Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengawetan makanan/minuman dapat dilakukan dengan berbagai macam cara :
pendinginan/pembekuan, pengeringan, pengasapan, penggaraman, pemanasan (pasteurisasi,
sterilisasi) dan penambahan bahan pengawet kimia. Semua cara tersebut mempunyai tujuan
yang sama, yaitu untuk menhancurkan atau mengahmbat pertumbuhan mikroba pembusuk.
Dalam hal makanan kaleng atau minuman dalam karton, maka cara pengawetan yang
dilakukan adalah dengan proses pemanasan (sterilisasi).
Pengalengan merupakan cara pengawetan bahan pangan dalam wadah yang tertutup rapat
dan disterilkan dengan panas. Cara pengawetan ini merupakan yang paling umum dilakukan
karena bebas dari kebusukan, serta dapat mempertahankan nilai gizi, cita rasa dan daya tarik.
Proses pemanasan kaleng yang dianggap aman adalah yang dapat menjamin bahan makanan
tersebut telah bebas dari karena bakteri tersebut menghasilkan toksin yang mematikan dan
paling tahan terhadap pemanasan.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimanakah teknik pengolahan dan pengawetan bahan hewani yang ideal bagi
masyarakat?
2. Bagaimana cara penyajian produk bahan hewani?
3. Bagaimana cara pengemasan produk pengawetan bahan hewani?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaiman teknik dan cara pengolahan dan pengawetan hewani yang
ideal pada masyarakat
2. Untuk mengetahui bagaimana cara penyajian produk bahan hewani
3. Untuk mengetahui bagaimana cara pengemasan produk pengawetan bahan hewani

BAB II
PEMBAHASAN

Secara garis besar, ada dua cara pengawetan obyek biologi, yaitu pengawetan basah
dan pengawetan kering. Pengawetan basah dilakukan dengan mengawetkan obyek biologi
dalam suatu cairan pengawet. Pengawetan kering dilakukan dengan mengeringkan obyek
biologi hingga kadar air yang sangat rendah, sehingga organism perusak/penghancur tidak
bekerja.
Pengawetan basah dilakukan bagi hewan tidak bercangkang yang ukurannya relatif
besar, direndam dalam larutan pengawet. Pengawetan kering untuk organisme yang
berukuran relatif besar biasanya dilakukan dengan cara mengeringkan dengan sinar matahari
atau dengan oven dan selanjutnya agar lebih awet dapat disimpan dalam media pengawet
resin (Bioplastik). Obyek yang dapat dijadikan sebagai specimen utama dalam pengawetan
basah maupun kering merupakan objek biologi yang berukuran kecil hibgga yang berukuran
besar.

1. Langkah-langkah Pengawetan
a. Koleksi
Hewan-hewan yang akan diawetkan dalam bentuk utuh dan akan dibawa ke kelas atau
ke Laboratorium biasanya hewan-hewan yang berukuran relatif kecil. Hewan yang akan
diawetkan ditangkap menggunakan alat yang sesuai. Hewan yang tertangkap dimasukkan
dalam botol koleksi yang sudah diberi label.
b. Mematikan (Killing), Meneguhkan (Fixing), dan mengawetkan (Preserving)
Proses mematikan dan meneguhkan memerlukan perlakuan dan bahan tertentu. Bahan
untuk mematikan biasanya adalah Ether, Kloroform, HCN/KCN, Karbon Tetracloride
(CCL4) atau Ethyl acetat. Namun, kadangkadang perlu perlakuan khusus yaitu melalui
pembiusan sebelum proses mematikan dilakukan, agar tubuh hewan yang akan diawetkan
tidak mengkerut atau rusak. Pembiusan dilakukan dengan serbuk menthol atau kapur barus ke
permukaan air tempat hidupnya, setelah tampak lemas, dan tidak bereaksi terhadap sentuhan,
hewan dapat dipindahkan ke dalam larutan pengawet.

2. Bahan Pengawet
Beberapa bahan pengawet yang dapat digunakan antara lain: formalin, alcohol (ethil
alkohol), resin atau pengawet berupa ekstrak tanaman. Bahan-bahan pengawet ini mudah
dicari, murah dan hasilnya cukup bagus, meskipun ada beberapa kelemahan.

3. Sifat-Sifat Larutan Pengawet


Bahan pengawet dan peneguh yang digunakan biasanya berbahaya bagi manusia,
maka perlu dikenali sifat-sifatnya. Dengan mengenal sifat-sifat ini, diharapkan dapat
dihindari bahaya yang mungkin ditimbulkan.
Alkohol, merupakan bahan yang mudah terbakar, bersifat disinfektan dan tidak korosif.
Formalin, larutan mudah menguap, menyebabkan iritasi selaput lendir hidung, mata, dan
sangat korosif, bila pekat berbahaya bagi kulit.
Ether, larutan mudah menguap, beracun, dapat membius dengan konsentrasi rendah,
eksplosiv.
Kloroform, Larutan mudah menguap, dapat membius dan melarutkan plastic.
Karbon tetracloride, larutan mudah menguap, melarutkan plastik dan lemak, membunuh
serangga.
Ethil acetat, larutan mudah menguap, dapat membius dan mematikan serangga atau manusia.
Resin, merupakan larutan yang tidak mudah menguap mudah mengeras dengan penambahan
larutan katalis, karsinogenik, dapat mengawetkan specimen dalam waktu yang sangat lama.
KCN/HCN, larutan pembunuh yang sangat kuat, sangat beracun, bila tidak terpaksa jangan
gunakan larutan ini.

