Anda di halaman 1dari 8

PROGRAM STUDI ILMU GIZI

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG

Penggulaan

Yasmin Azzahra Fadjar, 22030119140151

Abstrak
Penggulaan merupakan teknologi pengawetan makanan dengan larutan berkadar gula tinggi. Selain
berfungsi sebagai pemanis, gula juga berfungsi sebagai pengawet alami yang dapat menekan kadar air
di dalam bahan makanan sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Salah satu jenis
pengawetan dengan metode penggulaan ini adalah pembuatan selai. Selai merupakan produk makanan
yang kental atau semi padat yang terbuat dari campuran buah dan gula. Salah satu buah yang dapat
dijadikan sebagai bahan baku selai adalah nanas. Nanas merupakan buah yang memiliki aroma, rasa,
dan aroma yang khas, serta disukai sebagian besar masyarakat. Di Indonesia nanas sangat melimpah
dan mudah didapat karena masa panennya tidak mengenal musim, namun nanas memiliki sifat mudah
rusak dan cepat busuk. Sehingga salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memperpanjang daya
simpan nanas, yaitu dengan mengolahnya menjadi produk olahan berupa selai. Dalam praktikum kali
ini dibahas mengenai proses pembuatan selai nanas, fungsi dari bahan yang digunakan, serta faktor
yang dapat memengaruhi dalam pembuatannya.

Kata kunci: penggulaan, selai, nanas, gula, suhu

1 PENDAHULUAN

Penggulaan merupakan teknologi pengawetan makanan dengan larutan berkadar gula tinggi.
Selain berfungsi sebagai pemanis, gula juga berfungsi sebagai pengawet alami yang dapat menekan
kadar air di dalam bahan makanan sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Menurut
Fitriyah, penggulaan dalam pengolahan bahan pangan pada konsentrasi tinggi mengakibatkan sebagian
air dalam bahan hilang sehingga mikroba tidak mampu bertahan hidup dalam keadaan Aw yang rendah.
Faktor pengolahan yang memengaruhi dalam proses penggulaan, yaitu sukrosa dan pemanasan. Faktor
lain yang dapat memengaruhi mutu gula, yaitu efisiensi saat proses penjernihan sari tebu (1).

Pengolahan dengan metode penggulaan memiliki berbagai jenis produk yang dihasilkan, salah
satunya yaitu selai. Menurut Agustina dan Handayani, selai merupakan produk makanan berbentuk
setengah padat yang dibuat dari campuran buah dan gula. Jenis selai yang umum beredar di pasaran
adalah selai oles. Selai oles diketahui lebih mudah pembuatannya karena peralatan yag dibutuhkan
sederhana. Selai seringnya tidak dikonsumsi langsung, melainkan diaplikasikan pada produk bakery
atau sebagai pemanis pada minuman. Komponen utama pembuatan selai, yaitu pektin, gula, dan asam.
Karakteristik selai buah adalah rasa yang khas dan tekstur gel yang sempurna. Bentuk gel pada selai
terjadi karena adanya reaksi dari pektin yang berasal dari buah, gula, dan asam. Dalam pembuatan selai
buah haruslah menggunakan buah yang mengandung pektin dan asam yang cukup untuk menghasilkan
selai yang baik (2).
Penggulaan

Buah-buahan yang ideal dalam pembuatan selai harus mengandung pektin dan asam yang cukup
untuk menghasilkan selai yang baik. Buah-buah tersebut dapat meliputi tomat, nanas, apel, anggur,
jeruk dan sebagainya (3). Menurut Nurani, pembuatan selai umumnya menggunakan bahan buah yang
memiliki kandungan pektin. Pektin merupakan senyawa polisakarida larut air yang mampu membentuk
gel pada produk selai. Pada beberapa jenis buah dengan kandungan pektin rendah umumnya akan
ditambahkan pektin komersil agar terbentuk gel yang konsisten. Bahan lain yang digunakan dalam
pembuatan selai adalah gula. Gula berperan dalam pembentukan gel. Selain itu, gula juga berfungsu
sebagai pengawet alami yang mencegah pertumbuhan kapang pada produk selai. Selain pektin dan
gula, bahan lain yang berperan dalam pembuatan selai adalah adanya pengasam. Pengasam
ditambahkan untuk memperoleh pH di kisaran 2.8-3.4 untuk membentuk gel yang konsisten,
memperkuat rasa buah serta meningkatkan nilai total asam. Umumnya, pengasam yang sering
digunakan dalam pembuatan selai dan marmalade adalah asam sitrat. Selain asam sitrat, pengasam
lainnya yang dapat ditambahkan dalam produk selai maupun marmalade antara lain asam malat, asam
tartarat asam laktat, asam fumarat ataupun asam fosfat (4).

