Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH EKONOMI PANGAN

ISU KETAHANAN PANGAN NASIONAL

“19,4 Juta Orang Indonesia Tidak Dapat Memenuhi Kebutuhan Pangan”

Di susun oleh:

Ria Kurniawati J310170117

Royani Eka S J310170154

Rose Diana Febriyanti J310170157

Amanda Bulan Ramadhani J310170159

PROGRAM STUDI ILMU GIZI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Suatu negara bahkan dunia memiliki kemampuan untuk menyediakan


pangan bagi warganya dalam jumlah yang cukup. Distribusi menjadi masalah
yang dapat menyebabkan keterbatasan penduduk dalam mengakses pangan.
Penduduk di dunia saat ini mencapai 7 miliar orang, diperkirakan bertambah
menjadi tiga kali lipatnya dalam waktu tidak lebih dari empat puluh tahun. Jumlah
penduduk sebesar 7 miliar diperkirakan memiliki kebutuhan serealia kurang lebih
2.464,6 juta ton. Peningkatan jumlah penduduk yang tidak diimbangi dengan
peningkatan produksi menyebabkan krisis pangan (Dewan Ketahanan Pangan dan
Gizi, 2015).

Negara di kawasan Afrika, Asia Tengah, Asia Tenggara dan sebagian kecil
di Amerika Latin memiliki resiko lebih tinggi mengalami krisis pangan karena
lebih dari 35% atau lebih dari satu per tiga penduduknya kekurangan pangan.
Berdasarkan perkiraan neraca pangan dunia 2025 bahwa jumlah ketersediaan
pangan dan produksi pangan yang kurang dari permintaan pangan akan terjadi
ketidakseimbangan neraca pangan. Keadaan ketidak seimbangan neraca pangan
menyebabkan terjadinya penyaluran pangan dari Negara di Eropa dan Amerika
Utara kea rah negara yang rawan kekurangan pangan yaitu Afrika, Asia Tengah,
Asia Tenggara dan sebagian kecil di Amerika Latin. Beberapa Negara telah
mengantisipasi terjadinya krisis pangan dengan menjamin ketersediaan pangan
dan menjaga produksi, serta mengurangi ekspor (Dewan Ketahanan Pangan dan
Gizi, 2015).

Krisis pangan merupakan salah satu permasalahan yang berdampak pada


pembangunan nasional Indonesia. Masalah pangan dan gizi berkaitan dengan
perbaikan hidup masyarakat. Permasalahan yang timbul berupa segi kesehatan
dan pemenuhan zat gizi. Kuantitas dan kualitas pemberian makan yang rendah
mengakibatkan asupan zat gizinya rendah. Asupan zat gizi yang rendah akan
menurunkan daya tahan tubuh sehingga kesehatan menurun pula. Tingkat
kesehatan yang buruk akan berdampak pada produktifitas kerja sehingga
pendapatan juga akan menurun. Berdasarkan pemaparan masalah yang sering
terjadi dibutuhkan pengupayaan mengatasi masalah nasional tersebut agar
tercapainya kesejahteraan nasional (Dewan Ketahanan Pangan dan Gizi, 2015).

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :

1. Bagaimana sistem ketahanan pangan di Indonesia?


2. Bagaimana pengaruh ketahanan pangan terhadap ketahan nasional ?

1.3 Tujuan Umum

1. Mengetahu pengaruh ketahanan pangan nasional terhadap ketahanan


pangan keluarga.
2. Mengetahui bagaimana cara pemerintah dalam menanggulangi
pemenuhanan kebutuhan pangan dalam ketahanan pangan nasional
terhadap keluarga.

1.4 Tujuan Khusus


1. Mengetahui keadaan pangan di Indonesia.
2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pemenuhan kebutuhan
pangan dalam ketahanan pangan Indonesia.
3. Mengetahui keadaan sosial dan status ekonomi masyarakat Indonesia.
4. Menganalisis cara pemerintah dalam menanggulangi pemenuhan
kebutuhan pangan dalam ketahanan pangan Indonesia.
5. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pemenuhan kebutuhan
pangan dalam ketahanan pangan Indonesia.
6. Mengetahui sub sistem ketahanan pangan.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sistem Ketahanan Pangan

Ketahanan pangan diwujudkan oleh hasil kerja sistem ekonomi pangan yang
terdiri dari subsistem ketersediaan meliput produksi, pasca panen dan pengolahan,
subsistem distribusi dan subsistem konsumsi yang saling berinteraksi secara
berkesinambungan. Ketiga subsistem tersebut merupakan satu kesatuan yang didukung
oleh adanya berbagai input sumberdaya alam, kelembagaan, budaya, dan teknologi.
Proses ini akan hanya akan berjalan dengan efisien oleh adanya partisipasi masyarakat
dan fasilitasi pemerintah.

