Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN


TEKNOLOGI PENGOLAHAN IKAN

ABON IKAN TUNA


(Thunnus albacores)

Oleh

Nama : Nitra Yustia Pamungkas


NRP : 143020103
Kelompok :D
Meja : 2 (dua)
Tanggal Praktikum : 22 April 2017
Tggl pengumpulan : 25 April 2017
Asisten : Helmi Ramdani

LABORATORIUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN


PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2017
TUJUAN PERCOBAAN

Tujuan percobaan teknologi pengolahan abon ikan adalah untuk diversifikasi

produk olahan ikan, salah satu pengawetan ikan, meningkatkan nilai ekonomi dan

untuk mengetahui proses pembuatan abon ikan.

PRINSIP PERCOBAAN

Prinsip percobaan teknologi pengolahan abon ikan adalah berdasarkan pemisahan

daging dan kulit juga lemaknya untuk menghasilkan abon yang kering dan proses

penggorengan bahan yang telah ditambah bumbu yang kemudian dihilangkan

minyaknya untuk memperpanjang umur simpan.

RUMUS

𝑊 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑡
% product = 𝑥100
𝑊 𝑏𝑎𝑠𝑖𝑠
DIAGRAM ALIR

Ikan

Dressing Sisik, sirip,


ekor, kepala,
jeroan
Penimbangan
Ketumbar, kemiri,
gula, bawang
merah, bawang
putih, garam Pengukusan T =
100oC, t = 10’
Penghancur
an Penimbangan
Pemasakan T =
150oC, t = 5’ Tempering T = 30oC

Bumb Penghancuran
u

Santan Pencampur
Ikan Hancur
an

Pemasakan T =
Pencampuran
110oC, t = 7’

Pemasakan T =
120oC, t = 30’

Penggorengan
Minyak
T=140oC, t=10’

Abon Ikan
Gambar 1.1 Diagram Alir Pembuatan Abon Ikan Tuna
FOTO PROSES PERCOBAAN

Penimbangan Perebusan daging Penghalusan Pemisahan serat


bumbu daging (penyuiran)

Pencampuran Penambahan Penambahan daun Penumisan


santan jeruh & sereh bumbu

Penambahan Penggorengan Penirisan Penirisan


sukrosa 2

Abon Ikan Tuna Penimbangan Spiner

Gambar 1.2 Foto Proses Pembuatan Abon Ikan Tuna


HASIL PENGAMATAN

Tabel 1.1 Hasil Pengamatan Abon Ikan Tuna

No Analisa Hasil Pengamatan


1. Nama Produk Abon Ikan
2. Basis 200 gram
3. Bahan Utama Ikan Tuna
- Bawang Merah
- Bawang Putih
- Lengkuas
- Kunyit
- Jahe
- Ketumbar
4. Bahan Tambahan
- Merica
- Gula
- Sereh
- Garam
- Daun Jeruk
- Santan
5. Berat Produk 66,03 gram
6. % Product 33,015 %
Organoleptik
a. Warna Coklat
b. Rasa Gurih
7.
c. Aroma Khas Ikan Tuna
d. Kenampakan Menarik
e. Tekstur Kasar

8. Gambar Produk

(Sumber : Kelompok D, Meja 2, 2017)


PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pengamatan pada proses pembuatan abon didapatkan secara

organoleptik bahwa produk abon warna coklat, aroma khas ikan tuna, rasa gurih,

teksturnya kasar, dan kenampakannya menarik. Dengan % produk 33,015 %.

Dalam pembuatan abon ikan ini terdapat beberapa proses yang sangat penting

diantaranya dressing, pengukusan, tempering, penghancuran, pencampuran,

pemasakan, penggorengan, dan pengepressan.

