Anda di halaman 1dari 10

KIMIA DASAR

Review Jurnal Nasional dan Internasional

Pertemuan Ketiga

DISUSUN OLEH:

Qoori Nadhilah

22136028

DOSEN PENGAMPU

Deded Chandra, S.Si.,M.Si

Program Studi Geografi

Departemen Geografi

Fakultas Ilmu Sosial

Universitas Negeri Padang


1. Review Jurnal Nasional (Satu)

Reviewer Qoori Nadhilah


NIM 22136028
Tanggal Review Kamis/ 16 Februari 2023
Judul PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN GARAM DAN WAKTU
FERMENTASI TERHADAP KWALITAS KECAP IKAN LELE
Jurnal Jurnal Teknik Kimia Vol.2,No.2 April 2008 127
Penulis Ronny Kurniawan
Link Akses https://media.neliti.com/media/publications/134327-ID-pengaruh-
konsentrasi-larutan-garam-dan-w.pdf

Pendahuluan Pemanfaatan produk fermentasi sebagai makanan tradisional telah lama


dilakukan seperti halnya di negara barat untuk menghasilkan produk-produk
fermentasi yang kaya akan rasa. Di negara Asia dikenal berbagai macam
makanan dan minuman tradisional yang pembuatannya dilakukan dengan cara
fermentasi spontan untuk menghasilkan makanan yang kaya rasa seperti tempe,
brem, oncom, dan minuman beralkohol seperti arak. Penelitian yang dilakukan
menggunakan bahan baku ikan Lele dengan mencampurkan buah nanas
(mengandung enzim bromelin) yang telah dihaluskan dan air dengan
perbandingan massa(g): massa(g): volum(ml) dengan nilai perbandingan 1:2:1.
Campuran tersebut di masukkan ke dalam inkubator hidrolisa enzimatis selama 2
hari, kemudian ditambahkan bakteri streptococcus lactis dan larutan garam yang
di fermentasikan dalam fermentor anaerob dengan konsentrasi larutan.

Metodologi Pendekatan Penelitian


Kecap merupakan produk pembangkit flavor makanan yang dikenal baik
oleh masyarakat Indonesia dari segala umur. Pada proses pembuatan
kecap hal yang terpenting adalah bahan baku mempunyai protein yang
cukup tinggi. Selama ini bahan baku yang sering digunakan adalah
kedelai, dari kedelai ini protein yang diperoleh berupa protein nabati.
Sedangkan ikan mengandung protein hewani yang cukup tinggi, hal ini
tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan ikan sebagai bahan
baku kecap
Rancangan Percobaan
Digunakan rancangan faktorial dengan dua faktor yaitu faktor konsentrasi
garam (A) dan faktor waktu fermentasi (B).
Analisis Data
Analisis varians dengan uji F tabel yang dibandingkan dengan uji F hasil
percobaan. Percobaan ini dilakukan sebanyak 6 run, lalu dilakukan
analisis varians terhadap data-data percobaan

Hasil dan Hubungan antara konsentrasi larutan garam terhadap kadar protein, bahwa
Pembahasan semakin besar konsentrasi larutan garam maka akan semakin kecil kadar
protein yang diperoleh, pada konsentrasi larutan garam 3% kadar protein
yang diperoleh lebih besar dari pada konsentrasi larutan garam 5% dan
9%. Pada konsentrasi larutan garam 3% kadar protein yang diperoleh
lebih besar dari pada konsentrasi larutan garam 5% dan 9%.
Hal ini mungkin terjadi karena terhambatnya aktivitas enzim protease
(enzim bromelin) pada konsentrasi larutan garam yang semakin tinggi
sehingga jumlah protein yang terpecahkan menjadi asam amino menurun.
pada konsentrasi larutan garam 3% kadar protein dengan waktu
fermentasi 7 hari diperoleh kadar protein yang tinggi dibandingkan pada
konsentrasi yang sama namun waktu fermentasi 1 hari dan 5 hari.
Semakin lama waktu fermentasi, semakin meningkat pula nilai kadar
rotein yang dihasilkan. Hal tersebut sesuai dengan Indrawati (1983) dan
Santy (1992) yang menyatakan bahwa semakin lama waktu fermentasi
mengakibatkan semakin banyak molekul protein yang terpecahkan,
sehingga total nitrogen terlarut cenderung meningkat. Total nitrogen pada
penelitian ini diperoleh dari analisis kadar protein metode Kjedahl.