Salah satu buah yang dapat dijadikan selai adalah nanas. Menurut Saputro dkk, nanas merupakan
buah yang memiliki aroma, rasa, dan aroma yang khas, serta disukai sebagian besar masyarakat. Di
Indonesia nanas sangat melimpah dan mudah didapat karena masa panennya yang tidak mengenal
musim, namun nanas memiliki sifat mudah rusak dan cepat busuk. Sehingga salah satu cara yang dapat
dilakukan untuk memperpanjang daya simpan nanas, yaitu dengan mengolahnya menjadi produk
olahan berupa selai (5). Selain itu, pengolahan nanas berbentuk produk selai akan memudahkan dalam
proses pengemasan dan akan meningkatkan nilai jual nanas dibandingkan ketika dijual dalam bentuk
segar. Menurut Pratiwi, nanas memiliki kandungan vitamin yang cukup lengkap dengan kandungan
vitamin yang paling banyak, yaitu vitamin C. Nanas juga mengandung vitamin A, vitamin B1, vitamin
B2, dan niasin. Selain vitamin terdapat juga kandungan kalsium, fosfor, besi, protein, karbohidrat,
serat, dan lain-lain dalam buah nanas (3).

Salah satu karakteristik yang dimiliki selai adalah tingkat viskositasnya. Selai juga harus
memiliki rasa yang dapat diterima oleh konsumen. Selai mengandung senyawa-senyawa yang berguna
untuk tubuh, dalam hal lain selai dengan buah murni akan memiliki kadar air yang tinggi. Maka dari
itu diperlukan penambahan gula yang berlebih untuk meningkatkan viskositas, diperlukan pemanasan
yang lama untuk menurunkan kadar air, dan juga diperlukan penambahan pektin untuk mempercepat
pembentukan gel. Penambahan gula yang terlalu banyak akan menyebabkan cita rasa yang kurang
disukai oleh konsumen. Pemanasan yang terlalu lama menurunkan kualitas gizi dari selai, demikian
juga penambahan pektin tidak boleh melebihi ketentuan. Penambahan sukrosa dan glukosa juga
digunakan untuk dapat menghasilkan selai dengan tingkat viskositas dan rasa yang sesuai dengan yang
diinginkan oleh konsumen. (3).

Menurut Pratiwi, selai yang baik adalah selai yang memiliki viskositas yang baik, rasa warna dan
aroma yang sesuai dengan buah aslinya, memiliki daya oles yang baik pada roti juga stabil selama
penyimpanan. Selai terbentuk bila tercapai kadar yang sesuai antara pektin, gula, dan asam dalam air.
Selai yang bermutu baik mempunyai ciri-ciri warna yang cemerlang, distribusi buah merata, tekstur
lembut, cita rasa buah alami, tidak mengalami sineresis, dan kristalisasi selama penyimpanan. Pada
pembuatan selai ada beberapa faktor yang harus diperhatikan antara lain pengaruh panas dan gula pada
pemasakan, serta keseimbangan proporsi gula, pektin, dan asam (3).

Sifat daya tahan dari selai, menurut Muntikah dan Razak, ditentukan oleh berbagai faktor, yaitu:
kandungan gula yang tinggi, biasanya 65 ─ 75% bahan terlarut; keasaman tinggi, pH sekitar 3,1 ─ 3,5;
nilai Aw sekitar 0,75 ─ 0,83; suhu tinggi sewaktu pemanasan atau pemasakan (105°C ─ 106°C), kecuali
Penggulaan

pada evaporasi dan pengendapan dengan suhu rendah; dan tekanan gas oksigen yang rendah selama
penyimpanan, misalnya pada pengisian panas ke dalam wadah yang kedap air (4).