Dressing ini dilakukan untuk membuang bagian-bagian bahan yang tidak dapat

digunakan dalm pembuatan abon. Ikan disiangi dengan membuang bagian kepala,

sirip, insang, sisik, dan isi perutnya. Daging dibuang hanya bagian lemaknya yang

menggumpal dan bagian urat kerasnya. Sedangkan pada nabati, contohnya buah

keluwih disiangi dengan mengupas kulitnya, membuang bagian hati, dan membuang

bijinya. Jantung pisang dibuang bagian kulit yang terluar.

Bahan yang telah dicuci, kemudian dikukus untuk mematangkan bahan. Secara

umum, tujuan pengukusan adalah membuat tekstur bahan menjadi empuk. Kondisi

tekstur bahan yang empuk mudah dicabik menjadi serat yang halus. Ikan memiliki

tekstur daging yang lunak sehingga proses pengukusan lebih cepat.

Lama pengukusan atau perebusan tidak boleh berlebihan, akan tetapi cukup

sampai mencapai titik didihnya saja. Suhu yang terlalu tinggi akan menyebabkan

penurunan mutu rupa dan tekstur bahan. Ikan yang berbeda ukurannya sebaiknya

dikukus secara terpisah untuk mempermudah pengontrolan waktu pemasakannya.

Setelah proses pengukusan bahan ditiriskan untuk menurunkan air yang masih

tersisa pada bahan. Agar bahan cepat dingin, sebaiknya bahan diletakan pada wadah
yang cukup lebar sehingga tidak saling tumpang tindih dan pendinginan cukup

merata.

Penghancuran dilakukan agar bahan terpisah menjadi serat yang halus. Tekstur

berupa serat yang halus merupakan cirri khas dari produk abon. Untuk skala industri,

pencabikan dapat dilakukan dengan mesin. Akan tetapi untuk skala rumah tangga,

pencabikn dilakukan dengan cara manual (dengan tangan).

Setelah tekstur bahan menjadi serat halus, bahan dimasak dengan bumbu yang

sebelumnya telah dihaluskan, kemudian ditumis. Agar abon memiliki rasa yang gurih,

saat pemberian bumbu ditambahkan pula santan kental. Bahan dipanaskan sambil

diaduk hingga santan kering dan bumbunya meresap. Pemasakan untuk pemberian

bumbu dan santan, biasanya dilakukan dengan wajan penggorengan.

Setelah diberi bumbu dan santan, bahan digoreng dengan minyak panas.

Penggorengan merupakan salah satu metode pengeringan untuk menghilangkan

sebagian air dengan menggunakan energi panas dari minyak. Dengan menguapnya air,

terjadi penetrasi minyak ke dalam bahan yang digoreng. Api yang digunakan tidak

boleh terlalu besar agar bahan tidak gosong. Selama digoreng, bahan diaduk agar

matang secara merata. Penggorengan dilakukan sampai bahan berubah warna menjadi

coklat kekuning-kuningan.

Minyak untuk menggoreng biasanya ada sisanya, maka dari itu perlu dilakukan

penyaringan minyak atau penghilangan minyak dengan meenggunakan spiner.

Adapun selain proses yaitu bahan. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan

abon ikan ini antara lain daging ikan tuna fillet, bawang merah, bawang putih,
lengkuas, kunyit, jahe, ketumbar, merica, gula pasir, sereh, daun jeruk, garam, dan

salam.

Bahan baku yang digunakan berasal dari daging hewan atau daging ikan.

Pembuatan abon dari bahan baku daging hewan dapat dikombinasikan dengan bahan

nabati seperti keluwih dan jantung pisang. Abon yang terbuat dari bahan campuran

tentu saja kualitas dan harganya lebih murah dari pada abon yang bahan bakunya

daging murni.

Bahan baku untuk abon dipilih yang mutunya baik agar produksi yang dihasilkan

bermutu baik. Kondisi bahan harus dipilih yang masih segar. Misalnya, ikan yang

masih segar matanya belum memerah, kulitnya mengkilat, insangnya berwarna merah

segar, dan bila ditekan dagingnya tidak lunak.

