PROPOSAL PENELITIAN
Oleh :
I. PENDAHULUAN
mengandung kandungan gizi yang baik. Kandungan gizi yang baik yang terdapat
fosfor, besi, vitamin A dan B1, dan air. Kandungan protein dalam udang sangat
banyak didalam tubuh udang. Selain itu terdapat kandungan kimia dari udang
Mardiyati dan Amruddin (2016), udang rebon merupakan jenis udang yang sangat
kecil dan banyak terdapat di perairan laut Indonesia termasuk di wilayah desa
kering memiliki nilai gizi yang tinggi terutama protein dan kalsium. Udang rebon
segar tentunya lebih mudah mengalami pembusukan dan memiliki nilai ekonomi
yang lebih rendah. Oleh karena itu, untuk memperpanjang umur simpan dari
udang rebon diolah menjadi produk terasi. Terasi memiliki kandungan senyawa-
senyawa yang memicu timbulnya aroma dan rasa yang khas terasi. Salah satu
berhubungan untuk menghasilkan aroma dan rasa yang khas. Keberadaan volatil
pada terasi merupakan faktor terpenting. Hal ini dikarenakan pada produk terasi,
3
Selain komponen volatil, kandungan asam glutamat dalam terasi juga berperan
dalam membentuk rasa produk akhir terasi. Menurut Pratama et.al (2018),
volatil yang terkandung di dalamnya adalah faktor penting dalam penentuan mutu
suatu pangan dan akan turut memberikan peran dalam tingkat penerimaan dan
konsumsi dari produk akhir. Senyawa-senyawa volatil ini pada umumnya berasal
baku ikan atau udang dengan penambahan garam. Produk terasi diolah secara
tradisional dan biasanya diproduksi oleh masyarakat yang tinggal didaerah pesisir
pantai. Terasi digunakan sebagai penambah rasa dan penyedap rasa pada
makanan. Bentuk terasi ada dua jenis yaitu kotak padat dan bubuk. Menurut
Cahyo et.al (2016), pada umumnya terasi terbuat dari udang rebon, ikan kecil,
atau teri, dan bahan tambahan lainnya. Bahan-bahan campuran itulah yang
selanjutnya menentukan mutu dan cita-rasa terasi yang dihasilkan. Terasi pada
umumnya berbentuk kotak kecil dan padat. Proses pembuatan terasi dilakukan
anaerobik. Proses fermentasi pada terasi udang akan berhasil dengan penambahan
garam. Mikroba bakteri asam laktat merupakan bakteri yang berperan dalam
4
proses pembuatan terasi udang rebon. Tahapan proses pembuatan terasi terdiri
adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik, akan tetapi terdapat definisi yang
tergantung pada jenis bahan pangan yang dikenal dengan istilah substrat, macam
pengawetan secara fermentasi diolah menjadi terasi. Saat ini masih banyak
kandungan gizinya. Pengolah terasi masih belum dapat menghasilkan terasi sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan. Hal ini karena pengolah terasi kebanyakan
masih dalam tahap home industri, sehingga akan membutuhkan biaya yang lebih
kimia dari terasi yang dihasilkan. Terasi pada penelitian ini akan diberi perlakuan
pada proses pembuatan terasi dapat berpengaruh pada karakteristik terasi yang
yang dapat merusak mutu dari terasi. Konsentrasi garam yang berbeda akan
menghasilkan mutu terasi yang berbeda. Kualitas dan mutu dari terasi yang
dihasilkan harus diperbaiki dengan cara melakukan penelitian ini terkait dengan
kandungan senyawa volatil yang terdapat di dalam terasi yang dihasilkan pada
1.3.1. Tujuan
konsentrasi garam yang berbeda terhadap kandungan senyawa volatil pada terasi
1.3.2. Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
mengenai terasi.
Laboratorium Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB PADI), Subang, Jawa
Barat.
7
SKEMA PENELITIAN
PERMASALAHAN
1. Terasi merupakan produk yang terbuat dari udang
yang di fermentasi.
