SUKSES
1
maupun ekonomi untuk memperoleh pangan bagi seluruh anggota keluarganya,
dimana rumah tangga tidak beresiko mengalami kehilangan kedua akses itu.
International Food Policy Research Institute (2017) di dalam laporan Global
Hunger Index menyebutkan bahwa Indonesia memiliki score Global Hunger Index
sebesar 22.2. Hal itu memberi arti bahwa Indonesia masih memiliki ketahanan
pangan yang buruk. Hingga saat ini, masih terdapat 14 kabupaten/kota yang
masuk ke kategori daerah sangat rawan pangan dan sebanyak 44 kabupaten/kota
masuk dalam kategori rawan pangan (World Food Programme, 2015). Badan
Pusat Statistik (BPS) 2017 menyebutkan rata-rata pertumbuhan penduduk
Provinsi Jawa Barat dari tahun 2010-2016 adalah 1,54% pertahun. Pertumbuhan
penduduk yang meningkat tersebut tidak diimbangi dengan peningkatan
produktivitas tanaman pangan yang secara keseluruhan mengalami penurunan
sebesar 363.928 Ton atau sebesar 3,19% selama 5 tahun terakhir (2011 -2016).
Tidak seimbangnya neraca produktivitas pangan dengan pertumbuhan penduduk
dapat mengakibatkan kelangkaan pangan, sehingga dapat diambil sebuah
hipotesis awal bahwa terdapat beberapa Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat
yang termasuk dalam kategori rawan pangan.
Suryana (2015) menyebutkan bahwa perwujudan ketahanan pangan pada
tingkat makro k edepan akan semakin sulit akibat kecenderungan pergerakan
penawaran dan permintaan pangan menuju ke arah berlawanan. Pertumbuhan
produksi pangan akan semakin sulit karena menghadapi berbagai kendala fisik,
ekonomi, dan lingkungan sedangkan permintaan pangan akan terus tumbuh
sejalan dengan pertumbuhan penduduk, perkembangan ekonomi, dan dinamika
lingkungan. Masalah pertama yang paling essential adalah masih kerapnya kasus
rawan pangan dijumpai diberbagai wilayah Indonesia. Sebanyak 100 kabupaten,
atau hampir sepertiga dari 346 kabupaten se-Indonesia, ternyata memiliki tingkat
kerentanan tinggi terhadap ketahanan pangan. Indikatornya, antara lain
menyangkut aspek ketersediaan pangan, akses terhadap pangan, dan kerentanan
terhadap kerawanan pangan. Kenyataan tersebut, dikemukakan oleh Badan
Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian, Februari 2010 lalu. Dari 100
kabupaten tersebut, sekitar 30 kabupaten masuk kategori prioritas satu, tersebar
di kawasan timur Indonesia, yakni Papua Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT)
dan Papua Barat. Sementara 40 kabupaten, masuk prioritas tiga, yaitu antara lain
Sulawesi Tengah dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Organisasi Pangan Dunia
(FAO) memperkirakan masalah ketahanan pangan masih akan mengganjal
perekonomian Negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Di Indonesia
sendiri, ketergantungan terhadap impor, terutama makanan dan buah segar,
berada pada tingkat yang mengkhawatirkan. (Media Indonesia, 1/2/2010)
Masalah kedua adalah melejitnya harga kebutuhan pokok khusunya pangan.
Inflasi bahan makanan selama tiga tahun ini adalah sekitar dua kali lipat dibanding
inflasi umum. Disatu pihak petani membutuhkan insentif harga yang agar mereka
mau meningkatkan kualitas produksi dan dilain pihak masyarakat miskin
terbebani oleh kenaikan harga.
2
Masalah yang ketiga adalah mendominasi produk pangan impor yang
menunjukan kecendrungan peningkatan secara berkala. Secara mayoritas, kedel
dan gandum harus kita impor. Pemenuhan kebutuhan daging juga tidak bisa
dicukupi dengan pasokan domestic. Produksi gula tidak mampu mengikuti
perkembangan konsumsi. Masalah yang keempat adalah ketidakberdayaan petani
sebagai produsen sekaligus konsumen. Peristiwa kasat mata yang terjadi beberapa
waktu lalu terkait dengan membanjirnya produk gula impor rafinasi yang
membuat petani tebu dengan terpaksa harus membakar lahan tebinya sebagai
bukti ketidaksetujuan atas kebijakan pemerintah membuka kran impor gula
rafinasi tersebut.1 Sebagai konsumen petani dihadapkan pada gejolak tingginya
harga pangan akhir akhir ini yang jelas jelas merugikan petani. Masalah kelima
adalah menguatnya fenomena korporasi multinasional dalam rantai pasok pangan
domestik. Sebagai negara agraris, permasalahan permasalahan tersebut diatas
tidak lain merupakan indikasi cerminan kegagalan pemerintah dalam memenuhi
hak hak dasar warga negaranya yang secara nyata dan jelas dijamin konstitusi
Negara. Cita cita luhur pendiri bangsa Indonesia dalam pemenuhan kebutuhan
pokok tertulis dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 2: “ cabang – cabang produksi yang
penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh
Negara; ayat 3 : Buni dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya
dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar besarnya kemakmuran
rakyat” Pengingkaran terhadap landasan konstitusi tersebut dapat diatikan bahwa
Negara dalam hal ini aparatur pemerintah yang menjalankan fungsi-fungsi Negara
telah gagal menjalankan amanat konstitusi.
Nilai Indeks Kasus Bayi Gizi Buruk (INut) Provinsi Jawa Barat termasuk
dalam kategori tinggi. Hal tersebut dapat dilihat dari tidak adanya kabupaten/kota
yang memiliki nilai INut dibawah 0,8. Nilai INut yang tinggi menandakan bahwa
Provinsi Jawa Barat sudah memiliki derajat kesehatan masyarakat dan tingkat
penyerapan pangan masyarakat yang baik. Nilai INut yang tinggi tersebut
dipangaruhi oleh tingginnya nilai indeks rumah tangga miskin (IBPL), nilai indeks
rumah tangga yang tinggal lebih dari 5 km dari fasilitas kesehatan (I Health) dan
nilai ILit, pernyataan ini dipertegas dalam penelitian (Aridiyah, 2015).
Ketersediaan produk pakan menjadi faktor yang paling penting menurut
peternak dalam mempertimbangkan pembelian pakan ayam petelur. Peternak
akan mengalami kesusahan jika pakan ternyata terbatas produksinya, sehingga
usaha peternakan bisa gagal karena kekurangan pakan. Perubahan produk pakan
dalam siklus produktif dapat mempengaruhi produksi telur, sebab ayam yang
terbiasa dengan pakan produksi tertentu akan mengalami stress jika pakannya
berubah hal ini yang menyebabkan ketersediaan produk menjadi kepentingan
utama bagi konsumen dalam memilih pakan. “Setiap perusahaan hendaknya
merancang strategi yang tepat guna memenangkan keputusan pembelian tersebut.
Keputusan pembelian konsumen terhadap produk sangat penting karena dengan
melakukan pembelian, maka evaluasi pasca pembelian terjadi”.
Dengan melambungnya harga pakan yang terus menerus naik dan tidak
pernah turun, tidak sesuai dengan harga penjualan yang begitu fluktuatif. Hal ini
3
faktor utama yang sangat mempengaruhi keputusan peternak mandiri dalam dunia
pakan. Hadirnya PT. PPGS yang mampu bersaing dengan pakan pabrikan dengan
harga di bawah pabrikan. Selain pada unggas, hal itu juga berlaku bagi peternak
Ikan.
2 Aspek Pemasaran
2.1 Segmen Pasar
Para Peternak mencari pakan alternatif karena harga pakan pabrikan
semakin mahal. Sedangkan harga hasil panen tak bisa ditebak. Jika dalam keadaan
harga menurun, otomatis para peternak rugi. Namun, di sini, para peternak akan
meminta penurunan harga, pengantaran, dan lain sebagainya. Apalagi peternak-
peternak kecil, selain meminta harga minim, permintaanpun minim, sesudah itu,
mereka juga ada kalanya meminta diantar. Para peternak akan memperhitungkan
operasional, begitpun para penjual.
2.2 Target Pasar
Jika melihat kebiasaan para peternak unggas, mereka selalu mencampurkan
bahan dengan yang lain. Ini menjadikan atau berpotensi pembelian akan macet.
Tapi, berbeda dengan para peternak ikan, mereka akan langsung memberikannya
kepada ternakan.
2.3 Positioning
Bagi pembuat pakan alternatif berani bersaing di kualitas pakan dalam bahan
awetnya pakan, uji lab, dan merk. Di pabrik lainnya, bahan dimungkinkan sama,
dengan harga yang di bawah pabrik lain.
3. Permintaan Pasar
Jika pakan ini memiliki kualitas bagus, permintaan pastinya di angka 50 Ton
lebih berbulan, untuk satu daerah oleh satu petani. Hal ini akan terus meningkat
jika harga bisa bersaing dengan harga pabrikan lainnya. Jawa tengah saja butuh
perbulan 563 Ton.
4. Penawaran Pasar
Jika HPP per satu kilo mendapat Rp. 7.500,00 harga jual Rp. 10.000,00 akan
ada penawaran jika jumlah beli tonase. 5 Ton harga jatuh di Rp. 9.700,00. Jika
permintaan 10 Ton harga penjualan Rp. 9.500.00. Harga ini hanya penetapan
untuk sementara harga ini bisa naik atau turun sesuai dengan keadaan pasar yang
selama ini ada.
4
5. Rencana Penjualan dan Pangsa Pasar
Rencana penjualan dalam satu tahun khusus untuk daerah Jawa Barat adalah
1.020 Ton perbulan. Kemudian ini bisa bertambah jika mampu memarkan secara
ekspansif.
7.2 Prizinan
Perizinan dari Rt dan Rw belum ada karena akan bertempat di Cianjur,
sedangkan secara intitusional sudah berbadan PT.
7.3 Kegiatan Pra Operasi dan Jadwal Pelaksanaan
JADWAL PELAKSANAAN
KEGIATAN ( Dalam Mingguan )
1 2 3 4
1. Survey Pasar
5
2. Menyusun Rencana Usaha
3. Perijinan
4. Survai tempat usaha
5. Survai Mesin / Peralatan
6. Pemasangan Sarana Penunjang
7. Mencari tempat kerja
8. Uji Coba Produksi
9. Operasional
8. Aspek Produksi
8.1 Produk
Perencanaan produk pada usaha pakan ikan Lele dan Nila adalah:
8.1.1 Dimensi Produk
Protein Min 35%, Lemak Min 5%, Serat Max 5%, Kadar Abu Max 13%, dan
Kadar Air Max 12% dengan bahan Tepung maggot, Tepung Ikan, BKK, Tepung
Jagung, Pecahan Gandum, Dedak Padi, Vitamin A, D3, E, K, B2, B6, B12, Niasin,
Kalsium D. Panthethonate, Choline Chloride, Maggot Oil, MBM, Trace Minerals
dan Antioxidant
8.1.2 Nilai/Manfaat Produk
Manfaat yang dapat ditawarkan oleh produk dapat dibagi dalam 5 tingkatan,
yaitu:
8.1.2.1 Core benefit: membercepat pertumbuhan Ikan Nila
8.1.2.2 Basic benefit: Tidak menyisakan amoniak lebih
8.1.2.3 Expected benefit: menyejahterakan petani.
8.1.2.4 Augmented benefit: menghidupkan ekonomi kerakyatan.
8.1.2.5 potential benefit: mampu ekspor ke luar negeri
6
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
telah terdaftar sebagai badan hukum dan tercatat dalam pangkalan data Direktorat Jenderal
Administrasi Hukum Umum. Sertifikat ini berlaku sejak tanggal diterbitkan.