Maka dari itu, pengamatan dalam praktikum penggulaan dengan pembuatan selai nanas ini
dilakukan untuk mengetahui proses dari pembuatan selai tersebut, faktor yang memengaruhi dalam
prosesnya, fungsi bahan yang digunakan dalam pembuatan selai, dan mengetahui karakteristik selai
nanas sebelum dan sesudah penyimpanan.

2 BAHAN DAN METODE

2.1 Bahan baku

Alat yang digunakan dalam praktikum ini, yaitu blender untuk menghaluskan nanas dan
mencampurnya dengan air, wajan untuk memasak puree nanas dan mencampurkannya dengan asam
sitrat, botol kaca sebagai wadah untuk selai yang telah jadi, talenan sebagai alas saat memotong nanas,
pisau untuk memotong nanas menjadi potongan kecil, spatula kayu untuk mengaduk puree nanas saat
sedang proses pemasakan, pH meter untuk menentukan apakah pH selai sudah sesuai dengan standar,
dan thermometer untuk mengetahui suhu saat proses pemasakan. Adapun bahan yang digunakan, yaitu
satu buah nanas, gula pasir sebanyak 200 gram, asam sitrat sebanyak 0,1 gram, dam air sebanyak 50
mL.

Alat dan bahan

2.2 Prosedur pengolahan

Prosedur teknik pengolahan metode penggulaan dengan pembuatan selai nanas, pertama-tama
dilakukan blanching dengan cara merendam nanas pada air dengan suhu 82°C - 100°C selama 5 menit.
Kemudian nanas yang telah diblanching dipotong menjadi beberapa potongan kecil dan dimasukkan
ke dalam blender untuk dihaluskan bersama dengan gula pasir 200 gram dan air 50 mL. Lalu, bubur
atau puree nanas yang telah dihaluskan tadi dimasukkan ke dlaam wajan dan ditambahkan dengan 0,1
gram asam sitrat. Setelah dicampurkan, pH sampel adonan selai nanas diukur dengan menggunakan
pH meter. Kemudian, dilakukan pemasakan dengan cara terus mengaduk adonan selai hingga mencapai
kekentalan yang sesuai dengan panas yang stabil. Setelah dirasa kekentalan sesuai, selai disimpan
dalam wadah botol kaca tertutup yang sudah disterilisasi sebelumnya dengan masa penyimpanan
selama 6 hari.
Penggulaan

2.3 Prosedur analisa

Prosedur analisis yang dilakukan dalam pengamatan praktikum kali ini adalah uji organoleptik.
Uji ini dilakukan sebanyak 2 kali selama praktikum. Uji pertama sesaat setelah dilakukannya
pemasakkan dan sebelum dimasukkan ke dalam wadah botol kaca bertutup. Lalu, uji kedua dilakukan
setelah melalui masa 6 hari penyimpanan selai dalam botol kaca bertutup tersebut. Karakteristik yang
dinilai dalam uji organoleptik tersebut, yaitu warna, tekstur, aroma, dan rasa.

