Anda di halaman 1dari 8

TUGAS FARMAKOGNOSI SIMPLISIA

1. Simplisia

Simplisia adalah bahan alamiah yang digunakan sebagai obat yang belum mengalami
pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, simplisia merupakan bahan yang
dikeringkan. Simplisia dapat berupa simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan atau
mineral.

Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat
tanaman. Yang dimaksud dengan eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar
dari tanaman atau dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat nabati lainnya
yang dengan cara tertentu di pisahkan dari tanamannya.

Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh , bagian hewan atau zat-zat
berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni.

Simplisia mineral atau pelikan adalah simplisia yang berupa bahan pelikan atau mineral yang
belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni.

Adapun macam-macam simplisia nabati dapat berasal dari bagian tumbuhan, antara lain:

a) Rimpang (rhizome)

Rimpang merupakan batanf dan daun yang terdapat di dalam tanah, bercabang-cabang, dan
tumbuh tunas yang muncul ke atas tanah dan menjadi tumbuhan baru. Kunyit dan Jahe
merupakan salah satu contoh jenis rimpang yang biasa dijadikan simplisia.

b) Akar (radix)

Akar merupakan bagian tumbuhan yang biasanya terdapat dalam tanah. Tugas akar selain
memperkuat tegaknya tumbuhan, menyerap air dan zat makanan dari dalam tanah, kadang-
kadang juga sebagai tempat menimbun makanan. Menurut bentuknya, dibedakan 2 macam
akar yaitu akar tunggang dan akar serabut. Akar tunggang hanya terdapat pada tumbuhan yang
ditanam dari biji. Akar untuk simplisia bisa dari tanaman rumput, perdu, atau tanaman berkayu
keras. simplisia akar dikumpulkan ketika proses pertumbuhannya terhenti. Contoh akar yang
kerap dijadikan simplisia adalah Ginseng.
c) Kayu (Lugnum)

Kayu yang biasa digunakan sebagai simplisia merupakan kayu tanpa kulit. Pemotongan kayu
biasanya dilakukan miring sehinggak permukaan menjadi lebar. Kadangkala berupa serutan
kayu.

d) Kulit Kayu (Cortex)

Kulit kayu merupakan bagian terluar dari batang pada tanaman. Contoh kulit kayu yang
dijadikan simplisia adalah kayu manis dan kayu secang.

e) Biji (Semen)

Biji biasanya dikumpulkan dari buah yang masak. Contoh bagian biji yang digunakan sebagai
simplisia adalah biji mahoni dan biji kemangi atau sering disebut selasih.

f) Buah (fructus)

Buah untuk simplisia biasanya dikumpulkan setelah masak. Contoh buah yang biasa dijadikan
simplisia adalah buah mengkudu.

g) Bunga (flos)

Bunga yang digunakan sebagai simplisia dapat berupa bunga tunggal atau majemuk. Contoh
bunga yang dijadikan simplisia adalah bunga melati dan bunga cengkeh.

h) Daun (folium)

Bisa dikatakan, daun adalah jenis simplisia yang paling sering digunakan dalam pembuatan
herbal. simplisia tersebut bisa derupa daun segar atau kering dan dapat berupa pucuk daun
seperti teh atau daun tua seperti daun salam.

i) Herba (herba)

Herba merupakan seluruh bagian dari tanaman obat mulai dari akar, batang, daun, bunga, dan
buah yang berasal dari tanaman jenis terna yangbersifat herbaceus. Contohnya , Pegagan.

Proses pembuatan simplisia terdiri atas:

1) Pengumpulan Bahan Baku


Tahapan ini sangat menentukan kualitas bahan baku, dimana faktor yang paling berperan
adalah masa panen. Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan
bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering.Alat yang diguna-kan dipilih dengan tepat untuk
mengurangi terbawanya bahan atau tanah yang tidak diperlukan. Seperti rimpang, alat untuk
panen dapat menggunakan garpu atau cangkul. Bahan yang rusak atau busuk harus segera
dibuang atau dipisahkan. Penempatan dalam wadah (keranjang, kantong, karung dan lain-lain)
tidak boleh terlalu penuh sehingga bahan tidak menumpuk dan tidak rusak. Selanjutnya dalam
waktu pengangkutan diusahakan supaya bahan tidak terkena panas yang berlebihan, karena
dapat menyebab-kan terjadinya proses fermentasi/ busuk. Bahan juga harus dijaga dari gang-
guan hama (hama gudang, tikus dan binatang peliharaan).

