Anda di halaman 1dari 32

1

PENGARUH PERBEDAAN KONSENTRASI GARAM


TERHADAP KANDUNGAN SENYAWA VOLATIL TERASI
UDANG REBON (Acetes sp.)

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh :

RATIH NURFAIZI ELYANTI


26030115140069

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN


UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2018
2

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Udang rebon (Acetes sp.) merupakan salah satu jenis udang yang

mengandung kandungan gizi yang baik. Kandungan gizi yang baik yang terdapat

di dalam udang antara lain kandungan protein, lemak, karbohidrat, kalsium,

fosfor, besi, vitamin A dan B1, dan air. Kandungan protein dalam udang sangat

banyak didalam tubuh udang. Selain itu terdapat kandungan kimia dari udang

rebon, yaitu pigmen karotenoid salah satunya adalah Astaxanthin. Menurut

Mardiyati dan Amruddin (2016), udang rebon merupakan jenis udang yang sangat

kecil dan banyak terdapat di perairan laut Indonesia termasuk di wilayah desa

Pitusunggu, Kecamatan Ma’rang Kabupaten Pangkep. Udang rebon segar maupun

kering memiliki nilai gizi yang tinggi terutama protein dan kalsium. Udang rebon

segar tentunya lebih mudah mengalami pembusukan dan memiliki nilai ekonomi

yang lebih rendah. Oleh karena itu, untuk memperpanjang umur simpan dari

udang rebon diolah menjadi produk terasi. Terasi memiliki kandungan senyawa-

senyawa yang memicu timbulnya aroma dan rasa yang khas terasi. Salah satu

senyawa yang terdapat dalam terasi adalah senyawa volatil.

Komponen volatil merupakan sekumpulan dari senyawa-senyawa yang

dapat menimbulkan aroma khas pada produk pangan. Komponen volatil

merupakan komponen yang sangat penting karena dapat mempengaruhi produk

yang dihasilkan. Komponen volatil terdiri dari senyawa-senyawa yang saling

berhubungan untuk menghasilkan aroma dan rasa yang khas. Keberadaan volatil

pada terasi merupakan faktor terpenting. Hal ini dikarenakan pada produk terasi,
3

aroma dan rasanya yang membuat konsumen tertarik untuk mengkonsumsinya.

Selain komponen volatil, kandungan asam glutamat dalam terasi juga berperan

dalam membentuk rasa produk akhir terasi. Menurut Pratama et.al (2018),

senyawa volatil yang terkandung dalam bahan memberikan pengaruh pada

karakteristik aroma produk. Karakteristik aroma suatu produk dan komponen

volatil yang terkandung di dalamnya adalah faktor penting dalam penentuan mutu

bahan pangan. Komponen aroma dapat memengaruhi karakteristik organoleptik

suatu pangan dan akan turut memberikan peran dalam tingkat penerimaan dan

konsumsi dari produk akhir. Senyawa-senyawa volatil ini pada umumnya berasal

dari kelompok senyawa hidrokarbon, keton, aldehid, alkohol, senyawa yang

mengandung sulfur dan nitrogen, senyawa heterosiklik dan ester.

Terasi merupakan produk hasil perikanan dengan menggunakan bahan

baku ikan atau udang dengan penambahan garam. Produk terasi diolah secara

tradisional dan biasanya diproduksi oleh masyarakat yang tinggal didaerah pesisir

pantai. Terasi digunakan sebagai penambah rasa dan penyedap rasa pada

makanan. Bentuk terasi ada dua jenis yaitu kotak padat dan bubuk. Menurut

Cahyo et.al (2016), pada umumnya terasi terbuat dari udang rebon, ikan kecil,

atau teri, dan bahan tambahan lainnya. Bahan-bahan campuran itulah yang

selanjutnya menentukan mutu dan cita-rasa terasi yang dihasilkan. Terasi pada

umumnya berbentuk kotak kecil dan padat. Proses pembuatan terasi dilakukan

dengan prinsip fermentasi.

Fermentasi merupakan proses produksi energi dalam sel dalam keadaan

anaerobik. Proses fermentasi pada terasi udang akan berhasil dengan penambahan

garam. Mikroba bakteri asam laktat merupakan bakteri yang berperan dalam
4

proses pembuatan terasi udang rebon. Tahapan proses pembuatan terasi terdiri

dari tahapan proses pencucian bahan baku, pengeringan, penggaraman,

penggilingan, dan pemeraman. Menurut Effendi (2012), secara umum fermentasi

adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik, akan tetapi terdapat definisi yang

lebih jelas yang mendefinisikan fementasi sebagai respirasi dalam lingkungan

anaerobik dengan tanpa akseptor elektron eksternal. Hasil-hasil fermentasi

tergantung pada jenis bahan pangan yang dikenal dengan istilah substrat, macam

mikroba, dan kondisi di sekelilingnya yang mempengaruhi pertumbuhan dan

metabolisme mikroba tersebut. Hasil dari proses fermentasi akan berpengaruh

pada karakteristik pada bahan pangan yang dihasilkan.

1.2. Perumusan Masalah dan Pendekatan Masalah

1.2.1. Perumusan Masalah

Udang rebon merupakan hasil perikanan yang mudah mengalami kerusakan

(perishabel food) sehingga perlu dilakukannya pengolahan lebih lanjut untuk

memperpanjang umur simpan dari udang rebon. Salah satunya dengan

pengawetan secara fermentasi diolah menjadi terasi. Saat ini masih banyak

pengolah terasi yang memproduksi terasi tanpa memperhatikan kebersihan dan

kandungan gizinya. Pengolah terasi masih belum dapat menghasilkan terasi sesuai

dengan standar yang telah ditetapkan. Hal ini karena pengolah terasi kebanyakan

masih dalam tahap home industri, sehingga akan membutuhkan biaya yang lebih

jika harus sesuai dengan standar yang telah ditentukan.


5

1.2.2. Pendekatan Masalah

Pengolahan terasi dilakukan dnegan pencampuran antara udang dengan

garam. Adanya kandungan garam dalam terasi dapat mempengaruhi kandungan

kimia dari terasi yang dihasilkan. Terasi pada penelitian ini akan diberi perlakuan

perbedaan konsentrasi garam yang berbeda. Kandungan garam yang diberikan

pada proses pembuatan terasi dapat berpengaruh pada karakteristik terasi yang

dihasilkan. Penambahan garam didalam proses pembuatan terasi merupakan hal

terpenting karena garam berfungsi membantu dalam proses fermentasi terasi.

