pasir di langsung pada tahun 2013 sebesar 1,65


Indonesia terutama adalah digunakan juta ton mengalami penurunan menjadi
sebagai bahan makanan atau konsumsi sebesar 1,62 juta ton pada tahun 2014,
langsung dalam rumah tangga, konsumsi pada tahun 2015 mengalami kenaikan
khusus, konsumsi industri rumah tangga, penggunaan gula konsumsi langsung
dan konsumsi bahan baku industri. menjadi sebesar 1,74 juta ton dan tahun
Konsumsi langsung dimana data diperoleh 2016 menjadi sebesar 1,93 juta ton,
dari hasil SUSENAS dikalikan dengan sementara pada tahun 2017 (angka
jumlah penduduk, konsumsi khusus yang perkiraan) konsumsi langsung menjadi
diperuntukan di hotel, restoran, katering sebesar 1,82 juta ton. Konsumsi khusus
dan rumah sakit (horeka), didapat dari (hotel, restoran, catering, RS) pada tahun
perkalian angka 3,06 kg/kap/tahun (2013 2013 sebesar 761,38 ribu ton dan
s/d 2015) dan 3,34 kg/kap/tahun tahun mengalami peningkatan menjadi sebesar
2016 (prognosa BKP) dikalikan dengan 864,07 ribu ton pada tahun 2016, pada
jumlah penduduk, begitu juga konsumsi tahun 2017 (angka perkiraan) menjadi
industri rumah tangga didapat dari sebesar 874,72 ribu ton.
perkalian angka 1,56 kg/kap/tahun (2013 Gula pasir untuk konsumsi industri
s/d 2015) dan 1,64 kg/kap/tahun tahun rumah tangga pada tahun 2013 sebesar
2016 dan tahun 2017 sumber prognosa 388,16 ribu ton mengalami peningkatan
BKP dikalikan dengan jumlah penduduk. menjadi sebesar 424,28 ribu ton pada
Konsumsi bahan baku industri non rumah tahun 2016 dan pada tahun 2017 (angka
tangga yaitu dari penjumlahan perkiraan) menjadi sebesar 429,50 ribu
ketersediaan dengan industri non ton. Konsumsi bahan baku industri non
makanan dalam kg/kap/tahun (NBM) rumah tangga pada tahun 2013 sebesar
dikurangi tingkat konsumsi rumah tangga 2,59 juta ton meningkat menjadi sebesar
(Susenas) ditambah tingkat konsumsi 4.36 juta ton pada tahun 2016 dan pada
horeka dan tingkat konsumsi industri tahun 2017 (angka perkiraan) mengalami
rumah tangga. sedikit penurunan menjadi sebesar 4,25
Dari perhitungan tersebut, maka juta ton.
penggunaan gula pasir yang di konsumsi

82
Buletin Konsumsi Pangan
Tabel 11.5. Neraca Gula Pasir tahun 2014 – 2018
No. Uraian 2013 2014 2015 2016 2017*) 2018**)
A. PENYEDIAAN GULA 4,257,651 4,204,767 4,555,174 5,575,925 5,715,147 1,977,745
Produksi (Ton) 3,011,868 2,794,637 2,561,829 2,204,619 2,121,295 2,200,000
- Eks. Tebu 2,551,026 2,579,173 2,497,997 2,204,619 2,121,295 2,200,000
- Eks. Raw Sugar 460,842 215,464 63,832 - - -
Stok Awal Tahun 914,060 1,240,157 1,182,400 816,592 1,245,000 1,248,197
Impor Gula (Ton) 3,344,304 2,965,801 3,375,010 4,761,885 4,472,179 731,369
Ekspor (Ton) 713 1,191 2,237 2,552 2,032 1,821

B. PENGGUNAAN GULA 2,803,736 2,781,243 2,918,675 3,220,877 3,124,358 3,161,633


- Konsumsi Langsung (penduduk x tkt konsumsi) 1,654,196 1,616,242 1,738,441 1,932,526 1,820,142 1,841,856
- Konsumsi Khusus (Hotel, restoran, catering, RS) 761,383 771,624 781,713 864,075 874,716 885,151
- Konsumsi industri rumah tangga 388,156 393,377 398,520 424,276 429,501 434,625