Daging segar berwarna merah segar (tidak pucat), aromanya khas (tidak bau

busuk), dan bila ditekan terasa masih kenyal (tidak lunak). Daging yang baik untuk

dibuat abon, selain memiliki kondisi yang segar juga harus dipilih yang tidak

mengandung banyak lemak dan jaringan liat.

Santan merupakan emulsi lemak dalam air berwarna putih yang diperoleh dari

buah kelapa segar. Kepekatan santan yang diperoleh tergantung pada ketuaan kelapa

dan jumlah air yang dicampurkan atau ditambahkan. Penambahan santan dapat

menambah cita rasa dan nilai gizi produk yang dihasilkan. Santan memberi karena

gurih, karena kandungan lemaknya cukup tinggi.

Rempah atau sering disebut juga dengan panggilan bumbu, sering sekali

ditambahkan pada pembuatan abon, karena bumbu ini berguna untuk memberi aroma

dan rasa yang dapat membangkitkan selera makan. Bumbu ini dapat berupa seperti
umbi, akar, batang, daun, dan buah. Jenis rempah-rempah yang sering digunakan

pada pembuatan abon adalah bawang merah, bawang putih, cabai, kemiri, ketumbar,

laos, sereh, dan daun salam. Manfaat lain dari penggunaan bumbu ini adalah sebagai

pengawet karena beberapa jenis rempah tersebut dapat membunuh bakteri.

Bawang merah (Allium ceva var. ascalonicum) berfungsi sebagai aroma pada

makanan. Senyawa yang menimbulkan aroma pada bawang merah adalah senyawa

sulfur yang akan menimbulkan bau jika sel bawang merah mengalami kerusakan

(Purnomo, 1997). Bawang merah menurut SNI 01-3159-1992 merupakan umbi lapis

yang terdiri dari siung-siung bernas, utuh, segar dan bersih. Bawang merah berfungsi

sebagai obat tradisional, karenan mengandung efek antiseptik dari senyawa alliin atau

alisin yang akan diubah menjadi asam piruvat, ammonia dan allisin anti mikroba

yang bersifat bakterisidia.

Penambahan gula dalam pembuatan abon ini bertujuan untuk menambah cita rasa

dan memperbaiki tekstur produk. Pada proses pembuatan abon, gula mengalami

reaksi millard sehingga menimbulkan warna kecoklatan yang dapat menambah daya

tarik produk abon. Gula tersebut dapat memberikan rasa manis yang dapat menambah

rasa lezat produkm abon yang dihasilkan.

Fungsi garam dalam produk olahan daging adalah sebagai cita rasa, penghambat

pertumbuhan mikroorganisme, menigkatkan daya mengikat air selama proses

pemasakan, dan dapat mengurangi denaturasi mioglobin pada penambahan 2 g/100 g

daging. Garam berfungsi untuk meningkatkan daya simpan, karena dapat

menghambat pertumbuhan organism pembusuk. Penambahan garam pada produk

kering sebaiknya tidak kurang dari 2%, karena konsentrasi garam yang kurang dari
1,8% akan menyebabkan rendahnya protein yang terlarut (Usmiati dan Priyanti,

2008). Poulanne et al.. (2001) menyatakan bahwa, pemberian garam dapat menjaga

keamanan pangan secara mikrobiologi, selain itu garam merupakan bahan penting

dalam pengolahan daging, memiliki kontribusi dalam daya ikat air, warna, ikatan

lemak dan rasa.

Penambahan garam dapat meningkatkan ion-ion tembaga, mangan dan besi. Ion-

ion tersebut berfungsi sebagai katalis dalam reaksi ketengikan. Senyawa-senyawa

ketengikan yang terbentuk akan bereaksi dengan asam amino. Reaksi antara

ketengikan dan asam amino disebabkan karena adanya ion-ion logam dalam Kristal

garam yang dapat membentuk pirazin yang membentuk reaksi lanjutan antara asam

amino tertentu dengan ketengikan.