Partisipasi masyarakat ( petani, nelayan dll) dimulai dari proses produksi,


pengolahan, distribusi dan pemasaran serta jasa pelayanan di bidang pangan. Fasilitasi
pemerintah diimplementasikan dalam bentuk kebijakan ekonomi makro dan mikro di
bidang perdagangan, pelayanan dan pengaturan serta intervensi untuk mendorong
terciptanya kemandirian pangan. Output dari pengembangan kemandirian pangan
adalah terpenuhinya pangan, SDM berkualitas, ketahanan pangan, ketahanan ekonomi
dan ketahanan nasional.

Subsistem ketersediaan pangan mencakup aspek produksi, cadangan serta


keseimbangan antara impor dan ekspor pangan. Subsistem ini berfungsi menjamin
pasokan pangan untuk memenuhi kebutuhan penduduk, baik dari sisi jumlah, kualitas,
keragaman maupun keamanannya. Acuan kualitatif untuk ketersediaan pangan adalah
Angka Kecukupan Gizi (AKG) rekomendasi Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi
VIII Tahun 2004, yaitu energi sebesar 2200 kkal/kapita/hari dan protein 57
gram/kapita/hari. Acuan untuk menilai tingkat keragaman ketersediaan pangan adalah
Pola Pangan Harpan dengan skor 100 sebagai PPH ideal.
2.2 Pengaruh Ketahanan Pangan Terhadap Ketahanan Nasional

Pemerintah Indonesia berusaha mengatasi masalah pemenuhan kebutuhan


pangan dengan meningkatkan pasokan melalui peningkatan produksi beras dan
mengembangkan tanaman bernilai lebih tinggi. Namun strategi ini terbukti tidak efektif
sebab walaupun Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang baik, masih ada 19,4
juta warganya yang tidak dapat memenuhi kebutuhan makanan sehari-hari. Anggota
Dewan Pembina Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Arianto A. Patunru
mengatakan, fokus pemerintah pada pasokan pangan nasional mengacu pada
pemahaman yang ketinggalan zaman tentang ketahanan pangan. Ketahanan pangan
hanya dimaknai sebagai ketersediaan domestik dan stabilitas pasokan pangan
Sejak pertengahan 1990-an, Organisasi Pangan dan Pertanian PBB sudah
menambahkan akses individu (keterjangkauan makanan dan preferensi makanan
individu) dan pemanfaatan (keamanan pangan dan manfaat gizi) untuk mencapai yang
disebut ketahanan pangan. "Kedua dimensi ini mencerminkan sisi permintaan keamanan
pangan dan hal ini yang diabaikan pemerintah dalam upaya menjamin keamanan
pangan,” jelas Arianto melalui rilis ke Kompas.com. Konsepsi keamanan pangan ini
menunjukkan bahwa solusi yang lebih efektif untuk masalah ini adalah meningkatkan
persaingan di pasar pangan domestik. Persaingan yang dimaksud adalah mengarah pada
kemajuan teknologi, peningkatan kualitas makanan dan penurunan harga.