Kemudian proses pasca panen yang merupakan kelanjutan dari proses panen terhadap
tanaman budidaya atau hasil dari penambangan alam yang fungsinya antara lain untuk
membuat bahan hasil panen tidak mudah rusak dan memiliki kualitas yang baik serta mudah
disimpan untuk diproses selanjutnya. Untuk memulai proses pasca panen perlu diperhatikan
cara dan tenggang waktu pengumpulan bahan tanaman yang ideal setelah dilakukan proses
panen tanaman tersebut. Selama proses pasca panen sangat penting diperhatikan keber-sihan
dari alat-alat dan bahan yang digunakan, juga bagi pelaksananya perlu memperhatikan
perlengkapan seperti masker dan sarung tangan. Tujuan

dari pasca panen ini untuk menghasilkan simplisia tanaman obat yang bermutu, efek terapinya
tinggi sehingga memiliki nilai jual yang tinggi.

2) Sortasi Basah

Penyortiran segar atau sortasi basah dilakukan setelah selesai panen dengan tujuan untuk
memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing, bahan yang tua dengan yang muda atau
bahan yang ukurannya lebih besar atau lebih kecil. Bahan nabati yang baik memiliki
kandungan campuran bahan organik asing tidak lebih dari 2%. Proses penyortiran pertama
bertujuan untuk memisahkan bahan yang busuk atau bahan yang muda dan yang tua serta
untuk mengurangi jumlah pengotor yang ikut terbawa dalam bahan.
3) Pencucian

Pencucian bertujuan menghilangkan kotoran-kotoran dan mengurangi mikroba-mikroba yang


melekat pada bahan. Pencucian harus segera di-lakukan setelah panen karena dapat
mempengaruhi mutu bahan. Pencucian menggunakan air bersih seperti air dari mata air, sumur
atau PAM. Penggunaan air kotor menyebabkan jumlah mikroba pada bahan tidak akan
berkurang bahkan akan bertambah. Pada saat pencucian perhatikan air cucian dan air
bilasannya, jika masih terlihat kotor ulangi pencucian/pembilasan sekali atau dua kali lagi. Perlu
diperhatikan bahwa pencucian harus dilakukan dalam waktu yang sesingkat mungkin untuk
menghindari larut dan terbuangnya zat yang terkandung dalam bahan. Pencucian bahan dapat
dilakukan dengan beberapa cara antara lain :

a) Perendaman bertingkat

Perendamana biasanya dilakukan pada bahan yang tidak banyak mengandung kotoran seperti
daun, bunga, buah dll. Proses perendaman dilakukan beberapa kali pada wadah dan air yang
berbeda, pada rendaman pertama air cuciannya mengandung kotoran paling banyak. Saat
perendaman kotoran-kotoran yang melekat kuat pada bahan dapat dihilangkan langsung
dengan tangan. Metoda ini akan menghemat peng-gunaan air, namun sangat mudah
melarutkan zat-zat yang terkandung dalam bahan.

b) Penyemprotan

Penyemprotan biasanya dilakukan pada bahan yang kotorannya banyak melekat pada bahan
seperti rimpang, akar, umbi dan lain-lain. Proses penyemprotan dilakukan de-ngan
menggunakan air yang ber-tekanan tinggi. Untuk lebih me-nyakinkan kebersihan bahan, ko-
toran yang melekat kuat pada bahan dapat dihilangkan langsung dengan tangan. Proses ini
biasanya meng-gunakan air yang cukup banyak, namun dapat mengurangi resiko
hilang/larutnya kandungan dalam bahan.

c) Penyikatan (manual maupun oto-matis)

Pencucian dengan menyikat dapat dilakukan terhadap jenis bahan yang keras/tidak lunak dan
kotorannya melekat sangat kuat. Pencucian ini memakai alat bantu sikat yang digunakan
bentuknya bisa bermacam-macam, dalam hal ini perlu diper-hatikan kebersihan dari sikat yang
digunakan. Penyikatan dilakukan terhadap bahan secara perlahan dan teratur agar tidak
merusak bahannya. Pembilasan dilakukan pada bahan yang sudah disikat.Metode pencucian
ini dapat menghasilkan bahan yang lebih bersih dibandingkan dengan metode pencucian
lainnya, namun meningkatkan resiko kerusa-kan bahan, sehingga merangsang tumbuhnya
bakteri atau mikroorganisme.

