Anda di halaman 1dari 7

4.8.

2 Proses Pembuatan Simplisia


Peran apoteker di unit pasca panen yaitu berperan dalam melakukan monitoring dan
evaluasi proses pasca panen mulai dari proses panen, sortasi basah, pencucian, perajangan,
pengeringan, sortasi kering, penggilingan, pengemasan dans pelabelan, hingga penyimpanan dan
pemeriksaan mutu, sehingga dari proses pasca panen nantinya akan didapatkan bahan baku
simplisia yang bermutu. Selain itu apoteker juga berperan dalam memberikan pelatiahan kepada
pekerja di unit pasca panen mengenai cara penanganan proses pasca panen yang baik dan benar
termasuk alat perlindungan diri yang harus digunakan selama bekerja di unit pasca panen.
Simplisia dikatakan bermutu ketika memenuhi persyaratan minimal sehingga mutu keseragaman
senyawa aktif, keamanan maupun kegunaannya terjamin. Beberapa faktor yang berpengaruh
dalam terpenuhinya persyaratan minimal dari simplisia antara lain adalah: bahan baku simplisia,
proses pembuatan simplisia termasuk cara penyimpanan bahan baku simplisia, dan cara
pengepakan serta penyimpanan simplisia (Depkes RI, 1985). Syarat baku simplisia meliputi kadar
abu, kadar abu yang tidak larut dalam asam, kadar abu yang larut dalam air, kadar sari yang larut
dalam etanol, kadar sari yang larut dalam air, dan bahan organik asing (BPOM, 2000).
a. Pemanenan
Pemanenan dilakukan untuk mendapatkan bahan baku tanaman obat. Salah satu hal yang
harus diperhatikan dalam pemilihan bahan baku tanaman obat adalah pemilihan bibit tanaman,
dimana dipilih tanaman yang memiliki bibit unggul dan tanaman yang ditanam dengan
berpedoman pada Cara Bercocok Tanam yang Baik (Good Agriculture Practices) karena akan
menghasilkan tanaman obat yang berkualitas.
Pemanenan yang dilakukan di UPT MMB sudah diketahui secara pasti identitas, umur,
dan riwayat tanaman, selain itu kondisi lingkungan selama pertumbuhan tanaman dapat dikontrol.
Pemanenan di UPT MMB dilakukan dengan cara memotong atau mengupas bagian yang
diperlukan dengan bantuan sabit/pisau ada juga dengan cara memetik langsung dengan tangan
secara manual. Pemanenan daun dan kulit buah dipilih yang telah tua dan pemanenan batang
dipotong-potong dengan ukuran tertentu agar ukuran seragam. Bunga dipanen ketika kuncup
bunga telah mekar. Penanganan bunga harus segera dilakukan setelah dipanen karena bunga cepat
mengalami reaksi oksidasi dan fermentasi. Hal ini menyebabkan warna bunga berubah dan
aromanya memudar (Indartiyah et al., 2011). Rimpang dipanen ketika umur tanaman 9-12 bulan
dengan mencabut rimpang yang tertanam dalam tanah. Biji dipanen dari buah yang telah masak
dengan memisahkannya dari daging buahnya. Akar dipanen dengan cara mengambil sebagian akar
tanaman yang diinginkan dengan menggali tanah dan selanjutnya ditutup kembali. Pemanenan di
UPT MMB telah dilakukan berdasarkan dengan teorinya.
b. Sortasi basah
Sortasi basah adalah kegiatan memilah bahan baku dalam keadaan basah dari bahan yang
tidak diinginkan berupa bahan tanaman lain yang tidak dikehendaki (akar, ranting dan batang
dipisahkan dari daun), bahan tanaman yang lain dimaksud untuk menjamin bahan baku betul-betul
murni, tanah, pasir, kerikil, serangga, bagian serangga, kotoran hewan sehingga bahan baku benar
benar bersih. Pada saat PKPA di UPT MMB, kami melakukan sortasi basah tapak liman dimana
bagian yang disortasi adalah daun dan batang, sehingga akarnya akan dihilangkan. Sortasi basah
dari berbagai jenis bagian seperti daun, batang, herba, rimpang, bunga, akar, biji dan kulit buah
yang dijelaskan pada hasil kegiatan telah dilakukan di UPT MMB sesuai dengan teorinya.
c. Pencucian dan Penirisan
Tanah dan kotoran yang tidak dapat dihilangkan pada kegiatan sortasi basah dapat
dibersihkan pada tahap pencucian. Pencucian dilakukan dengan tujuan menghilangkan kotoran-
kotoran yang melekat pada bahan tanaman dan mengurangi kontaminan mikroba yang
menyebabkan pembusukan pada bahan tanaman. Pencucian dilakukan dengan air bersih yang
mengalir. Pencucian dapat dilakukan oleh pekerja menggunakan bak- bak pencucian atau dengan
alat mesin pencuci.
