Suswono
Kebijakan Peningkatan Dayasaing Produk Pertanian Indonesia
oleh
Ir. H. Suswono, MMA
Menteri Pertanian Republik Indonesia
Kampanye negatif atau boikot tentu saja merugikan. Apalagi jika dilakukan terus berulang
bahkan sampai ada pemboikotan segala. Saya kira ini tidak fair dan sudah berlebihan. Tentu
saja kita tidak bisa tinggal diam, kita perlu meluruskannya dengan kampanye yang positif dan
lebih rasional
Begitu salah satu petikan wawancara dengan Menteri Pertanian Republik Indonesia, Ir. H.
Suswono, MMA. Di sela-sela kesibukannya beliau bersedia meluangkan waktunya untuk
diwawancarai seputar dayasaing produk pertanian Indonesia saat ini. Berikut petikan
selengkapnya.
Menurut Bapak, bagaimana kondisi dayasaing produk pertanian Indonesia saat ini, baik di
pasar internasional maupun di dalam negeri?
Soal dayasaing relatif. Tergantung komoditasnya. Sejumlah komoditas sudah berkelas dunia.
Untuk perkebunan kita leading. Juga beberapa produk hortikultura seperti manggis, mangga
gincu, salak, rambutan, dan nenas.
Untuk lebih jelasnya mari kita lihat fakta berikut:
Produksi PADI Indonesia peringkat ke-3 setelah China dan India. Produksi padi tahun
2008 di China 188,5 juta ton & di India 142,5 juta ton. Indonesia kini mencapai 64,9 juta
ton.
Indonesia produsen JAGUNG terbesar di Asia dan sudah tercapai swasembada jagung.
Produsen utama jagung masih didominasi AS, China, Brazil, Argentina, dan Meksiko.
Produksi KEDELAI Indonesia menduduki peringkat keenam terbesar setelah AS, Brazil,
Argentina, China, dan India. Kebutuhan konsumsi kedelai Indonesia sangat besar 2,0 juta
ton pertahun. KEDELAI adalah tanaman sub-tropis yang didomestikasi di kawasan
tropis, lembab dan basah.
Produksi MINYAK SAWIT mentah (CPO) di Indonesia nomor satu sejak tahun 2006
mengalahkan Malaysia.
Indonesia negara produsen PALA setelah Grenada (Amerika Tengah). Produksi pala
dunia sebagian besar 80% dari Indonesia.
Indonesia negara produsen LADA putih di dunia dan LADA hitam urutan kedua dunia
setelah Vietnam.
Menurut buku World in Figure 2003, The economist USA, kekayaan Indonesia di
DUNIA adalah:
1. Penghasil BIJI-BIJIAN terbesar nomor enam dan TEH nomor enam,
2. Penghasil KOPI nomor empat dan coklat/KAKAO nomor tiga,
3. Penghasil CPO nomor satu,
4. Penghasil LADA PUTIH nomor satu dan LADA HITAM nomor dua,
5. Penghasil puli dari PALA nomor satu, dan KARET alam nomor dua.
Bagaimana tanggapan Bapak mengenai aksi boikot oleh pasar internasional terhadap
beberapa produk pertanian Indonesia? Dan upaya serta strategi apa yang dilakukan
kementerian pertanaian dalam menghadapi hal tersebut?
Kampanye negatif atau boikot tentu saja merugikan. Apalagi jika dilakukan terus berulang
bahkan sampai ada pemboikotan segala. Saya kira ini tidak fair dan sudah berlebihan. Tentu saja
kita tidak bisa tinggal diam, kita perlu meluruskannya dengan kampanye yang positif dan lebih
rasional. Khusus terkait masalah tuduhan kelapa sawit merusak lingkungan, kita sudah minta tim
independen untuk menilainya.
