P
NIM :
ASAL SEKOLAH : SMK Negeri 1 Sebatik Barat
PPG APHP GELOMBANG 2
No Butir Respon/Jawaban
Refleksi
1 Garis besar
materi yang KB 1. Prinsip Pengalengan Makanan
dipelajari
1. Bahan hasil pertanian pada umumnya bersifat mudah rusak (perishable). Salah
satu cara untuk mengawetkan bahan hasil pertanian adalah dengan metode
pengalengan.
2. Pengalengan merupakan suatu proses mengemas makanan baik itu
bahan hewani maupun bahan nabati secara hermetis.
3. Proses pengalengan ini dikenal dengan istilah proses thermal karena
dalam proses pengalengan selalu menggunakan suhu tinggi.
Penutupan kaleng dilakukan dengan alat khusus yang disebut dengan seamer.
Penutupan kaleng harus sempurna yaitu rapat dan hermetis pada suhu yang
relatif masih tinggi. Semakin tinggi suhu penutupan kaleng, maka semakin
tinggi pula tingkat kevakumannya (semakin rendah tekanannya).
8) Proses sterilisasi
Proses sterilisasi pada pengalengan adalah proses pemanasan
wadah serta isinya pada suhu dan jangka waktu tertentu untuk
menghilangkan atau mengurangi faktor-faktor penyebab
kerusakan makanan, tanpa menimbulkan gejala lewat pemasakan
(over cooking) pada makanannya serta memperhatikan nilai gizi
yang ada didalamnya Dengan kata lain sterilisasi bertujuan
untuk membuat makanan lebih awet. Prinsip dasar sterilisasi
sebenarnya sederhana, yaitu memperpanjang umur simpan bahan
pangan dengan cara membunuh mikroorganisme yang ada di
dalamnya.
Alat yang digunakan untuk proses sterilisasi adalah retort atau autoclave
yaitu bejana yang bertekanan tinggi. Media yang digunakan sebagai pemanas
di dalam retort dapat menggunakan uap air panas atau uap dan air panas.
9) Proses pendinginan
Produk kemasan kaleng diolah dengan suhu tinggi, sehingga akan kehilangan
cita rasa segarnya. Kerusakan produk kaleng dapat digolongkan sebagai berikut :
1) Flat sour, kaleng tidak cembung, tetapi isinya sangat asam
2) Flipper, yaitu kaleng terlihat normal, tetapi bila salah satu
tutupnya ditekan dengan jari, tutup lainnya akan menggembung.
3) Kembung sebelah atau springer, yaitu salah satu tutup kaleng
terlihat normal, sedangkan tutup lainnya kembung. Tetapi jika
bagian yang kembung ditekan akan masuk ke dalam, sedangkan
tutup lainnya yang tadinya normal akan menjadi kembung.
4) Kembung lunak atau soft swell, yaitu kedua tutup kaleng
kembung tetapi tidak keras dan masih dapat ditekan dengan ibu
jari.
5) Kembung keras atau hard swell, yaitu kedua tutup kaleng
kembung dan keras sehingga tidak dapat ditekan dengan ibu
jari. Pada kerusakan yang sudah lanjut dimana gas yang
terbentuk sudah sangat banyak, kaleng dapat meledak karena
sambungan kaleng tidak dapat menahan tekanan gas dari dalam.
Soft swell dan hard swell terjadi karena aktivitas
mikroorganisme pembentuk gas.
Kerusakan yang sering terjadi pada makanan atau bahan pangan
yang dikemas dengan kemasan kaleng terutama adalah kerusakan
kimia. Kerusakan kimia yang paling banyak terjadi adalah
hydrogen swell yaitu kerusakan karena adanya tekanan gas
hidrogen yang dihasilkan dari reaksi antara asam pada makanan
dengan logam pada kaleng kemasan. Kerusakan lainnya yaitu :
1) Interaksi antara bahan pembuat kaleng yaitu Sn dan Fe dengan
makanan yang dapat menyebabkan perubahan yang tidak
diinginkan. Kerusakan tersebut dapat berupa perubahan warna
dari bagian dalam kaleng, perubahan warna pada makanan yang
dikemas, off-flavor pada makanan yang dikemas, kekeruhan
pada sirup, perkaratan atau terbentuknya lubang pada logam,
kehilangan zat gizi.
2) Kerusakan mikrobiologis pada makanan kaleng dapat
disebabkan oleh meningkatnya resistensi mikroba terhadap
panas setelah proses sterilisasi, rusaknya kaleng setelah proses
sterilisasi sehingga memungkinkan masuknya mikroorganisme
ke dalam kaleng.
3) Perkaratan (korosi) adalah pembentukan lapisan longgar dari
peroksida yang berwarna merah coklat sebagai hasil proses
korosi produk pada permukaan dalam kaleng.
2 Daftar
materi yang 1. Proses Blansir atau blanching
sulit 2. Proses penghampaan udara atau exhausting
dipahami di
3. Proses sterilisasi
modul ini
3 Daftar 1. Penyimpanan Observasi/inkubasi
materi yang
2. Proses Pengeprisan dan Pemotongan
sering
mengalami
miskonseps
i