Selain itu, garam berfungsi sebagai pengawet dan membunuh mikroorganisme

yang dapat merusak mutu dari terasi. Konsentrasi garam yang berbeda akan

menghasilkan mutu terasi yang berbeda. Kualitas dan mutu dari terasi yang

dihasilkan harus diperbaiki dengan cara melakukan penelitian ini terkait dengan

kandungan senyawa volatil yang terdapat di dalam terasi yang dihasilkan pada

sentra terasi desa Tambak Rejo, Semarang.

1.3. Tujuan dan Manfaat

1.3.1. Tujuan

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah mengetahui pengaruh pemberian

konsentrasi garam yang berbeda terhadap kandungan senyawa volatil pada terasi

rebon (Acetes sp.) yang dihasilkan.

1.3.2. Manfaat

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui kualitas dari terasi yang dihasilkan.

2. Mengetahui pengaruh dari konsentrasi garam yang berbeda terhadap

kandungan senyawa volatil terasi yang dihasilkan.


6

3. Menambah wawasan dan pengetahuan bagi mahasiswa ataupun pembaca

mengenai terasi.

1.4. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember. Pembuatan sampel

dilakukan di Kelurahan Tambak Rejo, Semarang. Pengujian sampel dilakukan di

Laboratorium Analisa FPIK, Universitas Diponegoro, Semarang dan

Laboratorium Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB PADI), Subang, Jawa

Barat.
7

SKEMA PENELITIAN

PERMASALAHAN
1. Terasi merupakan produk yang terbuat dari udang
yang di fermentasi.
2. Perbedaan metode pembuatan terasi, lama waktu
fermentasi, dan kadar garam yang berbeda dapat
berpengaruh pada kualitas dan mutu terasi.
INPUT

Terasi merupakan jenis penyedap makanan berbentuk pasta


yang diproses dengan fermentasi. Proses fermentasi terasi
mengakibatkan perubahan fisik, kimiawi, dan mikrobiologi.
Perubahan paling dominan adalah kimiawi, hal ini karena
kualitas terasi dipengaruhi oleh konsentrasi garam dan lama
fermentasi (Anggo, et.al. 2014).

Penelitian
Pembuatan terasi dengan konsentrasi garam berbeda (3%, U
6,5%, dan 10%) dan lama waktu fermentasi selama 30 hari. M
P
A
N
PROSES Parameter uji
1. Uji Organoleptik. B
2. pH. A
3. Kadar Air. L
4. Uji Aw. I
5. Senyawa Volatil. K

Data

OUTPUT Analisis Data

Kesimpulan
8

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Udang Rebon (Acetes sp.)

Udang rebon adalah salah satu hasil laut dari jenis udang-udangan namun

dengan ukuran yang sangat kecil dibandingkan dengan jenis udang-udangan

lainnya. Akibat ukurannya yang kecil inilah, udang ini disebut dengan udang

rebon. Udang ini lebih dikenal dengan terasi shrimp karena memang udang ini

merupakan bahan baku utama pembuatan terasi. Udang ini lebih mudah

ditemukan sebagai bahan seperti terasi, atau telah dikeringkan dan sangat jarang

dijual dalam keadaan segar. Jenis dari udang sangat banyak, salah satunya udang

yang digunakan dalam pembuatan terasi yaitu udang rebon.

Rebon juga mengandung antioksidan yang tinggi dan stabil yaitu

astaxanthin. Astaxanthin banyak terdapat pada ikan, kerang-kerangan, crustacea,

zoo dan phytoplankton, bakteri dan lain-lain, terutama organisme laut. Hewan

seperti jenis udang rebon, udang krill atau sisa buangan kepala udang

mengandung astaxanthin. Rebon yang mengalami proses pemanasan akan

meningkatkan kadar astaxanthin karena protein yang melindungi astaxanthin

telah terdenaturasi karena adanya panas dan astaxanthin akan terurai (Fitriyani

et.al, 2013).

2.1.1. Kandungan Gizi Udang Rebon (Acetes sp.)

Umumnya udang rebon dipasaran terdapat dalam dua bentuk, yaitu udang

rebon basah dan udang rebon kering. Udang rebon mengandung banyak

kandungan gizi yang baik. Kandungan gizi dari udang rebon yaitu 295 kal kalori,

62,4 g protein, 2,3 g lemak, 1,8 gr karbohidrat, 1209 mg kalsium, 1225 mg fosfor,
9

6,3 mg zat besi, vit A 210 mg, 0,14 mh vit B1, 20,7 g air dari setiap 100 gr udang

rebon kering (Syarif et.al 2017).

Udang rebon juga mengandung beberapa kandungan kimia, salah satunya

adalah kandungan astaxanthin. Sebagian besar tubuh udang mengandung

astaxanthin. Kandungan astaxanthin dalam udang utuh beku sebesar 3,12 mg/ 100

g berat basah. Pada tubuh udang terdapat enzim polyphenoloxidase (PPO) yang

dapat mempengaruhi penggelapan warna pada terasi udang. Penambahan garam

(NaCl) bertujuan untuk menghambat kerja enzim bersebut. Sodium klorida atau

NaCl dapat menghambat kerja PPO sehingga reaksi pencokelatan dapat dihalangi.

Proses penghambatannya meningkat ketika pH menurun (Rahmayati et.al, 2014).

2.1.2. Morfologi Udang Rebon (Acetes sp.)

Udang rebon populer disebut jembret dan nama internasionalnya ialah

mysids. Dalam taksonomi, udang rebon termasuk keluarga (famili) Mysidacae,

terbanyak dari marga Mesopodopsis. Pada musim tertentu, populasinya sangat

banyak di tambak dan tampak bergerombol di permukaan air tambak. Memang

udang renik ini hidup planktonis (seperti plankton) sehingga mudah ditangkap

dengan serok halus. Benih udang rebon bisa juga masuk dari laut. Ukurannya

kecil, hanya sekitar 0,5 – 1 cm (Suyanto dan Takarina, 2009).