Uji organoleptik pada selai nanas sebelum dan setelah melalui proses penyimpanan

3 HASIL DAN DISKUSI

3.1 Proses Metode Penggulaan dengan Pembuatan Selai Nanas

Menurut Nurani proses dalam pembuatan selai nanas, yaitu nanas yang sudah dikupas dan
dibersihkan kemudian didehidrasi secara osmosis lalu dihaluskan dengan menggunakan blender
dengan penambahan air berbanding nanas sebesar 2:1. Lalu, ditambahkan gula, pektin, dan asam sitrat.
Campuran tersebut kemudian dipanaskan pada suhu 80°C - 100°C selama 22-23 menit. Selai yang
sudah jadi kemudian dimasukkan ke dalam botol yang sudah disterilisasi dan disimpan rapat (6). Dan
contoh proses lainnya menurut Fahrizal dan Fadhil, pertama-tama nanas dikupas dan dicuci
menggunakan air bersih dan ditiriskan sampai kering. Kemudian dilakukan pemblansiran selama 10
menit dengan suhu 82°C - 100°C dengan cara mencelupkan buah nanas ke dalam air panas pada suhu
100°C. Setelah itu, nanas yang sudah diblansir dihaluskan menggunakan blender selama 3 menit
sampai berbentuk bubur. Dilakukan pemanasan awal ± 5 – 10 menit, lalu dilakukan penambahan gula
dan pektin. Selanjutnya dilakukan pemasakan dengan api sedang sampai selai masak. Untuk menilai
apakah selai sudah masak atau belum, dilakukan fork test, yaitu dengan cara memasukkan garpu ke
dalam adonan selai. Kemudian garpu tersebut diangkat dan apabila selai di antara gigi garpu tersebut
tidak mengalir ke bawah, berarti selai sudah masak. Selai nanas yang sudah masak kemudian
dimasukkan ke dalam wadah botol berpenutup untuk dianalisis lebih lanjut (7).
Dari kedua proses di atas, dalam pengamatan praktikum kali ini ada beberapa perbedaan dalam
proses pembuatan selainya, pada proses Nurani dilakukan dehidrasi osmosis sedangkan pada
praktikum kali ini dan juga penelitian Fahrizal dilakukan blansir. Perbandingan penambahan air Nurani
juga memiliki perbedaan di mana pada praktikum dipakai perbandingan 4:1, sedangkan pada penelitian
Fahrizal tidak ada penambahan air pada proses pemblenderan. Pada praktikum kali ini juga tidak
dilakukan penambahan pektin seperti yang dilakukan oleh Nurani dan Fahrizal. Dan juga adanya
perbedaan waktu saat menambahkan gula ke dalam adonan selai, pada penelitian Fahrizal gula
ditambahkan pada saat proses pemasakan sedangkan pada Nurani dan praktikum kali ini dilakukan
penambahan gula pada saat diblender. Perbedaan terakhir pada praktikum dengan penelitian
sebelumnya yaitu adanya perbedaan pengecekan tingkat kematangan selai, pada penelitian Fahrizal
diketahui menggunakan teknik fork test di mana teknik tersebut menggunakan garpu sebagau alat
Penggulaan

bantu, sedangkan pada praktikum kali ini hanya dilakukan dengan menggunakan spatula kayu yang
dipakai untuk mengaduk adonan selai.
Perbedaan sebagian besar hanya terletak pada teknisnya saja, yang mana Kemungkinan tidak
akan memberikan dampak perubahan yang signifikan terhadap hasil akhir selai nantinya. Namun, ada
satu perbedaan pada bahan yang digunakan, yaitu tidak adanya penambahan pektin pada praktikum
kali ini. Menurut Syahnawaz dkk, pektin merupakan zat pengental yang banyak digunakan daam
industri pangan maupun non pangan. Kemampuannya dalam membuat gel menjadikan pektin sebagai
salah satu bahan yang dimanfaatkan sebagai pengental, penstabil, dan pengemulsi (8). Dilihat dari
perbedaan tersebut kemungkinan akan didapatkan perbedaan karakteristik tekstur yang dihasilkan pada
produk akhir selai nanas nantinya.

