Pada praktikum kali ini yaitu analgetik bertujuan untuk mengenal, mempraktekkan dan
membandingan daya analgetik aspirin (asam asetil salisilat), dengan Parasetamol dan asam
mefenamat menggunakan metode rangsang / penginduksi zat kimia dengan metode
siegmund ( metode geliat /writhing method).sebelum melakukan praktikum pertama yang
dilakukan yaitu menimbang hewan uji yang akan digunakan untuk pengujian dan setelah
penimbangan masing masing tikus diberi tanda agar tidak tertukar padaa saat pemberian
obat,penimbangan hewan dilakukan tujuannya yaitu agar dosis yang diberikan kepada tiaap
tikus sesuai dan tepat.
Bahan yang digunakan sebagai induktor /perangsang nyeri digunakan penginduksi
kimia zat kimia, yaitu larutan steril Asam Asetat glasial yang diberikan secara intra
peritonial.karna larutan asam asaetat yang tersedia dalalah konsentrasinya 99%,sedangkan
yang dibutuhkan konsentrasinya 0,9% maka untuk memperoleh konsentrasi tersebut
dilakukan pengenceran dengan cara mengencerkan 0,35 ml asam asetat konsentrasi 99%,
kedalam aquadest sebanyak 100 ml..
Pada praktikum kali ini obat-obat analgetik yang diperbandingkan adalah obat-obat
analgetik golongan non narkotik/ perifer yaitu, Aspirin ( sebagai obat standar) dengan
Parasetamol dan Asam Mefenamat (kelomok obat uji).
Kelompok kontrol terdiri dari dua kelompok kontrol yang masing masing kelompok
terdiri dari 2 ekor tikus,untuk kelompok kontrol pertama yang digunakan pada percobaan ini
adalah kelompok kontrol pertama larutan NaCl 0,9 % dan untuk kelompok kontrol kedua
larutan suspensi cmc 1%, sehingga hewan percobaan hanya diberikan larutan nacl dan larutan
suspensi cmc. Kelompok kontrol yang digunakan untuk perhitungan % proteksi digunakan
kelompok kontrol suspensi cmc 1%, dan kelompok kontrol nacl. pemberian penginduksi
asam asetat diberikan pada menit ke 30 menit setelah pemberian larutan nacl dan suspensi
cmc tanpa pemberian analgetik, . Pada praktikum pemberian larutan steril Asam Asetat
glasial diberikan 30 menit setelah pemberian obat hal ini diharapkan agar obat yang diberikan
belum bekerja sehingga Asam Asetat langsung berefek dan juga untuk mempermudah
pengamatan onset dari obat itu. Pada pengamatan geliat hewan uji dilakukan setiap waktu 5
menit sekali, pngamatan geliat dilakukan setiap interval waktu 5 menit mencit menggeliat
dengan ditandai meregangkan leher dan kaki ditarik ke belakang, Pengamatan yang dilakukan
agak rumit karena praktikan sulit membedakan antara geliatan yang diakibatkan oleh rasa
nyeri dari obat atau karena tikus merasa kesakitan akibat penyuntikan intraperitoneal pada
perut tikus. Pemberian sediaan asam asetat secara intaperitonial(rongga perut) atau selaput
gastrointestinal hewan memungkinkan sediaan lebih mudah diabsorbsi oleh tubuh dan cepat
memberikan efek.
pemberian sediaan asam asetat terhadap hewan percobaan akan merangsang
prostaglandin untuk menimbulkan rasa nyeri akibat adanya kerusakan jaringan atau
inflamasi. Akibat dari adanya rasa nyeri inilah hewan percobaan akan menggeliatkan kaki
belakangnya dan meregangkan lehernya saat efek dari penginduksi nyeri ini bekerja
Dari hasil pengamatan yang diperoleh, bahwa jumlah geliat tikus kontrol baik kontrol
suspensi cmc maupun kontrol nacl lebih banyak daripada tikus yang diberikan obat, Hal ini
disebabkan karena tikus kontrol tidak memiliki perlindungan terhadap nyeri yang disebabkan
karena pemberian asam asetat sebagai penyebab terjadinya nyeri,namun kelompok kontrol
yang memberikan geliat lebih banyak yaitu kelompok kontrol cmc.
Dan dari hasil pengamatan pada tabel diatas dapat dilihat bahwa pada tikus yang
diberi aspirin memiliki daya analgetik paling kuat dari golongan analgetik non-narkotika ini.
Karena pada tabel hasil pengamatan menunjukan jumlah geliat yang ditunjukan tikus sedikit
dari pada tikus lain yang diberikan parasetamol dan asam mefenamat. Dan juga persen
proteksi hambatan aspirin terhadap kontrol suspensi cmc dan larutan Nacl persentasenya
lebih besar, Karena disini aspirin menghambat biosintesis prostaglandin yang menstimulasi
SSP, sehingga dapat menghambat terjadinya perangsangan reseptor nyeri. Prostaglandin akan
dilepaskan oleh sel yang mengalami kerusakan. Pembentukan prostaglandin dihambat dengan
menghambat enzim siklooksigenase yang bertugas mengubah asam arachidonat menjadi
endoperoksida (PGG2/PGH). .