Kesimpulan Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa konsentrasi larutan garam dan
waktu fermentasi berpengaruh terhadap kualitas dan efektifitas fermentasi
dalam proses pembuatan kecap dari ikan lele. Semakin tinggi
penambahan konsentrasi larutan garam (3%, 5% dan 9%) tidak menjamin
kadar protein yang dihasilkan semakin tinggi sedangkan semakin lama
waktu fermentasi maka semakin besar kadar protein yang diperoleh. Dari
hasil penelitian, kualitas kecap ikan lele yang terbaik didapat pada variasi
fermentasi 7 hari dan konsentrasi larutan garam 3% dengan kandungan
protein sebesar 17.95 persen. Berdasarkan tabel Anova waktu fermentasi
(FA) dan konsentrasi larutan garam (FB) berpengaruh terhadap kadar
protein yang dihasilkan.

Kelebihan Kelebihan dari jurnal ini adalah menampilkan pembahasan yang detail,
namun bahasa yang digunakan tidak bertele-tele. Susunan penulisan yang
urut dan rapi serta menampilkan diagram serta hasil penelitian secara
gambling.

Kekurangan Kekurangan dari jurnal ini adalah tidak ada runag untuk memberi respon
bagi pembaca, dan mengandung banyak kata peristilahan asing yang
berlaku hanya di bidang tertentu.
2. Review Jurnal Nasional (Dua)

Reviewer Qoori Nadhilah


NIM 22136028
Tanggal Review Kamis/ 16 Februari 2023
Judul Pengaruh Konsentrasi Larutan Pemasak pada Proses Delignifikasi Eceng
Gondok dengan Proses Organosolv
Penulis Enny K. Artati1, Ahmad Effendi2, Tulus Haryanto
Link Akses https://jurnal.uns.ac.id/ekuilibrium/article/view/49543

Pendahuluan Eceng gondok merupakan tumbuhan air tawar yang dikenal sebagai
gulma. Tumbuhan ini banyak ditemukan di Indonesia khususnya
diperairan. Eceng gondok menghasilkan bahan organik yang
mempercepat proses pendangkalan, juga mengurangi produksi ikan
karena kerapatan tumbuhan menghalangi masuknya sinar matahari
kedalam air dan menghambat proses aerasi. Pertumbuhannya sangat cepat
dan menimbulkan berbagai masalah.
Eceng gondok dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuat kertas, dan
apabila diproses lebih lanjut bisa dibuat etanol. Proses delignifikasi ialah
proses penghilangan lignin, pada proses delignifikasi ini ada berbagai cara
antara lain proses mekanik, proses kraft, dan proses organosolv. Proses
mekanik kurang diminati karena dianggap terlalu sulit dan memerlukan
tenaga yang banyak. Proses delignifikasi yang banyak digunakan adalah
proses kraft padahal proses ini berdampak buruk bagi lingkungan karena
bahan-bahan yang digunakan tidak ramahlingkungan. Sehingga perlu
dikembangkan suatu proses delignifikasi dengan menggunakan proses
organosolv yang mudah dan ramah lingkungan.

Delignifikasi Ada beberapa metode untuk pembuatan pulp yang merupakan proses
pemisahan selulosa dari senyawa pengikatnya, terutama lignin yaitu
secara mekanis, semikimia dan kimia. Pada proses secara kimia ada
beberapa cara tergantung dari larutan pemasak yang digunakan, yaitu
proses sulfit, proses sulfat, proses kraft dan lain-lain.
Pembuatan pulp pada dasarnya dibagi menjadi dua yaitu :
1. Pembuatan Pulp Mekanik
Merupakan proses penyerutan kayu dimana kayu gelondong setelah
dikuliti diserut dalam batu asah yang diberi semprotan air. Akibat proses
ini banyak serat kayu yang rusak.
3. Pembuatan Pulp Secara Kimia
Pembuatan pulp secara kimia adalah proses dimana lignin dihilangkan
sama sekali hingga serat-serat kayu mudah dilepaskan pada
pembongkaran dari bejana pemasak (digester) atau paling tidak setelah
perlakuan mekanik

Cara Penelitian Pada penelitian ini mula-mula memasang rangkaian alat delignifikasi,
memasukkan 150 ml larutan pemasak dan 15 gram eceng gondok serta
katalis asam sulfat dengan konsentrasi tertentu kedalam labu leher tiga
yang dilengkapi dengan pendingin balik dan pengaduk merkuri,
selanjutnya menghidupkan pemanas dan motor pengaduk secara
bersamaan dengan kecepatan 900 rpm dan waktu pemasakan selama 2
jam. melakukan analisa α selulosa dan klakson lignin. Percobaan ini
diulangi untuk variasi jenis larutan pemasak (etanol dan asam asetat)
dengan berbagai konsentrasi.

Hasil Pembahasan Larutan pemasak etanol


bertambahnya konsentrasi etanol maka nilai α selulosa naik kemudian
mencapai nilai maksimum pada konsentrasi 80% dan akhirnya turun pada
konsentrasi 90%. Kenaikan tersebut karena lignin sebagai pengikat
selulosa akan terpisah sehingga α selulosa semakin besar sedangkan pada
akhirnya turun karena, pada konsentrasi etanol yang terlalu tinggi dan
juga kondisi keasaman yang kuat, akan terjadi reaksi etherifikasi antara
selulosa dengan etanol.

