Anda di halaman 1dari 10

DAMPAK PANDEMI COVID-19 PADA INDUSTRI KELAPA SAWIT DAN

PENGARUHNYA TERHADAP KETAHANAN PEREKONOMIAN INDONESIA

Torino mahendra (2017110004)


Sania Nabiilah (6021801008)
Rachel Easter (6021801014)
Radha Anjelina (6021801032)
Abstrak

Dampak pandemi covid-19 dirasakan di setiap sektor di Indonesia, tidak terkecuali sektor
pertanian khususnya kelapa sawit. Kelapa sawit merupakan komoditas utama Indonesia
yang menjadi sumber penerimaan negara dan berdampak pada peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk melihat dampak pandemi terhadap industri
kelapa sawit dan pengaruhnya terhadap ketahanan perekonomian nasional. Hasil analisis
menunjukkan industri kelapa sawit masih menunjukkan ketahanan dan memberi
kontribusi pendapatan devisa lebih tinggi dari tahun 2019. Ada pelemahan ekspor secara
umum, namun ada peluang di pasar India dan Afrika dimana volume ekspor meningkat
selama pandemi. Tantangan saat ini adalah bagaimana pemerintah bisa mengatasi
lemahnya ekspor dengan meningkatkan konsumsi domestik lewat program B-30 dan
mengatasi adanya kampanye negatif lewat sertifikasi ISPO yang menunjukkan produksi
CPO yang berkelanjutan.

Kata Kunci : Pandemi Covid-19, Kelapa sawit , Ketahanan

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pandemi covid-19 merupakan suatu tantangan baru yang harus dihadapi hampir seluruh
negara di dunia. Kondisi ini mengakibatkan perlambatan pertumbuhan ekonomi karena kebijakan
yang diterapkan oleh pemerintah seperti pembatasan sosial berskala besar mempengaruhi
aktivitas masyarakat, kegiatan industri, perdagangan, dan lain sebagainya. Hampir semua sektor
mengalami penurunan produksi, konsumsi dan distribusi dari produk yang dihasilkan. Namun
terdapat beberapa sektor yang tidak mengalami gangguan akibat pandemi covid-19 yaitu
pertanian dan perkebunan. Pada kondisi ini, kelapa sawit sebagai contoh sub sektor pertanian
memberikan kontribusi yang positif terhadap neraca perdagangan Indonesia. Industri kelapa
sawit mempunyai peranan penting dalam Perekonomian Indonesia, diantaranya sebagai
penghasil devisa terbesar, penggerak roda perekonomian nasional, pendorong aktivitas ekonomi
masyarakat kecil, dan penyerapan tenaga kerja. Menurut Saragih (2012), melalui perdagangan
CPO, sektor ini mampu menyumbang pendapatan Negara sebesar 12% (terbesar di luar
pendapatan dari sektor minyak dan gas) dari total pendapatan sebesar Rp 700 triliun.

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas utama Indonesia yang menjadi sumber
penerimaan negara dan berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Komoditas ini mempunyai banyak kegunaan seperti bahan baku minyak goreng, campuran bahan
bakar, sebagai oli dan pelumas untuk mesin, bahan dasar makanan, bahan dasar kosmetik seperti
pasta gigi, sabun , shampo , dan bahan baku pembuatan cat. Penyebaran kelapa sawit di Indonesia
cukup signifikan, hal tersebut karena permintaan pasar global akan Crude Palm Oil (CPO) terus
meningkat untuk konsumsi maupun produksi.Selain itu, harga komoditas yang cukup tinggi dan
stabil menjadi alasan komoditas ini menjadi salah satu penyumbang pendapatan negara. Harga
Crude Palm Oil yang tinggi disebabkan oleh kurangnya pasokan minyak nabati di pasar global,
sulitnya mencari alternatif komoditas lain yang mempunyai manfaat dan kegunaan yang
menyerupai CPO , naiknya harga crude palm oil di beberapa negara tujuan ekspor , dan pada pasar
domestik karena ada kebijakan B30.