Pada saat PKPA di UPT MMB, kami melakukan pencucian tanaman pegagan yang sudah
disortasi basah sebelumya. Bagian yang digunakan adalah herba, sehingga pencucian dilakukan 2-
3 kali. Pencucian akhir dilakukan dengan air mengalir. Apabila yang dicuci adalah rimpang,
pencucian dilakukan 3-4 kali. Karena rimpang tertimbun tanah sehingga harus dicuci berkali-kali
untuk mendapatkan bahan yang bersih maksimal.
Di UPT MMB proses pencucian bahan seperti daun, herba, biji, dan buah dengan
menggunakan air bersih mengalir sebanyak 3-4 kali hingga bersih. Air yang digunakan harus
memenuhi persyaratan air bersih sesuai standar baku air bersih. Sumber air yang digunakan dapat
berasal dari mata air, sumur bor, atau air PAM (Indartiyah et al., 2011). Dalam proses pencucian
ini juga perlu diperhatikan untuk bahan simplisia yang mengandung zat yang mudah larut dalam
air, dimana pencucian harus dilakukan dalam waktu yang sesingkat mungkin (Katno, 2008).
Setelah dicuci semua bahan akan ditiriskan sehingga tidak ada air sisa pencucian selain itu
juga mempermudah perajangan. Penirisan juga membantu proses pengeringan dan bahan tidak
mudah ditumbuhi jamur atau bakteri. Proses penirisan di UPT MMB dilakukan di tempat yang
agak teduh dan terlindung dari sinar matahari langsung. Hal ini dilakukan agar bahan terhindar
dari fermentasi dan pembusukan (Katno, 2008). Proses pencucian dan penirisan yang dilakukan di
UPT MMB telah sesuai dengan teori yaitu menggunakan air sumur yang mengalir untuk
membersihkan kotoran yang menempel pada tanaman.
d. Perajangan
Perajangan bertujuan untuk memudahkan pengeringan dan memudahkan proses
pengemasan serta penyimpanan. Perajangan dapat dilakukan dengan pisau atau dengan alat mesin
perajang khusus sehingga diperoleh irisan tipis atau potongan dengan ukuran yang dikehendaki.
Irisan terlalu tipis bisa menyebabkan kehilangan zat aktif yang mudah menguap seperti minyak
atsiri. Irisan terlalu tebal dapat memperlama proses penguapan. Sehingga perajangan dilakukan
sesuai Materia Medika Indonesia (MMI) syarat ketebalan irisan simplisia kulit batang 2 mm,
rimpang dan kayu 3 mm. Apabila menggunakan pisau harus terbuat dari steinless steel dan tidak
berkarat. Karena penggunaan pisau besi akan bereaksi dengan flavonoid yang terkandung dalam
bahan baku simplisia (Katno, 2008).
Rimpang dengan ketebalan irisan 3-5 mm dapat memberikan kadar minyak atsiri secara
maksimal. Akar dan batang dilakukan dengan memotong secara melintang menggunakan pisau
stainless steel dengan ukuran perajangan 5 cm. Perajangan pada daun dilakukan dengan ukuran
perajangan yang disesuaikan dengan kebutuhan (Indartiyah et al., 2011). Proses perajangan yang
dilakukan di UPT MMB telah sesuai dengan teori yaitu menggunakan pisau berbahan stainless
steel serta mesin perajang yang dapat diatur ketebalan hasil rajangannya.
e. Pengeringan
Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air agar bahan simplisia tidak mudah rusak
dan dapat disimpan serta menghentikan reaksi enzimatis. Pengeringan menjadi hal yang penting
karena simplisia yang masih mengandung banyak air yang dapat menjadi media pertumbuhan yang
baik bagi mikroorganisme seperti jamur, kapang dan bakteri. Adanya mikroorganisme dalam
simplisia dapat membahayakan konsumen, karena aflatoksin yang mungkin dikeluarkan oleh
jamur dan kapang. Aflatoksin tersebut tidak dapat hilang walaupun dengan adanya pemanasan dan
akan tetap ada ketika dikonsumsi oleh pasien (Yenny, 2006). Toksin yang masuk dalam tubuh
manusia akan menyebabkan berbagai gejala keracunan seperti mual, muntah, diare hingga dapat
berujung kematian (Williams et al., 2004). Terdapat dua metode pengeringan yaitu pengeringan
dengan bantuan sinar matahari langsung pengeringan dengan oven (Indartiyah et al., 2011). Di
UPT MMB pengeringan dilakukan menggunakan sinar matahari dan oven, namun pengeringan
dengan sinar matahari tidak menggunakan kain hitam sebagai penutupnya. Tetapi pengeringan
dilakukan pada ruangan fiber sehingga sinar matahari tidak langsung kontak dengan bahan.
