Anda di halaman 1dari 15

TUGAS AKHIR BISNIS INTERNASIONAL (R.

05)
STUDI KASUS MINYAK SAWIT

BUDI SUSILO
173112340250151

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS NASIONAL
JAKARTA
2019
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanaman kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan primadona Indonesia. Di tengah


krisis global yang melanda dunia saat ini, industri sawit tetap bertahan dan member sumbangan
besar terhadap perekonomian negara. Selain mampu menciptakan kesempatan kerja yang luas,
industri sawit menjadi salah satu sumber devisa terbesar bagi Indonesia. Data dari Direktorat
Jendral Perkebunan (2008) menunjukkan bahwa terjadi peningkatan luas areal perkebunan kelapa
sawit di Indonesia, dari 4.713.435 ha pada tahun 2001 menjadi 7.363.847 ha pada tahun 2008 dan
luas areal perkebunan kelapa sawit ini terus mengalami peningkatan. Peningkatan luas areal
tersebut juga diimbangi dengan peningkatan produktifitas. Produktivitas kelapa sawit adalah 1.78
ton/ha pada tahun 2001 dan meningkat menjadi 2.17 ton/ha pada tahun 2005. Hal ini merupakan
kecenderungan yang positif dan harus dipertahankan. Untuk mempertahankan produktifitas
tanaman tetap tinggi diperlukan pemeliharaan yang tepat.

Indonesia adalah Negara penghasil minyak sawit terbesar di dunia. Luas hutan yang dimiliki
Indonesia mampu menjadikan Indonesia sebagai Negara pengekspor minyak sawit keberbagai
wilayah, seperti Timur Tengah, Asia Selatan dan Asia Timur serta Uni Eropa. Minyak sawit sendiri
merupakan komoditi andalan yang dimiliki Indonesia dalam kegiatan ekspor Indonesia. Tingginya
kebutuhan akan minyak sawit menyebabkan banyaknya negara-negara yang mengimpor minyak
sawit dari Indonesia.

Sektor perkebunan merupakan salah satu potensi dari subsektor pertanian yang berpeluang
besar untuk meningkatkan perekonomian rakyat dalam pembangunan perekonomian Indonesia.
Pada saat ini, sektor perkebunan dapat menjadi penggerak pembangunan nasional karena dengan
adanya dukungan sumber daya yang besar, orientasi pada ekspor, dan komponen impor yang kecil
akan dapat menghasilkan devisa nonmigas dalam jumlah yang besar. Produktivitas kelapa sawit
sangat dipengaruhi oleh teknik budidaya yang diterapkan. Pemeliharaan tanaman merupakan salah
satu kegiatan budidaya yang sangat penting dan menentukan masa produktif tanaman. Salah satu
aspek pemeliharaan tanaman yang perlu diperhatikan dalam kegiatan budidaya kelapa sawit adalah
pengendalian hama dan penyakit. Pengendalian hama dan penyakit yang baik dapat meningkatkan
produksi dan produktivitas tanaman.
Dengan banyaknya permintaan negara-negara lain akan minyak sawit milik Indonesia, tentu
hal ini merupakan sebuah peluang dan juga tantangan bagi Indonesia dalam melakukan aktivitas
perdagangan internasional dengan negara lain, tidak terkecuali dengan Uni Eropa. Negara-negara
yang tergabung ke dalam Uni Eropa merupakan salah satu pengimpor terbesar minyak sawit dari
Indonesia. Terlebih lagi, kerjasama Indonesia-Uni Eropa tahun ini sedang gencar untuk
ditingkatkan, seperti salah satunya adalah melalui Comprehensive Economic Partnership
Agreement (CEPA) yang sedang didiskusikan untuk kepentingan dagang kedua mitra ini seperti
pengurangan pajak dan hambatan perdagangan. Namun, hubungan dagang Indonesia-Uni Eropa
pun tidak selamanya meningkat. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor
Indonesia ke Eropa berkurang 5,6% setiap tahunnya selama lima tahun belakangan.