Indonesia merupakan salah satu negara eksportir Crude Palm Oil utama dunia. Ekspor minyak
sawit dan turunannya mencapai US$23 miliar pada tahun 2019 (sebelum pandemi Covid-19) atau
sebesar Rp300 triliun dimana kelapa sawit menjadi komoditas perkebunan yang memberikan
sumbangan terbesar terhadap devisa dibandingkan dengan komoditas perkebunan lainnya,
bahkan lebih besar dibandingkan kontribusi sektor migas (Kasan 2020). Meskipun di tengah
pandemi covid-19 terjadi penurunan volume ekspor crude palm oil dan crude palm kernel oil
karena penurunan permintaan namun harga komoditas ini cukup tinggi. Perkebunan kelapa
sawit memberikan sumbangan terhadap devisa negara sebesar Rp 321,5 Triliun.Sebagai sub
sektor pertanian yang padat karya, banyak masyarakat yang menggantungkan perekonomian
keluarga pada komoditas ini. Kelapa sawit juga memberikan kontribusi terhadap lapangan kerja
sebesar 16,3 juta pekerja, yaitu 4 juta pekerja langsung dan 12,3 juta pekerja tidak langsung
(Junaedi 2020; Sipayung 2020).

1.2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak Pandemi Covid-19 pada perkebunan
kelapa sawit dan pengaruhnya terhadap ketahanan Perekonomian Indonesia.

1.3. Sistematika Penulisan Makalah

Garis besar dari sisa makalah ini adalah sebagai berikut; bab 2 menjelaskan penelitian
terdahulu, teori, kerangka pemikiran, metode dan data, serta pembahasan terkait dampak
pandemi pada permintaan CPO, ekspor CPO ke negara tujuan, dan peluang serta tantangan
komoditas kelapa sawit di masa pandemi. Bab 3 merupakan bagian terakhir makalah ini yang
berisi kesimpulan.

2. PEMBAHASAN

2.1. Penelitian Terdahulu


Penelitian Widyastuti Dan Nugroho (2020) yang berjudul “Dampak Covid-19 terhadap Industri
Minyak dan Gas Bumi: Rekomendasi Kebijakan untuk Indonesia”. mereka mengatakan
Dibatasinya pergerakan manusia secara langsung mengakibatkan penurunan permintaan
terhadap BBM. Selain penurunan konsumsi, Covid-19 juga berdampak pada penurunan harga dan
produksi minyak dan gas bumi, termasuk penghentian kegiatan hulu dan pengurangan kegiatan
pengilangan (refinery). Rekomendasi yang dikemukakan antara lain pembentukan strategic
petroleum reserves, pengkajian ulang proyek-proyek kilang minyak dan green fuel, serta tidak
menurunkan harga jual BBM.

Penelitian Melisa dan Panday (2020) yang meneliti untuk mengungkapkan dan menjelaskan
apakah terdapat perbedaan nilai ekspor nonmigas di Indonesia sebelum dan saat terjadinya
pandemi corona. Penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu data BPS (Badan Pusat
Statistik) Indonesia dengan menggunakan data ekspor non migas pada bulan Januari sampai
November tahun 2019 dan 2020 Penelitian ini menggunakan analisis uji t berpasangan (paired
sample t test) dan diolah dengan menggunakan program SPSS. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa tidak terdapat perbedaan ekspor nonmigas sebelum dan saat terjadinya pandemi corona.
Penelitian Azahari et al (2020) yang menyimpulkan Pandemi Covid-19 berdampak negatif
terhadap perekonomian Indonesia. Sawit masih menunjukkan daya tahan dan menyumbang
pendapatan devisa yang lebih tinggi dibandingkan tahun 2019. Minyak sawit Indonesia adalah
komoditas global dan mampu bersaing dengan minyak nabati. Sektor minyak sawit dapat
menjadi andalan sebagai penggerak ekonomi pada era pandemi Covid-19.
Penelitian Abdullah (2020) yang meneliti ketahanan sektor pertanian saat terjadi krisis tahun
1998, dimana hasil penelitian tersebut mengatakan bahwa sektor pertanian tidak terpengaruh
krisis dan justru berhasil meningkatkan penghasilan petani, terutama subsektor perkebunan,
sebagai dampak meningkatnya harga komoditas yang diekspor akibat melemahnya dolar
Amerika Serikat.