Bagi Indonesia, pengembangan tanaman Kelapa Sawit ditujukan untuk peningkatan
pendapatan petani, penerimaan negara dari devisa ekspor, penyediaan bahan baku industri,
pengembangan wilayah dan mendukung pelestarian fungsi lingkungan hidup. Saat ini
pengembangan Kelapa Sawit melibatkan 3,5 juta KK, pendapatan ekspor US$ 12,4 Milyar yang
tentunya sangat berarti bagi sumber pembiayaan di Indonesia. Disamping itu, pengembangan
Kelapa Sawit terbukti telah mampu meningkatkan pendapatan masyarakat sekaligus mengurangi
Areal yang berasal dari kawasan hutan hanya HPK dan harus mendapat pelepasan dari
Departemen Kehutanan.
Membangun kebun masyarakat minimal 20% dari ijin yang diberikan untuk
pengembangan perkebunan besar.
Bagaimana arah kebijakan peningkatan dayasaing pertanian saat ini dan kedepan?
Peningkatan dayasaing termasuk satu dari empat target sukses pembangunan pertanian yang saya
emban selaku Mentan KIB II. Untuk mendukung itu kita gulirkan berbagai program dan
kebijakan. Intinya bagaimana kita terus mendorong upaya pemingkatan nilai tambah, dayasaing
dan ekspor produk pertanian. Pada saat yang sama, kita ingin melakukan substitusi impor secara
bertahap. Berikut contohnya:
1. Revisi PP 17 tahun 1986 tentang kewenangan pembinaan agroindustri.
2. Pengembangan agroindustri khususnya susu, kakao, tepung (modified cassava
fermentation/MOCAF), mete, buah-buahan.
3. Pengembangan padi atau beras organik untuk ekspor.
4. Pengembangan grading & packaging house serta cool chain.
5. Penerapan SNI wajib, penerapan sistem jaminan mutu (GAP, GHP, GMP) dan berbagai
macam sertifikasi (Global GAP, GHP, Organic Farming, Keamanan Pangan/HACCP,
MRL, dsb.) produk komoditi strategis.
6. Menyusun usulan penyesuaian tarif/pajak/regulasi untuk mendorong pengembangan
agroindustri dalam negeri.
7. Intensifikasi promosi, market intelligent dan kerjasama pemasaran.
8. Penerapan Sanitary and Phytosanitary (SPS) untuk perkarantinaan pertanian.
9. Berbagai insentif investasi yang terkait dengan pembangunan pertanian: tax holiday,
pengurangan pajak, insentif pembangunan food estate dan lainnya.
Target kegiatan peningkatan kualitas dan dayasaing produk tahun 2010-2014:
100% produk pertanian strategis berorientasi ekspor (segar dan olahan) mendapatkan
sertifikasi.
pertanian berdayasaing tinggi. Pada saat yang sama pemerintah akan mendorong
terwujudnya sistem kemitraan usaha dan perdagangan komoditas pertanian yang sehat,
jujur, dan berkeadilan.
Untuk mendukung empat target sukses telah ditetapkan tujuh gema revitalisasi. Yaitu, revitalisasi
lahan, revitalisasi perbenihan dan perbibitan, revitalisasi Infrastruktur dan sarana, revitalisasi
sumber daya manusia, revitalisasi pembiayaan petani, revitalisasi kelembagaan petani, dan
revitalisasi teknologi dan industri hilir.
Dengan dukungan, kerjasama dan kerja keras, insya Allah kita optimis bisa mencapai targettarget itu.
Berkaitan dengan pribadi Bapak, mengapa Bapak memilih menempuh pendidikan dari S1,
S2, sampai S3 di Institut Pertanian Bogor? Dan seberapa jauh pendidikan yang Bapak
tempuh di IPB tersebut dalam membantu dalam pekerjaan dan karir Bapak selama ini?
Saya lahir dan dibesarkan dari keluarga petani. Mungkin itu yang mendorong saya masuk IPB.
Setelah lulus peternakan IPB, saya angkatan 16, saya sempat menjadi dosen di IPB dan
Universitas Ibnu Kaldun. Saya tinggal di Bogor, begitu juga aktivitas dakwah saya banyak di
sekitar Jabotabek. Karea itu, saya ambil S-2 juga di IPB (MMA). Dan, insya Allah, sedang
menyelesaikan S-3 pada program manajemen bisnis. Mudah-mudahan bisa segera selesai bulan
Juni ini.
