Disusun oleh :
Kelompok 6
Andrea Setiawan (H0917018)
As-salamah Karomatusy Syifa (H0917022)
Hidayatus Solechah (H0917039)
Rafika Andriyati Nur Annisa (H0917068)
Vanessa Gema Elisabeth (H0917084)
Yuvia Audy S (H0917087)
A. TUJUAN
Tujuan praktikum acara I “Pengemasan dan Penyimpanan Daging“
yaitu mahasiswa mampu mempelajari pengaruh pengemasan vakum dan non
vakum pada penyimpanan suhu kamar, refrigator (suhu dingin), dan freezer
(suhu beku) terhadap mutu daging meliputi pH daging, volume cairan, dan
karakteristik sensori (warna dan aroma).
B. TINJAUAN PUSTAKA
Pengemasan disebut juga pembungkusan, pewadahan atau
pengepakan, dan merupakan salah satu cara pengawetan bahan hasil
pertanian, karena pengemasan dapat memperpanjang umur simpan bahan.
Pengemasan adalah wadah atau pembungkus yang dapat membantu
mencegah atau mengurangi terjadinya kerusakan-kerusakan pada bahan yang
dikemas / dibungkusnya. Ruang lingkup bidang pengemasan saat ini juga
sudah semakin luas, dari mulai bahan yang sangat bervariasi hingga model
atau bentuk dan teknologi pengemasan yang semakin canggih dan menarik.
Bahan kemasan yang digunakan bervariasi dari bahan kertas, plastik, gelas,
logam, fiber hingga bahan-bahan yang dilaminasi. Namun demikian
pemakaian bahan-bahan seperti papan kayu, karung goni, kain, kulit kayu ,
daun-daunan dan pelepah dan bahkan sampai barang-barang bekas seperti
koran dan plastik bekas yang tidak etis dan hiegenis juga digunakan sebagai
bahan pengemas produk pangan. Bentuk dan teknologi kemasan juga
bervariasi dari kemasan botol, kaleng, tetrapak, corrugated box, kemasan
vakum, kemasan aseptik, kaleng bertekanan, kemasan tabung hingga kemasan
aktif dan pintar (active and intelligent packaging) yang dapat menyesuaikan
kondisi lingkungan di dalam kemasan dengan kebutuhan produk yang
dikemas (Julianti dan Mimi, 2006).
Pengemasan daging memegang peranan penting dalam mencegah atau
mengurangi kerusakan oleh mikroorganisme serta gangguan fisiko Pengaruh
lain dari kemasan plastik adalah melindungi produk dari perubahan kadar air
karena bahan kemasan dapat menghambat terjadinya penyerapan uap air dari
udara (Loekmanet dkk., 1991). Jenis plastik yang populer digunakan untuk
pengemasan daging yaitu PE (polyethylen) dan PP (polyprophylen) karena
kedua jenis plastik ini selain harganya murah, mudah ditemukan di pasaran,
juga memiliki sifat umumyang hampir sarna. Plastik PE tidak menunjukkan
perubahan pada suhu maksimum 93°C - 121°C dan suhu minimum -46°C -
(-5°C), namun memiliki permeabilitas yang cukup tinggi terhadap gas-gas
organik sehingga masih dapat teroksidasi apabila disimpan dalam jangka
waktu yang lama (Yanti dkk., 2008).
Menurut Wheaton dan Lawson (1985) bahan ketnasan plastik yang
paling banyak digunakan adalah plastik PE karena mempunyai harga relatif
murah, mempunyai komposisi kimia yang baik, resisten terhadap lemak dan
minyak, tidak menimbulkan reaksi kimia terhadap makanan, mempunyai
kekuatan yang baik dan cukup kuat untuk melindungi produk dari perlakuan
kasar. Selama penyimpanan, mempunyai daya serap yang rendah terhadap
uap air, serta tersedia dalam berbagai bentuk.