4. Pengawetan Kering
Pengawetan ini dilakukan pada hewan yang memiliki kerangka luar keras dan tidak mudah
rusak akibat proses pengeringan. Pengeringan dilakukan dengan menggunakan oven atau
dijemur di bawah terik matahari hingga kadar airnya sangat rendah. Sebelum dikeringkan
hewan dimatikan dengan larutan pembunuh, kemudian hewan diatur posisinya. Hewan yang
sudah kering kemudian dimasukkan dalam kotak yang diberi kapur barus dan silika gel. Tiap
hewan yang diawetkan sebaiknya diberi label yang berisi nama, lokasi penangkapan, tanggal
penangkapan dan kolektornya.
5. Bioplastik
Bioplastik merupakan pengawetan spesimen hewan atau tumbuhan dalam blok resin untuk
digunakan sebagai media pembelajaran. Spesimen hewan atau tumbuhan dalam blok resin
selain berfungsi sebagai media pembelajaran, juga dapat berfungsi sebagai ornamen.
Sebelum dicetak, resin berupa cairan yang kental. Resin merupakan senyawa organik hasil
metabolisme sekunder, tersusun atas karbon. Senyawa ini akan mengalami polimerisasi
dalam kondisi yang tepat. Reaksi polimerisasi bersifat eksoterm sehingga akan menimbulkan
panas. Untuk mempercepat polimerisasi digunakan katalis. Jumlah cairan katalis yang
ditambahkanakan mempengaruhi terhadap cepat atau lambatnya proses polimerisasi, efeknya
adalah jumlah panas yang dikeluarkan. Semakin banyak katalis yang ditambahkan akan
semakin cepat dan semakin panaas.
6. Taksidermi
Taksidermi merupakan istilah pengawetan untuk hewan pada umumnya, vertebrata pada
khususnya, dan biasanya dilakukan terhdap hewan yang berukuran relatif besar dan hewan
yang dapat dikuliti termasuk beberapa jenis reptil, burung, dan mammalia. Organ dalam
dikeluarkan dan kemudian dibentuk kembali seperti bentuk asli ketika hewan tersebut hidup
(dikuliti, hanya bagian kulit yang tersisa).

Pangan secara umum bersifat mudah rusak (perishable), karena kadar air yang
terkandung di dalamnya sebagai faktor utama penyebab kerusakan pangan itu sendiri.
Semakin tinggi kadar air suatu pangan, akan semakin besar kemungkinan kerusakannya baik
sebagai akibat aktivitas biologis internal (metabolisme) maupun masuknya mikroba perusak.
kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan apakah makanan tersebut masih pantas di
konsumsi, secara tepat sulit di laksanakan karena melibatkan factor-faktor nonteknik, sosial
ekonomi, dan budaya suatu bangsa. Idealnya, makanan tersebut harus: bebas polusi pada
setiap tahap produksi dan penanganan makanan, bebas dari perubahan-perubahan kimia dan
fisik, bebas mikroba dan parasit yang dapat menyebabkan penyakit atau pembusukan
(Winarno,1993).
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 menyatakan bahwa kualitas pangan yang dikonsumsi
harus memenuhi beberapa kriteria, di antaranya adalah aman, bergizi, bermutu, dan dapat
terjangkau oleh daya beli masyarakat.

A. Jenis-jenis teknik pengolahan dan pengawetan makanan


1. Pendinginan
Pendiginan adalah penyimpanan bahan pangan di atas suhu pembekuan bahan yaitu -2
sampai +10 0 C. Cara pengawetan dengan suhu rendah lainya yaitu pembekuan. Pembekuan
adalah penyimpanan bahan pangan dalam keadaan beku yaitu pada suhu 12 sampai -24 0 C.
Pembekuan cepat (quick freezing) di lakukan pada suhu -24 sampai -400 C. Pendinginan
biasanya dapat mengawetkan bahan pangan selama beberapa hari atau minggu tergantung
pada macam bahan panganya, sedangkan pembekuan dapat mengawetkan bahan pangan
untuk beberapa bulan atau kadang beberapa tahun. Perbedaan lain antara pendinginan dan
pembekuan adalah dalam hal pengaruhnya terhadap keaktifan mikroorganisme di dalam
bahan pangan. Penggunaan suhu rendah dalam pengawetan pangan tidak dapat membunuh
bakteri, sehingga jika bahan pangan beku misalnya di keluarkan dari penyimpanan dan di
biarkan mencair kembali (thawing), pertumbuhan bakteri pembusuk kemudian berjalan cepat
kembali. Pendinginan dan pembekuan masing-masing juga berbeda pengaruhnya terhadap
rasa, tekstur, nilai gizi, dan sifat-sifat lainya. Beberapa bahan pangan menjadi rusak pada
suhu penyimpangan yang terlalu rendah.
2. Pengeringan
Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air
dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui
penggunaan energi panas. Biasanya, kandungan air bahan tersebut di kurangi sampai batas
sehingga mikroorganisme tidak dapat tumbuh lagi di dalamya. Keuntungan pengeringan
adalah bahan menjadi lebih awet dan volume bahan menjadi lebih kecil sehingga
mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan, berat bahan juga
menjadi berkurang sehingga memudahkan transpor, dengan demikian di harapkan biaya
produksi menjadi lebih murah. Kecuali itu, banyak bahan-bahan yang hanya dapat di pakai
apabila telah di keringkan, misalnya tembakau, kopi, the, dan biji-bijian. Penyedotan uap air
ini daoat juga di lakukan secara vakum. Pengeringan dapat berlangsung dengan baik jika
pemanasan terjadi pada setiap tempat dari bahan tersebut, dan uap air yang di ambil berasal
dari semua permukaan bahan tersebut. Factor-faktor yang mempengaruhi pengeringan
terutama adalah luas permukaan benda, suhu pengeringan, aliran udara, tekanan uap di udara,
dan waktu pengeringan.
3. Pengemasan
Pengemasan merupakan bagian dari suatu pengolahan makanan yang berfungsi untuk
pengawetan makanan, mencegah kerusakan mekanis, perubahan kadar air. Teknologi
pengemasan perkembangan sangat pesat khususnya pengemas plstik yang dengan drastic
mendesak peranan kayu, karton, gelas dan metal sebagai bahan pembungkus primer.
Berbagai jenis bahan pengepak seperti tetaprak, tetabrik, tetraking merupakan jenis
teknologi baru bagi berbagai jus serta produk cair yang dapat dikemas dalam keadaan
qaseptiis steril. Sterilisasi bahan kemasan biasanya dilakukan dengan pemberian cairan atau
uap hydrogen peroksida dan sinar UV atau radiasi gama.
Jenis generasi baru bahan makanan pengemas ialah lembaran plstik berpori yang
disebut Sspore 2226, sejenis platik yang memilki lubang – lubang . Plastik ini sangat penting
penngunaanya bila dibandingkan dengan plastic yang lama yang harus dibuat lubang dahulu.
Jenis plastic tersebut dapat menggeser pengguanaan daun pisang dan kulit ketupat dalam
proses pembuatan ketupat dan sejenisnya.

