Hewani
1. Mencari Ide
2. Percobaan
Lakukan beberapa percobaan modifikasi terhadap proses pengolahan
produk pengawetan yang memperoleh resep baru pengawetan. Catat
dengan teliti setiap proses yan dilakukan. Lakukan percobaan hingga
ditemukan proses dan tekhnik yang tepat.
3. Perencanaan Produksi
Rancangan proses pengawetan yanga kan dilakukan dimulai dimulai
dengan pengadaan dan persiapan bahan serta peralatan,langkah-langkah
pada
proses
pengawetan
hingga
pengemasan,dan
juga
perancangansecara mendetail meliputi waktu,sarana,dan proses yang
harus dilakukan.
1)
2)
3)
4)
Hasil
1. Fungsi Kemasan
Terdapat tiga fungsi dasar yang harus dipenuhi oleh kemasan.
1) Fungsi perlindungan:untuk menjaga produk tetap bersih.
2) Fungsi penanganan:untuk mempermudah dalam proses penanganan
kemasan.
3) Fungsi untuk pemasaran:untuk membuat komsumen tertarik pada suatu
kemasan dan membantu promosi dan penjualan.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan paling tidak terdapat tujuh
fungsi kemasan,yaitu:
Factor pengamanan(cuaca,sianr,jatuh,tumpukan,kuaman,dll)
Factor ekonomi(biaya produksi),
Factor distibusi(kemudahan penyimpanan dan pemajangan),
Factor komunokasi(mudah dilihat,dipahami,dan diingat),
Factor ergonomic(mudah dibawa,dibuka,diambil,diminum),
a. Kemasan Primer
b. Kemasan Sekunder
Kemasan sekunder adalah kemasan kedua yang berisi sejumlah kemasan
primer. Kemasan ini tidak kontak langsung dengan produk yang dikemas.
c. Kemasan Tersier
Kemasan tersier adalah kemasan yang banyak diperuntukkan sebagai
kemasan transport.
3. Bahan Kemasan
a. Kemasan logam
Kemasan logam(kaleng) adalah kemasan yang paling aman karena
kemasan ini dapat melindungi produk dari sinar matahari,uap air,dan
oksigen.
b. Kemasan Gelas
Kemasan gelas sifatnya tidak bereaksi dengan bahan yang dikemas ,tahan
terhadap produk yang bersifat asam dan basa. Kekurangannya mudah
pecah jika terkena benturan dan beratnya cukup berat dibandingkan
dengan bahn lainnya seperti logan atau kertas.
c. Kemasan Plastik
Kemasan plastic bersifat ringan,relative mudah,namun masa simpan
relative singkat dibandingkan dengan kaleng. Tidak semua jenis plastic
dapat digunakan sebagai kemasan makanan dan minuman,ada jenis
plastic yang tidak dapat digunakan sebagai kemasan makanan dan
minuman karena mengandung zat kimia yang tidak baik untuk kesehatan
manusia.
d. Kemasan Kertas
Kemasan kertas dan karton banyak digunakan untuk kotak karton
lipat(KKL) dan kotak karton gelombang(KKG) mudah dicetak.
e. Kemasan Fleksibel
Kemasan fleksibel merupakan suatu revolusi dari teknologi pembuatan
kemasan,bentuknya fleksibel sesuai sifat produk yang dikandung.
4. Persyaratan Kemasan
a. Kemasan harus melindungi isi;
5. Pelabelan
2. Percobaan
Lakukan beberapa percobaan modifikasi terhadap proses pengolahan produk
pengawetan yang sudah ada, atau percobaan untuk memperoleh resep baru
pengawetan.
3. Perencanaan Produksi
Rancangan proses pengawetan yang akan dilakukan dimulai dengan pengadaan
dan persiapan bahan serta peralatan, langkah-langkah pada proses pengawetan
hingga pengemasan.
4. Pembuatan Produk Pengawetan dari Bahan Nabati dan Hewani
Pembuatan produk pengawetan dilakukan sesuai dengan rencana yang telah dibuat.
Lakukan setiap tahapan proses dengan hati-hati dan teliti. Kesalahan pada salah
satu tahapan akan memengaruhi kualitas dari produk akhir. Lakukan pula evaluasi
pada setiap produk yang dihasilkan untuk memastikan kualitas produk. Hasil
evaluasi dapat digunakan untuk perbaikan proses pengawetan berikutnya. Ingatlah
selalu untuk memperhatikan keselamatan kerja dan kebersihan agar menghasilkan
produk pengolahan yang higienis.
Teknik Pengolahan dan Pengawetan bahan nabati dan hewani
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah teknik pengolahan dan pengawetan bahan nabati dan hewani
yang ideal bagi masyarakat?
2.
3.
Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaiman teknik dan cara pengolahan dan pengawetan
bahan nabati dan
hewani yang ideal pada masyarakat
2. Untuk mengetahui bagaimana cara penyajian produk bahan hewani dan nabati
3. Untuk mengetahui bagaimana cara pengemasan produk pengawetan bahan
hewani dan
nabati
BAB II
PEMBAHASAN
Pangan secara umum bersifat mudah rusak (perishable), karena kadar air yang
terkandung di dalamnya sebagai faktor utama penyebab kerusakan pangan itu
sendiri. Semakin tinggi kadar air suatu pangan, akan semakin besar kemungkinan
kerusakannya baik sebagai akibat aktivitas biologis internal (metabolisme) maupun
masuknya mikroba perusak. kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan
apakah makanan tersebut masih pantas di konsumsi, secara tepat sulit di
laksanakan karena melibatkan factor-faktor nonteknik, sosial ekonomi, dan budaya
suatu bangsa. Idealnya, makanan tersebut harus: bebas polusi pada setiap tahap
produksi dan penanganan makanan, bebas dari perubahan-perubahan kimia dan
fisik, bebas mikroba dan parasit yang dapat menyebabkan penyakit atau
pembusukan (Winarno,1993).
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 menyatakan bahwa kualitas pangan yang
dikonsumsi harus memenuhi beberapa kriteria, di antaranya adalah aman, bergizi,
bermutu, dan dapat terjangkau oleh daya beli masyarakat.
A.Jenis-jenis teknik pengolahan dan pengawetan makanan
1.Pendinginan
2.Pengeringan
pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian
air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung
melalui penggunaan energi panas. Biasanya, kandungan air bahan tersebut di
kurangi sampai batas sehingga mikroorganisme tidak dapat tumbuh lagi di
dalamya. Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet dan volume
bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang
pengangkutan dan pengepakan, berat bahan juga menjadi berkurang sehingga
memudahkan transpor, dengan demikian di harapkan biaya produksi menjadi lebih
murah. Kecuali itu, banyak bahan-bahan yang hanya dapat di pakai apabila telah di
keringkan, misalnya tembakau, kopi, the, dan biji-bijian. Penyedotan uap air ini
daoat juga di lakukan secara vakum. Pengeringan dapat berlangsung dengan baik
jika pemanasan terjadi pada setiap tempat dari bahan tersebut, dan uap air yang di
ambil berasal dari semua permukaan bahan tersebut. Factor-faktor yang
mempengaruhi pengeringan terutama adalah luas permukaan benda, suhu
pengeringan, aliran udara, tekanan uap di udara, dan waktu pengeringan.
3.Pengemasan
Pengemasan merupakan bagian dari suatu pengolahan makanan yang berfungsi
untuk pengawetan makanan, mencegah kerusakan mekanis, perubahan kadar air.
Teknologi pengemasan perkembangan sangat pesat khususnya pengemas plstik
yang dengan drastic mendesak peranan kayu, karton, gelas dan metal sebagai
bahan pembungkus primer.
6.Pemanasan
penggunaan panas dan waktu dalam proses pemanasan bahan pangan sangat
berpengaruh pada bahan pangan. Beberapa jenis bahan pangan seperti halnya susu
dan kapri serta daging, sangat peka terhadap susu tinggi karena dapat merusak
warna maupun rasanya. Sebaliknya, komoditi lain misalnya jagung dan kedelai
dapat menerima panas yang hebat karena tanpa banyak mengalami perubahan.
Pada umumnya semakin tinggi jumlah panas yang di berikan semakin banyak
mikroba yang mati.
Pada proses pengalengan, pemanasan di tujukan untuk membunuh seluruh mikroba
yang mungkin dapat menyebabkan pembusukan makanan dalam kaleng tersebut,
selama penanganan dan penyimpanan. Pada proses pasteurisasi, pemanasan di
tujukan untuk memusnahkan sebagian besar mikroba pembusuk, sedangkan
sebagian besar mikroba yang tertinggal dan masih hidup terus di hambat
pertumbuhanya dengan penyimpanan pada suhu rendah atau dengan cara lain
misalnya dengan bahan pengawet. Proses pengawetan dapat di kelompokan
menjadi 3 yaitu: pasteurisasi, pemanasan pada 100 0C dan pemanasan di atas
1000 C.
7.Teknik fermentasi
.
fermentasi bukan hanya berfungsi sebagai pengawet sumber makanan,
tetapi juga berkhasiat bagi kesehatan. Salah satumya fermentasi dengan
menggunakan bakteri laktat pada bahan pangan akan menyebabkan nilai pH
pangan turun di bawah 5.0 sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri fekal
yaitu sejenis bakteri yang jika dikonsumsi akan menyebabkanakan muntah-muntah,
diare, atau muntaber.