2. Perbedaan metode pembuatan terasi, lama waktu
fermentasi, dan kadar garam yang berbeda dapat
berpengaruh pada kualitas dan mutu terasi.
INPUT
Penelitian
Pembuatan terasi dengan konsentrasi garam berbeda (3%, U
6,5%, dan 10%) dan lama waktu fermentasi selama 30 hari. M
P
A
N
PROSES Parameter uji
1. Uji Organoleptik. B
2. pH. A
3. Kadar Air. L
4. Uji Aw. I
5. Senyawa Volatil. K
Data
Kesimpulan
8
Udang rebon adalah salah satu hasil laut dari jenis udang-udangan namun
lainnya. Akibat ukurannya yang kecil inilah, udang ini disebut dengan udang
rebon. Udang ini lebih dikenal dengan terasi shrimp karena memang udang ini
merupakan bahan baku utama pembuatan terasi. Udang ini lebih mudah
ditemukan sebagai bahan seperti terasi, atau telah dikeringkan dan sangat jarang
dijual dalam keadaan segar. Jenis dari udang sangat banyak, salah satunya udang
zoo dan phytoplankton, bakteri dan lain-lain, terutama organisme laut. Hewan
seperti jenis udang rebon, udang krill atau sisa buangan kepala udang
telah terdenaturasi karena adanya panas dan astaxanthin akan terurai (Fitriyani
et.al, 2013).
Umumnya udang rebon dipasaran terdapat dalam dua bentuk, yaitu udang
rebon basah dan udang rebon kering. Udang rebon mengandung banyak
kandungan gizi yang baik. Kandungan gizi dari udang rebon yaitu 295 kal kalori,
62,4 g protein, 2,3 g lemak, 1,8 gr karbohidrat, 1209 mg kalsium, 1225 mg fosfor,
9
6,3 mg zat besi, vit A 210 mg, 0,14 mh vit B1, 20,7 g air dari setiap 100 gr udang
astaxanthin. Kandungan astaxanthin dalam udang utuh beku sebesar 3,12 mg/ 100
g berat basah. Pada tubuh udang terdapat enzim polyphenoloxidase (PPO) yang
(NaCl) bertujuan untuk menghambat kerja enzim bersebut. Sodium klorida atau
NaCl dapat menghambat kerja PPO sehingga reaksi pencokelatan dapat dihalangi.
udang renik ini hidup planktonis (seperti plankton) sehingga mudah ditangkap
dengan serok halus. Benih udang rebon bisa juga masuk dari laut. Ukurannya
Salah satu dari jenis udang kering yang banyak digunakan adalah udang
rebon. Udang rebon memiliki ukuran tubuh yang kecil dan biasanya hidup pada
perairan laut. Cara hidup udang rebon adalah berkelompok dengan spesies
sejenisnya di perairan. Jumlah dari udang rebon di perairan sangat banyak dan
Terasi merupakan salah satu produk hasil fermentasi ikan (atau udang)
yang berasal dari tubuh ikan (atau udang) itu sendiri. Terasi sangat disukai
mudah didapat dan memiliki flavour berupa rasa dan aroma yang khas (Majid
et.al, 2014).
Terasi yang bermutu baik mempunyai kekhasan yang terletak pada cita
rasa, bau yang enak dan warnanya yang kemerahan. Mutu terasi ditentukan oleh
kenampakan, bau, warna, ada tidaknya serangga, ulat dan belatung. Karakteristik
organoleptik terasi rebon ditentukan oleh rebon yang digunakan. Semakin segar
dan seragam bahan baku maka akan didapat terasi yang mempunyai mutu yang
lebih tinggi. Mikroba yang tumbuh pada terasi bermacam-macam, baik bakteri
positif atau negatif. Bakteri tersebut dapat tumbuh akibat penanganan yang kurang
baik serta penambahan garam yang jumlahnya kecil (Aristyan et.al, 2014).