C. METODOLOGI
1. Alat
a. Alat vakum
b. Freezer
c. gelas beaker
d. pH indicator universal
e. Pisau
f. Plastik
g. Refrigator
h. Talenan
2. Bahan
a. Daging sapi
b. Air suling
3. Cara Kerja
Daging sapi
Pengukuran pH daging
D. PEMBAHASAN
Pengemasan merupakan suatu usaha yang bertujuan untuk melindungi
bahan pangan dari penyebab-penyebab kerusakan baik fisik, kimia, biologis
maupun mekanis sehingga dapat sampai ke tangan konsumen dalam keadaan
baik dan menarik. Bahan kemasan yang digunakan bervariasi dari bahan
kertas, plastik, gelas, logam, fiber, hingga bahan-bahan yang dilaminasi.
Bentuk dan teknologi kemasan juga bervariasi dari kemasan botol, kaleng,
tetrapak, corrugated box, kemasan vakum, kemasan aseptik, kaleng
bertekanan, kemasan tabung hingga kemasan aktif dan pintar (active and
intelligent packaging) yang dapat menyesuaikan kondisi lingkungan di dalam
kemasan dengan kebutuhan produk yang dikemas (Opara, 2013).
2. Mengendalikan Suhu
Tingkat suhu tertentu dan fluktuasi suhu sangat mempengaruhi
mutu produk. Sesuai dengan kaidah Arhenius yaitu setiap kenaikan suhu
sebesar 100C terjadi kenaikan kecepatan reaksi sebanyak dua kali.
Pengaruh suhu dapat dihindari dengan memberi isolator (penghambat
panas) pada kemasan. Untuk produk yang peka seperti daging harus
disimpan pada suhu rendah -180C sampai 0,50C guna mencegah
kristalisasi es, pertumbuhan bakteri psikrofilik. Sebaiknya dikemas
dengan foil atau saran (PVDC atau poliviniliden khlorida).
3. Pengaturan Atmosfer
Pengemasan dan Penyimpanan Oksigen menyebabkan oksidasi
terutama pada produk pangan yang mempunyai kandungan lemak dan
vitamin yang peka terhadap oksidasi seperti Vitamin A dan C.
Permeabilitas oksigen dapat terjadi melalui poripori film atau laminat.
Reaksi oksidasi yang dapat menyebabkan perubahan warna seperti pada
daging atau perubahan rasa dan aroma seperti pada minyak atau lemak,
dapat dicegah dengan cara-cara berikut:
a. Pengaturan kadar oksigen
Untuk produk-produk yang peka terhadap oksidasi seperti susu,
minyak dan lemak dapat disimpan dengan mengatur konsentrasi
oksigen sekitar 3 - 5 persen. Ambang batas respirasi bahan segar
memerlukan oksigen 2 persen. Di bawah konsentrasi ini produk akan
rusak.
b. Pengaturan kadar CO2
Beberapa komoditi pertanian dapat disimpan segar dengan mengatur
CO2 5 - 10 persen, kecuali apel, tomat dan jeruk. Pada apel terjadi
reaksi pencokelatan sedangkan pada tomat dan jeruk terjadi
pembusukan.
c. Pengemasan dalam Gass tight packs
Komoditi seperti keju, makanan bayi, sebaiknya dikemas dalam
kemasan hermetis dan vakum, untuk menekan sekecil-kecilnya
kandungan oksigen.
Color analyzer adalah suatu alat ukur digital yang digunakan untuk
menquantify warna pada benda dalam satuan angka dan untuk menganalisis
dan mengidentifikasi warna yang terdiri dari modul pencahayaan, modul
pengenalan warna, modul pemrosesan data dan modul tampilan. Color
analyzer menggunakan sensor fotodioda, seperti halnya fungsi color matching
retina mata manusia yang bisa mendeteksi tiga nilai warna primer
(Qiaoyi et al., 2014). Prinsip kerja dari color analyzer ini adalah interaksi
antara energi cahaya diffus dengan atom atau molekul dari bahan yang
dianalisis. Color analyzer memiliki ruang pengukuran yang berfungsi untuk
tempat mengukur warna objek dengan diameter tertentu dan ruang
pengolahan data dimana input dari objek yang diamati akan diolah menjadi
sebuah output. ruang pengukuran yang dimiliki masing-masing color analyzer
berbeda-beda tergantung pada diameter objek. Color analyzer menggunakan
lampu xenon sebagai sumber cahayanya yang nantinya akan menembak
permukaan sampel dan akan dipantulkan menuju sensor spektral (Candra
dkk., 2014).