C. Neraca (A-B) 1,453,915 1,423,524 1,636,499 2,355,048 2,590,789 -1,183,888


Keterangan
- Jumlah Penduduk (jiwa) 248,818,100 252,164,800 255,461,700 258,705,000 261,890,900 265,015,300
- Kenaikan jumlah pnduduk (%), rata-rata 1,74% 1.38 1.35 1.31 1.27 1.23 1.19
- Tingkat konsumsi Kg/kapita/tahun (Susenas) 6.65 6.41 6.81 7.47 6.95 6.95
- Tingkat konsumsi horeka+RS Kg/kap/thn (Sucofindo) 3.06 3.06 3.06 3.34 3.34 3.34
- Tingkat konsumsi industri RT Kg/kap/thn (Sucofindo) 1.56 1.56 1.56 1.64 1.64 1.64
Keterangan :
*) Angka sementara **) Angka perkiraan
- Produksi Tebu 2016 menggunakan statistik perkebunan Tahun 2016, Direktorat Jenderal Perkebunan
- Produksi gula pasir tahun 2018 sebesar 2,20 juta ton (Ditjen Perkebunan, 2018). Tidak termasuk impor gula Tahun 2018 dan raw sugar diolah
menjadi gula pasir Tahun 2018
- Produksi Raw Sugar, bersumber dari DGI
- Stok awal tahun 2018 sebesar 1,25juta ton (Ditjen Perkebunan, 2018) Stok Fisik Digudang PG Tebu ditambah dengan Diluar Gudang PG/
- Data ekspor impor tahun 2014-2018 bersumber dari BPS (Kode HS:1701130000,1701140000,1701910000,1701991100,1701991900,
1701999000)
- Konsumsi langsung data Susenas Tw. 1, Tingkat Konsumsi khusus (Horeka) 2012 s.d 2015 : 3,06kg/kap/th,
2016 : 3,34 (kg/kap/th sumber prognosa BKP)
- Tingkat konsumsi Industri rumah tangga 2012 s.d 2015 :1,56 kg/kap/th, 2016 dan 2017 : 1,64 kg/kap/th (Sucofindo)
- Konsumsi industri non rumah tangga yaitu dari penjumlahan ketersedian dengan industri non makanan dlm kg/kap/tahun (NBM)
dikurangi tingkat konsumsi rumah tangga (Susenas) ditambah tingkat konsumsi horeka dan tingkat konsumsi industri rumah tangga
- Jumlah penduduk dari proyeksi penduduk Indonesia 2010-2035, BAPPENAS-BPS

Dari data penyediaan dan ton pada tahun 2016 di sebabkan karena
penggunaan gula pasir tersebut diatas penurunan produksi gula di dalam negeri,
maka neraca gula pasir mengalami sementara angka perkiraan pada tahun
surplus, dimana pada tahun 2013 surplus 2017 surplus gula pasir hanya sebesar 734
gula pasir sebesar 1,72 juta ton, menurun ribu ton. Surplus gula pasir ini
menjadi sebesar 1,47 juta ton pada tahun diperkirakan untuk kebutuhan industri
2014, sementara tahun 2015 mengalami lainnya. Secara rinci neraca gula pasir
penurunan menjadi sebesar 914 ribu ton, tahun 2013 – 2017 dapat di lihat pada
kemudian turun menjadi sebesar 278 ribu Tabel 11.5.

83
Buletin Konsumsi Pangan

Gambar 11.4. Neraca Gula Pasir di Indonesia, 2014 – 2018

11.4 Penyediaan gula pasir di atau 15,44% dari total penyedian gula
beberapa negara di Dunia
dunia.Dua negara berikutnya adalah Uni
Rata-rata penyediaan gula dunia Eropa dan Cina masing-masing sebesar
berdasarkan sumber USDA, periode tahun 18,74 juta ton dan 15,68 juta ton dengan
2014 – 2018 sebesar 172,022 juta ton. kontribusi terhadap total penyediaan
Pada periode ini total penyediaan gula dunia masing-masing sebesar 10,89% dan
dunia terlihat meningkat dari tahun ke 9,12%. Negara terbesar keempat dan
tahun. Kumulatif penyediaan gula ke-10 kelima adalah Amerika Serikat dan Brazil
negara terbesar mencapai 62,56% dari dengan kontribusi masing-masing sebesar
total penyediaan gula dunia. India 6,40% dan 6,25%. Negara lainnya
merupakan negara terbesar dalam memiliki kontribusi terhadap total
penyediaan gula pada periode tersebut. penyediaan dunia dibawah 4%.
Lima negara dengan total penyediaan Sementara Indonesia menempati urutan
terbesar di dunia secara rinci dapat dilihat ke-6 dengan rata-rata total penyediaan
pada Tabel 11.5. Ada 5 (Lima) negara gula sebagai bahan makanan sebesar 6,11
terbesar yang rata-rata ketersediaannya di juta ton per tahun atau 3,55% dari total
atas 5% yaitu India, Uni Eropa, Cina, penyediaan gula dunia. Persentase
Amerika Serikat, Brazil dengan rata-rata kontribusi total penyediaan gula tebu di
ketersediaan Rata-rata total penyediaan 10 negara terbesar di dunia dapat dilihat
gula di India pada periode tahun 2014 - pada Tabel 11.6. dan Gambar 11.5.
2018 mencapai 26,56 juta ton per tahun

