PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Buah dan sayur merupakan makanan yang mudah rusak (perishable food)
sehingga memiliki masa simpan yang pendek. Beberapa buah dan sayur tertentu
hanya bisa ditemui pada musim tertentu, sehingga jika tidak musim buah atau
sayur tersebut sangat sulit untuk dijumpai. Pengolahan buah atau sayur menjadi
produk semi segar dapat mencegah terjadinya kerusakan sehingga komoditas
tersebut memiliki masa simpan yang lebih panjang.
Banyak metode dan cara untuk mencegah terjadinya kerusakan bahan pangan
tersebut, salah satunya dengan sterilisasi dan pengalengan. Pengertian sterilisasi
adalah suatu usaha membebaskan alat-alat atau bahan-bahan dari segala macam
bentuk kehidupan terutama mikroorganisme. (Dwiari, 2008)
Pengalengan makanan merupakan suatu cara pengawetan bahan pangan yang
dikemas secara hermetis dan kemudian disterilkan. Metode pengawetan tersebut
ditemukan oleh Nicolas Appert, seorang ilmuwan Prancis. Di dalam pengalengan
makanan, bahan pangan dikemas secara hermetis (hermetic) dalam suatu wadah,
baik kaleng, gelas, atau aluminium. Pengemasan secara hermetis dapat diartikan
bahwa penutupannya sangat rapat, sehingga tidak dapat ditembus oleh udara air,
kerusakan akibat oksidasi, ataupun perubahan cita rasa. Sampel yang digunakan
dalam praktikum yaitu buah pepaya, buah nanas, wortel dan buncis. Selain
pengolahan dengan suhu tinggi praktikum ini juga memahami perbedaan produk
sterilisasi yang disimpan pada suhu dingin dan suhu ruang.
1.2 Tujuan
Dari uraian latar belakang diatas maka tujuan pelaksaan praktikum ini adalah
agar mahasiswa mampu dalam :
a. Melakukan sterilisasi buah dan sayur.
b. Memahami pengaruh sterilisasi terhadap sifat organoleptik dan nilai gizi
bahan pangan.
1.3 Manfaat
Dengan melakukan praktikum ini praktikan dan masyarakat akan mengetahui
penerapan sterilisasi pada pengalengan buah dan sayur dan dampaknya terhadap
keawetan produk.
1
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Pengertian Pengalengan
Pengalengan didefinisikan sebagai suatu cara pengawetan bahan pangan yang
dipak secara hermetis (kedap terhadap udara, air, mikroba, dan benda asing
lainnya) dalam suatu wadah, yang kemudian disterilkan secara komersial untuk
membunuh semua mikroba patogen (penyebab penyakit) dan pembusuk.
Pengalengan secara hermetis memungkinkan makanan dapat terhindar dari
kebusukan, perubahan kadar air, kerusakan akibat oksidasi, atau perubahan cita
rasa. (Luh, 1975)
Tujuan dari proses pengalengan adalah untuk membunuh mikroorganisme
dalam makanan dan mencegah rekontaminasi. Panas merupakan agensia umum
yang digunakan untuk membunuh mikroorganisme. Penghilangan oksigen
digunakan bersama dengan metode lain untuk mencegah pertumbuhan
mikroorganisme yang memerlukan oksigen. Dalam pengalengan konvensional
buah dan sayur, ada tahapan proses dasar yang sama untuk kedua tipe produk.
Perbedaannya mencakup operasi khusus untuk beberapa buah atau sayuran, urutan
tahapan proses yang digunakan dalam operasi dan tahapan pemasakan atau
blanching. (Apriyadi, 2009)
Salah satu perbedaan utama dalam tahapan operasi pengalengan buah dan
sayuran adalah operasi blanching. Umumnya buah tidak di-blanching sebelum
pengisian dalam kaleng sedangkan kebanyakan sayuran melalui tahapan ini.
