Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN


TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAGING DAN IKAN

ABON IKAN TUNA


(Thunnini)

Oleh :

Nama : Nur Rahayu Setiawati


NRP : 113020117
Kelompok :E
Meja : 1 (Satu)
Tanggal Praktikum : 22 Mei 2014
Asisten : Faizal Saeful Heri

LABORATORIUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN


JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2014
I PENDAHULUAN

Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Percobaan

(2) Tujuan Percobaan, dan (3) Prinsip Percobaan.

1.1 Latar Belakang Percobaan


Ikan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat selain

sebagai komoditi ekspor. Ikan cepat mengalami proses pembusukan dibandingkan

dengan bahan makanan lain. Bakteri dan perubahan kimiawi pada ikan mati

menyebabkan pembusukan. Mutu olahan ikan sangat tergantung pada mutu bahan

mentahnya (Warintek, 2014).

Abon ikan adalah jenis makanan awetan yang terbuat dari ikan laut yang

diberi bumbu, deiolah dengan cara perebusan dan penggorengan. Produk yang

dihasilkan mempunyai bentuk lembut, rasa enak, bau khas, dan mempunyai daya

awet yang relatif lama (Warintek, 2014).

Abon adalah salah satu produk olahan ternak yang dibuat dari daging yang

disuwir-suwir atau dipisahkan seratnya, kemudian ditambahkan bumbu-bumbu

dan digoreng. Proses pembuatan abon umumnya dilakukan oleh industri skala

rumah tangga dengan prosedur pengolahan yang belum dibakukan, namun

berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa lama perebusan selama 60 menit


dengan lama penggorengan selama 30 menit merupakan perlakuan yang baik

untuk menghasilkan warna dan rasa abon yang paling disukai oleh konsumen.

Kerusakan abon sebagian besar ditandai dengan adanya bau tengik.

Keadaan ini sebagai akibat vitamin yang larut dalam lemak mengalami destruksi

dan asam lemak tak jenuh teroksidasi oleh oksigen. Pengurangan kadar oksigen

dalam lemak dapat membantu memperpanjang masa simpan abon. Untuk itu

dibutuhkan bahan kemasan yang mampu mencegah ketengikan, perubahan Aw

dan kadar air abon selama penyimpanan selama 4 bulan adalah polietilen.

Penambahan bahan penyerap oksigen (deoxidizer) juga akan meningkatkan

perlindungan terhadap kecepatan ketengikan, mempertahankan kadar air dan Aw

produk yang sangat penting artinya dalam mempertahankan tekstur dan daya awet

produk (Dodik, 2012).

1.2 Tujuan Percobaan


Tujuan percobaan pembuatan abon adalah untuk mengetahui proses

pembuatan abon ikan dan untuk diversifikasi produk olahan ikan, untuk

menambah nilai ekonomis ikan serta untuk mengawetkan ikan.

1.3 Prinsip Percobaan


Prinsip percobaan pembuatan abon berdasarkan proses pemisahan daging

sehingga pencampuran dengan bahan lain serta berdasarkan pengeringan yang

telah ditambahkan bumbu sehingga meningkatkan cita rasa dan memperpanjang

umur simpan.
II BAHAN, ALAT, DAN METODE PERCOBAAN

Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Bahan Percobaan yang Digunakan,

(2) Alat Percobaan yang Digunakan dan (3) Metode Percobaan.

2.1. Bahan Percobaan yang Digunakan


Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini antara lain ikan tuna,

santan, bawang merah, bawang putih, lengkuas, kunyit, jahe, ketumbar, merica,

gula, sereh, dan garam.

2.2. Alat Percobaan yang Digunakan


Alat-alat yang digunkan dalam percobaan ini antara lain wajan, churner,

spatula, timbangan digital, ulekan, sendok, pisau, piring.