dilakukan hingga kadar air udang berkurang atau kondisi udang dalam setengah
fermentasi selama kurang lebih 1 (satu) hari. Tahapan proses berikutnya adalah
dan dibungkus dengan daun pisang. Pencetakan dilakukan dengan cara manual,
Pengeringan bertujuan agar terasi tidak terlalu menyengat dan terasi tidak terlalu
15%. Garam yang digunakan merupakan garam jenis garam krosok. Semakin
tinggi garam yang ditambahkan dan semakin lama proses pengeringannya, maka
kadar air akan semakin menurun. Hal ini dikarenakan garam bersifat higroskopis
yaitu garam akan menarik keluar air dari bahan ke luar jaringan melalui proses
perikanan berbahan baku udang rebon atau udang segar, atau kering atau
dari tiga jenis, antara lain terasi pasta yaitu terasi yang berkarakteristik semi padat.
Terasi kering padat blok yaitu terasi yang berkarakteristik kering berbentuk blok
padat, dan terasi kering serbuk atau granula yaitu terasi yang berkarakteristik
kering berbentuk serbuk dan butiran (granula). Persyaratan mutu dan keamanan
a. Sensori - Min 7*
b. Kimia
% Maks. 35***
% Maks. 10****
asam
- Kadar garam % 12 – 20
c. Cemaran mikroba n c m M
sampling)
Syarat kualitas terasi udang dengan bahan baku harus diolah dari rebon
atau udang jenis lainnya, segar atau kering yang layak untuk dikonsumsi manusia.
dikonsumsi oleh manusia. Serta, bahan tambahan pangan yang digunakan harus
food grade dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku (SNI 2716:2016).
sortasi terhadap tingkat kesegaran, warna, kebersihan, dan adanya campuran yang
dapat berupa ikan-ikan kecil, kerang ataupun benda-benda asing seperti kotoran
dan aroma. Mutu terasi ditentukan oleh penampakan, warna, bau, adanya
warna, bau, ditentukan oleh rebon yang digunakan. Semakin segar dan seragam
bahan baku yang digunakan, akan didapatkan mutu terasi yang lebih tinggi
(Junianto, 2011).
Garam adalah zat yang berbentuk padat, kristal, dan memiliki warna putih.
Garam merupakan hasil dari air laut yang telah dijemur di bawah sinar matahari.
Garam memiliki rasa yang asin, rasa asin ini diperoleh dari air laut. Menurut
Herman dan Joetra (2015), garam merupakan benda yang berbentuk padatan
dengan warna putih. Bentuk dari garam adalah kristal-kristal kecil. Garam terdiri
dari beberapa kumpulan senyawa yang sebagian besar terdiri dari Natrium
Sulfat, Calsium Chlorida. Garam memiliki sifat hidroskopis yang berarti mudah
yang beryodium. Jenis dari garam terdiri dari beberapa macam, yaitu Kualitas dan
mutu dari garam yang digunakan harus sesuai dnegan persyaratan garam yang
14
natrium klorida (NaCl) dengan penambahan atau fortifikasi kalium iodat (KlO3).
5. Cemaran logam.
asam laktat namun jumlah bakteri yang lainnya akan menurun atau mati. Bakteri
asam laktat yang tumbuh adalah bakteri asam laktat homofermentatif. Bakteri
asam laktat ini akan menghasilkan asam-asam laktat. Semakin lama proses
15
sehingga menyebabkan total asam juga akan meningkat (Ulya et.al, 2016).
Kandungan asam amino utama yang terdapat dalam fermentasi udang yang
glutamat, alanin, leusin, dan lisin. Sampel terasi dengan kandungan protein
tertinggi merupakan terasi terbaik, karena komponen zat gizi yang mendukung
kualitas terasi dapat dilihat dari tingginya kadar protein. Asam amino yang
diperoleh dari proses fermentasi garam melalui pemecahan komponen bahan baku
oleh aktivitas enzim proteolitik, terutama asam glutamat dan asam aspartat
menguap yang menimbulkan aroma dan cita rasa terhadap suatu makanan.