Aspirin merupakan sediaan yang efektif terhadap nyeri dengan intensitas rendah
sampai sedang misalnya pada sakit kepala, mialgia, atralgia dan nyeri lain yang berasal dari
inegumen, sediaan ini juga efektif terhadap nyeri yang berkaitan dengan inflamasi. Efek
analgetikanya jauh lebih lemah daripada efek analgetika opiat tetapi sediaan ini tidak
menimbulkan ketagihan efek samping sentral yang merugikan. Aspirin bekerja dengan
mengubah persepsi modalitas sensorik nyeri, tanpa mempengaruhi sensorik lain. Pemberian
aspirin dalam kelompok ini juga akan menunjukkan efek analgesik setelah diberi penginduksi
asam asetat.
Sedangkan pada kelompok tikus yang diberi parasetamol, terlihat jumlah geliat yang
ditunjukan mencit cukup sedikit dibandingkan dengan kontrol karna parasetamol merupakan
obaat analgetik,tetapi jika dibandingkan dengan aspirin jumlah geliat yang diberikan
parasetamol lebih banyak. Parasetamol dapat menghambat sintesis PG dan brandikinin
sehingga menghambat terjadinya perangsangan reseptor nyeri. Karena mempunyai
mekanisme kerja menghambat berbagai reaksi in-vitro namun efek hambatan terhadap nyeri
nya lebih sedikit daripada aspirin.
Pada kelompok yang diberikan sediaan asam mefenamat, terlihat dari hasil pengamatan
bahwa jumlah geliat tikus cukup banyak dibandingkan dengan aspirin. Karena asam
mefenamat yang merupakan salah satu obat analgesik ini, tidak terlalu bekerja dengan baik
untuk menekan rasa sakit yang timbul jika dibandigkan dengan aspirin, sehingga induksi dari
asam asetat setelah pemberian asam mefenamat masih terasa nyeri oleh tikus yang ditunjukan
dengan banyaknya geliat yang ditunjukan oleh tikus, tetapi jika dibandingkan dengan
paracetamol asam mefenamat lebih baik karna geliat yang ditimbulkan lebih sedikit daripada
paracetamol.
VII. Kesimpulan
Dari hasil prektkum yang kami lakukan dapat disimpulkan yaitu sebagai berikut.
Dari percobaan yang kelompok kami telah lakukan dapat ditarik beberapa kesimpulan
yaitu : Analgetik merupakan obat yang dapat menghilangkan rasa nyeri tanpa
menghilangkan kesadaran. Analgesik yang paling baik meredam rasa nyeri/ besarnya
daya proteksi terhadap kontrol baik dari kontrol cmc maupun nacl analgesik yang paling
baik dalam meredam nyeri sampai yang kurang efektif berdasarkan hasil yg didapat
adalah aspirin, asam mefenamat kemudian paracetamol Dan yang memiliki persen
efektifitas analgesik yang paliing baik jika dilihat dari efektivitasnya asam mefenamat
memeberiikan efektifitas nya lebih baik jika dibandingkan dengan parasetamol hal
tersebut dapat dilihat dari perssen efektifitas analgesiknya terhadap aspirin yaitu 87,4%.
Dan hasil dar keseluruhan kelompok obat yeng meberikan persen proteksi yang paling
baik baik baik dengan kontrol cmc maupun kontrol naclyaitu paracetamol,yang kedua
yaittu asmef dan yang ketiga yaitu aspirin dan untuk efektifitas yang paling baik yaitu pct
hal tersebut dapat dilihat dari persen efektifitasnya terhadap aspirin yang lebih baik dari
aspirin dan asam mefenamat
Perbedaan data yeng didapatkan antara kelompok kami dan data keseluruhan kelompok
dapat disebabkan oleh faktor-faktor yaitu sebagai berikut yaitu: respon yang berbeda dari
tikus yang diunakan,kurangnya ketelitian dalam pegamatan geliat pada hewan dan
pengoralan dan penyuntikan yang salahh atau tidak masuk obatnya dan dapat juga
mungkin karna faktor pengaruh hormonal (hormon estrogen) tikus ( pada tikus betina).
DAFTAR PUSTAKA
Katzung, Bertram G. 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Tan, H. T. dan Rahardja. 2002. Obat-Obat Penting. Gramedia Pustaka Umum. Jakarta.
Tjay dan K.Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Anief, Moh., 1990, Perjalanan dan Nasib Obat dalam Badan, Gadjah Mada University
Press, D.I Yogayakarta.
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi,IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.
Ansel, Howard.C., 1989 Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Universitas Indonesia Press,
Jakarta.
Ganiswara, Sulistia G (Ed), 1995, Farmakologi dan Terapi, Edisi IV. Balai Penerbit
Falkultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
H. Sarjono, Santoso dan Hadi R D., 1995, Farmakologi dan Terapi, Bagian Farmakologi
Fakultas Kedokteran Indonesia, Jakarta.
Katzung, Bertram G., 1986, Farmakologi Dasar dan Klinik, Salemba Medika, Jakarta.