Bakteri laktat (lactobacillus) merupakan kelompok mikroba dengan habitat dan
lingkungan hidup sangat luas, baik di perairan (air tawar ataupun laut), tanah,
lumpur, maupun batuan. tercatat delapan jenis bakteri laktat, antara lain
Lacobacillus acidophilus, L fermentum, L brevis,dll
Asam laktat yang dihasilkan bakteri dengan nilai pH (keasaman) 3,4-4 cukup untuk
menghambat sejumlah bakteri perusak dan pembusuk bahan makanan dan
minuman. Namun, selama proses fermentasi sejumlah vitamin juga di hasilnhkan
khususnya B-12. Bakteri laktat juga menghasilkan lactobacillin (laktobasilin), yaitu
sejenis antibiotika serta senyawa lain yang berkemampuan menontaktifkan reaksi
kimia yang dihasilkan oleh bakteri fekal di dalam tubuh manusia dan bahkan
mematikannya , Senyawa lain dari bakteri laktat adalah NI (not yet identified atau
belum diketahui). NI bekerja menghambat enzim 3-hidroksi 3-metil glutaril
reduktase yang akan mengubah NADH menjadi asam nevalonat dan NAD. Dengan
demikian, rangkaian senyawa lain yang akan membentuk kolesterol dan kanker
akan terhambat.
8.Teknik Iradiasi
Iradiasi adalah proses aplikasi radiasi energi pada suatu sasaran, seperti pangan.
Menurut Maha (1985), iradiasi adalah suatu teknik yang digunakan untuk
pemakaian energi radiasi secara sengaja dan terarah. Sedangkan menurut
Winarno et al. (1980), iradiasi adalah teknik penggunaan energi untuk penyinaran
bahan dengan menggunakan sumber iradiasi buatan.
digunakan (Sofyan, 1984; Winarnoradiasi pengion adalah radiasi partikel Contoh
radiasi pengion yang disebut terakhir ini paling banyak,Jenis iradiasi pangan yang
dapat digunakan untuk pengawetan bahan pangan adalah radiasi elektromagnetik
yaitu radiasi yang menghasilkan foton berenergi tinggi sehingga sanggup
menyebabkan terjadinya ionisasi dan eksitasi pada materi yang dilaluinya. Jenis
iradiasi ini dinamakan radiasi pengion, contoh dan gelombang elektromagnetik et
al.,1980).
Dua jenis radiasi pengion yang umum digunakan untuk pengawetan makanan
adalah : sinar gamma yang dipancarkan oleh radio nuklida 60Co (kobalt-60) dan
(caesium-37) dan berkas elektron yang terdiri dari partikel-pertikel bermuatan
listrik. Kedua jenis radiasi pengion ini memiliki pengaruh yang sama terhadap
makanan.
137
Cs
Menurut Hermana (1991), dosis radiasi adalah jumlah energi radiasi yang diserap ke
dalam bahan pangan dan merupakan faktor kritis pada iradiasi pangan. Seringkali
untuk tiap jenis pangan diperlukan dosis khusus untuk memperoleh hasil yang
diinginkan. Kalau jumlah radiasi yang digunakan kurang dari dosis yang diperlukan,
efek yang diinginkan tidak akan tercapai. Sebaliknya jika dosis berlebihan, pangan
mungkin akan rusak sehingga tidak dapat diterima konsumen
Keamanan pangan iradiasi merupakan faktor terpenting yang harus diselidiki
sebelum menganjurkan penggunaan proses iradiasi secara luas. Hal yang
membahayakan bagi konsumen bila molekul tertentu terdapat dalam jumlah
banyak pada bahan pangan, berubah menjadi senyawa yang toksik, mutagenik,
ataupun karsinogenik sebagai akibat dari proses iradiasi.
B.PROSES PENGALENGAN BAHAN PANGAN NABATI
Pada dasarnya, proses pengalengan bahan pangan nabati meliputi tahapan-tahapan
sebagai berikut; sortasi, pencucian, pengupasan, pemotongan, blanching,
pengisian, exhausting, penutupan, processing (sterilisasi), pendinginan dan
penyimpanan.
Bagian yang akan dikalengkan adalah bagian buah yang lazim dimakan/
dikonsumsi, yang biasanya berupa daging buah. Oleh karena itu, bagian-bagian
yang tidak berguna, seperti kulit, biji, bongkol, dsb dilakukan pembuangan. Bagian
daging buah yang akan dimakan kemudian dilakukan proses pemotongan, sesuai
dengan ukuran yang dikehendaki dan ukuran kaleng. Pemotongan atau pengecilan
ukuran dilakukan dengan untuk mempermudah pengisian bahan ke dalam kaleng
dan menyeragamkan ukuran bahan yang akan dimasukan. Selain itu, pengecilan
ukuran juga bertujuan untuk mempermudah penetrasi panas. Jika pemotongan
dilakukan dengan sembarangan, maka akan mengakibatkan diskolorisasi, yaitu
timbulnya warna yang gelap atau hilangnya warna asli maupun pemucatan warna.
b. Proses blansir
b.
c.
d.
menginaktivasi enzim
e.
f.
g.
mempermudah pengupasan
h.
i.
Air yang digunakan untuk proses blansir harus diganti secara rutin
c.
Suhu akhir produk setelah blansir harus sudah mencapai suhu yang telah
ditetapkan; dan
d.