Atas penjabaran diatas, maka tulisan ini akan membahas mengenai peluang dan tantangan
Indonesia dalam kaitannya dengan perdagangan internasional melaluiekspor minyak sawit dengan
Uni Eropa, serta kepentingan apa yang akan dimanfaatkan Indonesia untuk memenuhi kepentingan
nasionalnya melalui hubungan dagang ini. Dengan menggunakan konsep countertrade, maka
hubungan yang terjalin antara kedua mitra ini akan dijelaskan lebih dalam.

B. Rumusan Masalah
1. Peluang dan tantangan apa yang dihadapi Indonesia dalam memperdagangkan kelapa
sawitnya ke Uni Eropa?
2. Bagaimana cara Indonesia mengatasi permasalahan perang dagang dengan Uni Eropa?
3. Bagaimana aspek keuangan perusahaan kelapa sawit di Indonesia dalam menghadapi
perdagangannya dengan Uni Eropa?

C. Tujuan
1. Peluang dan tantangan yang dihadapi Indonesia dalam memperdagangkan kelapa sawitnya
ke Uni Eropa
2. Cara Indonesia mengatasi permasalahan SDM di dalam industri kelapa sawit
3. Aspek keuangan perusahaan kelapasawit di Indonesia dalam menghadapi perdagangannya
dengan Uni Eropa
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Uni Eropa adalah salah satu pasar terbesar Indonesia untuk persoalan ekspor komoditi ke
luar negeri. Yang mana terdiri dari 27 negara UE adalah partner dagang kedua terbesar Indonesia
dengan total kerja sama bilateral mencapai Rp253 trilyun setiap tahunnya. Ekspor yang dilakukan
Indonesia ke seluruh negara-negara eropa berjumlah Rp177 trilyun ketika seluruh barang terkirim
ke Uni Eropa berjumlah Rp75 trilyun”.

Sementara itu, berkaitan dengan ekspor minyak sawit Indonesia, Uni Eropa adalah
pengimpor kedua terbesar Minyak sawit Indonesia dibawah India pada tahun 2015 lalu. Dengan
jumlah ekspor Indonesia ke Uni Eropa yang berjumlah 4,23 juta ton tersebut, Uni Eropa tentu
merupakan salah satu partner dagang terpenting Indonesia. Ditambah lagi, pada febuari 2016 lalu,
Indonesia berencana meningkatkan hubungan dagang dengan Uni Eropa dan salah satunya adalah
melalui ekspor komoditi. Pemerintah Indonesia dan Uni Eropa telah setuju untuk meningkatkan
kerja sama dalam Perdagangan komoditi, seperti minyak sawit dan biji kakao.

Countertrade adalah sebuah konsep yang membahas mengenai kegiatan ekspor dan impor
suatu negara yang mana dari kegiatan ekspor dan impor tersebut disertakan sebuah perjanjian yang
didalamnya berisikan mengenai perjanjian untuk pembelian barang kembali, transfer teknologi
dan lain sebagainya. Dengan kata lain countertrade adalah sebuah penetapan dagang yang mana
penjual atau eksportir diharuskan untuk menerima sebagian atau seluruh perjanjian dalam proses
pengiriman, dapat berupa sebuah penawaran produk dari negara pengimpor. Intinya, hal ini adalah
sebuah purchasing power yang dimiliki oleh negara atau perusahaan untuk mempengaruhi sebuah
perusahaan untuk membeli atau memasarkan barang atau konsesi lainnya yang bertujuan untuk
membayar barang impor, atau untuk mendapatkan nilai mata uang yang kuat atau teknologi.
BAB III
PEMBAHASAN

A) Peluang dan tantangan yang dihadapi Indonesia dalam memperdagangkan kelapa


sawitnya ke Uni Eropa.