2.3. Metode Percobaan

Ikan Tuna Penyangraian Penghancuran bumbu


ketumbar

Abon ikan Penggorengan Pencampuran


Gambar 1. Alur Proses Pengolahan Abon Ikan
b.putih, garam, Ikan Tuna
ketumbar,
kemiri,gula, Sisik, sirip,
bawang merah
Dressing ekor,
kepala,
jeroan
Penghancuran
Penimbangan

Pemasakkan
T= 150C, t = 50 Pengukusan
T = 100C, t = 10

Bumbu

Tempering
Santa Pencampuran T = 30 C
n

Pemasakkan
Penghancuran
T= 110C, t = 7

Ikan
hancur

Pencampuran

Pemasakkan
T= 120C, t = 30
Abon ikan

Gambar 1. Diagram Alir Proses Pembuatan Abon

III HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Hasil Percobaan dan

(2) Pembahasan.

3.1. Hasil Pengamatan


Berdasarkan pengamatan terhadap pembuatan abon yang telah dilakukan

maka didapat hasil pengamatan yang dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1. Hasil Pengamatan Abon


No. Analisa Hasil
1. Nama Produk Abon Tuna
2. Basis 200 gram
3. Bahan Utama Daging ikan tuna
4. Bahan Tambahan Daun jeruk, bawang merah, bawang putih,
lengkuas, merica, ketumbar, jahe, kunyit, gula,
sereh, garam.
5. Berat Produk 124,5 gram
6. % Produk 62,25 %
7. Organoleptik
Warna Coklat
Aroma Khas abon
Tekstur Berserat
Rasa Manis khas daging
Kenampakkan Menarik
8. Gambar Produk

(Sumber: Kelompok E, Meja 1, 2014)

3.2. Pembahasan

Berdasarkan hasil percobaan pembuatan abon disimpulkan bahwa dengan

basis seberat 200 gram dan hasil produk yang di dapat seberat 124,5 gram dan %

produk 62,25%. Sedangkan sifat organoleptik warna coklat, rasa manis khas

daging, aroma khas abon, tekstur berserat dan kenampakan menarik.

Abon ikan merupakan produk yang memadukan cara pengawetan ikan

dengan perebusan atau pengukusan, penambahan bumbu bumbu tertentu dan

penggorengan. Produk ini mempunyai tekstur yang lembut rasa dan aroma yang

khas (Anonim, 2013).

Abon ikan merupakan makanan kering yang terbuat dari suiran-suiran

daging dan bumbu-bumbu. Bahan direbus atau dikukus, kemudian disuir,

dicampur dengan bumbu dan digoreng sampai matang menjadi abon. Pembuatan

abon dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif pemanfaatan limbah hasil

perikanan yang selama ini banyak terbuang sia-sia. Beberapa keuntungan yang
dapat diperoleh dari pembuatan abon ikan adalah proses pembuatannya mudah,

biayanya murah, rasanya enak dan dapat dijadikan sebagai sumber penghasilan

tambahan (Suhirman, 2012).

Abon ikan yang baik mempunyai rasa yang khas, tidak berbau amis atau

anyir. Dibandingkan dengan ikan segar, abon ikan mempunyai kandungan protein

yang lebih tinggi dan dapat disimpan lebih lama tanpa mengalami perubahan

kualitas. Jenis ikan yang biasa diolah menjadi abon umumnya adalah ikan pelagis,

yaitu ikan cakalang (Katsuwonus pelamis), tengiri (Scomberomorus sp.), tongkol

(Euthynnus sp.) dan lain-lain (Anonim, 2013).

Umumnya abon ikan dibuat dari daging ikan cakalang, tongkol, tuna, lele,

patin dan ikan cucut, akan tetapi di dalam pembahasan ini kita menggunakan

bahan daging ikan tongkol (Anonim, 2013).

Ikan tongkol yang baik dibuat abon ikan patin adalah yang berusia 8 bulan

keatas dengan berat lebih kurang 7 ons. Kondisi ini juga berlaku bila dalam

pembuatan abon ikan ini Anda menggunakan ikan jenis lain (Anonim, 2013).