Persaingan di pasar pangan domestik dan peningkatan ketersediaan pangan


membuka peluang terciptanya pasar dan juga impor yang lebih murah. Para elit politik
di Indonesia sebagian besar mengabaikan pentingnya impor untuk mencapai ketahanan
pangan. Mereka memiliki pemahaman yang salah kalau impor adalah penyebab tidak
tercapainya ketahanan pangan. Sejumlah undang-undang bahkan menetapkan impor
hanya diperbolehkan ketika suplai domestik tidak cukup. Arianto menambahkan, tidak
ada pemerintahan yang berhasil merencanakan produksi dan konsumsi secara akurat
untuk seluruh negeri, apalagi sebuah negara dengan populasi yang sangat besar seperti
Indonesia. Data pangan menjadi salah satu hal yang sering dipermasalahkan. Misalnya
saja, data total luas panen sawah antara Kementerian Pertanian berbeda dengan data
BPS.
Kemudian data mengenai jumlah impor garam industri yang diperlukan juga
berbeda antara Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan Kementerian
Perindustrian. Beberapa lembaga juga memiliki data konsumsi beras per kapita yang
berbeda. Dengan ketidaksesuaian data ini, koordinasi pusat pasokan makanan tidak
mungkin dilakukan. Ketika harga pangan di tingkat domestik melambung, pemerintah
akhirnya mengizinkan impor bahan pangan. Namun para importir harus melalui proses
perizinan yang rumit yang melibatkan beberapa pejabat pemerintah. "Penundaan yang
disebabkan oleh proses ini telah mengakibatkan kerugian Rp 303 miliar atau setara
dengan 22 juta dollar AS untuk pembayar pajak Indonesia sejak tahun 2010,” jelas
mantan Kepala Lembaga Penelitian Ekonomi Manajemen Universitas Indonesia (LPEM
UI) periode 2009-2012 ini. Ia mengatakan, harga daging sapi, beras dan beberapa
komoditas lainnya di Indonesia telah melambung di atas harga pasar internasional.
Harga makanan eceran seringkali jauh lebih tinggi di Indonesia daripada di negara
tetangga dan negara yang jauh lebih kaya.

Harga yang tinggi ini sudah membebani konsumen sekitar 98 miliar dollar AS
antara 2013 hingga 2015, bahkan melebihi jumlah pungutan Kebijakan Pertanian
Bersama Uni Eropa pada konsumen Eropa. Selain melambungnya harga pangan yang
memberatkan konsumen, petani justru tidak mendapatkan keuntungan dari hal ini.
Sebanyak dua per tiga dari petani Indonesia adalah konsumen yang terkena dampak dari
tingginya harga pangan. Mereka yang terdampak adalah para petani skala kecil yang
memegang kurang dari 0,25 hektar lahan di Jawa Tengah dan hanya menghasilkan Rp
500.000 atau sama dengan 36,35 dollar AS per orang per bulan. Kebijakan
swasembada, lanjutnya, dimaksudkan untuk melindungi petani. Tetapi para perantara,
penggilingan beras dan pedagang besar adalah pihak yang memperoleh manfaat terbesar
kebijakan ini.

2.3 Keadaan Sosial dan Status Ekonomi Masyarakat Indonesia.

2.4 Cara Pemerintah Dalam Menanggulangi Pemenuhan Kebutuhan Pangan


Dalam Ketahanan Pangan Indonesia.
2.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemenuhan Kebutuhan Pangan Dalam
Ketahanan Pangan Indonesia.

2.6 Sub Sistem Ketahanan Pangan.

Sistem ketahanan pangan di Indonesia mempunyai 3 sub-sistem (Rustanti, 2015)


yaitu:
1. Ketersediaan pangan dalam jumlah dan jenis yang cukup untuk seluruh
penduduk.
a) Penyediaan pangan diuatamakan dari produksi dalam negeri dan cadangan
pangan.
b) Swasembada untuk komoditas startegis(beras, kedelai, dan jagung)
c) Penyediaan beragam pangan berdasarkan potensi sumber daya dan budaya
lokas.
d) Pemberian bantuan pangan terhadap masyarakat rawan pangan kronis
(miskin/rawan pangan).
e) Pemberian bantuan pangan untuk penanganan cepat seperti korban
bencana alam.

2. Distribusi pangan yang lancar dan merata.


a) Menyediakan cadanga beras nasional yang cukup untuk mengantisipasi
tingginya hargaberas.
b) Mendorong dan mengembangkan lembaga distribusi dan lumbung pangan
masyarakat.
c) Menjaga stabilitas jumlah dan harga pangan pokok sepanjang tahun.

3. Konsumsi pangan setiap individu yang memenuhi kecukupan gizi seimbang


a) optimalisasi pemanfaatan lahan pekarangan kawasan rumah pangan.
b) Sosialisasi, promosi budaya pangan yang beragam, bergizi seimbang.
c) Pengembangan produk pangan lokal.