Larutan pemasak asam asetat


Bertambahnya konsentrasi asam asetat maka nilai α selulosa cenderung
naik dan mencapai nilai maksimum konsentrasi 90%, kenaikan tersebut
karena lignin sebagai pengikat selulosa akan terpisah sehingga
konsentrasi α selulosa semakin besar. Bila dibandingkan dengan gambar 2
dengan konsentrasi yang sama dari masing-masing pelarut dapat dilihat
bahwa delignifikasi dengan pelarut etanol lebih bagus dari pada dengan
asam asetat.

Kesimpulan 1) Kondisi optimum proses organosolv untuk :


Larutan pemasak etanol dengan katalis asam sulfat pada kisaran pH 2,
waktu pemasakan 2 jam dan konsentrasi etanol 60 – 90% mencapai
kondisi optimum pada konsentrasi etanol 80% diperoleh hasil α selulosa
81% dan klakson lignin 78,6%. Larutan pemasak asam asetat dengan
katalis asam sulfat pada kisaran pH 2, waktu pemasakan 2 jam dan
konsentrasi asam asetat 50 – 90% mencapai kondisi optimum pada
konsentrasi 90% diperoleh hasil α selulosa 75,2% dan klakson lignin
89,3%.
2) Hasil maksimun yang diperoleh pada proses delignifikasi eceng
gondok ini yaitu menggunakan larutan pemasak etanol pada konsentrasi
80%, dengan katalis asam sulfat pada pH 2 dan waktu pemasakan selama
2jam.

Kelebihan Kelebihan dari jurnal ini antara lain adalah memuat komponen abstrak
dan kesimpulan yang singkat dan ringkas, namun mencakup semua materi
yang dibahasa. Jurnal ini juga menggunakan bahasa yang lugas namun
inti dari jurnal itu sendiri tersampaikan dengan baik.
Kekurangan Kekurangan dari jurnal ini adalah, memiliki banyak bahasa asing yang
hanya berlaku di bidang tertentu saja, namun tanpa menyertakan footnote
sehingga sedikit menyulitkan pembaca.

3.Review Jurnal Internasional (Satu)


Reviewer Qoori Nadhilah
NIM 22136028
Tanggal Review Jumat/ 17 Februari 2023
Judul SOIL SOLUTION CHEMISTRY OF ECTOMYCORRHIZAL MATS IN
FOREST SOIL
Penulis R. P. GRIFFITHS,‘*J. E. BAHAM* and B. A. CALDWELL
Link Akses https://andrewsforest.oregonstate.edu/sites/default/files/lter/pubs/pdf/pub1468.pdf

Introduction Soluble organic acids, especially those that complexwith Al or Fe, may
perform several critical functions in the biogeochemistry of the rhizosphere
and the productivity of the above-ground ecosystem, especially by
enhancing dissolution or inhibiting precipitation of soil minerals containing
PO, or SO,(Fox et al., 199Oa, b). Such acids have been identified from
forest soils in several regions (Hue et al., 1986; Pohlman and McCall,
1988; Fox and Comerford, 1990). The soluble oxalate anion is an effective
weathering agent in mineral soils (Henderson and Duff, 1963; Baker, 1973;
Boyle et al., 1974; Robert et al., 1979; Furrer and Stumm, 1986; Manley
and Evans, 1986; Pohlman and McCall, 1986; Robert and Berthelin, 1986;
Tan, 1986; Song and Huang, 1988; Fox et al., 1990a, b) and has been
implicated in release of K from a hydroxy-interlayered vermiculite
(Comerford et al., 1990).

Material dan Hydrogen ion concentrations (10~pn) in the. G. m~nticol~ soil solutions
Method were 16 times greater in. in August. The concentration of H+ in H. mat soil
solutions was approx. non-mat soil in both May and August. The same.
types than in non-mat soils (Table 1). The mean. concentration of oxalate in
the G. solutions was soils on both sampling dates. in the solutions from G.
but these differences were not always significant. The percentage of ions in
soil solution. to 100% for Al, Fe and P (Table 3).

Result Dense mats of H. horizons of soils on the site. The mean annual precipitation is
1900 mm,. The second study area, at the H. The soil is a gravelly loam developed
from a. The rhizosphere is colonized by G. to the laboratory in ice chests. Soil
temperatures. A 0.22 pm membrane filter supported by. column from the
collection cup. Soil solutions were extracted by. A typical yield of soil solution
was ca. of the soil water content (ca. samples at 100% gravimetric water content.
Dissolved organic carbon (DOG) was. Dissolved total nitrogen (DTN) was deter-.
Nitrate (NO; and ammonium. Anions were separated on an AS4A column. The
oxalate concentrations were measured. Exchangeable cations were displaced with.
Inc., Rockville, Md). Correlations were done with the. Rockville, Md). Data from
sampling period were not.