Proses Pembuatan abon antara lain:

1. Penyiangan

Ikan tuna disiangi, dipotong-potong, lalu dicuci sampai bersih. Ikan disiangi

dengan cara dibuang isi perut dan dipotong-potong melintang untuk memudahkan

pengukusan, kemudian dicuci dengan air bersih (sebaiknya air yang mengalir)

untuk menghilangkan bau amoniak (NH3).

2. Pengukusan
Ikan dikukus sampai matang (untuk memudahkan pengambilan daging dan

memisahkan dari tulang dan duri). Sambil menunggu pengukusan, semua bumbu

disiapkan ditimbang sesuai dengan kebutuhan. Ikan yang telah dikukus ditiriskan

atau didinginkan. Setelah dingin ikan dicabik-cabik, diperas hingga kering

kemudian ditumbuk hingga menjadi serpihan-serpihan yang halus.

3. Pemberian bumbu

Bumbu-bumbu dihaluskan lebih dahulu, tumis bumbu sampai mengeluarkan

bau yang harum dan setelah mendidih masukkan ikan yang telah dicabik-cabik

dan aduk hingga kering

4. Penggorengan

Daging ikan yang telah dicampur dengan bumbu kemudian digoreng dengan

minyak atau tanpa minyak, sambil selalu diaduk-aduk supaya tidak hangus.

Apabila menggunakan minyak, daging ikan harus seluruhnya terendam agar

diperoleh abon yang kering dan renyah. Penggorengan dihentikan ketika abon

telah berwarna kuning kecoklatan. Setelah kering angkat dan tiriskan/dinginkan

5. Pengepresan

Setelah diangkat dari wajan, abon dimasukkan ke dalam alat press dan

ditekan-tekan sampai minyaknya habis keluar (tuntas). Kemudian abon

dikeluarkan dengan menggunakan garpu. Untuk menghasilkan aroma (bau) dan

rasa yang lezat, dapat ditambahkan bawang goreng pada abon yang telah matang.
6. Pengemasan

Setelah dingin, abon dikemas di dalam kantung plastik atau kertas minyak.

Peningkatan daya simpan akan diperoleh bila digunakan pembungkus hampa

udara (Suhirman, 2012)

Prinsip pembuatan abon adalah dalam memisahkan daging ayam dari kulit

dan lemaknya hendaknya dilakukan sebersih mungkin sebab jika tidak bersih akan

dapat hasil abon yang basah (tidak kering).untuk memperoleh hasil abon yang

baik perlu diperhatikan beberapa hal antara lain: potongan daging yang diperoleh

dari pemisahan tulang dan kulit adalah tidak terlalu pendek agar tidak

memperoleh serat yang panjang, suwiran hendaknya panjang dan halus. Api untuk

menggoreng hendaknya kecil agar ahsil abonya masak, kering dan tidak gosong

serta dalam penyimpanan hendaknya abon harus benar-benar dalam kondisi

dingin sebelum dikemas dalam tempat tertutup dan kering (Anonim, 2014).

Bawang merah : berfungsi sebagai bahan pengawet makanan dan aromanya kuat.

Karakteristik bau dari bawang merah dipengaruhi oleh kandungan minyak volatil

yang sebagian besar terdiri dari komponen sulfur. Komponen volatil tidak

terdapat dalam sel secara utuh. Ketika sel pecah terjadi reaksi antara enzim liase

dan komponen flavor, seperti metil dan turunan propel (Ade, 2012).

b. Bawang putih : merupakan bahan alami yang biasa ditambahkan ke dalam

bahan makanan atau produk sehingga diperoleh aroma yang khas guna

meningkatkan selera makan. Bawang putih memiliki zat kimia berupa allicin,
scordinin, allithanin dan selenium. Allicin ini berperan memberi aroma bawang

putih dan bersifat anti bakteri (Ade, 2012).