Kepentingan yang dibawa Indonesia dalam hubungan dagangnya dengan Uni Eropa adalah
sebagai pasar yang besar untuk impor minyak sawit. Indonesia akan selalu menjaga hubungan
dagang dengan Uni Eropa karena Uni Eropa adalah pasar yang sangat strategis. “Indonesia dan
Uni Eropa akan meningkatkan hubungan dagang dan menunggu negosiasi lebih lanjut.” Kata wakil
presiden Indonesia Jusuf Kalla pada bulan Febuari lalu. Dengan begitu, Indonesia tidak akan
kehilangan pasar utama ekspor minyak sawitnya.

Selain itu, Indonesia pun memiliki kepentingan lain dengan perusahaan-perusahaan di Eropa.
Dengan memiliki hubungan dagang yang baik antara kedua mitra dagang ini, perusahaan-
perusahaan di Eropa berencana untuk melakukan investasi di Indonesia. “Perusahaan-perusahaan
di Eropa berencana untuk menyediakan lebih dari 1,1 juta pekerjaan di Indonesia. Uni Eropa
tertarik untuk melakukan investasi di bidang infrastruktur, perdagangan, layanan keuangan dan
sektor pariwisata,” kata Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam, Vincent
Guerend”.

Dengan adanya ketertarikan Uni Eropa untuk berinvestasi di Indonesia, tentu hal ini menjadi
keuntungan tersendiri bagi Indonesia. Indonesia akan mendapat keuntungan selain melalui ekspor
minyak sawit dan komoditi lainnya, Indonesia pun akan mendapatkan bantuan seperti yang telah
disebutkan diatas. Indonesia pun akan terus meningkatkan produksi minyak sawitnya guna
memenuhi seluruh kebutuhan di negara lain. “Dengan total penanaman minyak sawit saat ini
tercatat 7,3 juta hektar, Indonesia dapat memproduksi 21,5 juta ton minyak sawit mentah. Pada
tahun 2020 Indonesia diharapkan mampu meningkatkan produksi hingga 40 juta ton. Dengan
begitu, Indonesia akan menjadi supplier paling berpotensi bagi Eropa di masa mendatang.”
MINYAK KELAPA SAWIT DI INDONESIA

Produksi dan Ekspor Minyak Kelapa Sawit di Indonesia

Hanya beberapa industri di Indonesia yang menunjukkan perkembangan secepat industri


minyak kelapa sawit selama 20 tahun terakhir. Pertumbuhan ini tampak dalam jumlah produksi
dan ekspor dari Indonesia dan juga dari pertumbuhan luas area perkebunan sawit. Didorong oleh
permintaan global yang terus meningkat dan keuntungan yang juga naik, budidaya kelapa sawit
telah ditingkatkan secara signifikan baik oleh petani kecil maupun para pengusaha besar di
Indonesia (dengan imbas negatif pada lingkungan hidup dan penurunan jumlah produksi hasil-
hasil pertanian lain karena banyak petani beralih ke budidaya kelapa sawit).

Mayoritas hasil produksi minyak kelapa sawit Indonesia diekspor. Negara-negara tujuan
ekspor yang paling penting adalah RRT, India, Pakistan, Malaysia, dan Belanda. Walaupun
angkanya sangat tidak signifikan, Indonesia juga mengimpor minyak sawit, terutama dari India.

Memang mayoritas dari minyak sawit yang diproduksi di Indonesia diekspor (lihat tabel di
bawah). Namun, karena populasi Indonesia terus bertumbuh (disertai kelas menengah yang
berkembang pesat) dan dukungan pemerintah untuk program biodiesel, permintaan minyak sawit
domestik di Indonesia juga terus berkembang. Meningkatnya permintaan minyak sawit dalam
negeri sebenarnya bisa berarti bahwa pengiriman minyak sawit mentah dari Indonesia akan
mandek di tahun-tahun mendatang jika pemerintah Indonesia tetap berkomitmen terhadap
moratorium konversi lahan gambut (baca lebih lanjut di bawah).
Produksi dan Ekspor Minyak Kelapa Sawit Indonesia:

PRODUKSI EKESPORT EKSPORT


(JUTA TON) (JUTA TON) (DOLAR AS)

2008 19,2 2008 15,1 2008 15,6


2009 19,4 2009 17,1 2009 10,0
2010 21,8 2010 17,1 2010 16,4
2011 23,5 2011 17,6 2011 20,2
2012 26,5 2012 18,2 2012 21,6
2013 30,0 2013 22,4 2013 20,6
2014 31,5 2014 21,7 2014 21,1
2015 32,5 2015 26,4 2015 18,6
2016 32,0 2016 27,0 2016 18,6

Tabel di atas menunjukkan bahwa produksi kelapa sawit naik drastis selama satu dekade
terakhir. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menyatakan Indonesia bisa
memproduksi paling tidak 40 juta ton kelapa sawit per tahun mulai dari tahun 2020.

Industri perkebunan dan pengolahan sawit adalah industri kunci bagi perekonomian Indonesia:
ekspor minyak kelapa sawit adalah penghasil devisa yang penting dan industri ini memberikan
kesempatan kerja bagi jutaan orang Indonesia. Dalam hal pertanian, minyak sawit merupakan
industri terpenting di Indonesia yang menyumbang di antara 1,5 - 2,5 persen terhadap total produk
domestik bruto (PDB).

Kebijakan Pajak Ekspor Minyak Sawit Indonesia

Untuk meningkatkan perkembangan di industri hilir sektor kelapa sawit, pajak ekspor
untuk produk minyak sawit yang telah disuling telah dipotong dalam beberapa tahun belakangan
ini. Sementara itu, pajak ekspor minyak sawit mentah (CPO) berada di antara 0%-22,5%
tergantung pada harga minyak sawit internasional. Indonesia memiliki 'mekanisme otomatis'
sehingga ketika harga CPO acuan Pemerintah (berdasarkan harga CPO lokal dan internasional)
jatuh di bawah 750 dollar Amerika Serikat (AS) per metrik ton, pajak ekspor dipotong menjadi
0%. Ini terjadi di antara Oktober 2014 dan Mei 2016 waktu harga acuan ini jatuh di bawah 750
dollar AS per metrik ton.
Masalahnya, bebas pajak ekspor berarti Pemerintah kehilangan sebagian besar pendapatan
pajak ekspor (yang sangat dibutuhkan) dari industri minyak sawit. Maka Pemerintah memutuskan
untuk mengintroduksi pungutan ekspor minyak sawit di pertengahan 2015. Pungutan sebesar 50
dollar Amerika Serikat (AS) per metrik ton diterapkan untuk ekspor minyak sawit mentah dan
pungutan senilai 30 dollar AS per metrik ton ditetapkan untuk ekspor produk-produk minyak sawit
olahan. Pendapatan dari pungutan baru ini digunakan (sebagian) untuk mendanai program subsidi
biodiesel pemerintah.

Lima faktor yang mempengaruhi harga minyak kelapa sawit?

1. permintaan & persediaan


2. harga minyak nabati lain (terutama kedelai)
3. cuaca
4. kebijakan impor negara-negara yang mengimpor minyak kelapa sawit
5. perubahan dalam kebijakan pajak dan pungutan ekspor/impor

Pola Pemasaran Produk Kelapa Sawit

Dilihat dari pengusahanya, perkebunan kelapa sawit Indonesia dapat dibagi menjadi tiga
macam, yaitu perkebunan rakyat, perkebunan besar negara, dan perkebunan besar swasta. ketiga
jenis perkebunan tersebut tentu memiliki pola pemasaran produk kelapa sawit yang berbeda.

1. Pola pemasaran perkebunan rakyat

perkebunan kelapa sawit yang dikelola oleh rakyat memiliki luas lahan yang terbatas, yaitu 1
- 10 ha. dengan luas lahan tersebut tentunya menghasilkan produk TBS yang terbatas pula sehingga
penjualannya sulit dilakukan apabila ingin menjualnya langsung ke prosesor/industri.

