Anda di halaman 1dari 6

NAMA : NURIA S.

P
NIM :
ASAL SEKOLAH : SMK Negeri 1 Sebatik Barat
PPG APHP GELOMBANG 2

LK 0.1: Lembar Kerja Belajar Mandiri Modul 1

Judul Modul Pengolahan hasil nabati & hasil hewani


Judul Kegiatan
1. Prinsip pengalengan makanan
Belajar (KB)
2. Langkah-langkah pengalengan makanan
3. Kerusakan pada pengalengan

No Butir Respon/Jawaban
Refleksi
1 Garis besar
materi yang KB 1. Prinsip Pengalengan Makanan
dipelajari
1. Bahan hasil pertanian pada umumnya bersifat mudah rusak (perishable). Salah
satu cara untuk mengawetkan bahan hasil pertanian adalah dengan metode
pengalengan.
2. Pengalengan merupakan suatu proses mengemas makanan baik itu
bahan hewani maupun bahan nabati secara hermetis.
3. Proses pengalengan ini dikenal dengan istilah proses thermal karena
dalam proses pengalengan selalu menggunakan suhu tinggi.

KB. 2 Langkah-Langkah Pengalengan Makanan


1) Persiapan Wadah
Wadah yang akan digunakan dipastikan dalam keadaan tidak rusak dan
tidak berkarat.
2) Persiapan bahan mentah
Bahan yang akan dikalengkan baik itu bahan nabati maupun hewani harus
dilakukan proses sortasi, grading dan pencucian terlebih dahulu. Sortasi dan
grading dapat dilakukan berdasarkan ukuran/diameter, berat jenis, atau
warna. Dalam tahap proses sortasi dilakukan pemilihan bahan yang akan
dikalengkan yang bermutu baik, tidak busuk dan berukuran seragam.
3) Proses Pengeprisan dan Pemotongan
Pemotongan atau pengecilan ukuran bertujuan untuk mempermudah
pengisian bahan ke dalam kaleng dan menyeragamkan ukuran bahan yang
akan dimasukkan. Selain itu, pengecilan ukuran juga bertujuan untuk
mempermudah penetrasi panas. Proses pemotongan dan pengeprisan harus
dilakukan dengan cepat agar terhindar dari perubahan warna dan perubahan
lain yang tidak diinginkan. Jika pemotongan dilakukan dengan
sembarangan, maka akan mengakibatkan diskolorisasi, yaitu timbulnya
warna yang gelap atau hilangnya warna asli maupun pemucatan warna
selain itu juga akan memperburuk tampilan produk akhir.
4) Proses Blansir atau blanching
Blansir merupakan proses pemanasan pendahuluan pada
bahan pangan sebelum dikalengkan, dibekukan, atau
dikeringkan. Suhu yang digunakan dibawah suhu 100oC pada
umumnya menggunakan suhu 82-93oC. Blansir dapat
dicelupkan menggunakan air panas (hot water blanching) atau
dengan uap air panas (steam blanching). Waktu blansir
bervariasi antara 1-11 menit tergantung dari macam bahan,
ukuran, dan derajat kematangannya.
Proses blansir ini berguna untuk :
1) mengurangi jumlah mikroba awal
2) meningkatkan suhu produksi produk atau jaringan guna
kecukupan suhu untuk exhausting dan sterilisasi.
3) mengeluarkan gas-gas yang ada dalam jaringan
4) menginaktivasi enzim : terutama: : Lipoksigenase, Polifenolase,
Katalase, Peroksidase
5) menghilangkan rasa mentah
6) mengurangi lendir pada bahan
7) mengurangi cairan pada bahan
8) membuka pori-pori bahan
9) mempermudah proses pemotongan (cutting, slicing, dan lain-lain)
10) mempermudah pengupasan
11) melayukan dan memperbaiki tekstur bahan guna
mempermudah pengaturan produk dalam kaleng.
12) mencerahkan warna (terutama untuk produk yang akan dikeringkan)
Enzim dan mikroorganisme menimbulkan perubahan-perubahan yang tidak
dikehendaki pada bahan pangan, seperti pencoklatan enzimatis, perubahan
flavor, dan terjadinya pembusukan. Blansir akan menginaktifkan enzim, baik
oksidasi maupun hidrolisis, serta menurunkan jumlah mikroba pada bahan.
5) Pengisian dan penimbangan
Pengisian pertama berupa pengisian bahan yang telah di blansir kemudian
dimasukkan ke dalam kaleng atau botol jar. Wadah diisi bahan dengan berat
atau volume tertentu sesuai dengan ukuran kaleng. Bahan dimasukkan dan
disusun serapi mungkin agar penetrasi panas berjalan sempurna dan
menunjang tampilan bahan. Bahan yang dimasukkan tidak sampai penuh,
perlu menyisakan ruangan yang disebut headspace. Head space digunakan
untuk memberi ruang cadangan untuk pemuaian bahan ketika pemanasan
pada proses sterilisasi
Pengisian yang kedua berupa medium. Penambahan medium ini
dilakukan untuk mempercepat penetrasi panas dan mengurangi terjadinya
korosi kaleng dengan berkurangnya akumulasi udara. Medium berupa cairan.
Banyak jenis medium yang digunakan sesuai dengan bahan yang
dikalengkan.
6) Proses penghampaan udara atau exhausting
Proses penghampaan merupakan proses mengeluarkan
udara (O2) yang ada dalam kemasan atau headspace.
Tujuannya untuk membentuk hampa udara pada waktu wadah
didinginkan sehingga dapat mencegah reaksi oksidasi dan
mencegah munculnya mikroorganisme aerob penyebab
kerusakan di dalam kaleng.
7) Proses penutupan kaleng