c. Kunir atau kunyit, kunyit tergolong dalam kelompok jahe-

jahean, Zingiberaceae. Kunyit mengandung Lemak sebanyak 1 -3%, Karbohidrat

sebanyak 3%, Protein 30%, Pati 8%, Vitamin C 45-55%, dan garam-garam

mineral, yaitu zat besi, fosfor, dan kalsium. Fungsi penambahan kunyit dalam

pembuatan abon ikan yaitu selain sebagai bumbu dan pewarna juga sebagai

antioksidan alami (Ade, 2012).

d. Ketumbar (Coriandrum sativum) : Rempah-rempah yang sering ditambahkan

dalam campuran curing untuk menghasilkan aroma masakan yang diinginkan.

Manfaat ketumbar adalah untuk menghilangkan bau anyir, menimbulkan bau

sedap, menimbulkan rasa pedas yang gurih dan menyedapkan makanan (Ade,

2012).

e. Asem Jawa : Sejenis buah yang masam rasanya, biasa digunakan sebagai

bumbu dalam banyak masakan sebagai perasa atau penambah rasa asam dalam

makanan (Ade, 2012).

f. Garam : Dalam bahan pangan ditambahkan sebagai penegas cita rasa dan

berfungsi sebagai pengawet. Garam sebagai bahan pengawet karena

kemampuannya untuk menarik air keluar dari jaringan (Ade, 2012).

g. Gula pasir : Merupakan bahan yang ditambahkan ke dalam makanan untuk

melembutkan produk sehingga dapat mengurangi terjadinya pengerasan dan

mengurangi penguapan air serta memberikan cita rasa produk. Adanya gula akan
menimbulkan reaksi maillard yaitu reaksi antara gula pereduksi dengan asam

amino yang akan menyebabkan warna cokelat pada produk (Ade, 2012).

h. Daun serai atau sereh : merupakan salah satu tumbuhan anggota suku rumput-

rumputan yang dimanfaatkan sebagai bumbu dapur untuk mengharumkan

makanan karena aroma yang dihasilkannya. Batang dan daun sereh wangi

mengandung zat-zat seperti geraniol, methilheptenon, terpen, terpen alkohol, asam

organik dan terutama sitronelal (Ade, 2012).

i. Minyak goreng : Minyak yang biasa digunakan untuk menggoreng

adalah minyak yang berasal dari tumbuhan atau minyak nabati. Minyak goreng

berfungsi untuk memperbaiki tekstur fisik bahan pangan dan sebagai penghantar

panas sehingga proses pemanasan menjadi lebih efisien dibanding proses

pemanggangan dan perebusan. Proses penggorengan juga dapat meningkatkan

cita rasa, kandungan gizi dan daya awet serta menambah nilai kalori bahan pangan

(Ade, 2012)

Abon sebagai salah satu produk industri pangan yang memiliki standar mutu

yang telah ditetapkan oleh Departemen Perindustrian. Penetapan standar mutu

merupakan acuan bahwa suatu produk tersebut memiliki kualitas yang baik dan

aman bagi konsumen. Faktor-faktor yang mempengaruhi standar mutu abon

antara lain :

1. Kadar air : Berpengaruh terhadap daya simpan dan keawetan abon.

2. Kadar abu : Menurunkan derajat penerimaan dari konsumen.

3. Kadar protein : Sebagai petunjuk beberapa jumlah daging/ikan yang


digunakan untuk abon.

4. Kadar lemak :Berhubungan dengan bahan baku yang digunakan, ada

tidaknya menggunakan minyak goreng dalam

penggorengan (Ade, 2012).

Abon ikan yang bermutu baik adalah abon ikan yang terbuat dari ikan yang

baik. Ikan yang baik adalah ikan yang masih segar. Ikan segar adalah ikan yang

memiliki sifat sama dengan ikan yang masih hidup baik rupa, bau, aroma, rasa

dan tekstur. Jenis ikan yang dijadikan sebagai bahan dasar dalam pembuatan abon

belum selektif bahkan dari semua jenis ikan air tawar dan air laut dapat diolah.

