Dalam peraturan tersebut diberikan juga pengertian bahwa Usaha perkebunan adalah usaha yang
menghasilkan barang dan/atau jasa perkebunan. Usaha budi daya tanaman perkebunan
merupakan serangkaian kegiatan pratanam, penanaman, pemeliharaan tanaman, pemanenan, dan
sortasi. Selanjutnya Usaha industri pengolahan hasil perkebunan merupakan kegiatan pengolahan
yang bahan baku utamanya hasil perkebunan untuk memperoleh nilai tambah.
Dalam peraturan terbaru ini, Setiap pelaku usaha budi daya tanaman perkebunan dengan luasan
tanah tertentu dan/atau usaha industri pengolahan hasil perkebunan dengan kapasitas pabrik
tertentu wajib memiliki izin usaha perkebunan. Izin usaha dalam bidang perkebunan terdiri dari:
1. Izin Usaha Perkebunan untuk Budidaya (IUP-B) adalah izin tertulis dari pejabat yang
berwenang dan wajib dimiliki oleh perusahaan perkebunan yang melakukan usaha
budidaya perkebunan;
2. Izin Usaha Perkebunan untuk Pengolahan (IUP-P) adalah izin tertulis dari pejabat yang
berwenang dan wajib dimiliki oleh perusahaan perkebunan yang melakukan usaha industri
pengolahan hasil perkebunan
3. Izin Usaha Perkebunan (IUP) adalah izin tertulis dari pejabat yag berwenang dan wajib
dimiliki oleh perusahaan perkebunan yang melakukan usaha budidaya perkebunan dan
terintegrasi dengan usaha industri pengolahan hasil perkebunan.
Izin Usaha Perkebunan Untuk Budidaya (IUP-B)
Batasan luasan tanah tertentu yang diwajbikan untuk mendapatkan IUP-B adalah yang dengan
luas lebih dari 25 hektar, sedangkan untuk yang luasnya kurang dari luas tersebut akan dilakukan
pendaftaran oleh bupati/walikota.
Untuk usaha budidaya tanaman kelapa sawit dengan luas 1.000 hektar atau lebih, teh dengan luas
240 hektar atau lebih dan tebut dengan luas 2.000 hektar atau lebih wajib terintegrasi dalam
hubungan dengan usaha industri pengolahan hasil perkebunan, sehingga diwajibkan memiliki
IUP. Batas paling luas pemberian IUP-B untuk 1 (satu) perusahaan atau kelompok perusahaan
perkebunan adalah:
Kelapa 40.000
Karet 20.000
Kopi 10.000
Kakao 10.000
Lada 1.000
Cengkeh 1.000
Kapas 20.000
2. NPWP
Pernyataan kesanggupan:
1). memiliki sumber daya manusia,
sarana, prasarana dan sistem untuk
melakukan pengendalian organisme
pengganggu tanaman (OPT); 2).
memiliki sumber daya manusia,
sarana, prasarana dan sistem untuk
melakukan pembukaan lahan tanpa
bakar serta pengendalian kebakaran;
9. 3). memfasilitasi pembangunan kebun
masyarakat sekitar sesuai Pasal 15
yang dilengkapi dengan rencana kerja
dan rencana pembiayaan; dan 4).
melaksanakan kemitraan dengan
Pekebun, karyawan dan masyarakat
sekitar perkebunan;
Kapasitas paling rendah industri pengolahan yang diwajibkan untuk mendapatkan IUP-P adalah
Teh
10 ton pucuksegar per
The hitam
hari
Dengan demikian untuk industri pengolahan yang kurang dari kapasitas tersebut hanya perlu
dilakukan pendaftaran oleh bupati/walikota.
Industri pengolahan untuk mendapatkan IUP-P harus memenuhi penyediaan bahan baku paling
rendah 20% berasal dari kebun sendiri dan kekurangannya wajib dipenuhi dari kebun
masyarakat/perusahaan perkebunan lain melalui kemitraan pengolahan berkelanjutan.
2. NPWP
Bagi Perusahaan Perkebunan yang memiliki IUP-B atau IUP dan akan melakukan perubahan
luas lahan melalui perluasan atau pengurangan, harus mendapat persetujuan dari gubernur atau
bupati/walikota sesuai kewenangan, dengan dua cara yaitu:
1. Mengajukan permohonan secara tertulis dilengkapi persyaratan yang sama seperti saat
mengajukan izin yang disebutkan diatas;
2. Hasil Penilaian Usaha Perkebunan berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian tentang
Penilaian Usaha Perkebunan, laporan kemajuan fisik dan keuangan Perusahaan
Perkebunan
Dalam peraturan ini juga diatur mengenai kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh
pemegang Izin Usaha Perkebunan, yaitu:
1. memiliki sumber daya manusia, sarana, prasarana dan sistem pembukaan lahan tanpa
bakar serta pengendalian kebakaran;
2. menerapkan teknologi pembukaan lahan tanpa bakar dan mengelola sumber daya alam
secara lestari;
3. memiliki sumber daya manusia, sarana, prasarana dan sistem pengendalian organisme
pengganggu tanaman;
4. menerapkan AMDAL, atau UPL dan UKL sesuai peraturan perundang-undangan;
5. menyampaikan peta digital lokasi IUP-B atau IUP skala 1:100.00 atau 1;50.000 (cetak dan
elektronik) disertai dengan koordinat yang lengkap sesuai dengan peraturan perundang-
undangan kepada Direktorat Jenderal yang membidangi perkebunan dan Badan Informasi
Geospasial;
6. memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat bersamaan dengan pembangunan kebun
perusahaan dan pembangunan kebun masyarakat diselesaikan paling lama dalam waktu 3
tahun;
7. melakukan kemitraan dengan Pekebun, karyawan, dan masyarakat sekitar;
8. melaporkan perkembangan Usaha Perkebunan kepada pemberi izin secara berkala seiap 6
bulan sekali dengan tembusan kepada:
Menteri Pertanian melalui Direktur Jenderal dan gubernur apabila izin diterbitkan oleh
bupati/walikota;
Menteri Pertanian melalui Direktur Jenderal dan bupati/walikota apabila izin diterbitkan
oleh gubernur.
Terdapar beberapa larangan yang diatur dalam peraturan terbaru ini, adapun larangan-larangan
tersebut meliuputi antara lain Larangan untuk:
Dasar Hukum