Background pendidikan tentu saja ikut membantu dalam menganasilis dan mengembangkan
konsep berpikir. Terlebih ketika menjadi anggota DPR dan Wakil Ketua Komisi IV yang
membidangi pertanian, perikanan dan kehutanan. Demikian juga saat menjalani tugas sebagai
Menteri Pertanian KIB II. Jaringan dan koneksi IPB tentu juga ikut membantu. Saya yakin
keluarga besar IPB juga tentu ingin alumninya bisa sukses dalam meniti karir, di mana pun. ===
hasil
pertanian,
maka
strategi
kebijakan
yang
ditempuh
harus
tanah air adalah masih lemahnya kemampuan sumber daya manusia dan kelembagaan
usaha dalam hal penanganan pasca panen, pengolahan dan pemasaran hasil. Hal
tersebut disebabkan oleh karena pembinaan SDM pertanian selama ini lebih difokuskan
kepada upaya peningkatan produksi (budidaya) pertanian, sedangkan produktivitas dan
daya saing usaha agribisnis sangat ditentukan oleh kemampuan pelaku usaha yang
bersangkutan dalam mengelola produk yang dihasilkan (pasca panen dan pengolahan
hasil) serta pemasarannya. Adapun beberapa kebijakan operasional terkait dengan
strategi tersebut adalah:
1. Meningkatkan penyuluhan, pendampingan, pendidikan dan pelatihan di bidang
pasca panen, pengolahan serta pemasaran hasil pertanian;
2. Mengembangkan kelembagaan usaha pelayanan pascapanen, pengolahan dan
pemasaran hasil pertanian yang langsung dikelola oleh petani/kelompok tani.
2. Meningkatkan
Inovasi
Dan
Diseminasi
Teknologi
Pasca
Panen
Dan
Pengolahan.
Salah satu dampak yang signifikan dari kebijakan yang menitik beratkan kepada
usaha produksi (budidaya) selama ini adalah kurang memadainya upaya-upaya inovasi
teknologi
pasca
panen
dan
pengolahan
serta
diseminasinya.
Hal
tersebut
mengakibatkan lemahnya daya saing dan kecilnya nilai tambah yang dapat dinikmati
oleh petani, sehingga kesejahteraan tidak meningkat dari tahun ke tahun. Untuk
meningkatkan daya saing dan nilai tambah produk pertanian maka perlu ditingkatkan
upaya-upaya inovasi teknologi pasca panen dan pengolahan hasil pertanian serta
diseminasinya. Dalam hubungan tersebut, beberapa kebijakan yang akan dilaksanakan
adalah:
1. Melakukan kerjasama dan koordinasi dengan sumber-sumber inovasi teknologi
seperti lembaga riset, Perguruan Tinggi dan bengkel-bengkel swasta dalam rangka
pengembangan dan diseminasi teknologi tepat guna.
2. Mengembangkan bengkel alsin pascapanen dan pengolahan hasil
3. Mengembangkan sistem sertifikasi dan apresiasi (penghargaan) terhadap inovasi
teknologi yang dilakukan oleh masyarakat.
4. Mengembangkan pilot proyek dan percontohan penerapan teknologi pasca panen
dan pengolahan hasil pertanian.
5. Memberikan penghargaan dengan kriteria mutu, rasa, skala usaha, tampilan
terhadap produk olahan yang dihasilkan oleh para pelaku usaha.
pengembangan
investasi
dalam
pengembangan
infrastruktur
dalam
jangka
menengah
meliputi
Jakarta/ awal tercetusnya ide peghargaan dengan nama Citra Produk Pertanian Berdaya
Saing dimulai pada Tahun 2012, mengacu pada Visi Kementerian Pertanian Terwujudnya
Pertanian Industrial Unggul Berkelanjutan Yang Berbasis Sumberdaya Lokal Untuk
Meningkatkan Kemandirian Pangan, Nilai Tambah, dan Daya Saing.
Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian mengapresiasi visi
Kementerian Pertanian tersebut dengan nama Citra Produk Pertanian Berdaya Saing.
Sebagian lagi memberikan singkatan Citra Produk Pertanian Berdaya Saing dengan
Caping. Dan untuk memudahkan dalam pelafalan digunakan nama Caping Award.