Sayuran yang dikalengkan umumnya memerlukan lebih banyak beberapa proses
daripada buah karena sayuran memiliki keasaman yang lebih rendah dan
mengandung organisme tanah yang lebih tahan panas. (Apriyadi, 2009)
Metode pengalengan secara umum dapat digolongkan menjadi dua, yaitu
metoda pengalengan konvensional dan metoda aseptik. Pada metoda pengalengan
konvensional bahan pangan berupa padatan atau caiaran yang telah disiapkan
dalam kaleng atau botol ditutup rapat dan disterilisasi dalam autoklaf. Sedangkan
pada metoda pengalengan aseptik bahan pangan dan kemasan dikerjakan secara
terpisah. Bahan pangan diperlakukan sesuai dengan proses termalnya, sedangkan
kemasan dilakukan sterilisasi terlebih dahulu. (Apriyadi, 2009)
2
2.2 Prinsip Pengalengan
Pada dasarnya prinsip-prinsip pengolahan dalam pengalengan, baik dilakukan
di rumah maupun di pabrik ternyata sama saja. Tahapan pengalengan terdiri dari
penyiapan wadah, penyiapan bahan mentah, pengisian ke dalam wadah, dan
proses pengalengan. Penyiapan wadah terdiri dari proses pembersihan wadah
sebelum dipakai dan pemberian kode. Penyiapan bahan mentah umumnya terdiri
dari pemilihan/sortasi dan grading, pencucian, pengupasan atau pemotongan
bahan mentah, blansing untuk bahan-bahan tertentu, penambahan bahan-bahan
tertentu, dan pengisian (filling). Proses pengalengan terdiri dari beberapa tahap
seperti pembuangan udara/penghampaan (exhausting), penutupan wadah
(sealing), sterilisasi (processing), pendinginan (cooling), dan penyimpanan
(storage). (Apriyadi, 2009)
Daya awet makanan kaleng sangat bervariasi sangat tergantung dari jenis
bahan pangan, jenis wadah, proses pengalengan yang dilakukan dan kondisi
tempat penyimpanannya, tetapi jika proses pengolahannya sempurna maka daya
awet produk yang dikalengkan akan lama. Kerusakan makanan kaleng pada
umumnya terjadi karena perubahan tekstur dan cita rasa dibandingkan karena
mikroorganisme. (Apriyadi, 2009)
3
B. Pembersihan Kaleng Kosong
Meskipun pada saat penerimaan kaleng kosong dari supplier dalam keadaan
bersih, namun pembersihan kaleng kosong wajib dilakukan sebelum digunakan.
Cara efektif untuk membersihkan kaleng kosong dengan cara mencuci kaleng
pada posisi terbalik menggunakan air panas yang disemprotkan. (Dwiari, 2008)
C. Persiapan Produk
Tahap awal yang penting pada proses pengalengan yaitu pembersihan dan
persiapan produk sebelum diisikan ke dalam kaleng. Tahap persiapan produk
meliputi trimming, pengecilan ukuran dan pencucian. Pencucian bertujuan untuk
mencegah terjadinya kontaminasi silang. (Dwiari, 2008)
D. Pengisian
Pengisian kaleng harus seragam dan jumlah/berat produk relatif sama. Teknik
pengisian yang benar harus dihindari adanya gas terutama oksigen. Pengisian
produk dalam kondisi panas (hot filling) atau dengan cara memanaskan produk
setelah pengisian sebelum dilakukan penutupan bertujuan untuk mendapatkan
kondisi hampa udara. Pengisian produk ke dalam kaleng tidak dilakukan sampai
penuh namun ada jarak antara permukaan produk dengan permukaan kaleng.
Jarak ini dikenal dengan head space. Tinggi head space berkisar 69 mm.
Medium pengalengan adalah larutan atau bahan lainnya yang ditambahkan ke
dalam produk waktu proses pengisian. Jenis-jenis medium yang biasa digunakan
adalah larutan garam, sirup, kaldu, dan minyak. Larutan garam digunakan untuk
bahan pangan yang tidak asam, sirup digunakan untuk buah-buahan, kaldu untuk
daging, dan minyak digunakan untuk ikan dan hasil perikanan lainnya. Medium
pengalengan tersebut dapat memberikan cita rasa pada produk kalengan, dan juga
berfungsi untuk mengurangi waktu sterilisasi, dengan cara meningkatkan proses
perambatan panas, serta dapat mengurangi korosi kaleng dengan cara
menghilangkan udara. (Apriyadi, 2009)
Sebagian besar oksigen dan gas lain harus dihilangkan dari bahan di dalam
wadah sebelum operasi penutupan (exhausting). Di dalam wadah yang sudah
ditutup tidak diinginkan adanya oksigen, karena gas itu dapat bereaksi dengan
bahan pangan atau bagian dalam kaleng sehingga akan mempengaruhi mutu, nilai
gizi, dan umur simpan produk kalengan. Exhausting juga berguna untuk
memberikan ruangan bagi pengembangan produk selama proses sterilisasi
4
sehingga kerusakan wadah akibat tekanan produk dari dalam dapat dihindarkan,
juga berguna untuk menaikkan suhu produk di dalam wadah sampai mencapai
suhu awa (initial temperature). (Apriyadi, 2009)
Beberapa alasan mendapatkan kondisi kemasan hampa udara, yaitu: untuk
mempertahankan karakteristik flavor dan komponen nutrisi yang peka terhadap
oksidasi, menyediakan ruang untuk membebaskan gas-gas yang terbentuk selama
pemanasan, menghindari atau meminimalkan korosi akibat adanya oksigen.