Pada saat PKPA di UPT MMB, kami melakukan pengeringan daun bluntas dengan
menggunakan metode pengeringan dalam ruangan berbahan fiber sehingga tidak terpapar sinar
matahari langsung. Daun-daun ditempatkan di rak pengeringan yang bersusun tiga dengan bagian
alas berlubang. Pengeringan daun bluntas membutuhkan waktu 3-4 hari dengan kondisi panas
normal (tidak hujan), apabila kondisi sedang hujan biasanya bisa sampai satu minggu kemudian
dibantu dengan pengeringan dalam oven. Suhu pengeringan ideal adalah 50oC dengan ketebalan
3-4 cm. Pengeringan bahan menggunakan sinar matahari akan menghasilkan warna yang lebih
tajam apabila ditutupi dengan kain hitam (Indartiyah et al., 2011).
Di UPT MMB cara untuk memastikan bahan telah kering yaitu dengan cara mengukur
kadar air bahan baku simplisia. Simplisia daun, herba dan bunga dikatakan kering apabila
mengandung kadar air kurang dari 5%. Simplisia rimpang, akar, batang, kulit buah, dan biji
dikatakan kering apabila mengandung kadar air kurang dari 10% (Katno, 2008). Apabila hasil
telah menunjukkan kadar air < 10% selanjutnya dilakukan uji secara kualitatif. Uji tersebut yaitu
dengan cara meremas atau mematahkan simplisia untuk memastikan bahwa simplisia tersebut
sudah kering. Simplisia daun dan herba akan mudah hancur ketika diremas, sedangkan simplisia
batang, kulit buah dan akar akan mudah patah ketika dipatahkan. Sehingga tidak perlu mengukur
kadar air berulang kali.
f. Sortasi kering
Prinsip kerja sortasi kering sama seperti sortasi basah, tetapi sortaso kering dilakukan pada
simplisia yang telah dikeringkan sebelum dikemas. Sortasi kering dilakukan untuk menjamin
bahwa simplisia bebas dari bahan asing, bahan busuk, dan memenuhi standar mutu. Kemudian
simplisia kering ditimbang untuk mengetahui berat kering simplisia. Sortasi kering yang dilakukan
di UPT MMB telah diterapkan sesuai dengan teori. Simplisia yang telah disortir disimpan dalam
wadah penampung berlabel.
g. Penggilingan
Simplisia yang telah ditimbang selanjutnya dimasukkan ke dalam mesin penggilingan
untuk diproses menjadi serbuk. Penggilingan ini dilakukan untuk memperkecil ukuran simplisia
sehingga memperluas permukaan bahan yang bersentuhan dengan penyari sehingga senyawa aktif
yang terdapat di dalam bahan semakin banyak yang terlarut dalam larutan penyari. Serbuk
simplisia yang telah digiling harus segera dikemas agar tidak terjadi penyerapan kembali uap air.
Bahan pengemas dapat terbuat dari plastik, kertas, kayu, kaca, dan porselin (Katno, 2008).
Pada saat PKPA di UPT MMB, kami melakukan penggilingan daun benalu mangga dan
gondomono. Seluruh simplisia yang ada di UPT MMB digiling menjadi serbuk untuk digunakan
dalam ramuan jamu. Setelah itu simplisia dalam bentuk serbuk ditimbang untuk mengetahui bobot
simplisia murni. Namun, Sanitasi dan higiene pada alat-alat yang digunakan untuk pengolahan
seperti mesin penggilingan masih belum diterapkan sepenuhnya. Simplisia serbuk di UPT MMB
dikemas menggunakan plastik dan disegel. Kemasan lalu diberi label yang ditempelkan pada
bagian tengah kemasan dengan mencantumkan nama produk, bagian tanaman yang digunakan,
tanggal pengemasan, nomor batch, dan bobot simplisia.
h. Pengemasan dan Pelabelan
Pengemasan bertujuan untuk melindungi (proteksi) simplisia saat pengangkutan,
distribusi, dan penyimpanan agar terhindar dari gangguan seperti serangga. Simplisia dikemas
kedalam wadah yang diberikan label lengkap sesuai dengan identitas bahan baku. Adapun syarat
bahan pengemas yaitu mampu melindungi simplisia dari kerusakan mekanis, bersifat inert, tidak
bereaksi dengan simplisia yang dapat menyebabkan perubahan isi, rasa, bau, dan kadar air
simplisia. Contoh bahan pengemas yang digunakan antara lain plastik, kertas, porselen, kaca, dan
kaleng.