Akan tetapi akan lebih baik jika dipilih ikan yang memiliki serat kasar dan tidak

mengandung banyak duri. Kadar protein abon dapat digunakan sebagai petunjuk

berapa jumlah daging yang digunakan. Kadar protein abon rendah di bawah 15%

menunjukkan kemungkinan penggunaan daging yang sedikit atau kurang dari

semestinya atau mengganti bahan lain seperti nagka dan keluwih (Departemen

Perindustrian, 1995).

Selama proses penggorengan terjadi proses pemanasan, pengeringan dan

penyerapan minyak, pemekaran, teksturisasi (pelunakan), perubahan warna,

aroma dan rasa kemudian diiukuti pengerasan permukaan (crusting). Disamping

itu terjadi juga proses oksidasi, perubahan warna minyak dan penyerapan minyak

(Budi, dkk., 2009).

Proses pembuatan abon melalui proses penggorengan. Selama proses

penggorengan terjadi perubahan-perubahan fisikokimiawi baik pada bahan pangan


yang digoreng maupun minyak gorengnya. Suhu penggorengan yang lebih tinggi

dari pada suhu normal (168-1960C) maka akan menyebabkan degradasi minyak

goreng yang berlangsung dengan cepat (antara lain penurunan titik asap). Proses

penggorengan pada suhu tinggi dapat mempercepat proses oksidasi. Lemak pada

daging dan pada abon sapi dapat menyebabkan terjadinya oksidasi. Hasil

pemecahan ikatan rangkap dari asam lemak tidak jenuh adalah asam lemak bebas

yang merupakan sumber bau tengik. Adanya antioksidan dalam lemak seperti

vitamin E (tokoferol) dapat mengurangi kecepatan proses oksidasi lemak, tetapi

dengan adanya prooksidan seperti logam-logam berat (tembaga, besi, kobalt dan

mangan) serta logam porfirin seperti pada mioglobin, klorofil, dan enzim

lipoksidasi lemak akan dipercepat (Nazieb, 2009).

Penggorengan merupakan suatu proses pemanasan bahan pangan

menggunakan medium minyak goreng sebagai penghantar panas. Selama proses

penggorengan terjadi perubahan fisik, kimia dan sifat sensori. Ketika makanan

digoreng pada minyak goreng panas pada suhu yang tinggi, banyak reaksi

kompleks yang terjadi di dalam minyak dan pada saat itu minyak akan mengalami

kerusakan. Kerusakan minyak yang berlanjut dan melebihi angka yang ditetapkan

akan menyebabkan menurunnya efisiensi penggorengan dan kualitas produk

akhir. Komposisi bahan pangan yang digoreng akan menentukan jumlah minyak

yang diserap. Bahan pangan dengan kandungan air yang tinggi, akan lebih banyak

menyerap minyak karena semakin banyak ruang kosong yang ditinggalkan oleh

air yang menguap selama penggorengan. Selain itu semakin luas permukaan
bahan pangan yang digoreng maka semakin banyak minyak yang terserap

(Muchtadi, 2008).

Pindah panas yang terjadi selama penggorengan merupakan proses pindah

panas secara konduksi, yang terjadi di bagian dalam bahan pangan dan pindah

panas secara konveksi yang banyak terjadi pada minyak dan dari minyak ke

bahan. Pindah massa dalam proses penggorengan ditandai dengan hilangnya

sejumlah kandungan air bahan yang terjadi karena menguapnya air dari bagian

renyahan (Hallstrom, 1986 di Paramitha, 1999).

Selama proses penggorengan, sebagian minyak masuk ke dalam bahan

pangan dan mengisi ruang kosong yang pada mulanya diisi oleh air. Penyerapan

minyak pada ikan pada saat penggorengan adalah sekitar 10%-20%. Penyerapan

minyak ini berfungsi untukmengempukkan kerak dan untuk membasahi bahan

pangan yang digoreng sehingga menambah rasa lezat dan gurih. Timbulnya warna

pada permukaan bahan disebabkan oleh reaksi browning atau reaksi maillard.