Pengolahan . Oleh karena itu, para petani harus menjual pedagang tingkat desa yang dekat
dengan lokasi kebun atau melalui KUD, kemudian berlanjut ke pedagang besar hingga ke prosesor
/ industri pengolahan. Pola perkebunan rakyat dapat dilihat pada gambar diatas

Panjangnya rantai pemasaran TBS pada perkebunan rakyat menyebabkan tingkat keuntungan
yang diperoleh petani relatif kecil. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk meningkatkan
pendapatan petani dengan melakukan pembinaan dan memperpendek pemasaran. pemerintah
dalam hal ini melakukan pengaturan fungsi masing masing pelaku dalam rantai pemasaran dengan
disertai pengaturan margin pemasaran yang menguntungkan bagi masing masing pelaku dalam
rantai pemasaran dengan disertai pengaturan margin pemasaran dengan disertai pengaturan margin
pemasaran yang menguntungkan bagi masing masing pelaku. pemeritah sebaiknya menetapkan
margin pemasaran yang harus diterima petani minimal 70 % dari harga pelabuhan eksportir.

2. Pola pemasaran perkebunan besar negara dan swasta

pemasaran produk kelapa sawit pada perkebunan besar negara ( PBN ) dilakukan secara
bersama melalui kantor pemasaran bersama (KPB), sedangakan untuk perkebunan besar swasta
( PBS), pemasaran produk kelapa sawit dilakukan oleh masing masing perusahaan. pada umumnya
perusahaan besar, baik negara maupun swasta, menjual produk kelapa sawit dalam bentuk olahan
yaitu minyak sawit mentah (CPO) dan minyak Inti Sawit

B) Cara Indonesia mengatasi permasalahan perang dagang dengan Uni Eropa

Indonesia menilai langkah ini sebagai bentuk diskriminasi, karena bahan untuk biodiesel yang
dimiliki UE dianggap tidak kompetitif. Ancaman boikot produk Eropa pun siap dilayangkan
Indonesia. Tahun lalu, ekspor sawit Indonesia ke Uni Eropa hampir lima juta ton, dan lebih dari
setengahnya digunakan untuk biofuel. Jumlah itu mencapai empat belas persen dari total ekspor
sawit. Namun kini, Uni Eropa bakal menyetop penggunaan sawit untuk biodiesel sebagaimana
tercantum dokumen Delegated Regulation Supplementing Directive of The EU Renewable Energy
Directive II (RED II). Lalu, Indonesia saat ini menyusun rancangan untuk membawa sikap Uni
Eropa ke Organisasi Perdagangan Dunia WTO.

Indonesia tengah membuat draft untuk membawa sikap Uni Eropa ke Organisasi Perdagangan
Dunia WTO. Direktur jendral perdagangan luar negeri Oke Nurwan menegaskan langkah ini
lanjutan perlawanan Indonesia setelah langkah diplomasi, tampaknya tidak membuahkan hasil.
"Untuk mempersiapkan berperkara sedang mempelajari lebih dalam, mana pasal-pasal yang kita
perkarakan”, kata Oke. Hal serupa juga tengah dilakukan GAPKI. Bambang Aria menyebut
pihaknya sepenuhnya mendukung langkah pemerintah ke WTO dan siap berkolaborasi. "Kita akan
menyiapkan penelitian yang bisa dibawa ke Eropa, bahwa sawit tidak seburuk yang mereka sebut”,
katanya. Sementara, Ekonomi ndef BimaYudhistira mengingatkan membawa ke WTO akan
memakan waktu antara empat sampai lima tahun itu pun kalau menang”.
Dalam kurun waktu empat sampai lima tahun tersebut, UE sudah mulai mengurangi
penggunaan sawit. Artinya dampak langsungnya sudah mulai terjadi. Bima juga menyayangkan
Indonesia yang terlambat bersikap. Malaysia bergerak sejak 2015 termasuk melobi Eropa dengan
menekankan mereka menanam dengan cara lebih ramah lingkungan. "Maksud saya jangan sampai
di ujungnya nanti bukan sawit secara general, tapi sawit dari Indonesia (yang dilarang masuk)”,
tambah Bima