Penelitian Badan Pengawas Perdagangan (2020) bahwa harga kelapa sawit mengalami
peningkatan pada waktu 6 bulan terakhir sejak adanya pandemi 2019.

2.2. Teori

2.2.1. Ekspor dan Impor


Ekspor adalah suatu aktivitas mengeluarkan produk barang dari dalam negeri ke luar negeri
dengan tetap memenuhi standar peraturan dan ketentuan yang ada. Aktivitas ini umumnya
dikerjakan oleh suatu negara jika negara tersebut mampu menghasilkan produk barang dalam
jumlah yang cukup besar dan jumlah produk barang tersebut ternyata sudah terpenuhi di dalam
negeri, sehingga bisa dikirimkan ke negara yang memang tidak mampu memproduksi barang
tersebut atau karena jumlah produksinya tidak bisa memenuhi kebutuhan masyarakat negara
tujuan. Ekspor adalah suatu aktivitas perdagangan dalam ruang lingkup internasional yang
dilakukan untuk memberikan suatu rangsangan atas suatu permintaan dari dalam negeri,
sehingga mampu melahirkan industri-industri lain yang lebih besar. Kegiatan ekspor pada suatu
negara akan membuat negara tersebut mampu memanfaatkan over kapasitas pada suatu produk.
Sehingga, negara tersebut akan mampu mengendalikan harga produk ekspor yang terjadi di
negaranya. Aktivitas ekspor pastinya akan memberikan dampak yang positif untuk
perkembangan ekonomi pada suatu negara. Manfaat dari adanya kegiatan ekspor adalah demi
membuka peluang pasar baru di luar negeri sebagai upaya menumbuhkan investasi, perluasan
pasar domestik, serta meningkatkan devisa pada suatu negara.

2.2.2. Pembangunan Ekonomi


Teori pembangunan W.W. Rostow (1990) mengulas mengenai lima tahap pembangunan.
Rostow berpendapat bahwa proses pembangunan dalam masyarakat tumbuh bergerak lurus,
yakni dari masyarakat terbelakang ke masyarakat yang lebih maju. Proses pertumbuhan ini
mengalami fase yang cukup lama. Tahapan pembangunan Rostow dibagi menjadi 5 bagian antara
lain tahap pertama masyarakat tradisional Pada tahap ini masyarakat tradisional yang fungsi
produksinya masih terbatas. Hal tersebut ditandai dengan cara produksi yang masih primitif dan
cara hidup masyarakat yang masih dipengaruhi oleh nilai-nilai tradisional (adat istiadat). Tahap
kedua prasyarat lepas landas, dimana merupakan tahap transisi yang masyarakat mulai
mempersiapkan diri agar mencapai pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan kekuatan
sendiri. Satu hal yang perlu diingat, yaitu pertumbuhan ekonomi hanya akan tercapai apabila
diikuti oleh perubahan-perubahan lain dalam masyarakat. Tahap ketiga lepas landas, dimana
pertumbuhan ekonomi mulai terjadi. Sebuah pertumbuhan ekonomi harus terlihat dengan
adanya suatu perubahan drastis dalam masyarakat. Contohnya adalah adanya resolusi politik,
terciptanya kemajuan yang pesat dalam inovasi, serta terbukanya pasar-pasar baru. Tahap
keempat yaitu menuju kedewasaan atau perekonomian matang. Tahap ini merupakan tahap
transisi di mana masyarakat mulai untuk mempersiapkan diri agar mencapai pertumbuhan
ekonomi dengan menggunakan kekuatan sendiri. Satu hal yang perlu diingat, yaitu pertumbuhan
ekonomi hanya akan tercapai apabila diikuti oleh perubahan-perubahan lain dalam masyarakat.
Perubahan tersebut berupa kemampuan masyarakat untuk menggunakan ilmu pengetahuan
modern dan membuat penemuan-penemuan baru yang bisa digunakan untuk menurunkan biaya
produksi. Tahap terakhir yaitu tahap konsumsi tinggi. Pada tahap ini, dimana masyarakat telah
berkembang secara mandiri. Selain itu, masyarakat juga mulai menekankan pada masalah-
masalah yang berhubungan dengan konsumsi kesejahteraan, bukan lagi masalah produksi.
2.3. Kerangka Pemikiran

Gambar 1. Kerangka Pikir

Perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu industri strategis penggerak ekonomi
Indonesia. Dalam ruang lingkup makro ekonomi, industri kelapa sawit menjadi penghasil devisa
terbesar dan berdampak pada penyerapan tenaga kerja. Situasi pandemi covid-19 yang diikuti
dengan kebijakan pembatasan sosial berskala besar, karantina wilayah dan pembatasan ekspor
akan mempengaruhi permintaan terhadap CPO. Perubahan permintaan CPO akan berdampak
ketahanan perekonomian dari sisi ekspor.