Penutupan kaleng dilakukan dengan alat khusus yang disebut dengan seamer.
Penutupan kaleng harus sempurna yaitu rapat dan hermetis pada suhu yang
relatif masih tinggi. Semakin tinggi suhu penutupan kaleng, maka semakin
tinggi pula tingkat kevakumannya (semakin rendah tekanannya).
8) Proses sterilisasi
Proses sterilisasi pada pengalengan adalah proses pemanasan
wadah serta isinya pada suhu dan jangka waktu tertentu untuk
menghilangkan atau mengurangi faktor-faktor penyebab
kerusakan makanan, tanpa menimbulkan gejala lewat pemasakan
(over cooking) pada makanannya serta memperhatikan nilai gizi
yang ada didalamnya Dengan kata lain sterilisasi bertujuan
untuk membuat makanan lebih awet. Prinsip dasar sterilisasi
sebenarnya sederhana, yaitu memperpanjang umur simpan bahan
pangan dengan cara membunuh mikroorganisme yang ada di
dalamnya.
Alat yang digunakan untuk proses sterilisasi adalah retort atau autoclave
yaitu bejana yang bertekanan tinggi. Media yang digunakan sebagai pemanas
di dalam retort dapat menggunakan uap air panas atau uap dan air panas.

9) Proses pendinginan

kaleng kemudian didinginkan sesegera mungkin dengan dimasukkan ke


dalam air dingin (water cooling) atau udara dingin (air cooling). Proses
pendinginan ini bertujuan untuk menghentikan panas supaya tidak terjadi
over cooking yang menyebabkan terjadinya kerusakan produk berupa
kerusakan tekstur dan cita rasa.. Yang lebih utama, pendinginan pasca
sterilisasi menjadi penting karena timbul perbedaan tekanan yang cukup besar
yang dapat menyebabkan rekontaminasi dari air pendingin ke dalam produk.
Untuk itu perlu dipastikan bahwa air pendingin yang digunakan harus air
bersih dan memenuhi persyaratan mikrobiologis.
10) Pengeringan

Setelah proses pendinginan kaleng dikeluarkan dari retort


kaleng dikeringkan dan dibersihkan, untuk mencegah korosi atau
pengkaratan pada sambungan kaleng dan dilakukan pengecekan
terhadap produk untuk memastikan hasil proses yang sempurna
dan tidak terjadi kerusakan. Pengeringan dan pembersihan
kaleng ini perlu dilakukan untuk mencegah rekontaminasi (debu
atau mikroba) yang lebih mudah menempel pada kaleng yang
basah.
11) Penyimpanan Observasi/inkubasi
Setelah selesai proses sterilisasi dan pendinginan produk
diobservasi dengan cara disimpan dalam suhu ruang/inkubasi
untuk mengetahui daya simpan dan efektifitas sterilisasi.
Pengamatan dilakukan selama 1 minggu, jika dalam 1 minggu
tersebut ada kaleng yang rusak terutama menggembung, maka
proses sterilisasi tidak berjalan sempurna karena ditandai adanya
aktivitas mikroorganisme.
12) Pelabelan
Label pada kemasan berfungsi untuk :
 Memberi informasi tentang isi produk yang diberi label
tanpa harus membuka kemasan-sebagai sarana komunikasi
antara produsen dan konsumen tentang hal-hal dari produk
yang perlu diketahui oleh konsumen, terutama yang kasat
mata atau yang tidak diketahui secara fisik
 Memberi petunjuk yang tepat pada konsumen hingga
diperoleh fungsi produk yang optimum
 Sarana periklanan bagi konsumen
 Memberi rasa aman bagi konsumen

13) Penanganan Produk Akhir

Untuk menjaga keamanan produk dari kemungkinan jatuh


maka setiap pak dilakukan paleting dan banding sambil
menunggu masa inkubasi. Dari hasil inkubasi produk dapat
dinyatakan lolos apabila tidak mengalami kerusakan. dan produk
yang tidak lolos harus segera dipisahkan.
Produk yang sudah lolos dari inkubasi masuk dalam tahap
penimbunan. Penimbunan merupakan tahap penyimpanan
sampai dengan produk siap dipasarkan.