(Dwiari, 2008)
E. Penutupan
Pengalengan didasarkan pada prinsip pemanasan dan penutupan kaleng
setelah produk diberi perlakuan sterilisasi komersial. Pada proses penutupan atau
dikenal pula dengan istilah double seaming harus dipastikan bahwa tidak terjadi
kontaminasi ulang atau kontaminasi silang (recontamination) oleh mikroba.
Kontaminasi silang dapat terjadi baik selama proses pendinginan, penanganan dan
penyimpanan produk hasil pengalengan. (Dwiari, 2008)
F. Proses Pengalengan (Sterilisasi)
Istilah yang umum digunakan dalam proses thermal untuk pengalengan
makanan adalah pemasakan (cooking), sterilisasi (retorting) dan proses
pengalengan (processing). Proses pemasakan, pengalengan dan sterilisasi
menerapkan proses pemansan pada suhu dan waktu tertentu. Kegiatan tersebut
bertujuan untuk mendapatkan produk steril komersial dan untuk memasak produk
yang dikalengkan. (Dwiari, 2008)
Produk steril komersial artinya produk memperoleh perlakuan panas pada
suhu dan waktu tertentu yang dapat membunuh mikroba penyebab penyakit
maupun penyebab kebusukan pada suhu penyimpanan. Suhu pemanasan harus
mencukupi untuk memasak produk namun perubahan nutrisi serendah-rendahnya.
Dengan demikian pemberian panas pada proses pengalengan diharapkan tidak
hanya dapat membunuh mikroba penyebab penyakit dan penyebab kebusukan
namun perubahan flavor, tekstur, warna dan nilai nutrisi produk tidak rusak.
Penggunaan suhu dan waktu yang digunakan dalam sterilisasi komersial
didasarkan pada kecukupan panas yang diberikan sehingga dapat membunuh
bakteri Clostridium botulinum yang berpotensi menimbulkan racun botulin yang
mematikan. (Dwiari, 2008)
5
Kematian mikroba oleh panas dan kemampuannya untuk berkembang akan
dipengaruhi oleh tingkat keasaman produk yang akan dikalengkan. Menurut
Hariyadi (2007), secara umum produk yang memiliki pH > 4,5 dan aw (water
activity) 0,85, dikemas secara hermetis dan tidak disimpan dalam pendingin maka
produk tersebut harus dilakukan sterilisasi komersial. (Dwiari, 2008)
G. Pendinginan
Setelah produk dilakukan proses pengalengan maka produk tersebut
didinginkan. Pendinginan ini dimaksudkan untuk mendinginkan tutup kaleng
setelah pengalengan, menghindari terjadinya pemasakan produk lewat masak
(over cooking). Pada produk yang lewat masak akan menghasilkan produk yang
terlalu lunak, terjadinya perubahan flavor dan aroma yang berbeda dari yang
dikehendaki. Air untuk pendinginan harus bebas dari kontaminan mikroba atau
bisa juga menggunakan air yang diklorinasi. (Dwiari, 2008)
H. Penanganan dan Penyimpanan Produk Hasil Pengalengan
Penanganan produk hasil penyimpanan yang salah dapat menyebabkan
terjadinya awal kerusakan, akibatnya mikroba bisa menembus kaleng dan
merusak produk. Penyimpanan produk dalam kaleng pada suhu yang tinggi atau
di bawah kondisi yang diinginkan akan menyababkan kaleng berkarat. (Dwiari,
2008)
2.4 Kerusakan Makanan Kaleng
Kerusakan pada produk kaleng dibagi menjadi dua yaitu kerusakan yang
disebabkan karena kesalahan pengolahan dan kebocoran kaleng. Pada dasarnya
kerusakan utama pada makanan kaleng ditimbulkan oleh kurang sempurnanya
proses termal dan pencemaran kembali sesudah pengolahan. Kerusakan makanan
kaleng dapat disebabkan tiga hal yaitu keadaan terlipatnya sambungan-sambungan
kaleng, kontaminasi bakteriologis dari air pencuci atau air pendingin, peralatan
pengalengan bekerja kurang baik. (Fadli, 2011)
Menurut Anggraini et al., (2013), kerusakan-kerusakan yang terjadi pada
pengalengan sebagai berikut :
a. Flipper, yaitu kaleng terlihat normal, tetapi bila salah satu tutupnya ditekan
dengan jari, tutup lainnya akan menggembung.