C) Aspek-Aspek
 Aspek Sumber Daya Manusia (SDM)

Perusahaan perkebunan kelapa sawit ternyata membutuhkan banyak sekali tenaga kerja
terlatih yang siap pakai antara lain untuk keperluan pengembangan dan perluasan lahan serta
kaderisasi dan regenerasi SDM. Untuk menjawab kebutuhan tersebut, sebagian dari perusahaan-
perusahaan perkebunan itu mengandalkan kampus Politeknik Kelapa Sawit Citra Widya Edukasi
(CWE). Wasekjen Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Tjokro Putro
Wibowo mengatakan politeknik ini telah menghasilkan ratusan alumni setiap tahun, namun
kenyataannya jumlah kebutuhan riil di lapangan sangat besar atau ribuan setiap tahunnya. "Kita
membutuhkan 5.000 sampai 6.000 tenaga kerja di sektor kelapa sawit di seluruh Indonesia setiap
tahun, untuk mengisi berbagai posisi dimulai dari manajerial tingkat pertama,'' ujarnya dari
siaran tertulisnya, Selasa (11/8).

Posisi dimaksud dimulai dari manager kebun, manager pabrik, asisten kepala, kepala tata
usaha, asisten kebun, asisten pabrik, asisten traksi, pengukuran dan alat berat, asisten hama dan
penyakit, mandor kebun, krani dan lainnya. Dikatakan, sektor kelapa sawit membutuhkan SDM
terdidik dan terampil dalam pengelolaannya, apalagi mengingat kebutuhan regenerasi SDM
kelapa sawit di Indonesia amat besar dikarenakan perkebunan kelapa sawit telah dimulai sejak
jaman pra-kemerdekaan 100 tahun yang lalu. Menariknya, kata dia, aspek sustainability serta
lingkungan hidup menjadi aspek penting yang juga diperhatikan oleh kampus ini dalam
mencetak tenaga kerja siap pakai. Triyanto, HR Manager di PT Mulia Inti Perkasa, menjelaskan
perusahaan perkebunankelapa sawit di Kalimantan Timur menyampaikan perusahaannya sejak
menjalankan usahanya sangat menyadari bahwa usaha perkebunan kelapa sawit adalah usaha
jangka panjang yang senantiasa membutuhkan SDM yang kompeten, berkesinambungan dan
sekaligus harus mampu mengangkat kesejahteraan masyarakat di wilayah operasionalnya.
Untuk itulah harus dimulai dengan membangun pendidikan kepada anak-anak
masyarakatnya. Salah satu caranya adalah mengirimkan mereka kuliah di Politeknik CWE.
"Sudah beberapa tahun ini kami bekerja sama aktif dengan Politeknik Kelapa Sawit CWE dalam
urusan perekrutan tenaga kerja. Kami juga adamemberikan beasiswa sponsorship dalam bentuk
ikatan dinas,'' katanya. Menurutnya, tenaga kerja lulusan Politeknik CWE sangat bisa diandalkan
dan dibentuk karirnya. Hal ini ditunjang oleh kurikulum pembelajaran praktik 60 persen dan
teori 40 persen, serta tenaga pengajarnya 60 persen merupakan praktisi dan 40 persen akademisi.
"Metode pembelajarannya menurut saya menjadi efektif karena telah melakukan penekanan pada
praktik kerja di perkebunan kelapa sawit secara langsung untuk mempertajam landasan teori
yang telah diperoleh,dukungan penyebaran berbagai informasi yang terbaru, fasilitas yang
lengkap di kampus, serta dukungan dari para praktisi dan pemerhati dunia usaha perkebunan
kelapa sawit. Di samping itu, CWE termasuk kampus yang nyaman dan lengkap untuk proses
belajar dan mengajar,”pungkasnya.