Ketumbar (Coriandrum sativum linn) banyak digunakan untuk bumbu masak,

dalam penggunaan ketumbar dilakukan penggerusan terlebih dahulu. Ketumbar dapat

menimbulkan bau sedap dan rasa gurih, komponen lain dari ketumbar adalah 26%

lemak, 17% protein, 10% pati, dan 20% gula (Purnomo, 1997).

Lengkuas mengandung minyak atsiri , senyawa flavonoid, fenol dan trepenoid.

Rimpang lengkuas mengandung zat-zat yang dapat menghambat enzim santin

oksidase sehingga bersifat antitumor. Minyak atsiri ringpang lengkuas yang

mengandung senyawa flavonoid, berfungsi sebagai antioksidan pada proses

pembuatan makanan kering. Minyak atsiri pada rimpang lengkuas dengan

konsentrasi 100 ppm dan 1000 ppm aktif menghambat pertumbuhan bakteri E. coli

dengan diameter hambatan sebesar 7 mm dan 9 mm, sedangkan terhadap bakteri S.


aureus hanya mampu menghambat pertumbuhan bakteri pada konsentrasi 1000

sebesar 7 mm.

Minyak goreng dalam pembuatan abon ini berfungsi sebagai penghantar panas,

penambah rasa gurih, dan penambah nilai gizi, khususnya kalori dari bahan pangan.

Minyak goring yang digunakan dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi

nilai simpan abon.

Minyak yang digunakan dalam pembuatan abon harus berkualitas baik, belum

berbau tengik, dan memiliki titik asap yang tinggi. Titik asap adalah suhu pemanasan

minyak sampai terbentuk akrolein yang dapat menimbulkan rasa gatal pada

tenggorokan. Minyak yang baru, memiliki nilai asap tinggi, sedangkan minyak yang

pernah digunakan (minyak bekas) titik asapnya akan turun.

Penggunaan minyak yang sudah berkali-kali akan mempengaruhi aroma abon dan

kurang baik dari segi kesehatan. Menurut hasil penelitian, minyak yang dipakai

berkali-kali dapat bersifat karsinogenik yang dapat memicu timbulnya kanker.

Bila dibandingkan dengan abon yang beredar dipasaran dapat dilihat dari

kenampakannya. Perbedaannya dapat langsung dilihat. Abon yang telah dibuat di

laboratorium memiliki serat yang lebih pendek dan cenderung membentuk bulatan-

bulatan. Sedangkan yang dipasaran memiliki serat yang lebih jelas lagi, perbedaan ini

dapat terjadi karena akibat proses penghancuran atau penyuwirannya yang kurang

optimal.

Abon ikan adalah jenis makanan awetan yang terbuat dari ikan laut yang diberi

bumbu, diolah dengan cara perebusan dan penggorengan. Produk yang dihasilkan
mempunyai bentuk lembut, rasa enak, bau khas, dan mempunyai daya awet yang

relatif lama. (Arnis, 2014)

Dalam SNI 01-3707-1995 disebutkan abon adalah suatu jenis makanan kering

berbentuk khas, dibuat dari daging, direbus disayat-sayat, dibumbui, digoreng dan

ditiriskan atau dipres.

Abon sebagai salah satu produk industri pangan yang memiliki standar mutu yang

telah ditetapkan oleh Departemen Perindustrian. Penetapan standar mutu merupakan

acuan bahwa suatu produk tersebut memiliki kualitas yang baik dan aman bagi

konsumen. Para produsen abon disarankan membuat produk abon dengan memenuhi

Standar Industri Indonesia (SII).

Tabel 1.2 Standar Industri Indonesia untuk Abon No 0368-80,0368-85


Komponen Nilai
Lemak (Maksimum 30%
Gula (Maksimum) 30%
Protein 20%
Air (Maksimum) 10%
Abu (Maksimum) 9%
Aroma, Warna Dan Rasa Khas
Logam Berbahaya (Cu, Pb, Mg, Zn Dan
Negatif
As)
Jumlah Bakteri (Maksimum) 3000/g
Bakteri Bentuk Koli Negatif
Jamur Negatif
Sumber :Standar Industri Indonesia
Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Standar Mutu Abon

 Kadar air – berpengaruh terhadap daya simpan dan keawetan abon.