b. Kembung sebelah atau springer, yaitu salah satu tutup kaleng terlihat normal,
sedangkan tutup lainnya kembung. Tetapi jika bagian yang kembung ditekan
6
akan masuk ke dalam, sedangkan tutup lainnya yang tadinya normal akan
menjadi kembung.
c. Kembung lunak, yaitu kedua tutup kaleng kembung tetapi tidak keras dan
masih dapat ditekan dengan ibu jari.
d. Kembung keras, yaitu kedua tutup kaleng kembung dan keras sehingga tidak
dapat ditekan dengan ibu jari. Pada kerusakan yang sudah lanjut dimana gas
yang terbentuk sudah sangat banyak, kaleng dapat meledak karena sambungan
kaleng tidak dapat menahan tekanan gas dari dalam.
7
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
Buah/ sayur
Pengupasan Kulit
Penutupan
8
BAB IV
HASIL PRAKTIKUM
9
Parameter
Sampel Suhu Hari ke-
Warna Bau Rasa Tekstur
4 Orange pucat - - -
7 Orange pucat, air jernih - - Lunak
Suhu 0 (Sebelum) Orange Khas wortel Agak manis khas wortel Agak keras
Dingin 0 (Sesudah) Orange Khas wortel Asin Agak keras
4 Orange pucat - - -
7 Orange pucat, air keruh Khas wortel Khas wortel rebus Agak Lunak
Buncis Suhu 0 (Sebelum) Hijau muda Khas buncis Hambar Agak keras
(Kelompok 4) Ruang 0 (Sesudah) Hijau muda Khas buncis Asin Agak lunak
4 Hijau pucat, air keruh - - -
7 Hijau pucat, air keruh Masam Tidak sedap Lunak
Suhu 0 (Sebelum) Hijau muda Khas buncis Hambar Agak keras
Dingin 0 (Sesudah) Hijau muda Khas buncis Asin Agak lunak
4 Hijau kecoklatan, air - - -
jernih
7 Hijau kecoklatan, air Khas buncis Asin Agak lunak
jernih
10
BAB V
PEMBAHASAN
11
Exhausting disini sangat penting dalam proses pengalengan, Di dalam
wadah yang sudah ditutup tidak diinginkan adanya oksigen, karena gas itu dapat
bereaksi dengan bahan pangan atau bagian dalam kaleng sehingga akan
mempengaruhi mutu, nilai gizi, dan umur simpan produk kalengan. Exhausting
juga berguna untuk memberikan ruangan bagi pengembangan produk selama
proses sterilisasi sehingga kerusakan wadah akibat tekanan produk dari dalam
dapat dihindarkan, juga berguna untuk menaikkan suhu produk di dalam wadah
sampai mencapai suhu awal (initial temperature). (Apriyadi, 2009)
Yang terakhir yaitu proses sterilisasi, Suhu pemanasan harus mencukupi untuk
memasak produk namun perubahan nutrisi serendah-rendahnya. Dengan demikian
pemberian panas pada proses pengalengan diharapkan tidak hanya dapat
membunuh mikroba penyebab penyakit dan penyebab kebusukan namun
perubahan flavor, tekstur, warna dan nilai nutrisi produk tidak rusak. Penggunaan
suhu dan waktu yang digunakan dalam sterilisasi komersial didasarkan pada
kecukupan panas yang diberikan sehingga dapat membunuh bakteri Clostridium
botulinum yang berpotensi menimbulkan racun botulin yang mematikan. (Dwiari,
2008)
Setelah dilakukan pengalengan buah dan sayur, pengamatan dilakukan
selama tujuh hari pengamatan meliputi warna bau, rasa, dan tekstur.