Menurut Syarief dan Hilid (1993), pengemasan dapat dibedakan
menjadi pengemasan vakum dan non vakum. Pengemasan vakum pada
prinsipnya merupakan pengeluaran gas dan uap air dari produk yang dikemas,
sedangkan pengemasan nonvakum adalah tanpa mengeluarkan gas dan uap
air yang terdapat dalam produk. Oleh karena itu, pengemasan vakum
cenderung menekan pertumbuhan bakteri dibandingkan kondisi tidak vakum.
Pengemasan vakum adalah sistem pengemasan hampa udara dimana
tekanannya kurang dari 1 atm dengan cara mengeluarkan O2 dari proses masa
simpan, sehingga memperpanjang umur simpan. Proses pengemasan vakum
ini dilakukan dengan cara memasukkan produk ke dalam kemasan plastik
yang diikuti dengan pengontrolan udara menggunakan mesin pengemas
vakum (Vacum Packager), kemudian ditutup dan disealer. Fungsi
pengemasan vakum adalah meniadakan udara dalam kemasan dimana dengan
ketiadaan udara dalam proses penyimpanan, maka kerusakan akibat oksidasi
dapat dihilangkan sehingga kesegaran produk akan lebih bertahan 3 - 5 kali
lebih lama atau disebut juga dengan memperpanjang umur simpan yang
dikemas daripada produk yang yang disimpan dengan nonvakum (Jay, 1996).
Pengemasan nonvakum adalah pengemasan biasa yang tidak dikontrol udara
yang masuk dalam kemasan tersebut. Dimana prinsipnya tanpa mengeluarkan
gas dan uap air yang terdapat pada produk yang dikemas (Adawiyah dkk,
2016). Klemahan metode masa simpan ini adalah ada kemungkinan sealing
yang kurang sempurna, masih ada celah sehingga udara atau uap air dapat
masuk, karena heat sealer dioperasikan secara manual (Rahmadana, 2013).
Penyimpanan daging pada suhu ruang dapat menyebabkan adanya
interaksi yang nyata terhadap kenaikan susut bbobot daging. Semakin lama
penyimpanan pada suhu ruang, semakin banyak basa yang dihasilkan akibat
semakin meningkatnya aktivitas mikroorganisme yang pada akhirnya
mengakibatkan terjadinya pembusukan. Proses pembusukan akan diikuti
peningkatan pH, dan peningkatan pertumbuhan bakteri (Jay, 1978). Bakteri
akan berkembang dengan membelah diri menjadi dua kali lipat setiap 30
menit sehingga semakin lama daging dipaparkan pada suhu ruang, bakteri
akan terus berkembangbiak pada daging dalam waktu yang relatif cepat. Total
bakteri dapat meningkat mencapai 100 kali lipat atau lebih saat disimpan pada
suhu ruang dalam waktu yang lama (Chye et al., 2004).
E. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Acara
I “Pengemasan dan Penyimpanan Daging” dapat disimpulkan bahwa daging
sapi yang dikemas dalam kemasan vakum akan memiliki warna merah
keunguan. Penyebabnya adalah ketiadaan oksigen di dalam kemasan vakum.
Sedangkan daging yang dikemas secara non-vakum dan yang dikeluarkan
dari kemasan vakum dan kontak dengan udara, maka warna permukaan
daging akan menjadi merah terang karena terjadinya oksigenasi mioglobin
menjadi oksimioglobin. Pada hasil nilai volume air, kadaar air tertinggi
berada pada daging yang disimpan pada suhu ruang. Sedangkan nilai pH
daging cenderung konstan karena glikogen tidak mengalami perombakan.
DAFTAR PUSTAKA