2.4. Metode dan Data

2.4.1. Metode
Metode penelitian yang digunakan adalah metode studi pustaka. Teknik analisis data
menggunakan metode statistik deskriptif. Statistika deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan,
meringkas dan membuat summary data agar lebih mudah dibaca dan digunakan.

2.4.2. Data
Tabel 1. Data Penelitian
Data Sumber data

Pasokan dan Permintaan Minyak Sawit Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia
Indonesia 2019,2020 dan Proyeksi 2021

Ekspor Minyak Kelapa Sawit Menurut Badan Pusat Statistik


Negara Tujuan Utama, 2019-2020

2.5. Pembahasan

2.5.1 Pasokan dan Permintaan Crude Palm Oil di tengah Pandemi


Covid-19
Crude palm oil atau CPO merupakan minyak nabati yang dihasilkan oleh tumbuhan kelapa
sawit. Minyak ini dapat dikonsumsi dan digunakan sebagai bahan dasar berbagai industri.
Banyaknya manfaat dan kegunaan CPO mempengaruhi permintaan komoditas ini.

Tabel 2. Pasokan dan Permintaan Minyak Sawit Indonesia 2019, 2020, Proyeksi
2021

Sumber : Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia

Produksi Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa produksi CPO mengalami penurunan walaupun
tidak signifikan. Sementara konsumsi CPO dalam negeri mengalami peningkatan. Permintaan
sawit dan produk turunannya di pasar domestik pada periode Januari-Juni 2020 sebesar 8,6 juta
ton dimana ini lebih tinggi dibandingkan tahun 2019 pada periode yang sama (BPS). Konsumsi
minyak goreng menunjukkan peningkatan hingga mencapai 725 ribu ton per bulan. Pasar untuk
produk oleokimia meningkat sebesar 115 ribu ton per bulan karena peningkatan kebutuhan
sabun, bahan pembersih, dan hand sanitizer sebagai bagian dari diterapkannya protokol
kesehatan. Konsumsi biodiesel yang meningkat 23,2% secara tahunan didukung oleh kebijakan
pemerintah yang konsisten menerapkan program B30.Dengan banyaknya permintaan Crude Palm
Oil atau CPO pada saat pandemi, maka berdasarkan tabel diatas, data tersebut menunjukkan
pasokan dan permintaan minyak sawit Indonesia pada tahun 2019, 2020 dan proyeksi 2021
mengalami fluktuasi. Pada tahun 2019 stok CPO dan CPKO sejumlah 4,597 juta ton dengan
produksi CPO tahun 2019 sebesar 47,18 juta ton , produksi CPKO sebanyak 4,648 juta ton dan
impor sebanyak 356 ribu ton sehingga sub total produksi CPO sebanyak 53,184 juta ton. Pada
tahun yang sama, konsumsi lokal yang dapat dilihat dari produk pangan sebanyak 9,860 juta ton,
oleokimia atau produk kimia yang berbahan dasar minyak nabati sebanyak 1,056 juta ton dan
biodiesel sebanyak 5,831 juta ton. Sehingga sub total domestik mencapai angka 16,747 juta ton.
Subtotal ekspor pada tahun 2019 sebanyak 37,389 juta ton , sehingga subtotal domestik dan
ekspor sebanyak 54,136 juta ton dan stok akhir menjadi 4,596 juta ton. Pandemi covid-19 yang
terjadi pada tahun 2020 menyebabkan penurunan produksi dan ekspor crude palm oil. Produksi
CPO dan CPKO pada tahun 2020 menjadi 51,627 juta ton. Namun terjadi kenaikan konsumsi lokal
dari produk oleokimia dan biodiesel. Peningkatan tersebut terjadi karena produk yang dihasilkan
merupakan kebutuhan pribadi yang dipakai sehari-hari. Pada sisi ekspor , terjadi penurunan
menjadi 34,007 juta ton,sehingga subtotal domestik dan ekspor sebanyak 51.356 juta ton dan stok
akhir menjadi 4,857 juta ton. Pada tahun 2021 , diproyeksikan terjadi peningkatan pasokan dan
permintaan crude palm oil. Tahun 2021 diperkirakan terjadi peningkatan subtotal produksi
menjadi 53,932. Selain itu juga terjadi peningkatan konsumsi lokal menjadi 18,504 juta ton. Sub
total ekspor mengalami kenaikan menjadi 37,500 juta ton sehingga subtotal domestik dan ekspor
sebanyak 56,004 juta ton dan stok akhir menjadi 2,795 juta ton.
Berdasarkan data tersebut , dapat dilihat bahwa pandemi covid-19 berdampak pada
permintaan CPO yang tercermin dari penurunan volume ekspor pada tahun 2020. Penurunan
volume ekspor ini terjadi akibat pembatasan kegiatan masyarakat termasuk kegiatan industri,
sosial , dan pariwisata. Pada sektor pariwisata, penutupan hotel, restaurant , dan tempat hiburan
lainnya berdampak pada kurangnya konsumsi produk yang mengandung CPO seperti sabun,
shampo, minyak goreng , dan sebagainya. Namun diharapkan , melalui relaksasi peraturan yang
ditetapkan pemerintah akan meningkatkan konsumsi produk yang mengandung CPO sehingga
volume produksi, ekspor dan konsumsi dapat meningkat.

2.5.2. Ekspor Crude Palm Oil Menurut Negara Tujuan


Indonesia sebagai negara eksportir CPO dunia memiliki beberapa negara tujuan ekspor utama
seperti India, Tiongkok, Pakistan dan Belanda. Ekspor CPO selama pandemi secara umum turun
karena permintaan terhadap CPO juga turun karena pandemi. Namun, terdapat kenaikan ekspor
yang signifikan yaitu di pasar India dikarenakan adanya kenaikan harga di pasar India dan
Pakistan selama masa pandemi. Kontribusi minyak sawit indonesia terhadap konsumsi minyak
sawit india fluktuatif dan sangat bergantung pada kebijakan pemerintah india terkait tarif dan
kuota (Azahari et al,2020).

Indonesia juga mempunyai peluang ekspor sawit ke pasar non tradisional terutama ke pasar
Afrika. Ekspor minyak sawit Indonesia ke pasar Afrika menunjukkan kenaikan pada bulan
Januari‒April 2020 mencapai 830 ribu ton. Peningkatan terjadi terutama ke negara Nigeria,
Mozambik, Ghana, Sudan, dan Mesir (Sidarta 2020).

Tabel 3. Negara importir CPO Indonesia

Sumber : BPS

India merupakan salah satu destinasi utama ekspor produk minyak sawit dan turunannya.
Menurut data BPS, ekspor komoditas sawit pada 2020 mencapai 4,69 juta ton atau seharga
US$3,05 miliar. India menjadi pasar terbesar setelah China yang pada tahun 2020 mengimpor
5,64 juta ton minyak sawit dari Indonesia. Menurut GAPKI, ekspor ke India masih tumbuh selama
pandemi sebesar 2%. Kinerja perdagangan India pada Maret 2021 menunjukkan kinerja yang baik
dengan rekor impor bulanan sebesar US$8,4 miliar dan ekspor sebesar US$34,4 miliar. Menurut
Credit Analysis & Research Ltd (CARE Ratings), india menjadi tujuan utama ekspor produk minyak
sawit karena satu-satunya minyak nabati yang tidak diproduksi oleh india adalah CPO, karena
itulah India harus melakukan impor untuk memenuhi kebutuhan CPO domestiknya. Sementara
itu, Tiongkok menjadi destinasi ekspor terbesar karena minyak sawit merupakan minyak nabati
impor terbesar di China. Konsumsi minyak sawit di China mencapai 40% dari total konsumsi,
dimana hal ini digunakan untuk industri kimia. Selain itu , sebagai negara industri permintaan
CPO akan terus meningkat sebagai bahan dasar pembuatan produk pangan, kesehatan dan
kecantikan.

Di Pakistan, minyak sawit sangat penting dan dibutuhkan untuk pertumbuhan industri
makanan. Karena itulah kelapa sawit menjadi produk ekspor utama Indonesia ke Pakistan.
Menurut data BPS, pada tahun 2019, neraca perdagangan Indonesia-Pakistan surplus sebesar
US$1,5 miliar dimana sebagian besar disumbang dari ekspor kelapa sawit. Walaupun pandemi
menyebabkan ekspor ke Pakistan turun, namun minyak sawit Indonesia masih menguasai pasar
di Pakistan. Pada Mei 2020, tercatat 92,41 persen (194.152 ton) impor minyak sawit Pakistan
berasal dari Indonesia. Sementara itu sisanya 7,59 persen (15.949 ton) diimpor dari Malaysia.
Sebelum adanya pandemi, ekspor minyak sawit ke Belanda sudah mengalami penurunan
karena adanya kampanye negatif oleh Uni Eropa yang melarang penggunaan biofuel yang
berbasis kelapa sawit di daerah tersebut.

2.5.3 Peluang dan Tantangan Perdagangan Minyak Sawit


Industri kelapa sawit memiliki peluang besar untuk menjaga ketahanan perekonomian
Indonesia. Dampak pandemi yang tidak terlalu signifikan pada industri sawit dapat menjadi
potensi Indonesia untuk menjaga ketahanan ekonominya. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal
yaitu; lokasi kebun kelapa sawit dan pabrik pengolahan sawit di pelosok/pinggiran, small-man
and man-space ratio sehingga secara alami bekerja di kebun kelapa sawit telah menerapkan
“menjaga jarak” atau physical distancing, lahan perkebunan kelapa sawit dapat dijadikan untuk
menanam tanaman pangan dengan model tumpang sari, immutable economy karena inelastis
terhadap iklim dan manajemen, tidak terpengaruh karantina wilayah sosial ekonomi, interaksi
antarmanusia minimum, produk bahan pangan dan kesehatan yang diperlukan saat pandemi
kesehatan yang diperlukan saat pandemi, mempunyai fleksibilitas di pasar domestik maupun
pasar ekspor.
Meski memiliki peluang, perdagangan sawit di pasar internasional pun memiliki tantangan.
Tantangan di sektor kelapa sawit pada masa pandemi ini adalah pelemahan kinerja ekspor. Untuk
mengatasi hal ini, pemerintah menerapkan kebijakan B-30. Dimana program ini mewajibkan
pencampuran 30% biodiesel dengan 70% bahan bakar minyak jenis solar. Program ini dilakukan
sebagai gerakan/langkah strategis memenuhi sumber energi terbarukan Indonesia. Program B-
30 ini juga diharapkan bisa meningkatkan permintaan produk turunan sawit di dalam negeri.
Ekspor Indonesia sangat bergantung dengan Tiongkok. Sementara itu, Tiongkok sangat
bergantung dengan Eropa. Ekonomi Eropa diperkirakan tidak akan pulih lebih cepat. Maka, sektor
domestik yang harus dikuatkan. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan konsumsi domestik
lewat program B-30 diharapkan dapat mengimbangi penurunan permintaan sawit di tingkat
global sehingga stabilitas harga sawit dunia juga bisa terjaga.
Selain itu, pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 57/PMK.05/2020
mengeluarkan kebijakan pungutan ekspor sawit dan produk turunannya yang diharapkan
mampu menjaga stabilitas harga CPO. Pungutan ekspor ini diharapkan mampu mempertahankan
momentum hilirisasi industri turunan sawit di dalam negeri sekaligus menjaga daya saing produk
agar tetap kompetitif dibandingkan negara pesaing.
Selanjutnya selain karena pandemi, menurunnya permintaan minyak sawit terutama di pasar
UE adalah karena kampanye negatif terkait isu lingkungan. Uni Eropa mengeluarkan kebijakan
RED I & II, yaitu regulasi Renewable Energy Directive (RED) II dan Delegated Regulation yang
menargetkan minyak sawit sebagai minyak nabati dengan high risk indirect land use change
(ILUC). Langkah yang diambil Indonesia adalah dengan memperjuangkan penyelesaian
diskriminasi sawit melalui forum WTO terkait kebijakan Renewable Energy Directive II (RED II)
dan Delegated Regulation UE. Indonesia melanjutkan pendekatan bilateral dengan negara mitra
melalui strong commitment pemerintah untuk melakukan trade-off dengan negara mitra (contoh
ekspor sawit dengan impor jeruk kino dari Pakistan). Meyakinkan dunia internasional bahwa
minyak sawit Indonesia dihasilkan oleh proses yang berkelanjutan dengan adanya sertifikasi
ISPO. Sertifikasi ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) merupakan persyaratan yang disusun oleh
Pemerintah Indonesia berdasarkan komitmen Pemerintah Indonesia untuk memperbaiki
keberlanjutan industri kelapa sawit Indonesia sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
Dimana dengan adanya sertifikasi ini dilakukan untuk menjaga lingkungan dan menjaga kualitas
produk dari CPO ini agar dapat bersaing secara global. Selain itu, kebijakan yang ditetapkan pada
tahun 2009 ini diambil agar Indonesia mampu bersaing secara global. Diharapkan dengan adanya
ISPO ini dapat mengurangi penggunaan bahan bakar fosil yang memberikan efek pemanasan
global. Namun selain mengurangi penggunaan bahan bakar ini, diharapkan sertifikasi ini dapat
menjadi sebuah aturan yang dipatuhi agar saat pembukaan lahan tidak dilakukan pembakaran
lahan, kemudian adanya penerapan AMDAL atau yang disebut Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan bagi seluruh pelaku usaha, dan juga dilakukan dokumentasi pada saat proses
pembukaan lahan agar dapat diketahui bagaimana prosesnya. Hal ini pun menjadi perhatian besar
karena bukan hanya memperhatikan dampak pada perkebunan kelapa sawit kedepannya namun
melihat pula bahwa dengan adanya program sertifikasi ISPO ini dapat meningkatkan standar
pengelolaan kelapa sawit.
Kemudian, selain adanya sertifikasi ISPO terdapat pula sertifikasi RSPO. Sertifikasi RSPO
(Roundtable on Sustainable Palm Oil) merupakan inisiatif bisnis dimana para anggotanya secara
sukarela mengikatkan diri pada mekanisme RSPO dengan tujuan untuk memproduksi dan
menggunakan minyak sawit berkelanjutan. Dimana yang dimaksud dari RSPO ini adalah untuk
mempromosikan produksi minyak sawit yang berkelanjutan untuk membantu mengurangi
deforestasi, melestarikan keanekaragaman hayati, maupun menghargai kehidupan dari
masyarakat pedesaan di negara penghasil minyak sawit. Lalu RSPO ini secara proaktif membantu
setiap orang yang terlibat dengan bertanggung jawab secara sosial maupun lingkungan.

3. Penutup
Produksi CPO di dalam negeri mengalami penurunan pada saat pandemi namun tidak
signifikan. Walaupun adanya pandemi menyebabkan permintaan terhadap CPO di pasar global
turun secara umum, tapi ketahanannya masih bisa dijaga karena turunnya tidak signifikan namun
volume ekspornya justru naik (di pasar india dan afrika) dan harga naik. Tantangan saat ini adalah
bagaimana indonesia bisa mengatasi tantangan melemahnya ekspor dengan meningkatkan
konsumsi CPO dalam negeri melalui program B-30. Selain itu, Indonesia perlu meyakinkan
negara-negara lain bahwasanya CPO Indonesia dihasilkan dari proses yang berkelanjutan lewat
adanya sertifikasi ISPO maupun RSPO.

Daftar Pustaka

Astuti, U. P. (2011). Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Pangan Menjadi
Kelapa Sawit Bengkulu : Kasus Petani di Desa Kungkai Baru. Jurnal Nasional
Budidaya Pertanian, 189-195.

Badan Pusat Statistik. (2019). Luas Panen (Hektar). Retrieved from BPS:
https://www.bps.go.id/indicator/53/21/1/luas-panen.html

Candra, M. Y. (2016). Politik Ketahanan Pangan. Jurnal Demokrasi & Otonomi Daerah,
157-236.

Kementerian Pertanian Republik Indonesia. (2019). Data Lima Tahun Terakhir.


Retrieved from Pertanian.go.id:
https://www.pertanian.go.id/home/?show=page&act=view&id=61

Nuspita, A. (018). Dampak Alih Fungsi Lahan Terhadap Ketahanan Pangan Rumah
Tangga Tani di Kecamatan Temon Kabupaten Kulon Pronggo. Jurnal Gama
Societa, 103-110.

Yanti, R. T. (2013). Analisis Alih Fungsi Lahan Pertanian Tanaman Pangan Padi Sawah
Ke Sektor Perkebunan Kelapa Sawit dan Karet Serta Pengaruhnya Terhadap
Produksi Padi di Kabupaten Seluma Propinsi Bengkulu. Jurnal Ekonomi dan
Perencanaan Pembangunan, 64-75.

Zakwan. (2019). Pengaruh Perkembangan Lahan dan Produksi Minyak Kelapa Sawit
Terhadap Ketahanan Pangan Nasional Tahun 2000-2015. Jurnal Fakultas
Agrikultur Universitas Asahan, 44-51.

Astuti, U. P., W. W., & A. I. (2011, Juli 7). Faktor yang mempengaruhi ahli fungsi lahan
pangan menjadi kelapa sawit di Bengkulu: Kasus petani di desa Kungkai Baru.
Prosiding Seminar Nasional, 190. From http://repository.unib.ac.id/128/1/16-
Alih%20%20Fungsi%20%20Lahan%20%20_UNIB_.pdf

Azahari, D. H., Sinuraya, J. F., & Rachmawati, R. R. (2020). Daya Tahan Sawit Indonesia Pada
era Pandemi Covid 19. DAMPAK PANDEMI COVID-19: Perspektif Adaptasi dan
Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian, 61-82.

Badan Pusat Statistika. (n.d.). Luas panen tanaman pangan. Retrieved Maret 25, 2021 from
https://www.bps.go.id/indicator/53/21/1/luas-panen.html

Direktorat Jenderal Perkebunan. (n.d.). Luas Areal Kelapa Sawit Menurut Provinsi di
Indonesia, 2016-2020. From Kementerian Pertanian Republik Indonesia:
www.pertanian.go.id

Direktorat Jendral Perkebunan. (2019). In Statistik Perkebunan Indonesia (p. 9).


Sekertariat Direktorat Jenderal Perkebunan.

Irawan, B. (2005). Konversi Lahan Sawah menimbulkan Dampak Negatif bagi Ketahanan
Pangan dan Lingkungan. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Kementerian Pertanian Republik Indonesia. (2019). Luas panen tanaman pangan.


Retrieved Maret 25, 2021 from
https://www.pertanian.go.id/home/?show=page&act=view&id=61

Rostow, W. W. (1990). The Stages of Economic Growth: A Non-Communist Manifesto.


Cambridge : Cambridge University Press.

Saputra, A. (2013). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Tanaman Karet Menjadi


Kelapa Sawit di Kabuoaten Muaro Jambi. Sosio Ekonomika Bisnis Vol 16 (2), 19.

Saragih, J. G. (2009, Juli 25). Implementasi REDD dan Persoalan Kebun Sawit di Indonesia.

Sitohang, S. (2015). Pengaruh Luas Lahan Panen Padi, Kondisi Jalan, dan Jumlah Konsumsi
Beras Terhadap Ketahanan Pangan di Provinsi Riau. Jom FEKON Vol 2. No 2, 2.

Tobing, G. M., & Panday, R. (2020). UJI BEDA NILAI EKSPOR NONMIGAS DI INDONESIA
SEBELUM DAN SAAT TERJADINYA PANDEMI VIRUS CORONA. 1-8.

Widyastuti, N. L., & Nugroho, H. (2020). Dampak Covid-19 terhadap Industri Minyak dan
Gas Bumi: Rekomendasi Kebijakan untuk Indonesia. The Indonesian Journal of
Development Planning, 166-176.

Anda mungkin juga menyukai