Salah satu dari jenis udang kering yang banyak digunakan adalah udang

rebon. Udang rebon memiliki ukuran tubuh yang kecil dan biasanya hidup pada

perairan laut. Cara hidup udang rebon adalah berkelompok dengan spesies

sejenisnya di perairan. Jumlah dari udang rebon di perairan sangat banyak dan

melimpah (Setiyorini, 2013).


10

2.2. Terasi Rebon (Acetes sp.)

Terasi merupakan salah satu produk hasil fermentasi ikan (atau udang)

yang hanya mengalami perlakuan penggaraman (tanpa diikuti dengan

penambahan asam), kemudian dibiarkan beberapa saat agar terjadi proses

fermentasi. Proses fermentasi dapat berlangsung karena adanya aktivitas enzim

yang berasal dari tubuh ikan (atau udang) itu sendiri. Terasi sangat disukai

masyarakat Asia Tenggara termasuk Indonesia karena harganya terjangkau,

mudah didapat dan memiliki flavour berupa rasa dan aroma yang khas (Majid

et.al, 2014).

Terasi yang bermutu baik mempunyai kekhasan yang terletak pada cita

rasa, bau yang enak dan warnanya yang kemerahan. Mutu terasi ditentukan oleh

kenampakan, bau, warna, ada tidaknya serangga, ulat dan belatung. Karakteristik

organoleptik terasi rebon ditentukan oleh rebon yang digunakan. Semakin segar

dan seragam bahan baku maka akan didapat terasi yang mempunyai mutu yang

lebih tinggi. Mikroba yang tumbuh pada terasi bermacam-macam, baik bakteri

positif atau negatif. Bakteri tersebut dapat tumbuh akibat penanganan yang kurang

baik serta penambahan garam yang jumlahnya kecil (Aristyan et.al, 2014).

2.2.1. Proses Pembuatan Terasi Udang

Proses pembuatan terasi di awali dengan proses pencucian dan sortasi

udang. Proses pencucian dan sortasi bertujuan untuk memisahkan kotoran.

Tahapan selanjutnya adalah proses penjemuran udang. Proses penjemuran

dilakukan hingga kadar air udang berkurang atau kondisi udang dalam setengah

kering. Proses penumbukan dilakukan setelah udang setengah kering. Untuk

menghaluskan udang mengunakan alat tumbuk tradisional. Pada proses


11

penumbukan udang juga ditambahkan garam secukupnya. Penambahan garam

tidak ada takarannya, tetapi berdasarkan pengalaman pekerja. Proses pemeraman

atau fermentasi dilakukan setelah proses penumbukan. Proses pemeraman atau

fermentasi selama kurang lebih 1 (satu) hari. Tahapan proses berikutnya adalah

penumbukan udang hasil fermentasi. Proses penumbukan dilakukan dengan

menggunakan alat tumbuk tradisional. Pada penumbukan tahap kedua ini

sekaligus dilakukan proses pencetakan. Proses pencetakan terasi berbentuk kotak

dan dibungkus dengan daun pisang. Pencetakan dilakukan dengan cara manual,

sehingga bentuk kotak tidak sama. Tahapan terakhir yaitu pengeringan.

Pengeringan bertujuan agar terasi tidak terlalu menyengat dan terasi tidak terlalu

asin (Maflahah, 2013).

Terasi yang banyak diperdagangkan di pasaran umumnya berbahan baku

ikan atau udang. Pembuatan terasi membutuhkan proses penggaraman dan

pengeringan. Umumnya menggunakan konsentrasi garam antara 10% hingga

15%. Garam yang digunakan merupakan garam jenis garam krosok. Semakin

tinggi garam yang ditambahkan dan semakin lama proses pengeringannya, maka

kadar air akan semakin menurun. Hal ini dikarenakan garam bersifat higroskopis

yaitu garam akan menarik keluar air dari bahan ke luar jaringan melalui proses

penyerapan (Sarofa et.al, 2017).

2.2.2. SNI Terasi Udang

Menurut SNI 2716:2016, terasi udang adalah produk olahan hasil

perikanan berbahan baku udang rebon atau udang segar, atau kering atau

campuran dengan atau tanpa bahan tambahan dengan perlakuan penggaraman,

pengeringan, penggilingan, dan fermentasi. Kriteria wujud produk terasi terdiri


12

dari tiga jenis, antara lain terasi pasta yaitu terasi yang berkarakteristik semi padat.

Terasi kering padat blok yaitu terasi yang berkarakteristik kering berbentuk blok

padat, dan terasi kering serbuk atau granula yaitu terasi yang berkarakteristik

kering berbentuk serbuk dan butiran (granula). Persyaratan mutu dan keamanan

dari produk terasi terdapat dalam tabel 1.

Tabel 1. Persyaratan mutu dan keamanan pangan terasi udang


Parameter Uji Satuan Persyaratan

a. Sensori - Min 7*

b. Kimia

- Kadar air % Maks. 45**

% Maks. 35***

% Maks. 10****

- Kadar abu tak larut dalam % Maks. 1,5

asam

- Kadar garam % 12 – 20

- Kadar protein % Min. 15

c. Cemaran mikroba n c m M

- Escherichia coli (3 kelas APM/g 5 1 <3 3,6

sampling)

- Salmonella (2 kelas sampling) Per 25 g 5 0 Negatif td

2.2.3. Kualitas Terasi Udang Rebon

Syarat kualitas terasi udang dengan bahan baku harus diolah dari rebon

atau udang jenis lainnya, segar atau kering yang layak untuk dikonsumsi manusia.

Air yang digunakan sebagai bahan penolong untuk kegiatan pengolahan


13

memenuhi ketentuan yang berlaku. Garam yang digunakan layak untuk

dikonsumsi oleh manusia. Serta, bahan tambahan pangan yang digunakan harus

food grade dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku (SNI 2716:2016).

Rebon yang diperoleh sebelum digunakan terlebih dahulu dilakukan

sortasi terhadap tingkat kesegaran, warna, kebersihan, dan adanya campuran yang

dapat berupa ikan-ikan kecil, kerang ataupun benda-benda asing seperti kotoran

dan aroma. Mutu terasi ditentukan oleh penampakan, warna, bau, adanya

serangga, ulat atau belatung. Karakteristik organoleptik seperti kenampakan,

warna, bau, ditentukan oleh rebon yang digunakan. Semakin segar dan seragam

bahan baku yang digunakan, akan didapatkan mutu terasi yang lebih tinggi

(Junianto, 2011).