Menurut Suharyanto (2011) pada penelitiannya, mengatakan bahwa Sistem


ketahanan pangan dan gizi tidak hanya mencakup tentang produksi, distribusi, dan
penyediaan pangan ditingkat makro (nasional dan regional), tetapi juga menyangkut
aspek mikro, yaitu akses pangan di tingkat rumah tangga atau individu dan status gizi
anggota rumah tangga, terutama anak dan ibu hamil dari rumah tangga miskin. Konsep
ketahanan pangan yang sempit meninjau sistem ketahanan pangan dari aspek masukan
yaitu produksi dan penyediaan pangan. Seperti banyak diketahui, baik secara nasional
maupun global, ketersediaan pangan yang melimpah melebihi kebutuhan pangan
penduduk tidak menjamin seluruh penduduk terbebas dari kelaparan dan gizi kurang.
Konsep ketahanan pangan yang luas bertolak pada tujuan akhir dari ketahanan pangan
yaitu tingkat kesejahteraan manusia.
BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan kasus yang terjadi dapat disimpulakan bahwa untuk mengatasi


masalah pemenuhan kebutuhan pangan pemerintah melakukan peningkatan produksi
beras dan mengembangkan tanaman bernilai lebih tinggi. Tetapi strategi ini tidak efektif
karena walaupun Indonesia memiliki pertumbuhan ekonomi yang baik tetapi masih ada
19,4 juta warga yang tidak dapat memenuhi kebutuhan makanan sehari-hari. Fokus
pemerintah pada pasokan pangan nasional hanya mengacu pada pemahaman yang
ketinggalam zaman tentang ketahanan pangan. Ketahanan pangan hanya dimaknai
sebagai ketersediaan domestik dan stabilitas pasokan pangan. Para elit politik di
Indonesia sebagian besar mengabaikan pentingnya impor untuk mencapai ketahanan
pangan. Mereka memiliki pemahaman yang salah kalau impor adalah penyebab tidak
tercapainya ketahanan pangan.
Data pangan menjadi salah satu hal yang sering dipermasalahkan. Misalnya saja,
data total luas panen sawah antara Kementerian Pertanian berbeda dengan data BPS.
Dengan ketidaksesuaian data ini, koordinasi pusat pasokan makanan tidak mungkin
dilakukan. Ketika harga pangan di tingkat domestik melambung, pemerintah akhirnya
mengizinkan impor bahan pangan. Penundaan yang disebabkan oleh proses ini telah
mengakibatkan kerugian Rp 303 miliar atau setara dengan 22 juta dollar AS untuk
pembayar pajak Indonesia sejak tahun 2010. Selain melambungnya harga pangan yang
memberatkan konsumen, petani justru tidak mendapatkan keuntungan dari hal ini.
Kebijakan swasembada lanjutnya, dimaksudkan untuk melindungi petani tetapi para
perantara, penggilingan beras dan pedagang besar adalah pihak yang memperoleh
manfaat terbesar kebijakan ini.
3.2 Saran

Ketahanan pangan merupakan hal paling strategis bagi suatu Negara, karena
pangan adalah hal yang terpenting bagi kehidupan manusia. Dari permasalahan diatas
ada beberapa saran yaitu diversifikasi pangan, diversifikasi pangan adalah suatu proses
pemanfaatan dan pengembangan suatu bahan pangan sehingga penyediaannya beragam.
Saran lain yaitu pengembangan desa mandiri pangan, desa mandiri pangan ini bertujuan
untuk memberikan bantuan modal lunak kepada rumah tangga miskin agar dapat
mengembangkan usaha yang bisa menghasilkan uang sehingga kebutuhan makanan
dapat terpenuhi. Saran utama adalah pemerintah harus memperhatikan akses individu
terhadap pangan. Akses pangan tergantung dari pendapatan individu dan harga suatu
bahan pangan juga mempengaruhi akses individu tehadap pangan. Upaya untuk
meningkatkan akses individu terhadap pangan adalah peningkatan infrastruktur wilayah,
menstabilkan harga pangan dan non pangan, meningkatkan pendapatan
masyarakat,upaya peningkatan pengetahuan masyarakat akan pola makan bergizi dan
sehat, bantuan pangan (pemerintah, swasta, masyarakat.

REFERENSI

Artikel Kompas.com dengan judul "19,4 Juta Orang Indonesia Tidak Dapat Memenuhi
Kebutuhan Pangan", https://ekonomi.kompas.com/read/2018/04/03/140000126/19-4-
juta-orang indonesia-tidak-dapat-memenuhi-kebutuhan-pangan?page=all.
Editor : Aprillia Ika

Buku Kebijakan Strategi Pangan dan Gizi Tahun 2015 - 2019

Rustanti, Ninik. 2015. Buku Ajar Ekonomi Pangan dan Gizi. Semarang :
Deepublish.

Suharyanto, Heri. 2011. Ketahanan Pangan. Jurnal Sosial Humaniora


Vol 4(2).

Anda mungkin juga menyukai