Tingkat intensitas warna ini tergantung dari lama dan suhu penggorengan dan

juga komposisi kimia pada permukaan luar bahan pangan sedangkan jenis minyak

yang digunakan berpengaruh sangat kecil. Pemanasan minyak selama proses

penggorengan dapat menghasilkan persenyawaan yang dapat menguap.

Komposisi persenyawaan yang dapat menguap terdiri dari alkohol, ester, lakton,

aldehida keton dan senyawa aromatik. Jumlah persenyawaan yang dominan

jumlahnya yakni aldehid termasuk di-enal yang mempengaruhi bau khas hasil

gorengan. Selain itu, sebagian besar minyak tumbuhan memiliki kandungan


pigmen karatenoid sehingga menghasilkan warna yang menarik (kuning

keemasan) (Ketaren, 1986).

Tujuan proses pengukusan tergantung pada perlakuan lanjutan terhadap

bahan pangan. Pengukusan sebelum pembekuan, pengeringan terutama untuk

menginaktifkan enzim yang akan menyebabkan terjadinya perubahan warna, cita

rasa atau nilai gizi yang tidak dikehendaki selama penyimpanan. Pada saat proses

pemasakan atau pengukusan sedang berlangsung, kebanyakan daging ikan dapat

mengalami pengurangan kadar air. Bersamaan dengan keluarnya air tersebut ikut

pula terbawa komponen zat gizi lain seperti vitamin C, riboflavin, thiamin,

karoten, niasin, vitamin B6, Co, Mg, Mn, Ca, P, asam amino dan protein. Faktor

yang mempengaruhi kecepatan pengurangan kadar air selama pengukusan adalah

luas, permukaan, konsentrasi zat terlarut dalam air panas dan pengadukan air

(Harris, 1989).

Proses pemanfaatan panas merupakan salah satu tahap penting dalam

pengolahan ikan. Pemanasan yang diupayakan pada proses pengukusan ikan

adalah untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang diinginkan, seperti

mempertahankan mutu ikan, perbaikan terhadap cita rasa dan tekstur, nilai gizi

dan daya cerna (Harikedua, 1992).

Secara umum tujuan pengukusan adalah untuk membuat tekstur bahan

menjadi empuk. Kondisi bahan yang empuk mudah dicabik-cabik menjadi serat-

serat yang halus. Ikan memiliki daging yang cukup lunak sehingga lebih tepat

dikukus dari pada direbus. Perebusan dilakukan apabila bahan yang digunakan
cukup keras (liat) seperti daging sapi, jantung pisang dan keluwih. Lama

pengukusan dan tinggi suhu tidak boleh berlebihan tetapi cukup sampai mencapai

titik didih saja. Suhu yang terlalu tinggi akan menyebabkan penurunan mutu rupa

dan tekstur bahan (Lisdiana Facrudddin, 1997).

Perlakuan dengan cara pemanasan dapat menyebabkan protein ikan

terdenaturasi demikian pula dengan enzim-enzim yang terdapat dalam tubuh

ikan. Protein merupakan senyawa organik yang besar yang mengandung atom

karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen. Beberapa 21 diantaranya mengandung

sulfur, posfor, besi atau mineral lain. Pada suhu 1000C protein akan terkoagulasi

dan air dalam daging akan keluar. Semakin tinggi suhu, protein akan terhidrolisa

dan akan terdenaturasi, terjadi peningkatan kandungan senyawa bernitrogen,

amonia dan hidrogen sulfida dalam daging. Proses pemanfatan panas seperti

pemasakan dapat mengakibatkan perubahan pada penampakan secara umum cita

rasa, bau dan tekstur ikan. Faktor yang mempengaruhi kecepatan pengurangan

kadar air selama pengukusan adalah luas permukaan, konsentrasi zat terlarut

dalam air panas dan pengadukan (Harris, 1989).