4. Pengalengan
Namun, karena dalam pengalengan makanan digunakan sterilisasi komersial (bukan
sterilisasi mutlak), mungkin saja masih terdapat spora atau mikroba lain (terutama yang
bersifat tahan terhadap panas) yang dapat merusak isi apabila kondisinya memungkinkan.
Itulah sebabnya makanan dalam kaleng harus disimpan pada kondisi yang sesuai, segera
setelah proses pengalengan selesai.
Pengalengan didefinisikan sebagai suatu cara pengawetan bahan pangan yang dipak
secara hermetis (kedap terhadap udara, air, mikroba, dan benda asing lainnya) dalam suatu
wadah, yang kemudian disterilkan secara komersial untuk membunuh semua mikroba
patogen (penyebab penyakit) dan pembusuk. Pengalengan secara hermetis memungkinkan
makanan dapat terhindar dan kebusukan, perubahan kadar air, kerusakan akibat oksidasi, atau
perubahan cita rasa.
5. Penggunaan bahan kimia
Bahan pengawet dari bahan kimia berfungsi membantu mempertahankan bahan
makanan dari serangan makroba pembusuk dan memberikan tambahan rasa sedap, manis,
dan pewarna. Contoh beberapa jenis zat kimia : cuka, asam asetat, fungisida, antioksidan, in-
package desiccant, ethylene absorbent, wax emulsion dan growth regulatory untuk
melindungi buah dan sayuran dari ancaman kerusakan pasca panen untuk
memperpanjangkesegaran masam pemasaran. Nitogen cair sering digunakan untuk
pembekuan secara tepat buah dan sayur sehinnga dipertahankan kesegaran dan rasanya yang
nyaman.
Suatu jenis regenerasi baru growth substance sintesis yang disebut morfaktin telah
ditemuakan dan diaplikasikan untuk mencengah kehilangan berat secara fisiologis pada pasca
panen, kerusakan karena kapang, pemecahan klorofil serta hilangnya kerennyahan buah.
Scott dkk (1982) melaporkan bahwa terjadinya browning, kehilangan berat dan pembusukan
buah leci dapat dikurangi bila buah – buahan tersebut direndam dalam larutan binomial
hangat (0,05%, 520C ) selama 2 menit dan segera di ikuti dengan pemanasan PVC (polivinil
klorida ) dengan ketebalan 0,001 mm.
6. Pemanasan
Penggunaan panas dan waktu dalam proses pemanasan bahan pangan sangat
berpengaruh pada bahan pangan. Beberapa jenis bahan pangan seperti halnya susu dan kapri
serta daging, sangat peka terhadap susu tinggi karena dapat merusak warna maupun rasanya.
Sebaliknya, komoditi lain misalnya jagung dan kedelai dapat menerima panas yang hebat
karena tanpa banyak mengalami perubahan. Pada umumnya semakin tinggi jumlah panas
yang di berikan semakin banyak mikroba yang mati.
Pada proses pengalengan, pemanasan di tujukan untuk membunuh seluruh mikroba
yang mungkin dapat menyebabkan pembusukan makanan dalam kaleng tersebut, selama
penanganan dan penyimpanan. Pada proses pasteurisasi, pemanasan di tujukan untuk
memusnahkan sebagian besar mikroba pembusuk, sedangkan sebagian besar mikroba yang
tertinggal dan masih hidup terus di hambat pertumbuhanya dengan penyimpanan pada suhu
rendah atau dengan cara lain misalnya dengan bahan pengawet. Proses pengawetan dapat di
kelompokan menjadi 3 yaitu: pasteurisasi, pemanasan pada 1000 C dan pemanasan di atas
1000 C.
7. Teknik fermentasi
fermentasi bukan hanya berfungsi sebagai pengawet sumber makanan, tetapi juga
berkhasiat bagi kesehatan. Salah satumya fermentasi dengan menggunakan bakteri laktat
pada bahan pangan akan menyebabkan nilai pH pangan turun di bawah 5.0 sehingga dapat
menghambat pertumbuhan bakteri fekal yaitu sejenis bakteri yang jika dikonsumsi akan
menyebabkanakan muntah-muntah, diare, atau muntaber.
Bakteri laktat (lactobacillus) merupakan kelompok mikroba dengan habitat dan
lingkungan hidup sangat luas, baik di perairan (air tawar ataupun laut), tanah, lumpur,
maupun batuan. tercatat delapan jenis bakteri laktat, antara lain Lacobacillus acidophilus, L
fermentum, L brevis,dll
Asam laktat yang dihasilkan bakteri dengan nilai pH (keasaman) 3,4-4 cukup untuk
menghambat sejumlah bakteri perusak dan pembusuk bahan makanan dan minuman. Namun,
selama proses fermentasi sejumlah vitamin juga di hasilnhkan khususnya B-12. Bakteri laktat
juga menghasilkan lactobacillin (laktobasilin), yaitu sejenis antibiotika serta senyawa lain
yang berkemampuan menontaktifkan reaksi kimia yang dihasilkan oleh bakteri fekal di dalam
tubuh manusia dan bahkan mematikannya , Senyawa lain dari bakteri laktat adalah NI (not
yet identified atau belum diketahui). NI bekerja menghambat enzim 3-hidroksi 3-metil
glutaril reduktase yang akan mengubah NADH menjadi asam nevalonat dan NAD. Dengan
demikian, rangkaian senyawa lain yang akan membentuk kolesterol dan kanker akan
terhambat.
8. Teknik Iradiasi
Iradiasi adalah proses aplikasi radiasi energi pada suatu sasaran, seperti pangan.
Menurut Maha (1985), iradiasi adalah suatu teknik yang digunakan untuk pemakaian energi
radiasi secara sengaja dan terarah. Sedangkan menurut Winarno et al. (1980), iradiasi adalah
teknik penggunaan energi untuk penyinaran bahan dengan menggunakan sumber iradiasi
buatan.
Jenis iradiasi pangan yang dapat digunakan untuk pengawetan bahan pangan adalah
radiasi elektromagnetik yaitu radiasi yang menghasilkan foton berenergi tinggi sehingga
sanggup menyebabkan terjadinya ionisasi dan eksitasi pada materi yang dilaluinya. Jenis
iradiasi ini dinamakan radiasi pengion, contoh dan gelombang elektromagnetik,radiasi
pengion adalah radiasi partikel Contoh radiasi pengion yang disebut terakhir ini paling
banyak digunakan (Sofyan, 1984; Winarno et al., 1980).
Dua jenis radiasi pengion yang umum digunakan untuk pengawetan makanan adalah :
sinar gamma yang dipancarkan oleh radio nuklida 60Co (kobalt-60) dan 137Cs (caesium-37)
dan berkas elektron yang terdiri dari partikel-pertikel bermuatan listrik. Kedua jenis radiasi
pengion ini memiliki pengaruh yang sama terhadap makanan.
Menurut Hermana (1991), dosis radiasi adalah jumlah energi radiasi yang diserap ke
dalam bahan pangan dan merupakan faktor kritis pada iradiasi pangan. Seringkali untuk tiap
jenis pangan diperlukan dosis khusus untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Kalau
jumlah radiasi yang digunakan kurang dari dosis yang diperlukan, efek yang diinginkan tidak
akan tercapai. Sebaliknya jika dosis berlebihan, pangan mungkin akan rusak sehingga tidak
dapat diterima konsumen
Keamanan pangan iradiasi merupakan faktor terpenting yang harus diselidiki sebelum
menganjurkan penggunaan proses iradiasi secara luas. Hal yang membahayakan bagi
konsumen bila molekul tertentu terdapat dalam jumlah banyak pada bahan pangan, berubah
menjadi senyawa yang toksik, mutagenik, ataupun karsinogenik sebagai akibat dari proses
iradiasi.