2.3. Fungsi Garam dalam Proses Fermentasi

Garam adalah zat yang berbentuk padat, kristal, dan memiliki warna putih.

Garam merupakan hasil dari air laut yang telah dijemur di bawah sinar matahari.

Garam memiliki rasa yang asin, rasa asin ini diperoleh dari air laut. Menurut

Herman dan Joetra (2015), garam merupakan benda yang berbentuk padatan

dengan warna putih. Bentuk dari garam adalah kristal-kristal kecil. Garam terdiri

dari beberapa kumpulan senyawa yang sebagian besar terdiri dari Natrium

Chlorida (>80%), dan senyawa lain seperti Magnesium Chlorida, Magnesium

Sulfat, Calsium Chlorida. Garam memiliki sifat hidroskopis yang berarti mudah

dalam menyerap air.

Garam yang digunakan dalam pembuatan terasi rebon merupakan garam

yang beryodium. Jenis dari garam terdiri dari beberapa macam, yaitu Kualitas dan

mutu dari garam yang digunakan harus sesuai dnegan persyaratan garam yang
14

telah ada. Menurut SNI 3556:2016, garam konsumsi beryodium merupakan

produk bahan makanan yang berbentuk padat dengan komponen utamanya

natrium klorida (NaCl) dengan penambahan atau fortifikasi kalium iodat (KlO3).

Persyaratan mutu garam konsumsi beryodium tersaji dalam tabel 2:

Tabel 2. Persyaratan mutu garam konsumsi beryodium


No. Parameter uji Satuan Persyaratan

1. Kadar air. Fraksi massa,% Maks. 7

Kadar natrium klorida (NaCl),


2. Fraksi massa,% Min. 94
adbk.

Bagian yang tidak larut dalam air,


3. Fraksi massa,% Maks. 0,5
adbk.

4. Kadar iodium sebagai KlO3. mg/kg Min. 30

5. Cemaran logam.

5.1. Kadmium (Cd). mg/kg Maks. 0,5

5.2. Timbal (Pb). mg/kg Maks. 10,0

5.3. Raksa (Hg). mg/kg Maks. 0,1

5.4. Arsen (As). mg/kg Maks. 0,1

CATATAN 1 : fraksi massa adalah bobot/bobot.

CATATAN 2 : adbk adalah atas dasar bahan kering.

2.4. Perubahan Selama Proses Fermentasi

Penambahan garam yang optimum akan merangsang pertumbuhan bakteri

asam laktat namun jumlah bakteri yang lainnya akan menurun atau mati. Bakteri

asam laktat yang tumbuh adalah bakteri asam laktat homofermentatif. Bakteri

asam laktat ini akan menghasilkan asam-asam laktat. Semakin lama proses
15

fermentasi berlangsung, maka asam laktat yang dihasilkan semakin banyak

sehingga menyebabkan total asam juga akan meningkat (Ulya et.al, 2016).

Kandungan asam amino utama yang terdapat dalam fermentasi udang yang

bergaram (terasi) selama penyimpanan 3 bulan adalah asam aspartat, asam

glutamat, alanin, leusin, dan lisin. Sampel terasi dengan kandungan protein

tertinggi merupakan terasi terbaik, karena komponen zat gizi yang mendukung

kualitas terasi dapat dilihat dari tingginya kadar protein. Asam amino yang

diperoleh dari proses fermentasi garam melalui pemecahan komponen bahan baku

oleh aktivitas enzim pendegradasi merupakan prekursor timbulnya rasa gurih.

Selama proses fermentasi berlangsung, semakin besar produksi enzim dari

mikroorganisme dapat menghasilkan pembentukan asam amino semakin tinggi

oleh aktivitas enzim proteolitik, terutama asam glutamat dan asam aspartat

(Anggo et.al, 2014).

2.5. Deteksi Kandungan Senyawa Volatil dengan Electronic Nose

Kandungan senyawa volatil merupakan kumpulan senyawa yang mudah

menguap yang menimbulkan aroma dan cita rasa terhadap suatu makanan.

Kualitas terasi dapat diketahui dari aroma segar dan khas terasi. Aroma terasi

dipengaruhi oleh bahan baku (rebon atau ikan), penambahan gula atau garam,

proses pembuatan, lama fermentasi, serta asal daerahnya (Cherlin et.al, 2017).

Setiap bahan mentah maupun hasil olahan akan memiliki komposisi flavor

yang berbeda sebagai akibat adanya kandungan kimia bahan atau proses

pengolahan yang menimbulkan reaksi kimia. Flavor merupakan komponen yang

kompleks karena dapat berbentuk volatil maupun non volatil dan dapat berubah

akibat waktu dan kondisi pengolahan. Komposisi senyawa flavor volatil yang
16

terdeteksi pada produk perikanan biasanya berasal dari golongan aldehid, alkohol,

keton, asam, dan hidrokarbon. Selain itu, komponen ekstraktif non-volatil yang

mengandung nitrogen seperti asam amino bebas juga akan berperan dalam

pemberian citarasa produk perikanan (Pratama et.al, 2013).

Electronic nose adalah instrumen untuk melakukan uji sampel berdasarkan

aroma sampel untuk keperluan identifikasi dan klasifikasi. Electronic nose

tersusun atas larik sensor gas metal dioxide yang memiliki kelebihan

dibandingkan dengan metode lain untuk menganalisis aroma makanan yaitu

sampel yang dibutuhkan lebih sedikit, analisis yang cepat, kepraktisan

penggunaan, dan biaya yang lebih murah. Dalam bidang analisis makanan,

terdapat lima kategori utama dimana electronic nose dapat digunakan dalam

bidang pengawasan makanan yaitu monitoring proses, pemeriksaan kadaluwarsa,

evaluasi kesegaran, uji kemurnian dan studi quality control. Secara umum, sistem

e-nose ini terdiri dari empat bagian utama yaitu, sensing element, pengondisi

sinyal dan konversi analog ke digital, processing dan graphical user interface.