Pada saat PKPA di UPT MMB, kami melakukan pengemasan dan pelabelan benalu
mangga dan gondomono. Simplisia dikemas dalam wadah plastik satu kilo gram kemudian
diberikan label yang berisi nama, nomer batch, dan tanggal simpan. Nomer batch diberikan sesuai
aturan yang berlaku di UPT MMB yaitu yang terdiri 13 digit. Nomor tersebut terdiri dari tahun,
bulan, tanggal, kode nama tanaman, dan urutan produksi dalam satu tahun. Nomer batch ini
diberikan pada saat tanaman pertama panen. Sehingga nomer batch merupakan identitas tanaman
tersebut. Proses pengemasan dan penggilingan simplisia berada dalam ruangan yang sama,
menyebabkan tingginya risiko pencemaran dan kontaminasi silang. Solusi yang dapat diberikan
yaitu memisahkan antara ruang penggilingan dengan ruang pengemasan untuk meminimalisir
risiko pencemaran silang dan menghindari alat serta bahan pengemasan dari debu yang
ditimbulkan oleh proses penggilingan (BPOM RI, 2011).
i. Penyimpanan
Penyimpanan simplisia yaitu di gudang simplisia dimana tujuan penyimpanan ini untuk
menghindari kerusakan dari simplisia sehingga kualitas fisik dan kestabilan kandungan senyawa
aktif tetap memenuhi persyaratan mutu yang telah ditetapkan. Penanganan produk yang baik dan
benar akan membuat produk dapat disimpan maksimal selama 1 tahun (Katno, 2008). Cara
penyimpanan di UPT MMB menggunakan first in first out (FIFO) pada rak besi yaitu simplisia
yang disimpan lebih awal harus digunakan terlebih dahulu. Penyimpanan dalam gudang harus
diatur sedemikian rupa sehingga tidak menyulitkan pemasukan dan pengeluaran produk yang
disimpan. Ada juga penyimpanan simplisia dengan wadah plastik berbentuk kontainer yang
diletakkan tanpa alas sehingga langsung bersentuhan dengan lantai.
Wadah yang berbahan plastik memiliki kelemahan yaitu tidak tahan terhadap panas
sehingga terjadi pengembunan uap air yang akan berpengaruh terhadap kelembaban simplisia
(Sembiring, 2007). Rak-rak penyimpanan serbuk simplisia terlalu dekat dengan dinding sehingga
dapat meningkatkan kelembapan (BPOM RI, 2011). Akbibatnya simplisia banyak yang rusak dan
tidak layak untuk di konsumsi. Kerusakan simplisia dalam jumlah besar dapat menimbulkan
kerugian yang cukup signifikan. Solusi yang dapat diberikan sebaiknya jarak antara rak dengan
dinding dan lantai diberi celah yang cukup lebar. Rak tersebut memiliki jarak 30 cm dari dinding
dan 15 cm dari lantai dan pemasangan alat pengukur suhu serta kelembaban sebaiknya dapat
ditempatkan di gudang untuk memudahkan pemantauan (Ibrahim et al., 2016). Penggunaan palet
perlu dilakukan agar wadah simplisia tidak kontak langsung dengan lantai (BPOM RI, 2011).

BPOM RI. 2011. Peraturan Kepala BPOM RI No. HK.03.1.23.06.11.5629 Tahun


2011 tentang Persyaratan Teknis Cara Pembuatan Obat Tradisional yang
Baik. Jakarta: BPOM RI.
Ibrahim, Lolo, Widya, Citraningtyas, dan Gayatri. 2016. Evaluasi Penyimpanan dan
Pendistribusian Obat di Gudang Farmasi PSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado. Pharmacon. Vol.
5(2): 1-8.
Indartiyah, Siregar, Agustina, Wahyono, Djauhari, Hartono, Fika, Maryam, dan
Supriyatna. 2011. Pedoman Teknologi Penanganan Pasca Panen Tanaman
Obat. Jakarta: Kementerian Pertanian.
Katno. 2008. Pengelolaan Pasca Panen Tanaman Obat. Tawangmangu: B2P2TOOT
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI.
Sembiring, Bagem. 2007. Teknologi Penyiapan Simplisia Terstandar Tanaman Obat.
Warta Puslitbang. Vol. 13 (2).

Anda mungkin juga menyukai