3.2 Fungsi Bahan yang Digunakan dalam Proses Pembuatan

Pada praktikum kali ini nanas digunakan sebagai bahan utama. Menurut Saputro dkk, nanas
merupakan buah yang memiliki aroma, rasa, dan aroma yang khas, serta disukai sebagian besar
masyarakat (5). Menurut Pratiwi, nanas memiliki kandungan vitamin yang cukup lengkap dengan
kandungan vitamin yang paling banyak, yaitu vitamin C. Nanas juga mengandung vitamin A, vitamin
B1, vitamin B2, dan niasin. Selain vitamin terdapat juga kandungan kalsium, fosfor, besi, protein,
karbohidrat, serat, dan lain-lain dalam buah nanas (3). Selain memiliki kandungan zat gizi yang baik,
nanas sebagai bahan utama pembuatan selai ini juga memiliki kadar pektin dan asam yang cukup ideal
sehingga baik sebagai bahan dasar pembuatan selai.
Bahan kedua, yaitu gula atau sukrosa. Menurut Nurani, gula merupakan salah satu bahan yag
banyak dilibatkan dalam proses pengawetan dan produk pangan ini. Fungsi gula pada pembuatan selai
utamanya adalah untuk membentuk tekstur gel yang baik, kenampakan produk yang menarik, serta
memberikan rasa dan flavor. Gula berperan penting dalam membentuk gel karena berinteraksi dengan
pektin yang berasal dari buah-buahan. Penambahan gula juga akan memengaruhi keseimbangan pektin
dan air, pektin akan menggumpal dan membentuk serabut halus, kontinuitas dan kepadatan ditentukan
oleh banyaknya kadar pektin dan gula yang digunakan (6). Agustina dan Handayani juga menyebutkan
bahwa penambahan gula berpengaruh terhadap warna dari selai karena gula dapat menyebabkan reaksi
pencokelatan yaitu karamelisasi dan reaksi Maillard sehingga selai yang dihasilkan berwarna gelap
atau cokelat (2). Tambahan menurut Pratiwi kadar gula yang tinggi juga dapat memengaruhi kadar air
menjadi semakin rendah, sehingga ketegaran gel menjadi terpengaruh karena sifat gula yang mengikat
air (3). Hal ini terbukti pada pengamatan praktikum kali ini ditemukan hasil bahwa rasa dari produk
selai nanas memiliki rasa yang manis, serta tekstur yang lembek dan sedikit padat.
Bahan selanjutnya dalam praktikum kali ini, yaitu asam sitrat. Asam sitrat menurut Fitriyah
termasuk ke dalam golongan flavor enhancer atau bahan pemacu rasa yang merupakan salah satu bahan
tambahan dalam produk pangan untuk memberikan nilai lebih pada rasa sesuai dengan karakteristik
produk yang dihasilkan dan biasanya hanya ditambahkan dalam jumlah kecil saja (1). Nurani
menyebutkan bahwa asam sitrat juga berfungsi sebagai pembentuk gel agar lebih konsisten dan sebagai
pengatur pH, dalam hal ini yaitu menurunkan pH sehingga dapat mencegah aktifnya fenolase dan
menambah rasa asam pada selai nanas (2)(6). Hal ini terbukti pada pengamatan praktikum kali ini
bahwa dengan adanya penambahan asam sitrat pada adonan selai nanas, selain rasa asam dari nanas
itu sendiri terdapat juga tambahan dari asam sitrat yang ditambahkan.
Bahan terakhir dalam praktikum ini adalah air. Menurut Gaffar dkk, kadar air dalam bahan
pangan seperti selai sangat berperan unyuk menjaga konsistensi tekstur. Kadar air dari produk pangan
berupa selai ini juga dipengaruhi oleh proses pemasakan karena kadar air selai akan mengalami
penurunan selama proses pemasakan (9). Hal ini berkaitan dengan penambahan air pada praktikum
Penggulaan

sehingga tercipta tekstur yang lembek ditambah lagi dengan bahan utama berupa nanas yang memiliki
kadar air cukup banyak sehingga adonan selai memiliki tekstur yang lembek pada hasil akhirnya,
walaupun setelah proses penyimpanan selama 6 hari terlihat bahwa tekstur selai menjadi semakin tidak
lembek seperti pada saat awal setelah pemasakan, hal ini mungkin terjadi karena kadar air yang hilang
selama proses penyimpanan.

3.3 Faktor yang Memengaruhi dalam Proses Pembuatan

Dalam pembuatan selai nanas ini, menurut Muntikah dan Razak ada beberapa faktor yang
mempengaruhi kualitas produknya, yaitu bahan bakunya, waktu pemasakan, dan keseimbangan
proporsi bahan yang digunakan. Selai dengan kualitas baik dihasilkan dari buah yang benar-benar
matang. Buah dengan aroma kuat akan menghasilkan selai dengan aroma kuat pula. Pektin diperlukan
dalam pembuatan selai dan berfungsi sebagai pengental. Semakin cepat selai mengental, semakin besar
jumlah rendemennya. Hal lain yang harus diperhatikan dalam pembuatan selai adalah waktu
pemasakan jangan terlalu lama, karena pemasakan yang terlalu lama akan menghasilkan selai yang
keras dan terbentuk kristal gula (kadar gula terlalu tinggi > 68%). Sebaliknya, apabila waktu
pemasakan terlalu singkat, selai masih belum mengental sehingga tidak dapat dioleskan nantinya.
Penambahan asam yang terlalu banyak juga berpengaruh dan akan menyebabkan keluarnya air dari gel
yang terbentuk. Namun, apabila terlalu sedikit juga saat ditambahkan, maka gel akan menjadi mudah
pecah (4).