Kampus ini menjadi satu-satunya politeknik kelapa sawit di Indonesia yang alumninya
terserap 100 persen di dunia kerja dan bahkansebagian mahasiswanya telah dipesan oleh
berbagai perusahaanperkebunan sebelum selesai kuliah. Direktur Politeknik Kepala Sawit CWE
Stephanus Nugroho Kristonomengatakan, untuk tahun ini Politeknik CWE hanya akan menerima
maksimal 300 orang mahasiswa baru. Pendaftaran terbuka bagi siswa yang sudah lulus SMA
atau sederajat hingga Agustus 2015. "Kami selama ini menerima mahasiswa umum dari seluruh
Indonesia, di samping juga sponsorship dari perusahaan dalam bentuk ikatan dinas perusahaan,''
tutup Nugroho.

 Aspek Keuangan

Dalam hal geografi, Riau adalah produsen minyak sawit terbesar di Indonesia, disusul oleh
Sumatera Utara, Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Barat. Menurut data dari
Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah total luas area perkebunan sawit di Indonesia pada saat ini
mencapai sekitar 11.9 juta hektar; hampir tiga kali lipat dari luas area di tahun 2000 waktu sekitar
4 juta hektar lahan di Indonesia dipergunakan untuk perkebunan kelapa sawit. Jumlah ini diduga
akan bertambah menjadi 13 juta hektar pada tahun 2020.
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memainkan peran yang sangat sederhana di sektor
kelapa sawit Indonesia karena mereka memiliki perkebunan yang relatif sedikit, sementara
perusahaan-perusahaan swasta besar (misalnya, Wilmar Group dan Sinar Mas Group) dominan
karena menghasilkan sedikit lebih dari setengah dari total produksi minyak sawit di Indonesia.
Para petani skala kecil memproduksi sekitar 40 persen dari total produksi Indonesia. Namun
kebanyakan petani kecil ini sangat rentan keadaannya apabila terjadi penurunan harga minyak
kelapa sawit dunia karena mereka tidak dapat menikmati cadangan uang tunai (atau pinjaman
bank) seperti yang dinikmati perusahaan besar.

Siapa yang MemilikiPerkebunanMinyakSawit di Indonesia?

Perusahaan-perusahaan besar di Indonesia (contohnya Unilever Indonesia) telah atau


sedang melakukan investasi-investasi untuk meningkatkan kapasitas penyulingan minyak sawit.
Hal ini sesuai dengan ambisi Pemerintah Indonesia untuk mendapatkan lebih banyak penghasilan
dari sumber daya alam dalam negeri. Indonesia selama ini berfokus (dan tergantung) pada ekspor
minyak sawit mentah (dan bahan baku mentah lainnya) namun selama beberapa tahun terakhir ini
mau mendorong proses pengolahan produk sumber daya alam supaya memiliki harga jual yang
lebih tinggi (dan yang berfungsi sebagai penyangga saat meluncurnya harga minyak sawit.
Kapasitas penyulingan di Indonesia melompat menjadi 45 juta ton per tahun pada awal 2015, naik
dari 30,7 juta ton pada tahun 2013, dan lebih dari dua kali lipat kapasitas di tahun 2012 yaitu 21,3
juta ton.

Berdasarkan data GAPKI, pada 2018 ekspor sawit Indonesia ke Uni Eropa 4,7 juta ton,
60% di antara digunakan untuk biofuel. Jumlah itu mencapai 14% dari total ekpor sawit Indonesia.
Econom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira menyebut
di pasar bursa berjangka sikap Uni Eropa telah turut menyeret turun harga sawit. "Ada
kecenderungan harga sawit turun, walaupun implementasi mulai 2024, sudah banyak pelaku usaha
turunan dari sawit untuk mengurangi produksi," katanya. Senada dengan GAPKI, pemerintah
Indonesia seperti disampaikan Dirjen Perdagangan Luar Negeri, Oke Nurwan khawatir akan
merembet pada sawit lain di luar biofuel. "Ini karena terjadi negative impression terhadap produk
sawit," katanya.