4) Pengubahan Bentuk

Bertujuan untuk meningkatkan luas permukaan bahan baku sehingga proses pengeringan akan
berlangsung cepat. Contoh perlakuan untuk pengubahan bentuk adalah perajangan pada
rimpang, daun dan herba. Ukuran perajangan tergantung dari bahan yang digunakan dan ber-
pengaruh terhadap kualitas simplisia yang dihasilkan. Perajangan terlalu tipis dapat mengurangi
zat aktif yang terkandung dalam bahan. Sedangkan jika terlalu tebal, maka pengurangan
kadar air dalam bahan agak sulit dan memerlukan waktu yang lama dalam penjemuran dan
kemungkinan besar bahan mudah ditumbuhi oleh jamur.Ketebalan perajangan untuk rimpang
temulawak adalah sebesar 7 – 8 mm, jahe, kunyit dan kencur 3 – 5 mm. Perajangan bahan
dapat dilakukan secara manual dengan pisau yang tajam dan terbuat dari steinlees ataupun
dengan mesin pemotong atau perajang. Bentuk irisan split atau slice tergantung tujuan
pemakaian. Untuk tujuan mendapatkan minyak atsiri yang tinggi bentuk irisan sebaiknya
adalah membujur (split) dan jika ingin bahan lebih cepat kering bentuk irisan sebaiknya
melintang (slice).

5) Pengeringan

Pengeringan adalah suatu cara pengawetan atau pengolahan pada bahan dengan cara
mengurangi kadar air, sehingga proses pembusukan dapat terhambat. Dengan demikian dapat
dihasilkan simplisia terstandar, tidak mudah rusak dan tahan disimpan dalam waktu yang lama
Dalam proses ini, kadar air dan reaksi-reaksi zat aktif dalam bahan akan berkurang, sehingga
suhu dan waktu pengeringan perlu diperhati-kan. Suhu pengeringan tergantung pada jenis
bahan yang dikeringkan. Pada umumnya suhu pengeringan adalah antara 40 – 600 ºC dan
hasil yang baik dari proses pengeringan adalah simplisia yang mengandung kadar air 10%.

Demikian pula dengan waktu pengeringan juga bervariasi, tergantung pada jenis bahan yang
dikeringkan seperti rimpang, daun, kayu ataupun bunga. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam
pro-ses pengeringan adalah kebersihan (khususnya pengeringan menggunakan sinar
matahari), kelembaban udara, aliran udara dan tebal bahan (tidak saling menumpuk). Penge-
ringan bahan dapat dilakukan secara tradisional dengan menggunakan sinar matahari ataupun
secara mo-dern dengan menggunakan alat pe-ngering seperti oven, rak pengering, blower
ataupun dengan fresh dryer.

Pengeringan dapat menyebabkan perubahan-perubahan hidrolisa enzimatis, pencokelatan,


fermentasi dan oksidasi. Ciri-ciri waktu pengeringan sudah berakhir apabila daun ataupun
temu-temuan sudah dapat dipatahkan dengan mudah. Pada umumnya bahan (simplisia) yang
sudah kering memiliki kadar air ± 8 – 10%. Dengan jumlah kadar air tersebut kerusakan bahan
dapat ditekan baik dalam pengolahan maupun waktu penyimpanan.

Proses pengeringan simplisia bertujuan untuk :

 Mengurangi kadar air, sehingga simplisia tidak mudah terkontaminasi oleh fungi atau
jamur dan bakteri
 Menghentikan aktivitas atau kerja enzim.
 Mengurangi atau mencegah perubahan kimia terhadap senyawa aktif.

6 Sortasi Kering

Merupakan pemilihan bahan setelah proses pengeringan, dimana bahan-bahan yang rusak
(terlalu gosong) dan kotoran hewan yang mungkin terdapat didalamnya harus disortasi atau
dibuang. Penyortiran dilakukan bertujuan untuk memisahkan benda-benda asing yang terdapat
pada simplisia. Proses penyortiran merupakan tahap akhir dari pembuatan simplisia kering
sebelum dilakukan pengemasan, penyimpanan atau pengolahan lebih lanjut. Setelah
penyortiran simplisia ditimbang untuk mengetahui rendemen hasil dari proses pasca panen
yang dilakukan.