Syarat mutu abon menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) sebagai

berikut: kadar protein minimum 20 %, kadar lemak maksimum 30 %, kadar gula

maksimum 30 %, kadar air maksimum 10 %, kadar abu maksimum 9 %, aroma,

rasa dan warna khas, logam berbahaya (Cu, Pb, Hg, Zn, As) negatif, jumlah

bakteri maksimum 3000/gram, E. coli negatif, dan jamur negatif (Anonimus,

1995).
Abon Meja 1 kelompok E sesuai dengan SNI karena rasa, aroma dan warna

sesuai dengan SNI.

CCP pada proses pembuatan abon adalah pada saat pengukusan dan

penggorengan. Pada saat pengukusan daging harus benar-benar matang karena

jika tidak matang yang dihasilkan tidak baik, dan pada proses penggorengan

waktu harus diperhatikan dan suhu juga jangan terlalu tinggi karna akan

menyebabkan abon menjadi gosong/ warna coklat yang tidak menarik.


IV KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Kesimpulan dan (2) Saran

4.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan pembuatan abon disimpulkan bahwa dengan

basis seberat 200 gram dan hasil produk yang di dapat seberat 124,5 gram dan %

produk 62,25%. Sedangkan sifat organoleptik warna coklat, rasa manis khas

daging, aroma khas abon, tekstur berserat dan kenampakan menarik.

4.2. Saran
Berdasarkan percobaan pembuatan abon sebaiknya melakukan

penimbangan bahan baku harus sesuai dengan takarannya dan pada saat proses

pemasakan api yang digunakan harus kecil agar abon tidak gosong.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2014. Abon daging. http://bertani.wordpress.com/peternakan/abon-


daging/ Diakses: 25 Mei 2014.

Anonim. 2013. Proses Pembuatan Abon Ikan.


http://terapanteknologitepatguna.blogspot.com. Diakses: 25 Mei 2014.

Buckle,K.A. 1987. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia Press.Jakarta

Dodik, Suprapto. 2012. Cara Pembuatan Abon. http://a289431visidanmisi.


blogspot.com. Diakses: 25 Mei 2014.

Ketaren S, 1986. Minyak dan Lemak Pangan, Penerbit


Universitas Indonesia, Jakarta.

Suhirman. 2012. Proses Pemgolahan Abon Ikan Tuna.


http://suhirmantphpi.wordpress.com Diakses: 25 Mei 2014.

Winarno F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta

Warintek. 2014. Tentang Pengolahan Pangan Abon Ikan.


http://www.iptek.net.id/ . Diakses: 25 Mei 2014.
LAMPIRAN PERHITUNGAN

Perhitungan Formulasi Abon

Basis awal = 200 gram

46,5
Bahan utama : Daging ikan tuna = 100 x 200 = 93 gram

Bahan tambahan :

4,2
a. Bawang merah = 100 x 200 = 8,4 gram
14
b. Santan = 100 x 200 = 28 gram
1,4
c. Bawang putih = 100 x 200 = 2,8 gram
1,4
d. Lengkuas = 100 x 200 = 2,8 gram
0,47
e. Kunyit = 100 x 200 = 0,94 gram
0,47
f. Jahe = 100 x 200 = 0,94 gram
1,4
g. Ketumbar = 100 x 200 = 2,8 gram
0,09
h. Merica = 100 x 200 = 0,18 gram
21
i. Gula = 100 x 200 = 42 gram
1,4
j. Sereh = 100 x 200 = 2,8 gram
2,8
k. Garam = 100 x 200 = 5,6 gram
0,23
l. Daun jeruk = 100 x 200 = 0,46 gram

% Produk = x 100 %

124,5
= x 100 %
200

= 62,25 %

Anda mungkin juga menyukai