1. Proses Pengawetan Bahan Pangan Hewani (ikan Sardens)


Olahan ikan yang satu ini memang kerap kali dijadikan solusi bagi sebagian orang yang
malas memasak ikan segar. Selain, rasanya yang enak dan gurih kemudahan pengolahan yang
ditawarkan membuat sarden semakin akrab saja di kalangan masyarakat. Pengalengan ikan
adalah salah satu teknik pengolahan dengan cara memanaskan ikan dalam wadah kaleng yang
ditutup rapat untuk menonaktifkan enzim, membunuh mikroorganisme, dan mengubah ikan
dalam bentuk mentah menjadi produk yang siap disajikan tetapi memiliki kandungan nilai
gizi yang sedikit menurun karena proses denaturasi protein akibat proses pemanasan bila
dibandingkan dengan ikan segar, namun lebih tinggi bila dibandingkan sumber protein nabati
seperti tahu dan tempe.
Metode pengawetan dengan cara pengalengan ditemukan oleh Nicholas Appert, seorang
ilmuwan Prancis. Pengalengan makanan merupakan suatu cara pengawetan bahan bahan
makanan yang dikemas secara hermetis dan kemudian disterilkan. Pengemasan secara
hermetis dapat diartikan bahwa penutupannya sangat rapat, sehingga tidak dapat ditembus
oleh udara, air, kerusakan akibat oksidasi, ataupun perubahan cita rasa. Di dalam
pengalengan makanan, bahan pangan dikemas secara hermetis (hermetic) dalam suatu wadah,
baik kaleng, gelas, atau alumunium.
Pada pengawetan pangan, secara teknis ada beberapa cara yang menggunakan prinsip
mikrobiologis yaitu mengurangi jumlah seminimal mungkin mikroorganisme pembusuk,
mengurangi kontaminasi mikroorganisme, menciptakan suasana lingkungan yang tidak
disukai oleh mikroorganisme dengan cara pemanasan dan radiasi. Pemusnahan
mikroorganisme dengan pemanasan pada pengalengan ikan pada prinsipnya menyebabkan
denaturasi protein, serta menonaktifkan enzim yang membantu proses metabolisme. Penerpan
panas dapat bermacam-macam tergantung dari jenis mikroorganismenya, fase
mikroorganisme, dan kondisi lingkungan spora bakteri. Semakin rendah suhu yang diberikan
semakin banyak waktu yang diperlukan untuk pemanasan. Pada pengalengan, yang perlu
diwaspadai adalah bakteri anaerob seperti Closteridium botullinum yang tahan terhadap suhu
tinggi.
Pengadaaan Bahan Baku Ikan Segar. Ikan yang akan dijadikan sarden bisanya didapat
dari nelayan ikan, ikan-ikan dijual langsung oleh pemilik perahu atau dikumpulkan terlebih
dahulu oleh pengepul. Ikan yang digunakan sebagai bahan baku umumnya tergolong ikan
pelagis ukuran kecil yang hidup bergerombol seperti ikan Lemuru, ikan Sardin, ikan Tamban,
ikan Balo, dan ikan Layang.
Pengguntingan (cutting). Bahan baku ikan segar yang sudah dibeli pabrik akan langsung
diproses. Tahapan pertama disebut dengan pengguntingan (cutting) alat yang digunakan
adalah gunting besi. Ikan digunting pada bagian pre dorsal (dekat dengan kepala) kebawah
kemudian sedikit ditarik untuk mengeluarkan isi perut. Ikan balo diberikan sedikit perlakuan
khusus yaitu sebelum digunting sisik-sisik yang terdapat diseluruh badannya dihilangkan
terlebih dahulu dengan menggunakan pisau. Dalam tahapan pengguntingan juga dilakukan
sortasi. Bahan baku ikan disortasi dari campuran ikan yang lain dan dari sampah serta
serpihan karang yang ikut terbawa saat proses penangkapan ikan. Ikan yang sudah digunting
ditempatkan dalam keranjang plastik kecil. Setelah keranjang penuh, ikan dimasukkan dalam
mesin rotary untuk dilakukan proses pencucian.
Pengisian (Filling). Ikan yang keluar dari mesin rotary ditampung dalam keranjang
plastik, lalu dibawa ke meja pengisian untuk diisikan kedalam kaleng. Diatas meja pengisian
terdapat pipa air yang digunakan untuk melakukan pencucian ulang sebelum ikan diisikan
kedalam kaleng. Posisi ikan didalam kaleng diatur, misalnya untuk membuat produk kaleng