Kualitas terasi dapat diketahui dari aroma segar dan khas terasi. Aroma terasi
dipengaruhi oleh bahan baku (rebon atau ikan), penambahan gula atau garam,
proses pembuatan, lama fermentasi, serta asal daerahnya (Cherlin et.al, 2017).
Setiap bahan mentah maupun hasil olahan akan memiliki komposisi flavor
yang berbeda sebagai akibat adanya kandungan kimia bahan atau proses
kompleks karena dapat berbentuk volatil maupun non volatil dan dapat berubah
akibat waktu dan kondisi pengolahan. Komposisi senyawa flavor volatil yang
16
terdeteksi pada produk perikanan biasanya berasal dari golongan aldehid, alkohol,
keton, asam, dan hidrokarbon. Selain itu, komponen ekstraktif non-volatil yang
mengandung nitrogen seperti asam amino bebas juga akan berperan dalam
tersusun atas larik sensor gas metal dioxide yang memiliki kelebihan
penggunaan, dan biaya yang lebih murah. Dalam bidang analisis makanan,
terdapat lima kategori utama dimana electronic nose dapat digunakan dalam
evaluasi kesegaran, uji kemurnian dan studi quality control. Secara umum, sistem
e-nose ini terdiri dari empat bagian utama yaitu, sensing element, pengondisi
sinyal dan konversi analog ke digital, processing dan graphical user interface.
Diagram blok dari sistem e-nose yang digunakan tersaji pada gambar 1:
Gambar 1. Diagram blok dari sistem e-nose (Rosyad dan Lelono, 2016).
17
Perangkat keras yang digunakan pada e-nose terdiri dari empat bagian. Perangkat
meletakkan sampel yang akan diuji. Pada bagian ini terdapat pemanas
pemanas. Umpan balik data pembacaan suhu diperoleh dari sensor LM35.
2. Bagian ruang sensor yaitu ruang tertutup dimana sensor array berada,
bagian ruang sampel dan ruang sensor terhubung melalui ventilasi dengan
kipas yang berfungsi untuk mengalirkan udara dari ruang sampel menuju
sensor terdapat dua kipas yang berfungsi untuk mengalirkan udara pada
saat flushing yaitu proses pembersihan udara dalam ruang sensor dengan
3. Bagian pengondisi sinyal dan konversi analog ke digital yang terdiri dari
ditunjukkan pada bagian Odor OFF. Satu kali siklus pengambilan data terdiri dari
Odor ON (sensing) dan Odor OFF (flushing). Odor ON adalah respon sensor saat
18
terpapar aroma sampel dan Odor OFF adalah respon sensor saat terpapar udara
bersih. Bagian baseline menunjukkan respon sensor saat pembacaan data tanpa
adanya sampel uji atau dengan kata lain baseline adalah nilai acuan hasil
pembacaan sensor saat terpapar udara bersih. Respon transien sensor adalah
respon keseluruhan sensor saat Odor ON dan Odor OFF (Rosyad dan Lelono,
2016).
19
garam pada terasi rebon (Acetes sp.) memberi pengaruh terhadap pH, kadar air,
(Acetes sp.) memberikan pengaruh terhadap pH, kadar air, kandungan Aw,
3.3.1.1.Bahan Penelitian
Tabel 3. Bahan yang Digunakan dalam Proses Pembuatan Terasi Udang Rebon.
No Bahan Fungsi
1. Udang Rebon (Acetes sp.) Bahan baku dalam proses fermentasi.
2. Air Pencucian bahan baku.
Sebagai media penumbuh bakteri
3. Garam
asam laktat.
3.3.1.2.Alat Penelitian
Tabel 4. Alat yang Digunakan dalam Proses Pembuatan Terasi Udang Rebon.
No. Alat Spesifikasi Kegunaan
Tempat fermentasi
3. Blong Terbuat dari plastik.
terasi.