Diagram blok dari sistem e-nose yang digunakan tersaji pada gambar 1:

Gambar 1. Diagram blok dari sistem e-nose (Rosyad dan Lelono, 2016).
17

Perangkat keras yang digunakan pada e-nose terdiri dari empat bagian. Perangkat

keras tersebut adalah sebagai berikut:

1. Bagian ruang sampel yaitu tempat tertutup yang berfungsi untuk

meletakkan sampel yang akan diuji. Pada bagian ini terdapat pemanas

yang berfungsi untuk memanaskan sampel saat dilakukan pengujian agar

senyawa-senyawa volatil pada sampel lebih mudah menguap. Pemanas

sampel dikendalikan dengan sistem kendali on-off dengan menggunakan

relay sebagai aktuator switch untuk menghidupkan dan mematikan

pemanas. Umpan balik data pembacaan suhu diperoleh dari sensor LM35.

2. Bagian ruang sensor yaitu ruang tertutup dimana sensor array berada,

bagian ruang sampel dan ruang sensor terhubung melalui ventilasi dengan

kipas yang berfungsi untuk mengalirkan udara dari ruang sampel menuju

ruang sensor saat dilakukannya pengujian sampel. Pada bagian ruang

sensor terdapat dua kipas yang berfungsi untuk mengalirkan udara pada

saat flushing yaitu proses pembersihan udara dalam ruang sensor dengan

memasukan udara bersih dari luar.

3. Bagian pengondisi sinyal dan konversi analog ke digital yang terdiri dari

rangkaian elektronik pengondisi sinyal dan board mikrokontroler Arduino

Mega 2560 dengan mikrokontroler ATMega 2560 di dalamnya yang

berfungsi sebagai analog to digital converter dengan resolusi 10 bit.

4. Bagian unit pengolah data yaitu Personal Computer.

Proses sensing ditunjukkan pada bagian Odor ON sedangkan proses flushing

ditunjukkan pada bagian Odor OFF. Satu kali siklus pengambilan data terdiri dari

Odor ON (sensing) dan Odor OFF (flushing). Odor ON adalah respon sensor saat
18

terpapar aroma sampel dan Odor OFF adalah respon sensor saat terpapar udara

bersih. Bagian baseline menunjukkan respon sensor saat pembacaan data tanpa

adanya sampel uji atau dengan kata lain baseline adalah nilai acuan hasil

pembacaan sensor saat terpapar udara bersih. Respon transien sensor adalah

respon keseluruhan sensor saat Odor ON dan Odor OFF (Rosyad dan Lelono,

2016).
19

III. MATERI DAN METODE

3.1. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah diduga bahwa perbedaan konsentrasi

garam pada terasi rebon (Acetes sp.) memberi pengaruh terhadap pH, kadar air,

kandungan Aw, kandungan asam glutamat, dan senyawa volatil terasi.

3.2. Perumusan Hipotesis

Perumusan hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

H0 : Perbedaan konsentrasi garam yang diberikan pada terasi rebon

(Acetes sp.) tidak memberikan pengaruh terhadap pH, kadar air,

kandungan Aw, dan senyawa volatil terasi.

H1 : Perbedaan konsentrasi garam yang diberikan pada terasi rebon

(Acetes sp.) memberikan pengaruh terhadap pH, kadar air, kandungan Aw,

dan senyawa volatil terasi.

Kaidah pengambilan keputusan adalah :

F hitung < F tabel (taraf uji : 5%) maka terima Ho tolak H1

F hitung ≥ F tabel (taraf uji : 5%) maka tolak Ho terima H1


20

3.3. Materi Penelitian

3.3.1. Bahan dan Alat Pembuatan Produk

3.3.1.1.Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian tersaji pada Tabel 3.

Tabel 3. Bahan yang Digunakan dalam Proses Pembuatan Terasi Udang Rebon.
No Bahan Fungsi
1. Udang Rebon (Acetes sp.) Bahan baku dalam proses fermentasi.
2. Air Pencucian bahan baku.
Sebagai media penumbuh bakteri
3. Garam
asam laktat.

3.3.1.2.Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian tersaji pada Tabel 4.

Tabel 4. Alat yang Digunakan dalam Proses Pembuatan Terasi Udang Rebon.
No. Alat Spesifikasi Kegunaan

1. Timbangan Elektronik 0,001 Menimbang bahan.

Terbuat dari Stainless Menghancurkan


2. Mesin Penggiling
Steal. bahan baku.

Tempat fermentasi
3. Blong Terbuat dari plastik.
terasi.

Tempat menjemur
4. Para-para -
udang dan terasi.

Sebagai bahan
5. Daun pisang -
pengemas terasi.

6. Ember Terbuat dari plastik. Sebagai wadah.


21

3.3.2. Bahan dan Alat Pengujian Produk

3.3.2.1.Bahan Pengujian Produk

Bahan yang digunakan dalam pengujian mutu produk secara kimiawi

tersaji pada tabel 5.

Tabel 5. Bahan yang Digunakan Pengujian Terasi Udang Rebon (Acetes sp.).
No. Pengujian Bahan Fungsi

1. Uji Organoleptik Terasi rebon. Sebagai sampel.

2. Uji Kadar Air Terasi rebon. Sebagai sampel.

3. Uji Aw Terasi rebon. Sebagai sampel.

4. Uji pH Terasi rebon. Sebagai sampel.

Aquadest. Sebagai pelarut.

5. Uji Nilai Kandungan Terasi rebon. Sebagai sampel.

Senyawa Volatil

3.3.2.2.Alat Pengujian Produk

Alat yang digunakan dalam pengujian produk tersaji pada Tabel 6.

Tabel 6. Alat yang Digunakan dalam Pengujian Produk.


No. Pengujian Alat Ketelitian

Tabel scoresheet

1. Uji Organoleptik organoleptik udang rebon -

dan terasi udang.

2. Uji Kadar Air Moisture analyzer. 0,01

Cawan. -

3. Uji Aw Aw meter. 0,01

Cawan. -

4. Uji pH pH meter digital. 0,1


22

Lanjutan Tabel 6. Alat yang Digunakan dalam Pengujian Produk


No. Pengujian Alat Ketelitian

Gelas Ukur

Uji Nilai Kandungan


5. Electronic Nose 0,001
Senyawa Volatil

Erlenmeyer -

3.4. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode

eksperimental lapangan. Metode eksperimental lapangan merupakan suatu kajian

penelitian dalam situasi nyata dengan memanipulasi suatu variabel bebas atau

lebih dalam keadaan yang dikontrol dengan cermat oleh pembuat eksperimen.