Sementara Andika Putra ditama mengatakan apabila Uni Eropa menutup total akan
berdampak pada petani dan perusahaan sawit yang telah berupaya membenahi pengelolaan
sawitnya dengan menerapkan ISPO. Penutupan akan menyebabkan mereka kehilangan insentif
setelah berupaya bertransformasi mengelola secara benar. "Struktur insentif menjadi komponen
penting untuk industry sawit bertransformasi di Negara seperti Indonesia. Ketika pasar tertutup
total, dampaknya agak tidak baik bagi perusahaan yang sudah bebenah diri baik secara sosial
maupun lingkungan," katanya.

Menurut Bhima importer sawit di UE yang mulai mencari pengganti sawit dengan sun
flower oil dan rapeseed oil. "Artinya sebelum 2024 mereka akan mengurangi permintaan sawit,"
katanya. GAPKI sendiri, menurut Bambang Aria Wisena, lebih menyoroti tudingan diskriminasi
Uni Eropa.
BAB IV
KESIMPULAN

Untuk menyimpulkan tulisan ini, kita dapat melihat bahwa hubungan dagang yang terjalin
antara Indonesia dan Uni Eropa adalah sebuah hubungan yang saling menguntungkan. Dengan
menggunakan konsep countertrade yang menyatakan bahwa dalam suatu ekspor-impor terdapat
power purchasing yang dimiliki oleh importir, yaitu untuk memberikan penawaran pada eksportir.
Maka dapat dijelaskan bahwa Uni Eropa selain melakukan kegiatan impor minyak sawit dari
Indonesia, juga memberikan penawaran berupa investasi asing di Indonesia. Investasi ini nantinya
berupa penyediaan lapangan kerja bagi Indonesia serta bantuan lain seperti pelayanan keuangan,
perdagangan dan sektor pariwisata.

Dalam kegiatan ekspor-impor ini, Indonesia akan mendapat keuntungan dari investasi yang
akan dilakukan Uni Eropa setelah perdagangan ini terjalin. Selain itu, Indonesia pun berpeluang
untuk menjadi pengekspor utama minyak sawit ke Eropa yang ditargetkan terus bertambah setiap
tahunnya. Namun, Indonesia pun memiliki tantangan dan hambatan, diantaranya adalah regulasi
Uni Eropa yang semakin ketat serta tuntutan untuk menjaga alam dalam proses impor. Juga,
rencana peningkatan pajak impor minyak sawit yang nantinya akan mengurangi impor minyak
sawit Eropa. Indonesia perlu melakukan pengetatan regulasi dan harus tetap menjaga hubungan
baik dengan Uni Eropa.
DAFTAR PUSTAKA

1. https://www.beritasatu.com/kesra/298380-perusahaan-sawit-butuh-sdm-berkualitas.html
2. https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-47663602
3. https://kemenperin.go.id/artikel/494/Prospek-Dan-Permasalahan-Industri-Sawit
4. https://www.indonesia-investments.com/id/bisnis/komoditas/minyak-sawit/item166?
5. https://m.cnnindonesia.com/ekonomi/20160920083841-92-159555/indonesia-disebut-
mengalami-kebocoran-ekspor-timah
6. https://www.google.com/amp/s/nasional.tempo.co/amp/1243649/pasar-ekspor-semen-
indonesia-ke-filipina-semakin-terbuka-lebar
7. https://www.academia.edu/6889138/Biji_Pala_Indonesia_Anti_Krisis_Global_STUDI_K
ASUS_EKSPOR_REMPAH_INDONESIA_KE_10_NEGARA_TUJUAN_TERBESAR
_DI_DUNIA_Nurandi_Akbar_125020407111036_Program

Anda mungkin juga menyukai