3.4 Karakteristik Selai sebelum dan Setelah Penyimpanan

Karakteristik pertama, yaitu warna. Warna merupakan salah satu faktor penting dalam penentuan
kualitas makanan. Warna yang dihasilkan pada produk akhir selai sebagian besar dipengaruhi oleh
bahan baku yag digunakan. Warna yang dihasilkan pada proses pembuatan selai di praktikum kali ini
adalah kuning sebelum penyimpanan dan kuning lebih gelap setelah dilakukan penyimpanan selama 6
hari. Menurut Gaffar dkk, hal ini mungkin terjadi karena proses pemasakan dan penambahan gula, di
mana semakin tinggi konsentrasi gula akan menghasilkan warna yang semakin gelap. Warna cokelat
atau warna gelap yang terjadi merupakan suatu proses reaksi browning melalui karamelisasi (9).
Menurut Rosyida dan Sulandari, warna pada produk akhir tidak dipengaruhi oleh penambahan asam
sitrat, namun gula yang terkaramelisasi membuat warna produk menjadi stabil sehingga tetap memiliki
warna asalnya. Asam sitrat yang ditambahkan juga dapat menurunkan pH sehingga berfungsi sebagai
penghambat reaksi pencokelatan enzimatis (10). Adanya warna kuning yang terjadi pada produk akhir
pembuatan selai sejalan dengan warna awal nanas yaitu kuning, namun mengalami sedikit penggelapan
dalam warnanya setelah dilakukan pemasakan dengan pemanasan dan penyimpanan, namun dalam
bentuk yang tidak signifikan karena adanya penambahan gula dan asam sitrat yang dapat membuat
warna nanas menjadi stabil serta menghambat reaksi pencokelatan enzimatis dengan menurunkan pH.
Kemudian untuk karakteristik tekstur, menurut Rosyida dan Sulandari, gula dan asam sitrat
sangat memberikan pengaruh yang nyata terhadap tekstur produk. Terjadinya pembentukan gel pada
adonan bubur nanas atau puree nanas dipengaruhi oleh gula, asam, dan pektin (10). Menurut Nurani
juga diketahui bahwa, fungsi gula pada pembuatan selai utamanya adalah untuk membentuk tekstur
gel yang baik, kenampakan produk yang menarik, serta memberikan rasa dan flavor. Gula berperan
penting dalam membentuk gel karena berinteraksi dengan pektin yang berasal dari buah-buahan.
Penambahan gula juga akan memengaruhi keseimbangan pektin dan air, pektin akan menggumpal dan
membentuk serabut halus, kontinuitas dan kepadatan ditentukan oleh banyaknya kadar pektin dan gula
yang digunakan (6). Adanya tekstur yang lembek pada produk akhir selai nanas dapat diakibatkan
Penggulaan

karena adanya keseimbangan antara kadar gula dan pektin yang saling berinteraksi dalam adonan selai
sehingga terjadilah pembentukan gel tekstur selai seperti yang diharapkan.
Untuk karakteristik aroma, menurut Lisdiana, pemasakan selai harus dilakukan dalam waktu
yang singkat agar aroma yang terkandung dalam selai tidak hilang dan terjadi hidrolisis pektin.
Penguapan air setelah proses pemasakan juga harus dilakukan dalam waktu singkat untuk mencegah
hilangnya aroma dan hidrolisis pektin (11). Dalam produksi selai tidak ada penambahan karakteristik
aroma karena aroma tergantung pada kualitas buah dan jenis buah yang digunakan Terciumnya aroma
susu pada roti dapat diakibatkan oleh bahan susu bubuk yang sebelumnya digunakan, karena komposisi
bahan yang digunakan juga memengaruhi hasil akhir aroma roti yang dihasilkan.
Karakteristik terakhir, yaitu rasa. Dalam produksi selai tidak ada penambahan karakteristik rasa
karena rasa tergantung pada kualitas buah dan jenis buah yang digunakan. Kematangan buah juga
berpengaruh terhadap rasa karena buah yang lebih matang akan kehilangan struktur pada saat proses
pemanasan dan kurang beraroma (12). Rasa manis pada selai nanas kemungkinan diakibatkan oleh rasa
dari nanas itu sendiri yang pada dasarnya berasa manis dan juga adanya tambahan gula pada saat proses
pemasakan selai nanas.
Tabel 1. Uji Organoleptik