7) Pengepakan dan Penyimpanan

Pengemasan dapat dilakukan terhadap simplisia yang sudah dikeringkan. Jenis kemasan yang
digunakan dapat berupa plastik, kertas maupun karung goni. Persyaratan jenis kemasan yaitu
dapat menjamin mutu produk yang dikemas, mudah dipakai, tidak mempersulit penanganan,
dapat melindungi isi pada waktu pengangkutan, tidak beracun dan tidak bereaksi dengan isi
dan kalau boleh mempunyai bentuk dan rupa yang menarik.

Berikan label yang jelas pada tiap kemasan tersebut yang isinya menuliskan : nama bahan,
bagian dari tanaman bahan yang digunakan, tanggal pengemasan, nomor/kode produksi,
nama/alamat penghasil, berat bersih, metode penyimpanan.

Penyimpanan simplisia dapat dilakukan di ruang biasa (suhu kamar) ataupun di ruang ber AC.
Ruang tempat penyimpanan harus bersih, udaranya cukup kering dan berventilasi. Ventilasi
harus cukup baik karena hama menyukai udara yang lembab dan panas. Perlakuan simplisia
dengan iradiasi sinar gamma dosis 10 kGy dapat menurunkan jumlah patogen yang dapat
meng-kontaminasi simplisia tanaman obat. Dosis ini tidak merubah kadar air dan kadar minyak
atsiri simplisia selama penyimpanan 3 – 6 bulan. Jadi sebelum disimpan pokok utama yang
harus diperhatikan adalah cara penanganan yang tepat dan higienes.

Hal-hal yang perlu diperhatikan mengenai tempat penyimpanan simplisia adalah :

a) Gudang harus terpisah dari tem-pat penyimpanan bahan lainnya ataupun penyimpanan alat
dan dipelihara dengan baik.

b) Ventilasi udara cukup baik dan bebas dari kebocoran atau ke-mungkinan masuk air hujan.

c) Suhu gudang tidak melebihi 300ºC.

d) Kelembabab udara sebaiknya di-usahakan serendah mungkin (650ºC) untuk mencegah


terjadinya penyerapan air. Kelembaban udara yang tinggi dapat memacu pertumbuhan
mikroorganisme sehingga menurunkan mutu bahan baik dalam bentuk segar maupun kering.

e) Masuknya sinar matahari lang-sung menyinari simplisia harus dicegah.

f) Masuknya hewan, baik serangga maupun tikus yang sering memakan simplisia yang
disimpan harus dicegah

Pada sampel tanaman kangkung darat, pembuatan simplisia dilakukan dengan cara sebagai
berikut :

Proses pemanenan dilakukan pada pagi hari menggunakan tangan, lalu hasil panen.
Tumbuhan yang telah dipanen kemudian disortasi antara batang dan daunnya, bagian
tumbuhan yang dipakai hanyalah bagian daunnya saja lalu dicuci dengan air bersih. Daun yang
telah dicuci kemudian ditiriskan, dirajang halus dan dikeringkan pada lemari pengering.
Simplisia kering yang didapat disortasi kembali, kemudian dihaluskan dengan blender. Dan
diayak untuk memperoleh serbuk simplisia dengan derajat halus tertentu, yaitu 4/18.

Setelah itu, serbuk simplisia di ekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut etanol
96%. Proses ektraksi dilakukan kurang lebih selama 6 hari. Kemudian di lakukan pemekatan
ekstrak cair yang diperoleh menggunakan rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak kental.
Ektrak kental yang didapat akan digunakan untuk dilakukan standarisasi mutu ekstrak.

Referensi

 Gunawan, D dan Mulyani, S. 2002. Ilmu Obat Alam. (Farmakognosi) Jilid 1. Penebar Swadaya,
Jakarta.
 Heinrich, et al. 2009. Farmakognosi dan fitoterapi; alih bahasa: Winny R. Syarief et al; editor
bahasa Indonesia, Amalia H. Hadinata. EGC, Jakarta.
 Kar, Autosh, 2013. Farmakognosi dan farmakobioteknologi; alih bahasa, July Manurung, Winny
Rivany Syarief, Jojor Simanjuntak; editor edisi bahasa Indonesia, Sintha Rachmawati, Ryeska
Fajar Respaty Ed 1-3. EGC, Jakarta.
 Parameter Standar Simplisia dan Ekstrak. BPOM RI.

Anda mungkin juga menyukai