84
Buletin Konsumsi Pangan
Tabel 11.6. Negara dengan Total Penyediaan Gula Pasir Terbesar di Dunia, 2013 – 2017
Ketersediaan (000 Ton) Share Kumulatif
No Negara Rata2
2013 2014 2015 2016 2017 2018 (%) (%)

1 India 26,023 26,500 26,800 25,500 26,500 27,500 26,560 15.44 15.44
2 Uni Eropa 18,500 18,700 18,700 18,700 18,800 18,800 18,740 10.89 26.33
3 Cina 15,300 15,600 15,800 15,600 15,700 15,700 15,680 9.12 35.45
4 Amerika Serikat 11,260 10,785 10,779 10,979 11,181 11,340 11,013 6.40 41.85
5 Brazil 10,722 11,400 10,500 10,550 10,600 10,670 10,744 6.25 48.10
6 Indonesia 5,400 5,400 5,600 6,323 6,500 6,700 6,105 3.55 51.65
7 Rusia 5,450 5,700 5,880 6,000 6,165 6,050 5,959 3.46 55.11
8 Pakistan 4,500 4,600 4,800 5,100 5,400 5,700 5,120 2.98 58.09
9 Meksiko 4,184 4,638 4,703 4,769 4,597 4,835 4,708 2.74 60.82
10 Mesir 2,495 2,900 2,930 2,950 3,050 3,100 2,986 1.74 62.56
Negara lain 55,761 61,839 63,066 64,302 65,632 67,198 64,407 37.44 100.00
Total Dunia 159,595 168,062 169,558 170,773 174,125 177,593 172,022 100.00
Sumber : USDA diolah Pusdatin

Gambar 11.5. Negara dengan Penyediaan Gula Terbesar di Dunia,


Rata-rata 2013 – 2017

85
Buletin Konsumsi Pangan

BAB XII. PENUTUP

1. Besarnya rata-rata pengeluaran per konsumsi beras total tahun 2017


kapita per bulan tahun 2017 untuk adalah 114,6 kg/kapita, ini merupakan
bahan makanan sebesar Rp. 527.956,- penjumlahan konsumsi rumah tangga
(50,94%) dan non makanan sebesar hasil SUSENAS ditambah dengan
Rp. 508.541,- (49,06%). Pengeluaran konsumsi di luar rumah tangga
untuk makanan ini sebagian besar (restoran, hotel, katering, rumah sakit,
dialokasikan untuk makanan dan lembaga pemasyarakatan, IMK dan
minuman jadi yang mencapai 32,69%, IBS). Berdasarkan neraca penyediaan
disusul rokok 12,42%, padi-padian dan penggunaan, tahun 2017 ada
sebesar 11,64%, sayur-sayuran surplus sekitar 17,39 juta ton yang
sebesar 8,03%, ikan sebesar 7,67%, diasumsikan merupakan beras yang
telur dan susu sebesar 5,56%, disimpan di masyarakat, yakni di
sementara kelompok makanan lainnya rumah tangga, penggilingan,
kurang dari 5%. pedagang beras, hotel, restoran,
2. Konsumsi kalori dan protein penduduk catering dan lain-lain.
Indonesia tahun 2017 adalah sebesar 4. Konsumsi jagung total setara pipilan
2.152,64 kkal dan 62,20 gram per merupakan penjumlahan dari jagung
kapita per hari. Sumber utama basah (dengan konversi 39%) dan
konsumsi kalori dan protein ini adalah pipilan. Tahun 2017 konsumsi per
dari kelompok padi-padian yang kapita jagung total sekitar 1.64
masing-masing mencapai 43,94% kg/kapita dengan total pengeluaran
(kalori) dan 39,55% (protein). nominal sebesar Rp. 7.449,72 (jagung
Kenaikan konsumsi kalori dan protein basah) dan Rp. 4.980,07 (jagung
terjadi pada hampir semua kelompok pipilan). Produksi jagung sebagian
barang, dimana tertinggi terjadi pada besar adalah untuk memenuhi
kelompok makanan dan minuman jadi. kebutuhan pakan baik pabrik pakan
3. Konsumsi setara beras dalam rumah maupun peternak mandiri (self-
tangga tahun 2017 adalah 1,87 mixing), berikutnya adalah untuk
kg/kapita/minggu atau setara dengan benih dan industri lainnya. Tahun
97,45 kg/kapita/tahun. Secara 2018 diperkirakan ada surplus sekitar
nominal besar pengeluarannya adalah 12,51 juta ton yang diperkirakan
Rp. 1,38 juta per kapita. Sementara merupakan stok di pabrik pakan untuk