kecil setelah penghitungan rendemen ditentukan bahwa jumlah ikan yang diisikan kedalam
kaleng adalah 4 ekor ikan. Ikan-ikan tersebut diisikan dalam kaleng dengan posisi 2 buah
pangkal ekor menghadap kebawah dan 2 ekor lagi menghadap keatas. Kaleng yang sudah
diisi ikan diletakkan diatas conveyor yang terus berjalan disamping meja pengisian untuk
masuk tahapan berikutnya.
Pemasakan Awal (Pree Cooking). Dengan bantuan conveyor kaleng yang sudah terisi
ikan masuk kedalam exhaust box yang panjangnya +12 m, di dalam exhaust box ikan
dimasak dengan menggunakan uap panas yang dihasilkan oleh boiler. Suhu yang digunakan +
800C, proses pree cooking ini berlangsung selama + 10 menit. Setelah proses pemasakan
selesai produk keluar dari exhaust box dilanjutkan dengan tahapan selanjutnya yaitu penirisan
(decanting).
Penghampaan (Exhausting). Penghampaan dilakukan dengan menambahkan medium
pengalengan berupa saos cabai atau saos tomat dan minyak sayur (vegetable oil). Suhu saos
dan minyak sayur yang digunakan adalah +80 0C. Pengisian saos dilakukan secara mekanis
dengan menggunakan filler. Pada prinsipnya proses penghampaan ini dapat dilakukan melalui
2 macam cara, biasanya pabrik berskala kecil exhausting dilakukan dengan cara melakukan
pemanasan pendahuluan terhadap produk, kemudian produk tersebut diisikan kedalam kaleng
dalam keadaan panas dan wadah ditutup, juga dalam keadaan masih panas. Cara kerjanya
adalah menarik oksigen dan gas-gas lain dari dalam kaleng dan kemudian segera dilakukan
penutupan wadah.
Penutupan Wadah Kaleng (Seaming). Penutupan wadah kaleng dilakukan dengan
menggunakan double seamer machine. Seorang karyawan bertugas mengoprasikan double
seamer machine dan mengisi tutup kaleng kedalam mesin. Kecepatan yang digunakan
bervariasi. Double seamer untuk kemasan kaleng kotak dioprasikan dengan kecepatan
penutupan 84 kaleng permenit (kecepatan maximum 200 kaleng permenit), double seamer
untuk kaleng kecil dioperasikan dengan kecepatan penutupan 375 kaleng permenit (kecepatan
maximum 500 kaleng permenit) sedangkan untuk double seamer kaleng besar dioperasikan
dengan kecepatan 200 kaleng permenit (kecepatan maximum 500 kaleng permenit). Tutup
kaleng yang dipakai adalah tutup kaleng yang sudah terlebih dahulu diberi kode tanggal
kedaluwarsa diruang jet print.
Sterilisasi (Processing). Sterilisasi dilakukan dengan menggunakan retort. Dalam satu
kali proses sterilisasi dapat mensterilkan 4 keranjang besi produk ikan kalengan atau setara
dengan +6.800 kaleng kecil atau 3.400 kaleng besar. Suhu yang digunakan antara 115 – 117
0C dengan tekanan 0,8 atm, selama 85 menit jika yang disterilisasi adalah kaleng kecil dan
105 menit untuk kaleng besar. Sterilisasi dilakukan dengan memasukkan keranjang besi
kedalam menggunakan bantuan rel. Sterilisasi dilakukan tidak hanya bertujuan untuk
menghancurkan mikroba pembusuk dan pathogen, tetapi berguna untuk membuat produk
menjadi cukup masak, yaitu dilihat dari penampilan, tekstur dan cita rasanya sesuai dengan
yang diinginkan.
Pendinginan dan Pengepakan. Ikan kalengan yang sudah disterilisasi dikeluarkan dari
dalam retort, kemudian diangkat dengan katrol untuk didinginkan dalam bak pendinginan
bervolume 16.5 m3 yang diisi dengan air yang mengalir. Pendinginan dilakukan selama 15
menit. Produk setelah didinginkan diistirahatkan terlebih dahulu ditempat
pengistirahatan(Rested area) untuk menunggu giliran pengepakan (packing). Packing diawali
dengan aktivitas pengelapan untuk membersihkan sisa air proses pendinginan, setelah itu
produk dimasukkan kedalam karton. Produk yang kemasannya sudah diberi label (label cat)
bisa langsung di packing, sementara produk yang kemasannya kosong terlebih dahulu diberi
label kertas sesuai dengan keinginan produsen.

2. Pengawetan pada hewan


Taksidermi adalah hewan hasil pengawetan, biasanya golongan vertebrata yang dapat
dikuliti. Pada pembuatan taksidermi, hewan dikuliti, organ-organ dalam dibuang, untuk
selanjutnya dibentuk kembali seperti bentuk aslinya. Ewan-hewan vertebrata yang sering
dibuat taksidermi misalnya berbagai jenis mamalia, kadal atau reptil, dsb. Taksidermi
seringkali dipergunakan sebagai bahan referensi untuk identifikasi hewan vertebrata, juga
menunjukkan berbagai macam ras yang dimiliki suatu spesies. Selain itu, tentu saja
taksidermi dapat dijadikan sebagai media pembelajaran biologi.
Cara pembuatan taksidermi adalah sebagai berikut.
a) Potong otot-otot paha dan pisahkan tulang paha dari persendian dan pangkal paha,
keluarkan bagian ini.
b) Potonglah otot-otot pada tumit, keluarkan jaringan lunak pada telapak kaki dengan jalan
mengirisnya. Keluarkan semua bagian kaki lainnya yang masih tertinggal di dalam kulit.
c) Ulangi langkah pertama dan kedua di atas untuk bagian tangan, dan ekor.
d) Untuk bagian kepala, lepaskan kulit secara hati-hati, sertakan telinga, kelopak mata pada
kulit. Jaga jangan sampai robek. Potonglah tulang rawan hidung dan biarkan melekat pada
kulit.
e) Potonglah bagian kepala dan leher, bersihkan bekas-bekas otak dengan cara
menyemprotkan air.
f) Balikkan kulit dan bersihkan dari sisa daging dan lemak.
g) Basuh bagian permukaan dalam kulit tubuh dengan boraks, demikian pula untuk ekor,
kaki, tangan dan tengkorak kepala.
h) Sebagai pengganti mata, gunakan bola mata tiruan. Bentuk tubuh hewan kembali dengan
menggunakan kapuk dan kawat, lalu jahit dengan rapi.
i) Atur posisi hewan sebagaimana kebiasan hewan sewaktu masih hidup.
Pajang taksidermi pada tempat-tempat yang aman dan terhindar dari serangan serangga,
bersih dan kering. Insektisida, atau kamper (naftalen) dapat ditambahkan untuk mencegah
serangan jamur. Ada baiknya taksidermi disimpan dalam boks kaca.
Kerangka katak yang diawetkan dapat digunakan untuk media pembelajaran macam-macam
bentuk tulang. Cara membuat awetan rkering angka katak adalah sebagai berikut:
a. Lepaskan semua kulit dan daging dari tulang secara hati-hati. Jangan sampai persendian
terputus. Upayakan sebersih mungkin, sampai daging yang melekat pada rangka seminimal
mungkin.
b. Rendam rangka katak dalam bubur kapur. Bubur kapur dapat dibuat dengan melarutkan
CaO ke dalam air, dengan menambahkan sedikit KOH.
c. Bila tulang telah bersih, cucilah bubur kapur dari rangka.
d. Keringkan rangka dan atur posisinya pada suatu landasan yang telah disediakan terlebih
dahulu.
e. Pernis rangka katak tersebut, sehingga tampak lebih menarik dan membuat tulang-tulang
menjadi lebih awet.
f. Beri label atau keterangan pada awetan yang sudah jadi tersebut
Membuat insectarium
Insectarium adalah sampel jenis serangga hidup yang ada di kebun binatang, atau museum
atau pameran tinggal serangga. Insectariums sering menampilkan berbagai jenis serangga dan
arthropoda yang mirip, seperti laba-laba, kumbang, kecoa, semut, lebah, kaki seribu,
kelabang, jangkrik, belalang, serangga tongkat, kalajengking dan Belalang sembah alat2 dan
bahan2nya mungkin belum tercantum, tetapi mungkin ini sangat membantu.
a. Tangkaplah serangga dengan menggunakan jaring serangga. Hati-hati terhadap serangga
yang berbahaya.
b. Matikan serangga dengan jalan memasukkannya ke dalam kantong plastik yang telah
diberi kapas yang dibasahi kloroform.
c. Serangga yang sudah mati dimasukkan ke dalam kantong atau stoples tersendiri. Kupu2
dan capung dimasukkan ke dalam amplop dengan hati2 agar sayapnya tidak patah.
d. Suntiklah badan bagian belakang serangga dengan formalin 5%. Sapulah (dengan kuas)
bagian tubuh luar dengan formalin 5%.
e. Sebelum mengering, tusuk bagian dada serangga dengan jarum pentul.
f. Pengeringan cukup dilakukan di dalam ruangan pada suhu kamar. Tancapkan jarum pentul
pada plastik atau karet busa.
g. Untuk belalang, rentangkan salah satu sayap ke arah luar. Untuk kupu-kupu, sayapnya
direntangkan pada papan perentang atau kertas tebal sehingga tampak indah. Begitu juga
capung.
h. Setelah kering, serangga dimasukkan ke dalam kotak insektarium (dari karton atau kayu).
Di dalamnya juga dimasukkan kapur barus (kamper).
i. Beri label (di sisi luar kotak) yang memuat catatan khusus lainnya.
B. ROSES PRODUKSI TELUR ASIN
Telur merupakan bahan pangan hasil ternak unggas yang memiliki sumber protein hewani
yang memiliki rasa yang lezat, mudah dicerna dan begizi tinggi. Selain itu telur mudah
diperoleh dan harganya relatif murah. Dalam perkembangannya, telah banyak dilakukan
teknik pengolahan telur untuk meningkatkan daya tahan serta kesukaan konsumen. Menurut
Winarno dan Koswara, (2002) Telur merupakan bahan pangan yang sempurna, karena
mengandung zat-zat gizi yang lengkap bagi pertumbuhan mahluk hidup baru. Protein telur
memiliki susunan asam amino esensial yang lengkap sehingga dijadikan standar untuk
menentukan mutu protein dari bahan lain. Keunggulan telur sebagai produk peternakan yang
kaya gizi juga merupakan suatu kendala karena termasuk bahan pangan yang mudah rusak.
Permasalahan dalam pemasaran produk hasil ternak adalah karakteristik produk yang
merupakan bahan pangan yang mudah rusak, sehingga proses pengawetan merupakan salah
satu cara untuk mengatasinya. Pengawetan telur utuh bertujuan untuk mempertahankan mutu
telur segar. Prinsip dalam pengawetan telur segar adalah mencegah penguapan air dan
terlepasnya gas-gas lai dari dalam isi telur, serta mencegah masuk dan tumbuhnya mikroba di
dalam telur selama mungkin. Hal-hal di atas dapat dilakukan dengan cara menutup pori-pori
kulit telur atau mengatur kelembaban dan kecepatan aliran udara dalam ruangan
penyimpanan. Penutupan pori-pori kulit telur dapat dilakukan dengan menggunakan larutan
kapur, parafin, minyak nabati (minyak sayur), air kaca (water glass), dicelupkan dalam air
mendidih dan lain-lain. Sedangkan pengaturan kecepatan dan kelembaban udara dapat
dilakukan dengan penyimpanan di ruangan khusus.
Sebelum dilakukan prosedur pengawetan, penting diperhatikan kebersihan kulit telur. Hal
ini karena meskipun mutunya sangat baik, tetapi jika kulitnya kotor, telur dianggap bermutu
rendah atau tidak dipilih pembeli. Pembersihan kulit telur dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut :
1. Merendam telur dalam air bersih, dapat diberi sedikit detergen atau Natrium
hidroksida (soda api). Kemudian dicuci bersih sehingga kotoran yang menempel hilang.
2. Mencuci telur dengan air hangat suam-suam kuku (sekitar 60 0C) yang mengalir.
Untuk mempercepat hilangnya kotoran dapat digunakan kain. Setelah kilit telur bersih, dapat
dilakukan pengawetan telur segar dengan metode antara lain pengemasan kering, perendaman
dalam berbagai janis cairan, penutupan pori-pori kulit telur dan penyimpanan dingin
Upaya pengawetan telur perlu dilakukan agar daya simpan produk ternak unggas bisa
lebih lama daya simpannya. Telur yang telah disimpan lebih dari 2 minggu sangat rawan
kerusakan. Biasanya telur akan berbau busuk dan tidak bisa dikonsumsi.
Adapun beberapa cara yang dilakukan dalam pengawetan telur sehingga kualitas telur
tersebut dapat bertahan antara lain :
1. Metode pengawetan dengan daun jambu biji.
Metode ini disebut juga metode pemindangan. Karena warna cangkang telur yang telah
diawetkan dengan jambu biji ini berwarna kecoklatan seperti telur pindang. Namun metode
pengawetan dengan daun jambu biji ini terutama untuk telur itik kurang disukai konsumen
karena warnanya yang kurang menarik. Metode ini bisa diterapkan pada telur unggas yang
lain, telur ayam misalnya. Pemindangan merupakan salah satu bentuk pengolahan dengan
kombinasi penggaraman dan perebusan. Telur pindang merupakan produk olahan tradisional
yang menggunakan bahan penyamak protein yang akan terdenaturasi jika kontak dengan
bahan yang mengandung tannin antara lain kulit bawang merah, daun jambu biji, air teh.
Dengan tambahan bahan ini akan diperoleh warna telur kecoklatan dan citarasa yang khas.
Pemindangan dapat membuat telur rebus lebih awet daripada perebusan dengan air biasa.
Berikut teknik pengawetan dengan daun jambu biji :
a. Bahan yang perlu dipersiapkan: telur ayam, teh, kulit bawang merah, daun jambu biji,
garam.
b. Cara pembuatan:
1) Ambil 10 butir telur ayam, cuci bersih dengan abu dapur dan air
2) Letakkan daun jambu, teh, kulit bawang merah dalam panci perebus, tata telur diatasnya,
susun berlapis.
3) Tambahkan garam 3 sendok makan, tambahkan air hingga seluruh telur terendam
4) Rebus hingga matang, angkat dan biarkan hingga beberapa saat (2 jam), untuk
memperoleh warna dan citarasa pindang.
5) Rebus kembali sampai matang (dapat ditambahkan bahan rempah lengkuas dimemarkan,
daun salam).
6) Angkat dan biarkan terendam dalam panci, tiriskan setelah air dingin
Daya simpan telur dengan cara/ metode seperti ini akan lebih lama. Daya simpannya bisa
mencapai 30 hari atau lebih. kandungan kimia daun jambu biji berupa tanin dapat
mengawetkan telur ayam ras. Tanin akan bereaksi dengan protein yang terdapat dalam kulit
telur yang mempunyai sifat menyerupai kolagen kulit hewan sehingga terjadi proses
penyamakan kulit berupa endapan berwarna coklat yang dapat menutup pori-pori kulit telur
dan kulit telur tersebut menjadi impermeable (tidak dapat tembus) terhadap gas dan udara dan
pengawetan telur ayam ras dengan memanfaatkan daun jambu (Psidium guajava L.)
mempunyai biaya pengolahan yang murah dan mutu telur ayam ras bertahan selama kurang
lebih satu bulan.
2. Metode pengawetan dengan minyak kelapa.
Perubahan warna dengan pengawetan telur melalui bantuan jambu biji tidak disukai,
penggunaan minyak kelapa bisa diterapkan. Minyak kelapa juga bisa dijadikan bahan
memperlama penyimpanan telur tanpa merubah warna, rasa, dan aroma telur tersebut.
Perubahan warna dengan pengawetan telur melalui bantuan jambu biji tidak disukai,
penggunaan minyak kelapa bisa diterapkan. Minyak kelapa juga bisa dijadikan bahan
memperlama penyimpanan telur tanpa merubah warna, rasa, dan aroma telur tersebut.
a. Langkah pertama kelapa dikupas dan diparut. Selanjutnya parutannya diremas-remas
sambil ditambah air secukupnya. Hasilnya adalah berupa santan. Santan itu kemudian direbus
selama kurang lebih 3 jam. Setelah menjadi minyak, pisahkan minyak tersebut dari
ampasnya.
b. Tahap berikutnya ambil telur dan dicuci. Kemudian telur diolesi minyak kelapa dengan
menggunakan kuas kecil. Biasanya, 1 liter minyak kelapa bisa digunakan untu mengawetkan
telur sekitar 70 kg.
c. Pengolesan telur ayam dengan minyak kelapa ini mampu mempertahankan kesegaran
telur selama 8 minggu atau 2 bulan. Pengawetan telur dengan minyak kelapa tidak hanya
mampu mempertahankan kesegaran telur, tapi juga mampu mempertahankan keutuhan nilai
gizinya. Hal ini amat menguntungkan, karena selain prosesnya mudah juga irit dalam biaya.
3. Metode pengawetan dengan the
Pengawetan telur segar yaitu dengan memanfaatkan bahan tannin yang berasal dari daun
teh (Catechin). Pada dasarnya bahan tannin merupakan senyawa yang berbentuk larutan
berwarna dan mampu berikatan dengan albumen telur. Protein dalam telur akan berikatan
dengan catechin yang terkandung dalam teh membentuk senyawa kompleks yang stabil dan
dapat memperpanjang masa simpan telur sampai 1 bulan. Adapun langkah-langkah metode
ini yaitu :
a. Buatlah larutan teh dengan merendam 100 gram teh kedalam 100 ml air panas selama 10
menit atau sesuai kebutuhan saja.
b. Siapkan telur yang akan diawetkan dan terlebih dahulu telur dicuci bersih dengan air
hangat.
c. Kemudian masukkan larutan teh tersebut kedalam baskom/ ember.
d. Masukan telur tersebut kedalam baskom yang berisi larutan teh dan direndam selama 1-2
hari.
e. Telur yang sudah direndam lalu disimpan di tempat yang kering dan tertutup.
4. Penyimpanaan dingin.
Telur segar dapat dipertahankan mutunya dalam relative waktu yang lama bila disimpan
didalam ruangan dingin yang memiliki kelembaban sekitar 80-90 % dan kecepatan aliran
udara sekitar 1-1,5 m/s. dalam hal ini telur dapat disimpan sedekat mungkin di atas titik beku
telur yaitu -20 C. suhu yang rendah ini akan memperlambat hilangnya kadar CO2 dan air
didalam telur serta penyebaran air sari putih ke kuning telur.
5. Metode penutupan pori-pori telur
Penutupan pro-pori telur dapat dilakukan dengan menggunakan agar-agar, getah karet, gelatin
bahkan getah kaktus. Jika teknik ini di kombinasikan dengan penyimpanan dingin (suhu
sekitar 10 C) maka sangat menguntungkan. Karena telur dapat diawetkan selama 6 bulan.
6. Pengemasan Kering
Pengemasan telur dapat dilakukan secara kering dengan menggunakan bahan-bahan seperti
sekam, pasir dan serbuk gergaji. Jika pengemasnya padat, cara ini akan memperlambat
hilangnya air dan CO2. Kelemahan cara ini adalah manambah berat dan volume, yang dapat
menaikkan ongkos angkut dan ruang penyimpanan. Disamping itu, pengemasan kering tidak
banyak memberikan perlindungan terhadap mikroba selama penyimpanan.
7. Perendaman telur dalam larutan kapur
Larutan kapur dapat dibuat dengan cara melarutkan 100 g batu kapur (CaO) dalam 1,5 liter
air, lalu dibiarkan sampai dingin. Daya pengawet dari kapur karena mempunyai sifat basa,
sehingga mencegah tumbuhnya mikroba. Kapur (CaO) akan bereaksi dengan udara
membentuk lapisan tipis kalsium karbonat (CaCO3) di atas permukaan cairan perendam.
Kemudian CaCO3 yang terbentuk akan mengendap di atas permukaan telur, membentuk
lapisan tipis yang menutupi pori-pori. Pori-pori yang tertutup ini menyebabkan mikroba tidak
dapat masuk ke dalam telur dan mencegah keluarnya air dan gas-gas lain dari dalam isi telur.
Kapur juga menyebabkan kenaikan kenaikan pH pada permukaan kulit telur yang dapat
menghambat pertumbuhan mikroba.
8. Perendaman dalam minyak paraffin
Telur direndam atau dicelupkan dalam minyak parafin selama beberapa menit. Selanjutnya
dikeringkan dengan membiarkan di udara terbuka (dikering- anginkan) sehingga minyak
parafin menjadi kering dan menutupi pori-pori kulit telur.
9. Pengasinan Telur (Telur Asin)
Suprapti (2002) mengemukakan bahwa untuk membuat produk awetan telur asin dapat
dilakukan dengan 2 macam cara, yaitu perendaman (dalam larutan garam) dan pemeraman
(dalam adonan garam). Pembuatan telur dengan cara perendaman merupakan cara yang
sangat sederhana yaitu hanya menyangkut kegiatan perendaman telur dalam larutan garam.
Membuat 30 butir telur asin, diperlukan 1 kg garam yang dilarutkan pada 1,6 liter air bersih.
Telur kemudian direndam selama 7-10 hari. Menurut Thoyibah (1998) perendaman telur
dalam larutan garam jenuh (270 g garam dilarutkan dalam 1 liter air) dapat menghasilkan
telur asin dengan kadar garam telur 2,24%. Kualitas telur yang dihasilkan sangat dipengaruhi
oleh konsentrasi garam dan lama perendaman telur dalam larutan garam.
Pembuatan telur asin dengan menggunakan metode perendaman dalam larutan garam jenuh
sangat mudah dan praktis. Keunggulan pembuatan telur asin dengan perendaman adalah
prosesnya singkat (Damayanti, 2008). Menurut Suprapti (2002) telur asin yang dibuat dengan
metode perendaman dalam larutan garam jenuh akan memiliki putih telur yang berlubang-
lubang (keropos).
Pembuatan telur dengan cara pemeraman adalah dengan membungkus telur dalam adonan
garam. Ada beberapa macam adonan garam yang digunakan oleh pembuat telur asin. Adanya
variasi bahan tersebut membuat cara pengasinan lebih beragam, di antaranya yang terkenal
adalah cara pengasinan pidan dan cara pengasinan telur halidan. Cara pengasinan pidan
berasal dari China (Romanoff and Romanoff, 1963). Cara ini menggunakan bahan
pembungkus telur yang terbuat dari campuran serbuk gergaji, kapur dan garam dengan
perbandingan 1:1:1. Cara pengasinan halidan menggunakan bahan pembungkus dari
campuran tanah liat atau batu bata dan garam dengan perbandingan 1:1, dengan cara ini telur
akan mampu bertahan selama 30 hari (Agus, 2002).
Cara pembuatan telur asin dengan menggunakan adonan garam akan menghasilkan telur asin
yang lebih bagus mutunya, warnanya lebih menarik serta memiliki cita rasa yang lebih enak,
tapi proses pembuatannya lebih rumit dan waktu yang diperlukan lebih lama. Pemeraman
dengan menggunakan adonan dari abu akan menghasilkan telur asin dengan kuning telur
yang pucat dan bagian tepi kuning telur tersebut berwarna kehitaman (abu-abu). Pemeraman
dengan menggunakan adonan dari batu bata akan menghasilkan telur asin dengan warna
kuning telur yang kemerah-merahan dan rasanya terkesan berpasir (Jawa: masir) (Suprapti,
2002).

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pangan secara umum bersifat mudah rusak (perishable), karena kadar air yang terkandung di
dalamnya sebagai faktor utama penyebab kerusakan pangan itu sendiri. Semakin tinggi kadar
air suatu pangan, akan semakin besar kemungkinan kerusakannya baik sebagai akibat
aktivitas biologis internal (metabolisme) maupun masuknya mikroba perusak.
untuk mengawetkan makanan dapat dilakukan dengan beberapa teknik baik yang
menggunakan teknologi tinggi maupun teknologi sederhana. Caranya pun beragam dengan
berbagai tingkat kesulitan. Namun inti dari pengawetan makanan adalah suatu upaya untuk
menahahn laju pertumbuham mikroorganisme pada makananm
Jenis-jenis teknik pengolahan dan pengawetan makanan itu ada 5 :
1. pendinginan
2. pengeringan
3. pengalengan
4. pengemasan
5. penggunaan bahan kimia
6. pemanasan

Anda mungkin juga menyukai