Tempat menjemur
4. Para-para -
udang dan terasi.
Sebagai bahan
5. Daun pisang -
pengemas terasi.
Tabel 5. Bahan yang Digunakan Pengujian Terasi Udang Rebon (Acetes sp.).
No. Pengujian Bahan Fungsi
Senyawa Volatil
Tabel scoresheet
Cawan. -
Cawan. -
Gelas Ukur
Erlenmeyer -
penelitian dalam situasi nyata dengan memanipulasi suatu variabel bebas atau
lebih dalam keadaan yang dikontrol dengan cermat oleh pembuat eksperimen.
kontrol. Konsentrasi garam yang kedua sebesar 6,5% dan konsentrasi ketiga 10%.
Konsentrasi kedua merupakan nilai tengah antara konsentrasi pertama dan ketiga.
literatur.
garam sebesar 3%; 6,5%; 10% (b/b) dihitung dari jumlah berat bahan baku yang
digunakan penelitian. Bahan baku yang digunakan dalam proses pembuatan terasi
udang rebon adalah udang rebon kering. Proses pembuatan terasi dilakukan sesuai
Proses pembuatan terasi udang rebon (Acetes sp.) adalah sebagai berikut:
Rebon segar
Penjemuran II
Penggilingan II
Penggilingan III
Pencetakan
Penjemuran III
Penjemuran Akhir
Pengemasan
oleh panelis yang berjumlah 30 orang. Panelis yang melakukan uji organoleptik
metode Moisture Analyzer. Prosedur pengujian kadar air adalah sebagai berikut:
3. Alas alumuniumyang bersih diletakkan pada tempat alas dan alat akan
ditutup.
secara otomatis hingga diperoleh berat konstan dan hasil akan tercetak pada
alat pencetak.
25
2. Aw meter dibuka dan sampel dimasukkan ke dalam alat lalu ditutup hingga 3
4 dan 7.
1. Persiapan alat electronic nose dan disterilkan pada bagian gelas bekker
2. Monitor dan power lcd recorder data dinyalakan, lalu dikalibrasi alat hingga
sampel dimasukkan ke dalam gelas bekker lalu ditutup dan dibiarkan hingga
4. Setelah itu pengaturan alat electronic nose time ON selama 120 detik, time
volatil) yang akan tercata pada lcd recorder yang telah tersambung dan
grafiknya akan muncul pada monitor yang terdiri dari 4 warna. Warna
mencari selisih dari voltase time ON (menghirup aroma) dengan voltase time
OFF (melepas udara bebas). Setelah itu dicatat dengan menggunakan rumus
homogen. Faktor yang diamati di dalam penelitian ini adalah faktor dari
10%(𝑇𝐾𝐶 ). Pengujian yang dilakukan terhadap sampel terasi rebon yaitu uji mutu
secara sensoris, kadar air, 𝑎𝑤 , pH, dan nilai kandungan senyawa volatil.
Perlakuan
No. Parameter Kelompok
𝑇𝐾𝐴 𝑇𝐾𝐵 𝑇𝐾𝐶
1. Uji Organoleptik 1 𝑇𝐾𝐴1 𝑇𝐾𝐵1 𝑇𝐾𝐶1
2 𝑇𝐾𝐴2 𝑇𝐾𝐵2 𝑇𝐾𝐶2
3 𝑇𝐾𝐴3 𝑇𝐾𝐵3 𝑇𝐾𝐶3
Analisis Kandungan
5. 1 𝑇𝐾𝐴1 𝑇𝐾𝐵1 𝑇𝐾𝐶1
Senyawa Volatil
2 𝑇𝐾𝐴2 𝑇𝐾𝐵2 𝑇𝐾𝐶2
3 𝑇𝐾𝐴3 𝑇𝐾𝐵3 𝑇𝐾𝐶3
mengetahui data yang diperoleh dari pengujian memiliki sifat yang homogen dan
tersebut berupa analisis sidik ragam atau disebut Analysis of Varians (ANOVA).