14) Pengujian Mutu Makanan Kaleng


Pada makanan kaleng tetap harus dilakukan pengawasan dan
pengujian mutu pada produksi makanan yang dikalengkan dari
bahan mentah dan proses dan produk akhir. Pengujian mutu ini
meliputi pengujian secara fisik, kimiawi dan pengujian secara
mikrobiologi.
a. Pengujian Secara Fisik Dan Kimia
Pengujian secara fisik dan kimia harus dapat
memberikan penjelasan mengenai suara wadah bila dipukul
secara mekanis, kenampakan wadah, terdapat atau tidaknya
garam metal berbahaya dalam produk. Pemeriksaan yang
teliti harus
b. Pengujian mikrobiologis
dilakukan untuk mengecek efektivitas sterilisasi, mutu produk, jenis,
dan jumlah mikroba yang masih hidup dalam wadah dan penyebab
kebusukan. Umumnya, pemeriksaan mikrobiologis memerlukan teknik
dan peralatan yang lebih khusus dibandingkan dengan pemeriksaan fisik
dan harus dilaksanakan oleh laboratorium yang berkompeten.
KB 3. Kerusakan pada Pengalengan

Produk kemasan kaleng diolah dengan suhu tinggi, sehingga akan kehilangan
cita rasa segarnya. Kerusakan produk kaleng dapat digolongkan sebagai berikut :
1) Flat sour, kaleng tidak cembung, tetapi isinya sangat asam
2) Flipper, yaitu kaleng terlihat normal, tetapi bila salah satu
tutupnya ditekan dengan jari, tutup lainnya akan menggembung.
3) Kembung sebelah atau springer, yaitu salah satu tutup kaleng
terlihat normal, sedangkan tutup lainnya kembung. Tetapi jika
bagian yang kembung ditekan akan masuk ke dalam, sedangkan
tutup lainnya yang tadinya normal akan menjadi kembung.
4) Kembung lunak atau soft swell, yaitu kedua tutup kaleng
kembung tetapi tidak keras dan masih dapat ditekan dengan ibu
jari.
5) Kembung keras atau hard swell, yaitu kedua tutup kaleng
kembung dan keras sehingga tidak dapat ditekan dengan ibu
jari. Pada kerusakan yang sudah lanjut dimana gas yang
terbentuk sudah sangat banyak, kaleng dapat meledak karena
sambungan kaleng tidak dapat menahan tekanan gas dari dalam.
Soft swell dan hard swell terjadi karena aktivitas
mikroorganisme pembentuk gas.
Kerusakan yang sering terjadi pada makanan atau bahan pangan
yang dikemas dengan kemasan kaleng terutama adalah kerusakan
kimia. Kerusakan kimia yang paling banyak terjadi adalah
hydrogen swell yaitu kerusakan karena adanya tekanan gas
hidrogen yang dihasilkan dari reaksi antara asam pada makanan
dengan logam pada kaleng kemasan. Kerusakan lainnya yaitu :
1) Interaksi antara bahan pembuat kaleng yaitu Sn dan Fe dengan
makanan yang dapat menyebabkan perubahan yang tidak
diinginkan. Kerusakan tersebut dapat berupa perubahan warna
dari bagian dalam kaleng, perubahan warna pada makanan yang
dikemas, off-flavor pada makanan yang dikemas, kekeruhan
pada sirup, perkaratan atau terbentuknya lubang pada logam,
kehilangan zat gizi.
2) Kerusakan mikrobiologis pada makanan kaleng dapat
disebabkan oleh meningkatnya resistensi mikroba terhadap
panas setelah proses sterilisasi, rusaknya kaleng setelah proses
sterilisasi sehingga memungkinkan masuknya mikroorganisme
ke dalam kaleng.
3) Perkaratan (korosi) adalah pembentukan lapisan longgar dari
peroksida yang berwarna merah coklat sebagai hasil proses
korosi produk pada permukaan dalam kaleng.
2 Daftar
materi yang 1. Proses Blansir atau blanching
sulit 2. Proses penghampaan udara atau exhausting
dipahami di
3. Proses sterilisasi
modul ini
3 Daftar 1. Penyimpanan Observasi/inkubasi
materi yang
2. Proses Pengeprisan dan Pemotongan
sering
mengalami
miskonseps
i

Anda mungkin juga menyukai