Produk yang telah diblansir tidak boleh dibiarkan melebihi waktu maksimum
yang diijinkan.
Proses pengisian
a.
Pembuatan medium
Medium yang dipergunakan untuk pengalengan ini ada 2 macam, yaitu medium
larutan gula yang dipergunakan untuk pengalengan buah dan cincau. Medium yang
dipergunakan untuk untuk sop sayur adalah kuah sop yang telah dimasak dengan
rempah-rempah.
Medium digunakan dapat berupa sirop, larutan garam, kaldu atau saus tergantung
Kemudian dituangkan larutan sirup, larutan garam, kaldu atau saus. Sama halnya
dengan pada saat pengisian buah, pengisian sirop juga tidak dilakukan sampai
penuh, melainkan hanya diisikan hingga setinggi sekitar 1-2 cm dari permukaan
kaleng. Perlu diusahakan bahwa pada saat pengisian larutan tersebut, semua buah
dalam kondisi terendam.
Proses exhausting
Kaleng yang telah diisi dengan buah (dan sirop) kemudian dilakukan
proses exhausting. Tujuanexhausting adalah untuk menghilangkan sebagian besar
udara dan gas-gas lain dari dalam kaleng sesaat sebelum dilakukan penutupan
kaleng. Exhausting penting dilakukan untuk memberikan kondisi vakum pada
kaleng setelah penutupan, sehingga
(i) mengurangi kemungkinan terjadinya kebocoran kaleng karena tekanan dalam
kaleng yang terlalu tinggi (terutama pada saat pemanasan dalam retort), sebagai
akibat pengembangan produk, dan
(ii) mengurangi kemungkinan terjadinya proses pengkaratan kaleng dan reaksireaksi oksidasi lainnya yang akan menurunkan mutu.
Tingkat kevakuman kaleng setelah ditutup juga dipengaruhi oleh perlakuan blansir,
karena blansir membantu mengeluarkan udara/gas dari dalam
jaringan. Exhausting dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan
cara:
(i) melakukan pengisian produk ke dalam kaleng pada saat produk masih dalam
kondisi panas,
(ii) memanaskan kaleng beserta isinya dengan tutup kaleng masih terbuka, atau
(iii) secara mekanik dilakukan penyedotan udara dengan sistem vakum.
Suhu dalam ruang exhausting adalah 80 90 oC dan proses berlangsung selama 810 menit. Suhu produk ketika keluar dari exhauster adalah sekitar 60 - 70C. Pada
setiap selang waktu tertentu dilakukan pengecekan suhu produk yang keluar dari
exhauster, apakah suhu produk yang diinginkan tercapai atau tidak.
Setelah proses exhausting kaleng segera ditutup dengan rapat dan her-metis pada
suhu yang relatif masih tinggi. Semakin tinggi suhu penutupan kaleng, maka
semakin tinggi pula tingkat kevakumannya (semakin rendah tekanannya). Proses
penutupan kaleng juga merupakan hal yang sangat penting karena daya awet
produk dalam kaleng sangat tergantung pada kemampuan kaleng (terutama
bagian-bagian sambungan dan penutupan) untuk mengisolasikan produk di
dalamnya dengan udara luar. Penutupan yang baik akan mencegah terjadinya
kebocoran yang dapat mengakibatkan kebusukan. Penutupan kaleng yang
dilakukan sedemikian rupa, diharapkan baik udara, air maupun mikroba dari luar
tidak dapat masuk (menembus) ke dalam, sehingga keawetannya dapat
dipertahankan.
d. Proses sterilisasi
mikroba. Oleh karena itu digunakan suhu 121C dengan tekanan 1,05 bar. Pada
suhu dan tekanan tersebut maka semua mikroorganisme patogen dan pembusuk
akan mati. Kondisi proses sterilisasi sangat tergantung pada berbagai faktor, antara
lain :
a.
kondisi produk pangan yang disterilisasikan (nilai pH, jumlah mikroorganisme
awal, dan lain-lain)
b.
jenis dan ketahanan panas mikroorganisme yang ada dalam bahan pangan.
c.
d.
Medium pemanas.
e.
e.Proses pendinginan
f. Pengeringan
Setelah kaleng dikeluarkan dari retort, maka kaleng dikeringkan dan dibersihkan,
untuk mencegah korosi atau pengkaratan pada sambungan kaleng. Pengeringan
dan pembersihan kaleng ini perlu dilakukan untuk mencegah rekontaminasi (debu
atau mikroba) yang lebih mudah menempel pada kaleng yang basah.
g. Penyimpanan
Setelah itu disimpan dalam suhu ruang untuk mengetahui daya simpan dan
efektifitas sterilisasi. Pengamatan dilakukan selama 1 minggu dan kaleng disimpan
pada suhu 40-50oC. Jika dalam 1 minggu tersebut ada kaleng yang menggembung,
maka proses sterilisasi tidak berjalan dengan baik dan hal ini ditandai dengan masih
adanya aktivitas mikroorganisme. Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui
bahwa sebagian besar produk masih dalam keadaan baik setelah disimpan selama
1 minggu. Meskipun keseluruhan proses pengalengan bisa dikatakan aseptis,
namun tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya kerusakan, baik karena
berlalunya masa simpan (kadaluwarsa) ataupun karena kurang sempurnanya proses
pengalengan. Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan kerusakan tersebut,
yaitu antara lain:
Suhu dan waktu pemanasan yang tidak memadai selama sterilisasi dapat
mengakibatkan tumbuhnyaClostridium botulinum. Clostridium
botulinum merupakan bakteri termofilik (tahan panas) yang dapat hidup dalam
kondisi anaerobik (tidak ada oksigen).