1. 𝑋ℎ𝑖𝑡 < 𝐹0,05 , variasi dua kelompok data adalah homogen (𝑆12 = 𝑆2 2).
2. 𝑋ℎ𝑖𝑡 < 𝐹0,05 , variasi dua kelompok data adalah homogen (𝑆12 ≠ 𝑆2 2).
hasil pengujian. Apabila hasil data yang diperoleh memiliki sebaran yang normal
dan bersifat homogen, maka akan dilakukan analisis keragaman. Fungsi dari
hasil yang diperoleh dari 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 lebih besar daripada 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 pada taraf uji 5%
maka perbedaan perlakuan dinyatakan berbeda nyata. Jika nilai dari 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 lebih
29
besar pada taraf pengujian 5%, maka perbedaan perlakuan yang diberikan tidak
berbeda nyata.
dengan uji nilai tengah. Uji nilai tengah tersebut adalah uji Beda Nyata Jujur
(BNJ). Hal ini dikarenakan koefisien keragam <5%. Jika analisis tersebut
menunjukkan hasil yang berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata
Jujur (BNJ) dari Tukey pada taraf uji 5%. Formulasi uji BNJ menurut
𝐾𝑇𝐺
BNJ : W=𝑞𝑎 x (𝑃1 , 𝑛2 )√
𝑟
Keterangan:
r = jumlah ulangan
𝑃1 = jumlah perlakuan
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standarisasi Nasional. 2016. Terasi Udang SNI 2716:2016. Jakarta: Badan
Standarisasi Nasional.
Herman., dan W. Joetra. 2015. Pengaruh Garam Dapur (NaCl) terhadap Kembang
Susut Tanah Lempung. Jurnal Momentum. 17(1): 13-20.
Hidayat, I. R., Kusrahayu., dan S. Mulyani. 2013. Total Bakteri Asam Laktat,
Nilai pH dan Sifat Organoleptik Drink Yoghurt dari Susu Sapi yang
Diperkaya dengan Ekstrak Buah Mangga. Animal Agriculture Journal.
2(1): 160-167.
Maflahah, I. 2013. Kajian Potensi Usaha Pembuatan Terasi Udang Studi Kasus
Desa Bantelan, Kecamatan Batu Putih, Kabupaten Sumenep. Jurnal
Agrointek. 7(2): 99-102.
Mardiyati, S., dan Amruddin. 2016. Diversifikasi Produk Olahan Udang Rebon
pada Kelompok Wanita Nelayan. Jurnal Al-Ikhlas. 2(1): 1-10. ISSN:
2461-0992.
Nugroho, J., M. Dwi., B. Nursigit. 2008. Aplikasi Jaringan Syaraf Tiruan Untuk
Identifikasi Aroma Teh Menggunakan Electronic Nose. Fakultas
Teknologi Pertanian. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Rosyad, F., dan D. Lelono. 2016. Klasifikasi Kemurnian Daging Sapi Berbasis
Electronic Nose dengan Metode Principal Component Analysis.IJEIS.
6(1): 47-58.
Setiyorini, E. I., dan S. Hadi. 2013. Pengaruh Penambahan Udang Rebon dan
Jamur Tiram terhadap Hasil Jadi Kerupuk Udang Rebon.2(1): 44-50.
Susanto. 2009. Uji Korelasi Kadar Air Abu Water Activity dan Bahan Organik
pada Jagung di Tingkat Petani, Pedagang Pengumpul dan Pedagang
Besar. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. 826-836.
32
Suyanto, S. R., dan E. P. Takarina. 2009. Panduan Budi Daya Udang Windu.
Penebar Swadaya. Depok.
Ulya, S., Latifah., dan D. S. Ria. 2016. Pemanfaatan Limbah Kepala Udang
Windu (Penaeus monodon) Untuk Pembuatan Terasi dengan Kajian
Penambahan Garam dan Lama Fermentasi. Jurnal Rekapangan. 10(1):
67-72.