 Kadar abu – menurunkan derajat penerimaan dari konsumen.

 Kadar protein – sebagai petunjuk beberapa jumlah daging/ikan yang

digunakan untuk abon.


 Kadar lemak – berhubungan dengan bahan baku yang digunakan, ada

tidaknya menggunakan minyak goreng dalam penggorengan.

(Arnis, 2014)

Semakin tinggi harga abon, kualitas abon semakin baik, dimana bahan tambahan

yang digunakan sebagai pencampur semakin sedikit atau tidak ada sama sekali.

(Arnis, 2014)

Ciri - Ciri Abon Ikan berkualitas baik diantaranya :

 Perhatikan tekstur serat-serat pada Abon Ikan apabila anda dengan mudah

melihat serat pada abon ikan pada kemasan. Tekstur abon ikan adalah lembut

beda dengan abon sapi apabila anda melihat abon ikan yang tekturnya kasar

biasanya menggunakan bahan campuran seperti bawang goreng dll sebagian

besar bahan campuran lain di dalamnya yang menyebabkan abon tidak

mempunyai cita rasa khas daging ikan.

 Perhatikan warna abon ikannya. Dengan hanya melihat sekilas saja, akan

dapat diketahui apakah abon ikan tersebut diproses dengan cara yang benar

atau tidak. Warna dari Abon ikan berkualitas baik adalah coklat keemasan

mengkilat dan tidak kusam.

 Cermati apakah ada banyak terlihat cairan atau minyak di dinding atau di

dasar kemasan. Jika ya, maka artinya proses pengeringannya tidak

menyeluruh. Hal ini dapat mengakibatkan abon lekas basi atau tengik dan

selain itu akan mengakibatkan timbangan abon menjadi lebih berat dengan

adanya kelembaban tersebut.


 Jangan pernah membeli abon ikan yang berbentuk curah seperti di pasaran

biasanya tidak ada kode produksi, tanggal experied dan Produsen abon

ikannya.

 Belilah abon ikan yang telah terdaftar di Dinas Kesehatan. Biasanya No

Regristrasinya tercantum pada kemasannya.

(Arnis, 2014)

Proses pembuatan abon melalui proses penggorengan. Selama proses

penggorengan terjadi perubahan-perubahan fisikokimiawi baik pada bahan pangan

yang digoreng maupun minyak gorengnya. Suhu penggorengan yang lebih tinggi dari

pada suhu normal (168-1960C) maka akan menyebabkan degradasi minyak goreng

yang berlangsung dengan cepat (antara lain penurunan titik asap). Proses

penggorengan pada suhu tinggi dapat mempercepat proses oksidasi. Lemak pada

daging dan pada abon sapi dapat menyebabkan terjadinya oksidasi. Hasil pemecahan

ikatan rangkap dari asam lemak tidak jenuh adalah asam lemak bebas yang

merupakan sumber bau tengik. Adanya antioksidan dalam lemak seperti vitamin E

(tokoferol) dapat mengurangi kecepatan proses oksidasi lemak, tetapi dengan adanya

prooksidan seperti logam-logam berat (tembaga, besi, kobalt dan mangan) serta

logam porfirin seperti pada mioglobin, klorofil, dan enzim lipoksidasi lemak akan

dipercepat (Nazieb, 2009).

Proses pemasakan atau pengolahan pangan dapat menyebabkan warna bahan

pangan atau produk dapat menjadi lebih cerah karena hilangnya pigmen akibat

pelepasan cairan sel (Elviera, 1988). Adapun faktor yang menyebabkan warna coklat
pada abon yaitu gula merah yang merupakan bahan pembuat abon yang menjadikan

warna abon coklat karena terjadinya reaksi maillard yang menurut Muchtadi et al.,

(1992) menyatakan bahwa reaksi maillard adalah reaksi pencoklatan non enzimatis

yang merupakan reaksi antara protein dengan gula-gula pereduksi.