Penelitian ini tidak melakukan penelitian pendahuluan. Hal ini dikarenakan

penentuan konsentrasi garam menyesuaikan dengan konsentrasi garam yang

digunakan oleh masyarakat Tambak Rejo sebesar 3% dan dijadikan sebagai

kontrol. Konsentrasi garam yang kedua sebesar 6,5% dan konsentrasi ketiga 10%.

Konsentrasi kedua merupakan nilai tengah antara konsentrasi pertama dan ketiga.

Konsentrasi ketiga diperoleh berdasarkan konsentrasi terbaik dari beberapa

literatur.

3.5. Pelaksanaan Penelitian

Proses pembuatan terasi udang rebon dengan menambahkan konsentrasi

garam sebesar 3%; 6,5%; 10% (b/b) dihitung dari jumlah berat bahan baku yang

digunakan penelitian. Bahan baku yang digunakan dalam proses pembuatan terasi

udang rebon adalah udang rebon kering. Proses pembuatan terasi dilakukan sesuai

dengan cara pembuatan terasi yang dilakukan di Tambak Rejo, Semarang.


23

Proses pembuatan terasi udang rebon (Acetes sp.) adalah sebagai berikut:

Rebon segar

Penjemuran I Dilakukan hingga rebon


masih setengah kering

Penggilingan I Penambahan garam

Penjemuran II

Penggilingan II

Penggilingan III

Pencetakan

Penjemuran III

Penjemuran Akhir

Pengemasan

Fermentasi selama 30 hari

Gambar 2. Diagram Alir Proses Pembuatan Terasi Udang


24

3.6. Prosedur Analisa Pengujian Terasi

3.6.1. Pengujian Organoleptik (SNI 2716:2016)

Pengujian kualitas mutu terasi udang rebon secara organoleptik dilakukan

oleh panelis yang berjumlah 30 orang. Panelis yang melakukan uji organoleptik

merupakan panelis semi terlatih. Pengujian organoleptik terasi udang rebon

dilakukan dengan menggunakan scoresheet yang mengacu pada SNI 2716:2016).

3.6.2. Pengujian Kadar Air (Kumalasari, 2012)

Pengujian kadar air terasi udang rebon dilakukan dengan menggunakan

metode Moisture Analyzer. Prosedur pengujian kadar air adalah sebagai berikut:

1. Alat Moisture Analyzer dinyalakan terlebih dahulu selama 30 menit.

2. Pengaturan suhu yang diinginkan dengan memilih metode yang sesuai

dengan menekan tombol “Mode”.

3. Alas alumuniumyang bersih diletakkan pada tempat alas dan alat akan

melakukan tare secara otomatis.

4. Sampel sebanyak 3 gram diratakan pada alas alumunium, kemudian alat

ditutup.

5. Alat akan memanaskan produk dengan pijaran halogen dan menimbang

secara otomatis hingga diperoleh berat konstan dan hasil akan tercetak pada

alat pencetak.
25

3.6.3. Pengujian Nilai Aw (Susanto, 2009)

Pengujian nilai aktivitas air (Aw) dilakukan dengan menggunakan alat 𝑎𝑤

meter. Prosedur pengujian aktivitas air adalah sebagai berikut:

1. Alat 𝑎𝑤 meter dipersiapkan kemudian alat dikalibrasi dengan memasukkan

larutan 𝐵𝑎 𝐶𝑙2 2 𝐻2 𝑂 kemudian ditutup dibiarkan selama 3 menit hingga

angka pada skala pembacaan menjadi 0.9.

2. Aw meter dibuka dan sampel dimasukkan ke dalam alat lalu ditutup hingga 3

menit. Setelah 3 menit skala 𝑎𝑤 dibaca dan dicatat.

3. Perhatikan skala temperatur dan faktor koreksi. Apabila skala temperatur

diatas 20oC maka pembacaan skala 𝑎𝑤 ditambah sebanyak kelebihan

temperatur dikalikan dengan faktor koreksi sebesar 0.002o.

3.6.4. Pengujian pH (Hidayat et.al, 2013)

Metode pengujian pH adalah sebagai berikut:

1. Pengujian pH dilakukan dnegan menggunakan pH meter elektronik.

2. Sebelum pH meter digunakan, ujung dari katoda indikator dicuci dengan

menggunakan akuades lalu dikeringkan dengan tissue.

3. pH meter dikalibrasi dengan ujung katoda dicelupkan ke dalam larutan buffer

4 dan 7.

4. Kemudian setelah dikalibrasi, ujung katoda dicelupkan ke dalam sampel.

Setelah itu hasil pengukuran dapat dibaca pada pH meter.


26

3.6.5. Pengujian Nilai Kandungan Senyawa Volatil dengan Alat Electronic

Nose (Nugroho et.al, 2008)

Prosedur dari pengujian electronic nose adalah sebagai berikut:

1. Persiapan alat electronic nose dan disterilkan pada bagian gelas bekker

(tempat sampel) dan erlenmeyer (tempat udara bersih).

2. Monitor dan power lcd recorder data dinyalakan, lalu dikalibrasi alat hingga

grafik pada monitor terlihat stabil.

3. Sebanyak 25 gram sampel terasi disiapkan dan dicacah halus. Kemudian

sampel dimasukkan ke dalam gelas bekker lalu ditutup dan dibiarkan hingga

5 menit agar aroma pada terasi keluar.

4. Setelah itu pengaturan alat electronic nose time ON selama 120 detik, time

OFF selama 30 detik serta cycle sebanyak 3 kali pada monitor.

5. Monitor electronic nose ditekan GO supaya alat mendeteksi aroma (senyawa

volatil) yang akan tercata pada lcd recorder yang telah tersambung dan

grafiknya akan muncul pada monitor yang terdiri dari 4 warna. Warna

tersebut sesuai dengan sensor gasnya yaitu sensor komponen alkohol,

amonia, hidrogen sulfida, dan aroma secara umum.