86
Buletin Konsumsi Pangan
tiga bulan ke depan serta stok di tahun 2018 yang merupakan stok
industri lainnya. jangka pendek di pedagang di awal
5. Konsumsi setara kedelai biji kering tahun.
dihitung dari penjumlahan konsumsi 7. Konsumsi per kapita tahun 2017 untuk
tahu, tempe dan kecap yang telah daging sapi dan daging ayam adalah
dikonversi. Tahun 2017 besarnya 2,51 kg (setara daging sapi untuk
adalah 7,59 kg/kapita dengan makanan olahan) dan 5,68 kg (daging
pengeluaran nominal Rp. 146.149,01. ayam ras). Sementara besarnya
Penyediaan kedelai masih didominasi pengeluaran nominal per kapita adalah
oleh kedelai impor. Tahun 2018 Rp.47.030,73 (setara daging sapi
diperkirakan ada surplus sekitar 1,04 murni) dan Rp.157.636,86 (daging
juta ton yang diperkirakan merupakan ayam ras). Daging sapi merupakan
stok pedagang dan industri. salah satu komoditas pertanian yang
6. Konsumsi per kapita cabai tahun 2017 diperkirakan masih defisit di taahun
adalah sebesar 1,77 kg (cabai merah) 2018.
dan 1,49 kg (cabai rawit) dengan total 8. Konsumsi gula pasir dalam rumah
pengeluaran nominal per kapita tangga per kapita tahun 2017 adalah
sebesar Rp.81.359,-. Sementara 6,95 kg dengan nominal pengeluaran
konsumsi bawang merah sekitar 0,49 Rp.92.698,35. Pemenuhan kebutuhan
kg dengan pengeluaran Rp.76.233,62. gula masih didominasi oleh gula
Berdasarkan neraca penyediaan dan impor, dan penggunaannya sebagian
penggunaannya akan ada surplus di besar untuk industri besar dan sedang.

87
Buletin Konsumsi Pangan

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous, 1970. Isi Kandungan Gizi Daging Ayam. http://www.organisasi.org/1970


/01/isi-kandungan-gizi-daging-ayam-komposisi-nutrisi-bahan-makanan.html.
[terhubung berkala].

Anonimous, 2013. Analisis Permintaan Daging Ayam pada Tingkat Rumah Tangga.
https://jurnalee.files.wordpress.com/2013/08/analisis-permintaan-daging-
ayam-pada-tingkat-rumahtangga-di-kecamatan-tobelo-kabupaten-halmahera-
utara.pdf. [terhubung berkala].

Anonimous, 2015. Bensin dari Jagung Sebagai Alternatif Sumber Energi Masa Depan.
https://www.kompasiana.com/omgitsamri/bensin-dari-jagung-sebagai-
alternatif-sumber-energi-masa-depan_552909eb6ea834b31f8b4586
[terhubung berkala].

Anonimous, 2017. FAO Statistics. http://faostat.fao.org/site/609/default.aspx#ancor.


[terhubung berkala].

Anonimous, 2017. Upaya Kementan. http://www.majalahinfovet.com/2017/06/


begini-upaya-kementan-wujudkan.html [terhubung berkala].

Anonimous, 2018. Rahasia Gula. http://www.agri-rafinasi.org/tentang-gula/rahasia-


gula. [terhubung berkala].

Anonimous, 2018. Custom Query. http://apps.fas.usda.gov/psdonline/psdQuery.aspx


[terhubung berkala].

Anonimous, 2018. Lebih Sehat Dengan 6 Makanan Alternatif Pengganti Nasi.


https://adira.co.id/lebih-sehat-dengan-6-makanan-alternatif-pengganti-nasi/
[terhubung berkala].
Badan Pusat Statistik. Survei Sosial Ekonomi Nasional, Pengeluaran untuk Konsumsi
Penduduk Indonesia tahun 2017. Jakarta.

Badan Pusat Statistik. Survei Sosial Ekonomi Nasional, Konsumsi Kalori dan Protein
Penduduk Indonesia tahun 2017. Jakarta.

Badan Ketahanan Pangan. Kementerian Pertanian. Neraca Bahan Makanan


Indonesia Tahun 1993 sampai dengan Tahun 2017. Jakarta.

Kasryno, et al. 2007. Gambaran Umum Ekonomi Jagung Indonesia. Puslitbang TP.
Jakarta.

Suarni dan Widowati, S. 2007. Struktur, Komposisi, dan Nutrisi Jagung. Balai
Penelitian Tanaman Serealia. Maros

88

Anda mungkin juga menyukai