Berdasarkan SNI 01-3707-1995 mengenai syarat mutu abon, abon yang dihasilkan

di labolatorium telah memenuhi syarat karena bila dilihat dai organoleptik abon

memiliki warna, rasa, aroma, dan kenampakan yang normal.

CCP dalam proses pembuatan abon ini terdapat ketika proses pemasakan. Gesekan

antara spatula logam dengan wajan dapat menyebabkan adanya logan yan iut terkikis,

sehingga abon mengandung logam berat dan abon tidak dapat dikonsumsi karena

mengandung logam berat. Untuk menghindarinya maka sebaiknya menggunakan

spatula kayu.
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan pada proses pembuatan abon didapatkan secara

organoleptik bahwa produk abon warna coklat, aroma khas ikan tuna, rasa gurih,

teksturnya kasar, dan kenampakannya menarik. Dengan % produk 33,015 %.

SARAN

Saran untuk praktikum pembuatan abon ikan adalah bahwa pada saat praktikum

seharusnya praktikan dapat membagi-bagi tugas dengan praktikan lain sehingga dapat

berjalan dengan cepat.


DAFTAR PUSTAKA

Arnis. 2014. Kualitas Abon. www.abonarnis.blogspot.co.id. Diakses : 24 April 2017

Intan. 2010. Laporan Pembuatan Abon Sapi. www.intannursiam.wordpress.com.

Diakses : 24 April 2017

Nazieb, A. 2009. Food Science and Technology. Universitas Negeri Surakartra,

Surakarta.

Poulane, E. J., M.H. Rusunen and J. I. Vainionpaa.2001. Combined effects of NaCl

and raw meat pH on water-holding in cooked sausage with and without

added phosphate. Jurnal of Meat Science 58: 1-7.

Purnomo. 1997. Studi tentang stabilitas protein daging kering dan dendeng selam

penyimpanan. Laporan Penelitian. Fakultas peternakan. Universitas

Brawijaya, Malang.

Usmiati , S, dan A. priyanti. 2008. Sifat fisikokimia dan palatabilitas bakso daging

kerbau. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor.


LAMPIRAN
Tabel SNI No 01-3707-1995 tentang Syarat Mutu Abon

- Perhitungan % Produk
𝑊 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘
% product = 𝑥100%
𝑊 𝑏𝑎𝑠𝑖𝑠

66,03
= 𝑥100% = 33,015 %
200

- Perhitungan Basis
58,2
Ikan tuna 58,2 % = 100 𝑥200 = 116,24 𝑔𝑟𝑎𝑚
4,2
B. merah 4,2 % = 100 𝑥200 = 8,4 𝑔𝑟𝑎𝑚