Discussion Percentages of total ions (E&t, exchangeable + soil solution) in tbc soil
sohtion from mat and non-mat soils of H. soil solutions from H. Mats of
both G. O’Connell et &., 1983). fungal rhizomorphs of G. alate was higher
in mats of H. setchellii than those of. G. Possibly the fungi produce
different. The location of the calcinm oxalate within the. be instrumen~l in
~d~hemica1 genesis. (Fox and Comerford, 1990), values of the soil
solutions from H. values were also lower. acids may be present in solutions
from the H. fii mat soils than in those from G. and Comerford, 1990).
Extraction of air-dried samples of H. G. monticolu mat and non-mat soils
with 0.1 M BaCI,. et al., 1992). Thus, the fungi may both weather the. be
higher in mat soil solutions than in non-mat concentrations of solutions
from G. solutions, as we observed. This increase is especially sampled in
August approach the concentration used. normally present as major ions in
primary minerals, extractant. Oxalate may also solubilize proteins and
sulfate ligands.

Strength The strengt of this journal include that it contains abstract components and
conclusions that are short and concise, but cover all the material discussed. This
journal also uses straightforward language but the essence of the journal itself is
conveyed properly.

Weakness The weakness of this journal is that in the analysis of statements it offers a limited
context where it is difficult to understand the processes, and studies in the journal
do not collect data from the library
4. Review Jurnal Internasional (Dua)

Reviewer Qoori Nadhilah


NIM 22136028
Tanggal Review Jumat/ 17 Februari 2023
Judul Calcium phosphate bone cements for clinical applications
Penulis E.FERNAÂNDEZ*, F. J. GIL, M. P. GINEBRA, F. C. M. DRIESSENS,
J. A. PLANELL
Link Akses https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/15348165/

Introduction Over a specied time span. application. Basically, the important properties of a.
(i.e. their capacity to form a chemical bond with the. surrounding tissues).
Traumatology, plastic surgery and. bone tissue. However, diseases such as
osteoarthritis,. structure by osteoblasts. From a crystallographic point of.
material for bone growth. However, the resorption rate of. are therefore not
useful for cavity ®lling and the gradual process of new bone tissue replacement.
which could be used as a cement. a cavity, in situ, within the operating theatre. a
shorter tissue functional recovery. structure characteristic of a newly formed
bone. setting properties. The chemistry of CPCs has been.

Basic Concept In heavily supersaturated systems or far away from. kinetics of setting and
hardening. Precipitation of a mineral compound from an aqueous. mineral
compound. Driving forces controlling dissolu-. aqueous phase. The reaction that
controls this equili-. respectively. A rise in Gibbs free energy ...DG† in. Gibbs
free energy of the solid compound. ionic activity product of compound AX. IAX
Fig. 2 shows the relative position of the isotherms of two. HnX±H2O. Singular
points predict the thermodynamic. behavior of several compounds in a solution.
saturated in relation to the most acid compound. neither will precipitate. The
conclusion would be similar. basic solution ...P2† than the singular point.
explained above. That property of singular points on. diagram. It is also important
to consider that isotherms. like those of Fig. 2 are valid only for certain values of
the. solution. In that sense, singular points are also called.

In the case According to Gibbs' phase rule, a ternary system with two phases, a solution and a
solid salt, in equilibrium at a known temperature and pressure, has one degree of
freedom. The geometric is a line called the solubility isotherm when it is
represented in a phase diagram. The solubility isotherm ®xes compositions of all
saturated solutions in relation to that salt. The solubility isotherm of a calcium
phosphate can be calculated taking into account the solubility product constant,
dissociation constants of phosphoric acid H 3PO4† and calcium hydroxide,
stability constants of the different formed complexes and an appropriate model to
calculate the activity coef®cients of the different chemical species involved [4].
In many cases it is necessary to use computer calculations taking into account all
possible interactions to obtain results and conclusions.

Conclusion The thermodynamics of calcium phosphate salts in anaqueous solution at room or


body temperature are the basis for understanding the manufacturing technology
involved in CPBCs for clinical applications. Knowledge of the limitations of this
thermodynamic approach and understanding the necessity of performing kinetic
studies for different calcium phosphate systems in real setting and hardening
situations opens-up the possibilities for new CPBCs with better in vitro and in
vivo properties for clinical applications.

Strenght The strenght of this journal include that it contains abstract components
and conclusions that are short and concise, but cover all the material
discussed. This journal also uses straightforward language but the essence
of the journal itself is conveyed properly.

Weakness The weakness of this journal are that there is no space to provide responses
for readers, and it contains many foreign terms that apply only in certain
fields.

Anda mungkin juga menyukai