Uji Organoleptik Hari ke-1 Hari ke-6


Warna Kuning Kuning
Tekstur Lembek Lembek
Aroma Manis harum nanas Manis harum nanas
Rasa Manis Manis

4 KESIMPULAN

Berdasarkan pengamatan pada praktikum yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa
penggulaan merupakan teknologi pengawetan makanan dengan larutan berkadar gula tinggi dan
pembuatan selai adalah salah satu jenis dari metode penggulaan tersebut. Bahan yang digunakan dalam
pembuatan selai memiliki fungsi masing-masing, seperti gula atau sukrosa untuk membentuk tekstur
gel yang baik, kenampakan produk yang menarik, serta memberikan rasa dan flavor; asam sitrat untuk
memberikan nilai lebih pada rasa dan sebagai pengatur pH; serta air yang berperan menjaga konsistensi
tekstur. Beberapa faktor yang dapat memengaruhi kualitas produk, yaitu bahan baku, waktu
pemasakan, dan keseimbangan proporsi bahan yang digunakan.
Penggulaan

DAFTAR PUSTAKA

1. Fitriyah J. Pengaruh Komposisi Bahan terhadap Kualitas Manisan Bawang Putih. 2015;

2. Agustina WW, Handayani MN. Pengaruh Penambahan Wortel (Daucus Carota) terhadap
Karakteristik Sensori dan Fisikokimia Selai Buah Naga Merah (Hyloreceus Polyrhizus).
Edufortech. 2016;1(1).

3. Pratiwi TF. Kajian Pengaruh Perbandingan Bubur Buah Nanas (Ananas comosus) dan Labu
Kuning (Cucurbita moschata ) dengan Sukrosa dan Glukosa terhadap Mutu Selai. Universitas
Pasundan Bandung; 2017.

4. Razak M, Muntikah. Bahan Ajar Gizi Ilmu Teknologi Pangan. Zamil F, Sapriyadi, editors.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia; 2017. 90–92 p.

5. Azhari Saputro T, Mayun Permana IDG, Ari Yusasrini NL. Pengaruh Perbandingan Nanas
(Ananas comosus L. Merr.) dan Sawi Hijau (Brassica juncea L.) terhadap Karakteristik Selai. J
Ilmu dan Teknol Pangan. 2018;7(1):52.

6. Nurani FP. Penambahan Penambahan Pektin, Gula, Dan Asam Sitrat Dalam Pembuatan Selai
Dan Marmalade Buah-Buahan. J Food Technol Agroindustry. 2020;2(1):27–32.

7. Fahrizal, Fadhil R. Kajian Fisiko Kimia dan Daya Terima Organoleptik Selai Nenas yang
Menggunakan Pektin dari Limbah Kulit Kakao. J Teknol dan Ind Pertan Indones. 2014;6(3).

8. Shahnawaz M, Shiekh S. Analysis of Viscosity of Jamun Fruit Juice, Squash, and Jam at
Different Compositions to Ensure The Sustability of Processing Applications. 2011;3(5):89–94.

9. Gaffar R, Lahming L, Rais M. Pengaruh Konsemtrasi Gula terhadap Mutu Selai Kulit Jeruk Bali
(Citrus maxima). J Pendidik Teknol Pertan. 2017;3:117–25.

10. Rosyida F, Sulandri L. Pengaruh Jumlah Gula dan Asam Sitrat Terhadap Sifat Organoleptik,
Kadar Air dan Jumlah Mikroba Manisan Kering Siwalan (Borassus flabellifer). E-Journal Boga.
2014;3(1):297–307.

11. Lisdiana Fachruddin. Teknologi Tepat Guna: Membuat Aneka Selai. 1st ed. Yogyakarta:
Kanisius; 1997. 1–56 p.

12. Javanmard M, Johari E. A Survey on Rheological Properties of Fruit Jams. 2010;1(1):31–7.

Anda mungkin juga menyukai