6. Hasil pengukuran perubahan voltase pada amsing-masing sensor dengan

mencari selisih dari voltase time ON (menghirup aroma) dengan voltase time

OFF (melepas udara bebas). Setelah itu dicatat dengan menggunakan rumus

perubahan voltase. Rumus perubahan voltase tersebut adalah sebagai berikut:

dV = Varoma – Vudara bebas


27

3.7. Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian adalah Rancangan

Acak Kelompok (RAK). Rancangan acak kelompok dilakukan dengan

mengelompokkan satuan percobaan ke dalam kelompok-kelompok yang

homogen. Faktor yang diamati di dalam penelitian ini adalah faktor dari

perbedaan konsentrasi garam yang diberikan sebanyak 3% (𝑇𝐾𝐴 ); 6,5% (𝑇𝐾𝐵 );

10%(𝑇𝐾𝐶 ). Pengujian yang dilakukan terhadap sampel terasi rebon yaitu uji mutu

secara sensoris, kadar air, 𝑎𝑤 , pH, dan nilai kandungan senyawa volatil.

Matriks penelitian dapat dilihat pada Tabel .

Perlakuan
No. Parameter Kelompok
𝑇𝐾𝐴 𝑇𝐾𝐵 𝑇𝐾𝐶
1. Uji Organoleptik 1 𝑇𝐾𝐴1 𝑇𝐾𝐵1 𝑇𝐾𝐶1
2 𝑇𝐾𝐴2 𝑇𝐾𝐵2 𝑇𝐾𝐶2
3 𝑇𝐾𝐴3 𝑇𝐾𝐵3 𝑇𝐾𝐶3

Rerata 𝑇𝐾𝐴 ± SD 𝑇𝐾𝐵 ± SD 𝑇𝐾𝐶 ± SD

2. Analisis Kadar Air 1 𝑇𝐾𝐴1 𝑇𝐾𝐵1 𝑇𝐾𝐶1

2 𝑇𝐾𝐴2 𝑇𝐾𝐵2 𝑇𝐾𝐶2

3 𝑇𝐾𝐴3 𝑇𝐾𝐵3 𝑇𝐾𝐶3

Rerata 𝑇𝐾𝐴 ± SD 𝑇𝐾𝐵 ± SD 𝑇𝐾𝐶 ± SD

3. Analisis Aw 1 𝑇𝐾𝐴1 𝑇𝐾𝐵1 𝑇𝐾𝐶1

2 𝑇𝐾𝐴2 𝑇𝐾𝐵2 𝑇𝐾𝐶2

3 𝑇𝐾𝐴3 𝑇𝐾𝐵3 𝑇𝐾𝐶3

Rerata 𝑇𝐾𝐴 ± SD 𝑇𝐾𝐵 ± SD 𝑇𝐾𝐶 ± SD

4. Analisis pH 1 𝑇𝐾𝐴1 𝑇𝐾𝐵1 𝑇𝐾𝐶1

2 𝑇𝐾𝐴2 𝑇𝐾𝐵2 𝑇𝐾𝐶2

3 𝑇𝐾𝐴3 𝑇𝐾𝐵3 𝑇𝐾𝐶3

Rerata 𝑇𝐾𝐴 ± SD 𝑇𝐾𝐵 ± SD 𝑇𝐾𝐶 ± SD


28

Analisis Kandungan
5. 1 𝑇𝐾𝐴1 𝑇𝐾𝐵1 𝑇𝐾𝐶1
Senyawa Volatil
2 𝑇𝐾𝐴2 𝑇𝐾𝐵2 𝑇𝐾𝐶2
3 𝑇𝐾𝐴3 𝑇𝐾𝐵3 𝑇𝐾𝐶3

Rerata 𝑇𝐾𝐴 ± SD 𝑇𝐾𝐵 ± SD 𝑇𝐾𝐶 ± SD

3.8. Analisa Data

Hasil pengujian yang diperoleh kemudian dilakukan uji normalitas dan

homogenitas. Tahapan analisis data pengujian adalah sebagai berikut:

a. Uji homogenitas dan normalitas

Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan metode Barletts dan uji

normalitas menggunakan metode Liliefors. Tujuan dari pengujian tersebut untuk

mengetahui data yang diperoleh dari pengujian memiliki sifat yang homogen dan

penyebarannya normal. Setelah itu dapat dilakukan analisis lanjutan. Analisis

tersebut berupa analisis sidik ragam atau disebut Analysis of Varians (ANOVA).

Rumus dari pengujian homogenitas yaitu:

1. 𝑋ℎ𝑖𝑡 < 𝐹0,05 , variasi dua kelompok data adalah homogen (𝑆12 = 𝑆2 2).

2. 𝑋ℎ𝑖𝑡 < 𝐹0,05 , variasi dua kelompok data adalah homogen (𝑆12 ≠ 𝑆2 2).

b. Analisis Keragaman atau Analysis of Varians (ANOVA)

Analisis keragaman memiliki tujuan untuk menarik kesimpulan dari beberapa

hasil pengujian. Apabila hasil data yang diperoleh memiliki sebaran yang normal

dan bersifat homogen, maka akan dilakukan analisis keragaman. Fungsi dari

analisis keragaman yaitu membandingkan nilai 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 dengan 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 . Apabila

hasil yang diperoleh dari 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 lebih besar daripada 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 pada taraf uji 5%

maka perbedaan perlakuan dinyatakan berbeda nyata. Jika nilai dari 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 lebih
29

besar pada taraf pengujian 5%, maka perbedaan perlakuan yang diberikan tidak

berbeda nyata.

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa berbeda nyata maka dilanjutkan

dengan uji nilai tengah. Uji nilai tengah tersebut adalah uji Beda Nyata Jujur

(BNJ). Hal ini dikarenakan koefisien keragam <5%. Jika analisis tersebut

menunjukkan hasil yang berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata

Jujur (BNJ) dari Tukey pada taraf uji 5%. Formulasi uji BNJ menurut

Kusriningrum (2008) adalah sebagai berikut:

𝐾𝑇𝐺
BNJ : W=𝑞𝑎 x (𝑃1 , 𝑛2 )√
𝑟

Keterangan:

KTG = nilai kuadrat tengah galat (error)

r = jumlah ulangan

𝑃1 = jumlah perlakuan

𝑛2 = derajat bebas galat acak


30

DAFTAR PUSTAKA

Anggo, A. D., F. Swastawati., W. F. Ma’ruf., L. Rianingsih. 2014. Mutu


Organoleptik dan Kimiawi Terasi Udang Rebon dengan Kadar Garam
Berbeda dan Lama Fermentasi. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan
Indonesia. 17(1): 53-59.

Aristyan,I., R. Ibrahim., L. Rianingsih. 2014. Pengaruh Perbedaan Kadar Garam


terhadap Mutu Organoleptik dan Mikrobiologis Terasi Rebon (Acetes
sp.). Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan. 3(2): 60-66.

Azhar, M., J. Effendi., E. Syofyeni., R. M. Lesi., dan S. Novalina. 2010. Pengaruh


Konsentrasi NaOH dan KOH terhadap Derajat Deasetilasi Kitin dari
Limbah Kulit Udang. Eksakta. 1: 1-8.

Badan Standarisasi Nasional. 2016. Terasi Udang SNI 2716:2016. Jakarta: Badan
Standarisasi Nasional.

Badan Standarisasi Nasional. 2016. Garam Konsumsi Beriodium SNI 3556:2016.


Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.

Cahyo, M. F. N., S. Hastuti., dan I. Maflahah. 2016. Penentuan Umur Simpan


Terasi Instan dalam Kemasan. Agrointek. 10(1): 55-61.

Cherlin., H. Rusmarilin., dan S. Ginting. 2017. Peningkatan Mutu Terasi Kaya


Antioksidan dan Protein Berbahan Kedelai, Jagung, dan Ikan Sarden
(Sardinella lemuru) Terfermentasi. Jurnal Rekayasa Pangan dan
Pertanian. 5(1): 42-50.

Effendi, .2012. Teknologi Pengolahan dan Pengawetan Pangan. Penerbit Alfabeta.


Bandung.

Fitriyani, R., R. Utami., dan E. Nurhartadi. 2013. Kajian Karakteristik


Fisikokimia dan Sensori Bubuk Terasi Udang dengan Penambahan
Angkak Sebagai Pewarna Alami Dan Sumber Antioksidan. Jurnal
Teknosains Pangan. 2(1): 97-106. ISSN: 2302-0733.

Herman., dan W. Joetra. 2015. Pengaruh Garam Dapur (NaCl) terhadap Kembang
Susut Tanah Lempung. Jurnal Momentum. 17(1): 13-20.

Hidayat, I. R., Kusrahayu., dan S. Mulyani. 2013. Total Bakteri Asam Laktat,
Nilai pH dan Sifat Organoleptik Drink Yoghurt dari Susu Sapi yang
Diperkaya dengan Ekstrak Buah Mangga. Animal Agriculture Journal.
2(1): 160-167.

Junianto. 2011. Studi Karakterisasi Pengolahan Terasi Cirebon dalam Upaya


Mendapatkan Perlindungan Indikasi Geografis. 1-14.
31

Kumalasari, H. 2012. Validasi Metoda Pengukuran Kadar Air Bubuk Perisa


Menggunakan Moisture Analyzer Halogen HB43-S Sebagai Alternatif
Metoda Oven dan Karl Fischer.

Kusriningrum, R. S. 2008. Perancangan Percobaan. Airlangga University Press.


Surabaya.

Maflahah, I. 2013. Kajian Potensi Usaha Pembuatan Terasi Udang Studi Kasus
Desa Bantelan, Kecamatan Batu Putih, Kabupaten Sumenep. Jurnal
Agrointek. 7(2): 99-102.

Majid, A., T. W. Agustini., dan L. Rianingsih. 2014. Pengaruh Perbedaan


Konsentrasi Garam terhadap Mutu Sensori dan Kandungan Senyawa
Volatil pada Terasi Ikan Teri (Stolephorus sp.). Jurnal Pengolahan dan
Bioteknologi Hasil Perikanan. 3(2): 17-24.

Mardiyati, S., dan Amruddin. 2016. Diversifikasi Produk Olahan Udang Rebon
pada Kelompok Wanita Nelayan. Jurnal Al-Ikhlas. 2(1): 1-10. ISSN:
2461-0992.

Nugroho, J., M. Dwi., B. Nursigit. 2008. Aplikasi Jaringan Syaraf Tiruan Untuk
Identifikasi Aroma Teh Menggunakan Electronic Nose. Fakultas
Teknologi Pertanian. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Pratama, R. I., I. Rostini., dan M. Y. Awaluddin. 2013. Komposisi Kandungan


Senyawa Flavor Ikan Mas (Cyprinus carpio) Segar dan Hasil
Pengukusannya. Jurnal Akuatika. 4(1): 55-67.

Rahmayati, R., P. H. Riyadi., L. Rianingsih. 2014. Perbedaan Konsentrasi Garam


terhadap Pembentukan Warna Terasi Udang Rebon (Acetes sp.) Basah.
Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan. 3(1): 108-117.

Rosyad, F., dan D. Lelono. 2016. Klasifikasi Kemurnian Daging Sapi Berbasis
Electronic Nose dengan Metode Principal Component Analysis.IJEIS.
6(1): 47-58.

Sarofa, U., Sudaryati., M. Rhomadhloni. 2017. Kajian Penambahan Garam dan


Lama Pengeringan terhadap Kualitas Terasi Bubuk Ikan Mujair
(Oreochromis mossambicus). Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI.
364-370.

Setiyorini, E. I., dan S. Hadi. 2013. Pengaruh Penambahan Udang Rebon dan
Jamur Tiram terhadap Hasil Jadi Kerupuk Udang Rebon.2(1): 44-50.

Susanto. 2009. Uji Korelasi Kadar Air Abu Water Activity dan Bahan Organik
pada Jagung di Tingkat Petani, Pedagang Pengumpul dan Pedagang
Besar. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. 826-836.
32

Suyanto, S. R., dan E. P. Takarina. 2009. Panduan Budi Daya Udang Windu.
Penebar Swadaya. Depok.

Syarif, W., R. Holinesti., A. Faridah., dan L. Fridayati. 2017. Analisis Kualitas


Sala Udang Rebon. Jurnal Teknologi Pertanian Andalas. 21 (1): 45-51.
ISSN: 1410-1920.

Ulya, S., Latifah., dan D. S. Ria. 2016. Pemanfaatan Limbah Kepala Udang
Windu (Penaeus monodon) Untuk Pembuatan Terasi dengan Kajian
Penambahan Garam dan Lama Fermentasi. Jurnal Rekapangan. 10(1):
67-72.

Anda mungkin juga menyukai