Olahan ikan yang satu ini memang kerap kali dijadikan solusi bagi sebagian orang
yang malas memasak ikan segar. Selain, rasanya yang enak dan gurih kemudahan
pengolahan yang ditawarkan membuat sarden semakin akrab saja di kalangan
masyarakat. Pengalengan ikan adalah salah satu teknik pengolahan dengan cara
memanaskan ikan dalam wadah kaleng yang ditutup rapat untuk menonaktifkan
enzim, membunuh mikroorganisme, dan mengubah ikan dalam bentuk mentah
menjadi produk yang siap disajikan tetapi memiliki kandungan nilai gizi yang sedikit
menurun karena proses denaturasi protein akibat proses pemanasan bila
dibandingkan dengan ikan segar, namun lebih tinggi bila dibandingkan sumber
protein nabati seperti tahu dan tempe.
Metode pengawetan dengan cara pengalengan ditemukan oleh Nicholas Appert,
seorang ilmuwan Prancis. Pengalengan makanan merupakan suatu cara
pengawetan bahan bahan makanan yang dikemas secara hermetis dan kemudian
disterilkan. Pengemasan secara hermetis dapat diartikan bahwa penutupannya
sangat rapat, sehingga tidak dapat ditembus oleh udara, air, kerusakan akibat
oksidasi, ataupun perubahan cita rasa. Di dalam pengalengan makanan, bahan
pangan dikemas secara hermetis (hermetic) dalam suatu wadah, baik kaleng, gelas,
atau alumunium.
Pada pengawetan pangan, secara teknis ada beberapa cara yang menggunakan
prinsip mikrobiologis yaitu mengurangi jumlah seminimal mungkin mikroorganisme
pembusuk, mengurangi kontaminasi mikroorganisme, menciptakan suasana
lingkungan yang tidak disukai oleh mikroorganisme dengan cara pemanasan dan
radiasi. Pemusnahan mikroorganisme dengan pemanasan pada pengalengan
ikan pada prinsipnya menyebabkan denaturasi protein, serta menonaktifkan enzim
yang membantu proses metabolisme. Penerpan panas dapat bermacam-macam
tergantung dari jenis mikroorganismenya, fase mikroorganisme, dan kondisi
lingkungan spora bakteri. Semakin rendah suhu yang diberikan semakin banyak
waktu yang diperlukan untuk pemanasan. Pada pengalengan, yang perlu
diwaspadai adalah bakteri anaerob seperti Closteridium botullinum yang tahan
terhadap suhu tinggi.
Pengadaaan Bahan Baku Ikan Segar. Ikan yang akan dijadikan sarden bisanya
didapat dari nelayan ikan, ikan-ikan dijual langsung oleh pemilik perahu atau
dikumpulkan terlebih dahulu oleh pengepul. Ikan yang digunakan sebagai bahan
baku umumnya tergolong ikan pelagis ukuran kecil yang hidup bergerombol seperti
ikan Lemuru, ikan Sardin, ikan Tamban, ikan Balo, dan ikan Layang.
Pengisian (Filling). Ikan yang keluar dari mesin rotary ditampung dalam
keranjang plastik, lalu dibawa ke meja pengisian untuk diisikan kedalam kaleng.
Diatas meja pengisian terdapat pipa air yang digunakan untuk melakukan
pencucian ulang sebelum ikan diisikan kedalam kaleng. Posisi ikan didalam kaleng
diatur, misalnya untuk membuat produk kaleng kecil setelah penghitungan
rendemen ditentukan bahwa jumlah ikan yang diisikan kedalam kaleng adalah 4
ekor ikan. Ikan-ikan tersebut diisikan dalam kaleng dengan posisi 2 buah pangkal
ekor menghadap kebawah dan 2 ekor lagi menghadap keatas. Kaleng yang sudah
diisi ikan diletakkan diatas conveyor yang terus berjalan disamping meja pengisian
untuk masuk tahapan berikutnya.
Pemasakan Awal (Pree Cooking). Dengan bantuan conveyor kaleng yang sudah
terisi ikan masuk kedalam exhaust box yang panjangnya +12 m, di dalam exhaust
box ikan dimasak dengan menggunakan uap panas yang dihasilkan oleh boiler.