1,4
B. putih 1,4 % = 100 𝑥200 = 2,8 𝑔𝑟𝑎𝑚

1,4
Lengkuas 1,4% = 100 𝑥200 = 2,8 𝑔𝑟𝑎𝑚

0,47
Jahe 0,47% = 100 𝑥200 = 0,94 𝑔𝑟𝑎𝑚

0,47
Kunyit 0,47 % = 𝑥200 = 0,94 𝑔𝑟𝑎𝑚
100

7,02
Santan 7,02% = 100 𝑥200 = 14,04 𝑔𝑟𝑎𝑚

1,4
Ketumbar 1,4% = 100 𝑥200 = 2,8 𝑔𝑟𝑎𝑚

0,09
Merica 0,09% = 100 𝑥200 = 0,18 𝑔𝑟𝑎𝑚

21
Sukrosa 21% = 100 𝑥200 = 42𝑔𝑟𝑎𝑚

1,4
Sereh 1,4% = 100 𝑥200 = 2,8 𝑔𝑟𝑎𝑚

2
Garam 2,8% = 100 𝑥200 = 4 𝑔𝑟𝑎𝑚

0,23
Daun jeruk 0,23% = 100 𝑥200 = 0,46 𝑔𝑟𝑎𝑚

Soal Kuis

1. Sebutkan metode dalam curing

2. Apa yang dimaksud filler dan binder

3. Sebutkan dan jelaskan 5 tahap pembuatan nugget

4. Tujuan dari penambahan filler dan binder


5. Diketahui: Wsebelum Breading yaitu 182 gram, Wsetelah Breading yaitu

262,5 gram, W basis yaitu 150 gram. Ditanyakan % produk.

Jawaban.

1. Secara garis besar, curing dapat dilakukan dengan cara kering dan basah. Cara

kering adalah dengan mengolesi/menaburkan campuran bahan curing secara

merata ke seluruh bagian daging. Curing kering ini bahan-bahannya adalah

26% NaCl, 5% KNO3, 0,1% NaNO2 dan 0,5% sukrosa. Curing secara basah

adalah dengan merendam daging ke dalam larutan yang mengandung bahan-

bahan curing. Caranya adalah merendamkan daging ke dalam larutan garam

dengan perbandingan 1:1. Larutan garam yang dibuat adalah 26% NaCl, 2 –

4% KNO3, 0,1% NaNO2. Perendaman dilakukan selama 10 – 20 hari. Selain

direndam, cara basah ini bisa dilakukan dengan injeksi larutan curing.

2. Bahan pengikat (binder) adalah material bukan daging yang dapat

meningkatkan daya ikat air, daging dan emulsifikasi lemak. Filler merupakan

bahan pengisi yang dapat meningkatkan total padatan dan memper baiki testur.

3. Penghancuran, dimana daging dihancurkan sehingga seratnya

terpisah.penambahan bumbu, dimana bumbu-bumbu dicampurkan agar

nugget mempunyai cita rasa yang baik. Pengukusan, dimana adonan nuggrt di

kukus sehingga bumbu-bumbu dapat terserap dengan baik dan mematangkan

adonan juga membunuh mikroorganisme. Breading yaitu proses pelapisan

dengan sejenis tepung roti atau tepung panir. Pembekuan, dimana proses ini

bertujuan untuk mengkoagulasi protein sehingga meningkatkan butiran lemak.

Dan membentuk nugget.


4. Tujuan penambahan filler dan binder pada produk sosis adalah untuk: (1)

meningkatkan stabilitas emulsi, (2) meningkatkan daya ikat produk daging,

(3) meningkatkan flavor, (4) mengurangi pengerutan selama pemasakan, (5)

meningkatkan karakteristik irisan produk, dan (6) mengurangi biaya formulasi

(Anjarsari, 2010).

5. Wbreading = Wsetelah breading – W sebelum breading

= 262,5 – 182

= 80,5 gram

𝑊 𝑏𝑟𝑒𝑎𝑑𝑖𝑛𝑔
% product = 𝑊𝑏𝑎𝑠𝑖𝑠+𝑊 𝑏𝑟𝑒𝑎𝑑𝑖𝑛𝑔 𝑥100%

80,5
= 150+80,5 𝑥100% = 34,92 %

Soal Diskusi

1. Konsep pengawetan apa yang ada dalam produk tersebut?

Jawab : konsep pengawetan pada produk ini adalah dengan adanya pengolahan

seperti penggorengan akan membuat produk tersebut menjadi lebih awet atau dengan

kata lain disebut dengan metode pengeringa.

2. Bagaimana cara alternative yang dapat memperbaiki penampilan dan kualitas

produk yang dihasilkan?

Jawab : cara untuk memperbaiki penampilan produknya yaitu dengan proses

pengolahan yang benar terutama dalam proses mensuir serat-serat daging, sehingga

produknya yang dihasillkan lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai