Anda di halaman 1dari 10

Analisis Keamanan Pangan di Indonesia

Muhammad Fathin Syahlevi


NIM : 1222004015
TEKNIK SIPIL

Dengan adanya pergeseran keamanan dunia dari yang bersifat tradisional/ fisik menjadi
non-tradisional seperti human security, climate change, energy security, food security, dan
sebagainya. Menjadikan negara sangat tergantung dengan aktor non state dalam menangani
isu-isu keamanan baru. Keamanan merupakan suasana atau kondisi bebas dari bahaya,
ketakutan, keresahan. Liberation from uneasiness, or a peacefull situation without any risks or
threats. Keamanan Nasional: mengacu pada situasi atau keadaan dimana unsur pokok
pembentuk suatu negara seperti, kedaulatan, wilayah, penduduk atau warga negara, basis
ekonomi, pemerintah dan sistem konstitusi serta nilai-nilai hakiki yang dianutnya terjamin
eksistensinya dan dapat menjalankan fungsi sesuai tujuannya tanpa gangguan atau ancaman
dari pihak manapun. Keamanan internasional yaitu keamanan yang dilihat sebagai situasi dan
kondisi yang ditentukan dalam interaksi aktor-aktor internasional. Dalam tulisan ini penulis
berfokus pada keamanan pangan yang tidak terlalu menjadi fokus utama negara.
Food security di Indonesia diterjemahkan ke dalam dua istilah, yaitu keamanan pangan
dan ketahanan pangan, sebenarnya tidak ada perbedaan definisi diantara kedua istilah tersebut,
tetapi permasalahan yang diangkat lebih mengacu pada salah satu konsep human security
yaitu keamanan pangan, sehingga penulis lebih memilih menggunakan istilah keamanan
pangan. Keamanan adalah suatu kondisi yang bebas dari segala macam bentuk gangguan dan
hambatan. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian,
perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun
tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia.
Meliputi bahan baku pangan, bahan tambahan pangan (BTP) dan bahan lain yang digunakan
dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman
(processing aids/bahan penolong).1
Dengan demikian, keamanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara
sampai dengan perseorangan, yang terlihat dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah

1
UU No. 18 TAhun 2012 tentang Pangan

1
maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan
dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan
produktif secara berkelanjutan. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tentang
Pangan menyatakan bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama
dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai komponen dasar untuk
mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas, karena hal tesebut Indonesia wajib
memberikan suatu kondisi yang aman bagi warga negaranya, termasuk keamanan terhadap
kebutuhan pangan. Kondisi keamanan pangan tidak hanya mencakup pengertian ketersediaan
pangan yang cukup, tetapi juga kemampuan untuk mengakses (termasuk membeli) pangan
dan tidak terjadinya ketergantungan pangan pada pihak manapun. Sistem keamanan pangan di
Indonesia meliputi tiga sistem utama yaitu ketersediaan (food availability), akses (food
access), dan pemanfaatan pangan (food utilization). Ketersediaan, akses, dan pemanfaatan
pangan merupakan sub sistem yang harus dipenuhi secara utuh. Salah satu subsistem tersebut
tidak dipenuhi maka suatu negara belum dapat dikatakan mempunyai keamanan pangan yang
baik.
Keamanan pangan merupakan aspek yang luas, yaitu melibatkan beberapa stakeholder
terkait untuk mencapai tujuan dalam penanganannya. Keamanan pangan di tingkat global
adalah bagian dari ketahanan pangan, kesehatan, ekonomi, dan pembangunan. Keamanan
pangan dalam Sustainable Development Goals (SDGs) 2016-2030 bertujuan untuk
mengakhiri kelaparan, mencapai keamanan pangan dan perbaikan gizi, dan memajukan
pertanian berkelanjutan. Dan memastikan hidup yang sehat dan memajukan kesejahteraan
bagi semua orang di semua usia. Keamanan pangan merupakan syarat penting yang harus
melekat pada pangan yang hendak dikonsumsi oleh semua masyarakat Indonesia. Keamanan
pangan bukan hanya merupakan isu dunia tapi juga menyangkut kepedulian individu.
Indonesia memiliki lahan sangat subur seharusnya dapat menghasilkan pangan yang
cukup untuk konsumsi penduduknya bahkan hasil produksi pangan tersebut dapat melebihi
kebutuhan akan pangan itu sendiri. Namun ternyata Indonesia tidak luput dari kerentanan
pangan di dalam negeri. Produksi pangan di Indonesia belum dapat memenuhi permintaan
masyarakat, terlebih di bagian Indonesia Timur yang sering mengalami kerentanan pangan.
Sehingga mengharuskan Indonesia mengimpor pangan dari luar negeri untuk memenuhi

2
permintaan yang ada dan dengan adanya jumlah penduduk yang terus meningkat setiap
tahunnya juga mempengaruhi kuantitas ketersediaan pangan itu sendiri yang juga
mengharuskan Indonesia mengimpor pangan. Situasi ini sangat tidak menguntungkan bagi
Indonesia, selain berdampak langsung terhadap masalah kesehatan, kondisi ini juga
mempengaruhi aspek-aspek sosio-ekonomi lainnya, seperti produktifitas kerja, aspek
perdagangan, kepariwisataan dan sebagainya.
Selama tiga tahun berturut-turut Papua mengalami defisit terhadap kebutuhan konsumsi
pangan. Selain itu penyebab rawan pangan lainnya adalah penyediaan sarana produksi dan
ketenagakerjaan (SDM Pertanian) yang masih sangat terbatas. Di Papua pada tahun 2007
terdapat 40,78% penduduk miskin, kemudian pada tahun 2008 mengalami penurunan menjadi
37,08%. Tetapi pada tahun 2009 kembali meningkat menjadi 37,53%. Untuk menjangkau
sebagian besar wilayah distrik pedesaan di Papua umumnya menggunakan udara ataupun
kapal laut yang jangkauannya juga terbatas. Adanya keterbatasan dalam transportasi tersebut
sangat mengganggu kelancaran distribusi pangan. Selanjutnya hal tersebut berdampak pada
status gizi. Terbukti pada tahun 2009 terdapat sekitar 1.689 kasus gizi buruk dan gizi kurang
sebanyak 3,428 kasus. Bahkan di tahun 2005 kelaparan telah menewaskan 55 orang. Kasus
tersebut terulang kembali pada tahun 2009 yaitu kasus kelaparan melanda 51 distrik di
kabupaten Yahukimo, Papua yang mengakibatkan 113 orang meninggal dunia.2
Provinsi Maluku membawahi 9 Kabupaten dan 2 Kota, terdapat 5 kabupaten yang
merupakan daerah rawan pangan. Wilayah produktif yang dimiliki Provinsi Maluku hanya di
dua pulau, yaitu Pulau Seram dan Pulau Buru. Terdapat beberapa kendala produksi di
Maluku, diantaranya minimnya sarana jaringan irigasi serta bendungan, rusaknya daerah
aliran sungai, dan permasalahan permodalan. Kekurangan produksi dan jumlahnya defisit,
maka Maluku selalu mengharapkan distribusi pangan dari daerah lain. Namun, distribusi
pangan juga mengalami kendala karena Maluku merupakan provinsi yang terpisah menjadi
beberapa pulau kecil, maka untuk jangkauan antar kabupaten harus memerlukan transportasi
laut, akan tetapi transportasi laut tersebut masih sangat terbatas dan tidak memadai untuk
kondisi geografis Maluku. Selanjutnya, kemiskinan menjadikan daya beli penduduk Maluku
sangat rendah. Pada tahun 2007 terdapat 404.600 jiwa atau 31,14% penduduk miskin, tahun
2008 terdapat 29,24 dan pada tahun 2009 meunurun menjadi 28,23% atau 380.000 jiwa.

2
https://papua.go.id

3
Bahkan angka gizi buruk di Maluku masih sangat tinggi yaitu 9,3% dan gizi kurang 18,5%,
angka ini lebih tinggi dari prevalensi nasional yang hanya 13%.3
Nusa Tenggara Timur yang terdiri dari 22 kabupaten dan 12 kabupaten diantaranya
merupakan daerah rawan pangan. Angka defisit produksi pangan terhadap kebutuhan
konsumsi pangan tidak terlalu tinggi, yang menjadi kendala adalah daya beli masyarakat di
NTT. Daya beli masyarakat sangat rendah, hal ini disebabkan banyaknya masyarakat NTT
yang masih hidup di bawah garis kemiskinan. Penyebabnya ialah perekonomian provinsi NTT
yang tergantung pada pertanian, akan tetapi pemasaran hasil produksi sangat sulit karena lebih
dari 14% desa di NTT tidak dapat dilalui oleh kendaraan roda 4 pada musim tertentu. Oleh
sebab itu tidak jarang hasil produksi hanya dikonsumsi sendiri. Permasalahan tersebut
menyebabkan distribusi hasil pertanian tidak merata dan kemudian berdampak terhadap status
gizi masyarakat NTT. Pada tahun 2009, menurut hasil Pemantauan Status Gizi menunjukkan
prevalensi status gizi untuk gizi buruk dan gizi kurang (totalunderweight) pada balita sebesar
31,9%, yang menunjukan masalah kesehatan masyarakat berada pada tingkat ‘sangat buruk’
berdasarkan klasifikasi WHO.4
Masalah keamanan pangan di Indonesia memiliki implikasi yang sangat luas maka perlu
segera mendapatkan perhatian yang lebih serius. Terciptanya system keamanan yang ideal
memerlukan keterlibatan berbagai institusi untuk menjamin keamanan pangan, mulai dari
hulu hingga ke hilir (from farm to fork), mulai dari proses pemanenan, distribusi, pengolahan,
hingga di meja konsumen. Terciptanya kondisi keamanan pangan yang ideal adalah tanggung
jawab bersama. Apalagi sampai saat ini kita masih belum memiliki program keamanan
pangan nasional yang tertata dengan baik. Masih banyak yang harus dilakukan untuk
menjawab berbagai persoalan.
Kinerja keamanan pangan yang ada masih kurang memadai, disebabkan oleh (1)
infrastruktur yang belum mantap, (2) tingkat pendidikan produsen dan konsumen yang masih
rendah, (3) sumber dana yang terbatas dan (4) produksi makanan masih didominasi oleh
industry kecil dan menengah dengan sarana/prasarana yang kurang memadai. Namun, akar
masalah utama keamanan pangan di Indonesia adalah belum dipahami dan disadarinya arti
strategis keamanan pangan dalam pembangunan nasional oleh pembuat dan pelaksana

3
www.malukuprov.go.id
4
Dewan Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian RI, dan World Food Programme. 2011. Peta
Kerentanan Terhadap Kerawanan Pangan di Nusa Tenggara Timur.Kupang.

4
kebijakan. Padahal isu keamanan pangan di suatu negara merupakan isu daya saing yang
sangat strategis. Secara mendasar upaya menjamin keamanan pangan berarti pula menjamin
pemenuhan hak-hak masyarakat. Disamping itu, peningkatan kinerja keamanan pangan suatu
negara akan menyebabkan peningkatan status kesehatan masyarakat, dan pada gilirannya akan
meningkatkan produktivitas individu, yang secara kolektif akan berkontribusi pada
peningkatan daya saing bangsa.
Dengan kondisi Provinsi di Indonesia Timur yang demikian, maka Indonesia perlu untuk
menyusun dan melakukan pembenahan dan upaya-upaya terlebih lagi dengan
diberlakukannya pasar tunggal dan produksi berbasis ASEAN pada tahun 2015. Terbentuknya
pasar tunggal AEC tersebut, maka akan terbuka pula peluang bagi negara-negara anggota
ASEAN untuk meningkatkan pangsa pasarnya di kawasan ASEAN. Secara garis besar
langkah-langkah yang dilakukan Indonesia merupakan upaya dalam melakukan pembenahan
terhadap sistem produksi dan distribusi Indonesia menghadapi pasar tunggal ASEAN.
Terlebih Indonesia akan terlibat dalam TPP dan juga RCEP yang akan datang, pasti
persaingan semakin ketat dan pemerintah perlu membenahi segala aspek untuk menunjang
keberhasilan dari keterlibatan Indonesia dalam kerjasama internasional.
Pada pemerintaha SBY lebih menargetkan pada uprlus 10 juta ton beras pada tahun 2014.
Pemerintahan baru dibawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo telah memprioritaskan
program pangan dan gizi di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) 2015 – 2019.5 Untuk mendukung Indonesia mencapai tujuan-tujuan pembangunan
tersebut, Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan 2015 (Food Security and Vulnerability
Atlas-FSVA) telah mengidentifikasi kabupaten-kabupaten yang paling rentan terhadap
kerawanan pangan dan gizi, dan apa yang menjadi penyebab kerentanannya. Dokumen ini
merupakan alat yang sangat baik untuk memastikan bahwa kebijakan dan sumber daya yang
dikeluarkan dapat memberikan dampak yang maksimal. Dimana program kedaulatan pangan
yang dicanangkan pemerintah saat ini dengan fokus sasaran swasembada pangan dalam tiga
tahun ke depan menargetkan peningkatan produksi padi sebesar 30 persen setiap tahun.
Berbagai upaya yang dialkukan antara lain perbaikan sarana irigasi dengan alokasi dana
sebesar Rp.15 triliyun dan kemitraan antar lembaga terkait termasuk menggandeng TNI dalam
upaya percepatan tanam dan keberhasilan program tersebut. Namu perlu disadari adanya

5
http://documents.wfp.org/stellent/groups/public/documents/ena/wfp276252.pdf

5
beberapa hambatan yang dapat menggagalkan program tersebut dan harus diwaspadai antara
lain alih fungsi lahan sawah ke non sawah dan non pertanian, pertambahan jumlah penduduk
yang sangat cepat, dan dampak perubahan iklim yang saat ini masih berlangsung.
Perubahan iklim merupakan proses yang terjadi secara dinamik dan terus menerus yang
dampaknya sudah sangat dirasakan, terutama pada sektor pertanian baik secara langsung
maupun tidak langsung. Pertanian, terutama subsektor tanaman pangan paling rentan terhadap
perubahan iklim. Indonesia sebagai Negara dengan perekonomian terbesar di Asia Tenggara
akan paling menderita akibat perubahan iklim terutama kekeringan dan banjir, karena
fenomena ini akan menurunkan produksi pangan dan kapasitas produksi. Produk domestik
bruto PDB
Indonesia, 15 persen merupakan sumbangan dari sektor pertanian dimana 41 persen dari
angkatan kerja tergantung dari sektor pertanian. Indonesia akan memiliki masalah serius
akibat perubahan iklim jika tidak segera dilakukan penanganan teknis maupun non teknis
melalui kebijakan yang dilakukan. Perubahan iklim ini berkaitan dengan penurunan produksi
pangan memiliki konsekuensi serius pada keamanan pangan suatu Negara, terutama di
kalangan orang miskin dan mereka yang memiliki akses terbatas terhadap fasilitas kesehatan
Sejak tahun 2005, terjadi penurunan jumlah kabupaten yang paling rentan pangan. 6
Secara umum, ketahanan pangan sebagian besar masyarakat Indonesia telah meningkat pada
periode 2009 dan 2015. Hal ini, terutama sebagai dampak dari perbaikan pada beberapa
indikator ketahanan pangan dan gizi. Hasil ini menggembirakan, namun kemajuan tersebut
dapat mengalami hambatan jika tantangan-tantangan utama yang ada tidak ditangani dengan
baik. Berikut merupakan tiga tantangan utama yang memerlukan perhatian yang serius:
pertama. Meningkatkan akses ekonomi atau akses keuangan untuk mendapatkan pangan,
termasuk investasi pada infrastruktur yang berkelanjutan; Kedua, Akselerasi intervensi untuk
pencegahan dan penurunan angka kekurangan gizi; dan Ketiga, Mengatasi kerentanan
terhadap resiko perubahan iklim yang semakin meningkat.
Indonesia harus memiliki strategi untuk menghadapi berbagai kerjasama internasional.
Strategi merupakan cara mencapai tujuan dengan kekuatan tersedia dalam lingkungan
tertentu. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan Indonesia merupakan upaya

6
Ibid.

6
dalam melakukan pembenahan terhadap sistem produksi dan distribusi sebelum Indonesia
menghadapi pasar tunggal ASEAN. Upaya yang dilakukan Indonesia tersebut diantaranya:
1. Pengembangan Ketersediaan Pangan dan Penanganan Kerawanan Pangan. Upaya ini
dilakukan untuk meningkatkan ketersediaan pangan dan menangani kerawanan pangan di
Indonesia. Kegiatan prioritas ini terdiri dari 4 sub kegiatan yaitu: A. Pengembangan
Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SPKG) Pencegahan rawan pangan melalui
pendekatan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SPKG), pendekatan ini sudah
berlangsung sejak tahun 2002. B. Analisis Ketersediaan, Rawan Pangan, dan Akses
Pangan, kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka penyediaan data dan informasi serta hasil
analisis, secara berkala dan berkelanjutan untuk perumusan kebijakan dan program
ketersediaan, rawan pangan dan akses pangan di tingkat 33 provinsi, antara lain Food
Security Vulnerable Atlas of Indonesia (FSVA) dan Neraca Bahan Makanan.7 C.
Pemberian Bantuan Sosial Bantuan sosial yang diberikan oleh pemerintah sebagai upaya
penanganan daerah rawan pangan kronis dan transien. Bantuan berupa dana untuk
dialokasikan pada program-program pembangunan, seperti Desa Mandiri Pangan,
Lumbung Pangan Masyarakat dan program lainnya.
2. Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga Pangan. Upaya ini dilakukan untuk
mengatasi permasalahan ketidaklancaran distribusi pangan dan berpengaruh pada stabilitas
harga pangan di Indonesia. Kegiatan prioritas ini terdiri dari 3 sub kegiatan yaitu: a.
Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (LDPM), dengan pemberdayaan
gabungan kelompok tani (Gapoktan) dalam rangka meningkatkan kemampuan unit usaha
yang dikelolanya melalui pengembangan unit usaha distribusi, pemasaran, pengolahan dan
pengelolaan cadangan pangan. b. Pengembangan Lumbung Pangan Masyarakat (LPM),
pengembangan strategis untuk mengatasi resiko situasi yang tidak normal seperti gagal
panen atau bencana alam.Tujuannya untuk meningkatkan volume stok cadangan pangan
untuk kebutuhan masyarakat, menjamin akses dan kecukupan pangan bagi penduduk
miskin dan rawan pangan, serta sebagai bantuan pangan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat pada saat kondisi darurat.8 c. Analisis Panel Harga dan Pasokan Pangan, serta
Daya Beli Masyarakat, dalam rangka penyediaan data dan informasi serta hasil analisis,
melalui pemantauan secara berkala dan berkelanjutan untuk perumusan kebijakan harga
7
http://www.pertanian.go.id
8
http://bkp.pertanian.go.id

7
pangan dan menganalisis tentang kemampuan daya beli masyarakat, aksesibilitas pangan
oleh masyarakat, kemungkinan terjadinya kerawanan pangan di suatu wilayah, dan
sebagainya.
3. Pemberdayaan Kelembagaan Dalam Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan
(P2KP), untuk mengubah pola konsumsi pangan Indonesia yang cenderung berpola
tunggal yaitu pada beras/padi, serta untuk memberdayakan masyarakat agar
mengoptimalkan sumber pangan lokal.

8
Kesimpulan
Permasalahan keamanan pangan di Indonesia merupakan permasalahan yang sangat
kompleks dan sangat serius sehingga Indonesia harus melakukan langkah-langkah yang serius
pula untuk membenahinya. Penyebab kerawanan pangan tersebut tidak hanya disebabkan oleh
faktor iklim, akan tetapi ada faktor lain, diantaranya adalah keterbatasan tenaga kerja, kurangnya
sarana dan prasarana pendukung pertanian, serta keterbatasan modal untuk mengolah lahan.
Selain itu banyak penduduk di Indonesia Timur yang masih hidup dibawah garis kemiskinan
yang menyebabkan daya beli menjadi rendah.
Melalui upaya-upaya untuk meningkatkan keamanan pangan, Indonesia sudah melakukan
upaya untuk membenahi sistem distribusi pangan dengan baik, Indonesia juga telah mengurangi
konsumsi pangan terhadap komoditas padi/beras, akan tetapi Indonesia masih belum mampu
untuk meningkatkan hasil produksi pangannya. Selain itu, meningkatkan sarana dan prasarana
berupa akses listrik, transportasi laut, darat dan udara, teknologi pertanian dan lain sebagainya
merupakan hal yang sangat penting dalam mendukung upaya meningkatkan keamanan pangan,
tetapi Indonesia kurang memperhatikan hal tersebut.
Namun dengan pertumbuhan ekonomi yang kuat dan kapasitas kelembagaan yang besar,
Indonesia memiliki potensi yang besar untuk meningkatkan ketahanan pangan dan gizi pada
beberapa tahun mendatang. Hal ini membutuhkan program-program pemerintah yang lebih fokus
pada pengurangan kemiskinan, program gizi-sensitif, diversifikasi pangan dan strategi adaptasi
iklim. Melalui peningkatan komunikasi dan koordinasi lintas sektor, serta lebih banyak upaya
untuk mengintegrasikan dan menyelaraskan upaya sektor publik dan swasta, Indonesia dapat
mewujudkan masyarakat yang lebih sehat, sejahtera, pendapatan yang merata dan tahan terhadap
dampak yang disebabkan oleh bencana alam dan bencana lainnya. Sehingga jika dilihat dari
kasus Indonesia bagian Timur, walaupun keamanan telah terjadi pergeseran dan memunculkan
aktor-aktor baru yang turut menjadi ancaman dan juga membantu negara dalam menyelesaikan
isu-isu keamanan. Namun negara merupakan aktor utama yang bertanggungjawab memastikan
hak-hak asasi rakyatnya terpenuhi, termasuk hak dalam bidang pangan.

9
Referensi

Buzan, Barry, Waever, Ole & de Wilde, de Jaap (1998). Security: A New Framework for
Analysis. Boulder, Colo: Lynner Rienner.
Nanda Iskandar. Strategi Modernisasi Militer Indonesia dalam Penyeimang Kekuatan Militer
dengan Negara-negara di Asia Tenggara tahun 2008-2014. Jom FISIP Volume 1 No.2 –
Oktober 2014. Universitas Riau. Lihat juga di http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=186287&val=6444&title=STRATEGI%20MODERNISASI%20MILITER
%20INDONESIA%20DALAM%20PENYEIMBANGAN%20KEKUATAN%20MILITER
%20DENGAN%20NEGARA-NEGARA%20DI%20ASIA%20TENGGARA%20TAHUN
%202008-2014
Perwita, Anak Agung Banyu dan Yani, Yanyan Mochamad. 2005. Pengantar Ilmu Hubungan
Internasional. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Dewan Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian RI, dan World Food Programme. 2011.
Peta Kerentanan Terhadap Kerawanan Pangan di Nusa Tenggara Timur.Kupang.
UU No. 18 TAhun 2012 tentang Pangan
http://documents.wfp.org/stellent/groups/public/documents/ena/wfp276252.pdf
http://www.pertanian.go.id
https://papua.go.id
www.malukuprov.go.id
http://bkp.pertanian.go.id

10

Anda mungkin juga menyukai