Suhu yang digunakan + 800C, proses pree cooking ini berlangsung selama + 10
menit. Setelah proses pemasakan selesai produk keluar dari exhaust box
dilanjutkan dengan tahapan selanjutnya yaitu penirisan (decanting).
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pangan secara umum bersifat mudah rusak (perishable), karena kadar air yang
terkandung di dalamnya sebagai faktor utama penyebab kerusakan pangan itu
sendiri. Semakin tinggi kadar air suatu pangan, akan semakin besar kemungkinan
kerusakannya baik sebagai akibat aktivitas biologis internal (metabolisme) maupun
masuknya mikroba perusak.
untuk mengawetkan makanan dapat dilakukan dengan beberapa teknik baik yang
menggunakan teknologi tinggi maupun teknologi sederhana. Caranya pun beragam
dengan berbagai tingkat kesulitan. Namun inti dari pengawetan makanan adalah
suatu upaya untuk menahahn laju pertumbuham mikroorganisme pada makananm
jenis-jenis teknik pengolahan dan pengawetan makanan itu ada 5 :
1.
pendinginan
2.
pengeringan
3.
pengalengan
4.
pengemasan
5.
6.
pemanasan
Pernahkah kamu melihat petani tersebut menjemur padi di bawah sinar matahari?
Itulah salah satu contoh proses pengeringan. Pengeringan adalah suatu metode
untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan
cara menguapkan air tersebut dengan menggunakan energi panas. Biasanya
kandungan air bahan tersebut dikurangi sampai suatu batas agar mikroba tidak
dapat tumbuh lagi di dalamnya. Keuntungan produk hasil pengeringan adalah
awet, lebih ringan, volume lebih kecil sehingga memudahkan penyimpanan dan
transportasi, serta menimbulkan citarasa khas. Selain itu, banyak bahan yang
hanya dapat digunakan apabila telah dikeringkan, misalnya tembakau, kopi, teh,
biji-bijian, dan lain- lainnya. Pengeringan dapat berlangsung dengan baik jika
pemanasan secara merata, dan uap air dikeluarkan dari seluruh permukaan bahan
tersebut. Faktor-faktor yang memengaruhi pengeringan terutama adalah luas
permukaan bahan, suhu pengeringan, aliran udara, dan tekanan uap di udara.
Pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan suatu alat pengering (articial
drier), atau dengan penjemuran (sun drying), yaitu pengeringan dengan
menggunakan energi langsung dari sinar matahari.
Pengeringan buatan (articial drying) mempunyai keuntungan karena suhu dan aliran
udara dapat diatur sehingga waktu pengeringan dapat ditentukan dengan tepat dan
kebersihan dapat diawasi sebaik-baiknya. Penjemuran mempunyai keuntungan
karena energi panas yang digunakan murah dan bersifat murah serta melimpah,
tetapi kerugiannya adalah jumlah panas sinar matahari yang tidak tetap sepanjang
hari, dan kenaikan suhu tidak dapat diatur sehingga waktu penjemuran sukar untuk
ditentukan dengan tepat. Selain itu, karena penjemuran dilakukan di tempat
terbuka yang langsung berhubungan dengan sinar matahari, kebersihannya harus
diawasi dengan sungguh-sungguh. Kadar air suatu bahan yang dikeringkan
memengaruhi seberapa jauh penguapan dapat berlangsung, lamanya proses
pengeringan dan jalannya proses pengeringan.
4. Pengawetan dengan Bahan Kimia
Pengawetan bahan pangan dapat juga dilakukan dengan melakukan penambahan
bahan kimia tertentu, yang telah diketahui memiliki efek mengawetkan.
Penggunaan bahan kimia untuk pengawet harus digunakan dalam takaran yang
tepat dan sesuai dengan ketentuan agar aman bagi manusia.Pemberian Asam,
Asam dapat menurunkan pH makanan sehingga dapat menghambat pertumbuhan
bakteri pembusuk. Asam dapat dibagi dalam 3 golongan yaitu:
(1) asam alami yang pada umumnya adalah asam organik misalnya asam tartrat
dan asam dari buah-buahan, misalnya asam sitrat seperti yang terdapat pada jeruk
nipis dan belimbing wuluh;
(2) asam yang dihasilkan melalui proses fermentasi, misalnya asam laktat dan asam
asetat; dan
(3) asam-asam sintetik, misalnya asam malat, asam fosfat, dan asam adipat. Cuka
adalah asam sintetik yang dapat kita temui sehari-hari.
a. Bahan pangan hewani memiliki daya simpan yang jauh lebih pendek daripada
bahan pangan nabati bila dalam keadaan segar (kecuali telur). Pendeknya daya
simpan ini terkait dengan struktur jaringan hasil hewani dimana bahan pangan
hewani tidak memiliki jaringan pelindung yang kuat dan kokoh sebagaimana pada
hasil tanaman.
b. Bahan pangan hewani bersifat lunak dan lembek sehingga mudah terpenetrasi
oleh faktor tekanan dari luar.
lemak pada daging terletak pada jaringan lemak, pada susu terletak pada globulaglobula lemak dan pada telur terdapat pada kuning telur.
d. Bahan pangan hewani pada umumnya merupakan sumber protein dan lemak
dan bahan pangan nabati merupakan sumber karbohidrat, vitamin, mineral, lemak
dan protein.
Kacang Tanah
Asam Sunti
Kerupuk Opak
Kerupuk Empang
Manisan mangga
Manisan pala
Ikan Asin
Telur Asin
Udang Ebi
Daging Asap
Ikan Asap
Semoga Bermanfaat !
Makanan yang ada di dalam wadah yang tertutup secara hermetis dapat dijaga
terhadap kontaminasi oleh mikroba, serangga, atau bahan asing lain yang mungkin
dapat menyebabkan kebusukan atau penyimpangan penampakan dan cita rasanya.
Kaleng dapat juga menjaga bahan pangan terhadap perubahan kadar air
yang tidak diinginkan.
Untuk bahan pangan berwarna yang peka terhadap reaksi fotokimia, kaleng
dapat menjaga terhadap cahaya
Dalam proses, biasanya dilakukan penambahan medium pengalengan. Di Indonesia,
dikenal tiga macam medium pengalengan, yaitu larutan garam (brine), minyak atau
minyak yang ditambah dengan cabai dan bumbu lainnya, serta saus tomat.
Penambahan medium bertujuan untuk memberikan penampilan dan rasa yang
spesifik pada produk akhir, sebagai media pengantar panas sehingga
memperpendek waktu proses, mendapatkan derajat keasaman yang lebih tinggi,
dan mengurangi terjadinya karat pada bagian dalam kaleng. Berdasarkan tujuannya
ada 4 macam penggunaan panas dalam pengolahan makanan, yaitu:
Dalam tahap proses sortasi dilakukan pemilihan buah yang akan dikaleng-kan yang
bermutu baik, tidak busuk, cukup tua akan tetapi tidak terlalu matang. Buah yang
kelewat matang tidak cocok untuk dikalengkan karena tekstur buah-nya akan
semakin lunak, sehingga menyebabkan tekstur yang hancur setelah pemanasan
dalam autoklaf. Setelah bahan disortasi, bahan kemudian dicuci atau dibersihkan
dengan menggunakan air bersih. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan kotoran
Bagian yang akan dikalengkan adalah bagian buah yang lazim dimakan/
dikonsumsi, yang biasanya berupa daging buah. Oleh karena itu, bagian-bagian
yang tidak berguna, seperti kulit, biji, bongkol, dsb dilakukan pembuangan. Bagian
daging buah yang akan dimakan kemudian dilakukan proses pemotongan, sesuai
dengan ukuran yang dikehendaki dan ukuran kaleng. Pemotongan atau pengecilan
ukuran dilakukan dengan untuk mempermudah pengisian bahan ke dalam kaleng
dan menyeragamkan ukuran bahan yang akan dimasukan. Selain itu, pengecilan
ukuran juga bertujuan untuk mempermudah penetrasi panas. Jika pemotongan
dilakukan dengan sembarangan, maka akan mengakibatkan diskolorisasi, yaitu
timbulnya warna yang gelap atau hilangnya warna asli maupun pemucatan warna.
Proses blansir
b.
c.
d.
menginaktivasi enzim
e.
f.
g.
mempermudah pengupasan
h.
i.
maupun hidrolisis, serta menurunkan jumlah mikroba pada bahan. Di dalam proses
blanching buah dan sayuran, terdapat dua jenis enzim yang tahan panas yaitu
enzim katalase dan peroksidase, kedua enzim ini memerlukan pemanasan yang
lebih tinggi untuk menginaktifkannya dibandingkan enzim-enzim lain. Apabila tidak
ada lagi aktivitas enzim katalase atau peroksidase pada buah dan sayuran yang
telah diblansir, maka enzim-enzim lain yang tidak diinginkan pun telah terinaktivasi
dengan baik. Lamanya proses blansir dipengaruhi beberapa faktor, seperti ukuran
bahan, suhu, serta medium blansir.
Pencegahan kontaminasi mikroba juga dapat dilakukan dengan penyimpanan bahan
pangan dengan baik. Bahan baku segar seperti sayuran, daging, susu sebaiknya
disimpan dalam lemari pendingin. Proses pemasakan juga dapat membunuh
mikroba yang bersifat patogen.
Proses blansir dapat dilakukan dengan cara mencelup potongan-potongan buah
dalam air mendidih selama 510 menit. Lama pencelupan tergantung jenis dan
banyak sedikitnya buah yang akan diolah. Secara umum, proses blansir perlu
memperhatikan hal-hal berikut :
a.
Proses blansir harus dilakukan sesuai dengan suhu dan waktu blansir yang
telah ditetapkan
b.
Air yang digunakan untuk proses blansir harus diganti secara rutin
c.
Suhu akhir produk setelah blansir harus sudah mencapai suhu yang telah
ditetapkan; dan
d.
Produk yang telah diblansir tidak boleh dibiarkan melebihi waktu maksimum
yang diijinkan.
Proses pengisian
a.
Pembuatan medium
Medium yang dipergunakan untuk pengalengan ini ada 2 macam, yaitu medium
larutan gula yang dipergunakan untuk pengalengan buah dan cincau. Medium yang
dipergunakan untuk untuk sop sayur adalah kuah sop yang telah dimasak dengan
rempah-rempah.
Medium digunakan dapat berupa sirop, larutan garam, kaldu atau saus tergantung
produk yang akan dikalengkan. Penambahan medium ini dilakukan untuk
mempercepat penetrasi panas dan mengurangi terjadinya korosi kaleng dengan
berkurangnya akumulasi udara.
b.
Kemudian dituangkan larutan sirup, larutan garam, kaldu atau saus. Sama halnya
dengan pada saat pengisian buah, pengisian sirop juga tidak dilakukan sampai
penuh, melainkan hanya diisikan hingga setinggi sekitar 1-2 cm dari permukaan
kaleng. Perlu diusahakan bahwa pada saat pengisian larutan tersebut, semua buah
dalam kondisi terendam.
Proses exhausting
Kaleng yang telah diisi dengan buah (dan sirop) kemudian dilakukan
proses exhausting.Tujuan exhausting adalah untuk menghilangkan sebagian besar
udara dan gas-gas lain dari dalam kaleng sesaat sebelum dilakukan penutupan
kaleng. Exhausting penting dilakukan untuk memberikan kondisi vakum pada
kaleng setelah penutupan, sehingga
(i) mengurangi kemungkinan terjadinya kebocoran kaleng karena tekanan dalam
kaleng yang terlalu tinggi (terutama pada saat pemanasan dalam retort), sebagai
akibat pengembangan produk, dan
(ii) mengurangi kemungkinan terjadinya proses pengkaratan kaleng dan reaksireaksi oksidasi lainnya yang akan menurunkan mutu.
Tingkat kevakuman kaleng setelah ditutup juga dipengaruhi oleh perlakuan blansir,
karena blansir membantu mengeluarkan udara/gas dari dalam
jaringan. Exhausting dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan
cara:
(i) melakukan pengisian produk ke dalam kaleng pada saat produk masih dalam
kondisi panas,
(ii) memanaskan kaleng beserta isinya dengan tutup kaleng masih terbuka, atau
(iii) secara mekanik dilakukan penyedotan udara dengan sistem vakum.
Suhu dalam ruang exhausting adalah 80 90 oC dan proses berlangsung selama 810 menit. Suhu produk ketika keluar dari exhauster adalah sekitar 60 - 70C. Pada
setiap selang waktu tertentu dilakukan pengecekan suhu produk yang keluar dari
exhauster, apakah suhu produk yang diinginkan tercapai atau tidak.
Setelah proses exhausting kaleng segera ditutup dengan rapat dan her-metis pada
suhu yang relatif masih tinggi. Semakin tinggi suhu penutupan kaleng, maka
Proses sterilisasi
a.
kondisi produk pangan yang disterilisasikan (nilai pH, jumlah mikroorganisme
awal, dan lain-lain)
b.
jenis dan ketahanan panas mikroorganisme yang ada dalam bahan pangan.
c.
d.
Medium pemanas.
e.
Proses pendinginan
Pengeringan
Setelah kaleng dikeluarkan dari retort, maka kaleng dikeringkan dan dibersihkan,
untuk mencegah korosi atau pengkaratan pada sambungan kaleng. Pengeringan
dan pembersihan kaleng ini perlu dilakukan untuk mencegah rekontaminasi (debu
atau mikroba) yang lebih mudah menempel pada kaleng yang basah.
Penyimpanan
Setelah itu disimpan dalam suhu ruang untuk mengetahui daya simpan dan
efektifitas sterilisasi. Pengamatan dilakukan selama 1 minggu dan kaleng disimpan
pada suhu 40-50oC. Jika dalam 1 minggu tersebut ada kaleng yang menggembung,
maka proses sterilisasi tidak berjalan dengan baik dan hal ini ditandai dengan masih
adanya aktivitas mikroorganisme. Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui
bahwa sebagian besar produk masih dalam keadaan baik setelah disimpan selama
1 minggu. Meskipun keseluruhan proses pengalengan bisa dikatakan aseptis,
namun tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya kerusakan, baik karena
berlalunya masa simpan (kadaluwarsa) ataupun karena kurang sempurnanya proses
pengalengan. Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan kerusakan tersebut,
yaitu antara lain:
Suhu dan waktu pemanasan yang tidak memadai selama sterilisasi dapat
mengakibatkan tumbuhnya Clostridium botulinum. Clostridium
botulinum merupakan bakteri termofilik (tahan panas) yang dapat hidup dalam
kondisi anaerobik (tidak ada oksigen)