Penyimpanan juga dilakukan dua perlakuan yakni penyimpanan suhu ruang dan
penyimpanan suhu dingin.
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan pada sampel pepaya yang
disimpan pada suhu ruang, pada hari keempat terjadi degradasi warna yakni warna
berubah menjadi merah oranye dan medium menjadi keruh dan pada hari ketujuh
pada warna bau rasa dan tekstur bahan pangan sudah busuk warna pada bahan
berubah menjadi pucat dan medium menjadi sangat keruh sehingga tidak layak
untuk dikonsumsi. Sedangkan pada penyimpanan suhu pendingin sampel pepaya
dalam keadaan segar hingga hari ketujuh walaupun pada hari ketujuh terjadi
perubahan warna yakni warna berubah menjadi warna orange pucat dan medium
tetap jernih namun parameter lain menunjukkan bahwa sampel pepaya masih
dalam keadaan yang layak dikonsumsi.
12
Pada sampel nanas yang disimpan pada suhu ruang, hari keempat dan
ketujuh terjadi perubahan pada medium yang digunakan menjadi agak keruh,
namun warna pada nanas asih terlihat kuning segar. Sedangkan pada penyimpanan
suhu rendah tidak terjadi perubahan wujud yang nyata pada pengalengan nanas.
Warna, tekstur aroma dan rasa pada nanas masih segar dan medium yang
digunakan juga terlihat jernih. Hasil diatas sesuai dengan literatur yang
menyatakan bahwa perubahan fisik dan kimiawi dapat dibatasi apabila suhu ruang
simpan terjaga tetap diatas titik beku produk kaleng. (Anonim, 2014)
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan pada sampel wortel yang
disimpan pada suhu ruang, pada hari keempat tidak terjadi perubahan warna
namun medium menjadi agak keruh keruh dan pada hari ketujuh pada warna bau
rasa dan tekstur bahan pangan sudah busuk warna pada bahan berubah menjadi
pucat dan medium menjadi sangat keruh sehingga tidak layak untuk dikonsumsi.
Sedangkan pada penyimpanan suhu pendingin sampel wortel dalam keadaan segar
hingga hari ketujuh. Namun pada aroma menunjukkan bau yang masam. Secara
visual sampel wortel terlihat segar dan medium terlihat jernih.
Sampel buncis yang disimpan pada suhu ruang, pada hari ke empat dan
ketujuh terjadi perubahan pada medium yang digunakan menjadi agak keruh, dan
warna buncis menjadi hijau pucat. Sedangkan pada penyimpanan suhu rendah
tidak terjadi perubahan wujud yang nyata pada pengalengan buncis. Warna,
tekstur aroma dan rasa pada nanas masih segar dan medium yang digunakan juga
terlihat jernih. Hasil diatas sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa
perubahan fisik dan kimiawi dapat dibatasi apabila suhu ruang simpan terjaga
tetap diatas titik beku produk kaleng. (Anonim, 2014)
13
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Pengalengan dapat memperpanjang daya simpan bahan pangan apabila
dilakukan penyimpanan yang baik seperti penyimpanan suhu dingin. Namun
proses pengalengan yang menggunakan suhu tinggi dapat mempengaruhi mutu
gizi pada produk pangan yang dikalengkan.
6.2 Saran
Sebaiknya dalam melakukan proses pengalengan dilakukan dengan cermat
dan teliti dikarenakan kesalahan pada proses pengalengan dapat berpengaruh pada
daya simpan bahan pangan, selain itu penyimpanan sebaiknya disimpan pada suhu
dingin karena dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen yang dapat
merusak bahan pangan.
14
DAFTAR PUSTAKA
Dwiari, Sri Rini dkk. 2008. Teknologi Pangan Jilid 1. Jakarta : Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.
15
Lampiran 1. Dokumentasi Selama Praktium
Gambar 2. Produk Pengalengan Buah dan Sayur Suhu Dingin pada Hari ke- 7
Gambar 3. Produk Pengalengan Buah dan Sayur Suhu Ruang pada Hari ke-7
16