Caping atau topi tudung adalah pelindung kepala yang terbuat dari anyaman bambu,
digunakan para petani ketika bekerja disawah dan merupakan trade Mark bagi petani.
Rencana awal penggunaan nama caping dimaksud, caping memiliki filosofi yaitu, kerja
keras, ketekunan, dan sebuah upaya tanpa lelah untuk menghasilkan yang terbaik bagi
masyarakat. Sehingga dirasa perlu mengapresiasi keberadaan dan peran petani dalam
memajukan perekonomian nasional melalui sebuah bentuk penghargaan dengan nama
Citra Produk Pertanian Berdaya saing (hn/)
EKONOMI/PERTANIAN
Siaran Pers
Pada hari ini, Kamis 31 Januari 2013, Dirjen Industri Agro Benny Wahyudi
membuka secara resmi "Diskusi Panel Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Hasil
Hutan dan Perkebunan" di Kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta. Dalam
sambutannya, Dirjen Industri Agro mengatakan, industri hasil hutan danperkebunan
memiliki peranan yang cukup penting bagiperekonomian nasional, antara lain
terkait dengan kontribusinya dalampembentukan PDB, perolehan devisa, dan
penyerapan tenagakerja.
Industri
hasil
hutan
dan
perkebunan
yang
berada
dibawah
binaan
Kementerian Perindustrian adalah industri hilir yang mengolah lebih lanjut hasil
produksi industri primer hasil hutan, yaitu meliputi industri wood working, furniture
kayu dan rotan, pulp/kertas, karet (crumb rubber), serta industri hilir kelapa sawit.
Sedangkan industri primer hasil hutan dan perkebunan yang mengolah bahan baku
merupakan binaan Kementerian Kehutanan dan Kementerian Pertanian.
Pengembangan
industri hasil hutan dan perkebunan merupakan bagian dan proses industrialisasi
berwawasan lingkungan yang memberikan konstribusi penting dalam pembangunan
ekonomi nasional.
Hingga saat ini, kinerja industri-industri yang termasuk industri hasil hutan
dan perkebunan menunjukkan pertumbuhan yang cukup signifikan. Pertama,
industri pulp dan kertas Indonesia merupakan penyumbang terbesar di pasar
internasional, yaitu industri pulp yang menempati nomor 9 dan industri kertas
nomor 11 di dunia. Keunggulan Indonesia terletak pada bahan baku kayu berdaun
lebar, yang menghasilkan pulp serat pendek dengan produksi 6,52 juta ton dan
sudah memenuhi kebutuhan dalam negeri. Namun untuk kebutuhan pulp serat
panjang, Indonesia masih mengimpor.
Nilai ekspor pulp pada empat tahun terkahir terus meningkat. Tahun 2009
sebesar 733 juta USD, tahun 2010 sebesar 1,4 Milyar USD, tahun 2011 sebesar 1,5
Milyar USD, dan pada Oktober 2012 sebesar 1.3 Milyar USD. Sedangkan, nilai
ekspor kertas tahun 2009 sebesar 3,2 Milyar USD, tahun 2010 sebesar 3,7 Milyar
USD, tahun 2011 sebesar 4,1 Milyar USD, pada Oktober 2012 sebesar 3.3 Milyar
USD.
Namun demikian, sebagian besar CPO masih diekspor dalam bentuk mentah,
sementara itu permintaan dunia terhadap produk turunan minyak kelapa sawit
semakin besar. Untuk memanfaatkan peluang pengembangan industri pengolahan
kelapa sawit, maka dipilihlah tiga lokasi potensial untuk dikembangkan klaster
industri hilir kelapa sawit, yaitu Sei Mangke (Sumatera Utara), Dumai (Riau), dan
Maloy (Kalimantan Timur).
SNI,
peningkatan
kompetensi SDM industri, penerapan sertifikasi legalitas untuk produk kayu (SVLK),
penggantian mesin-mesin yang telah berumur tua dengan mesin atau teknologi
baru supaya produksi lebih efisien, serta meningkatkan pasar dengan dilaksanakan
promosi atau pameran produk-produk hasil hutan dan perkebunan baik di dalam
maupun luar negeri. Kebijakan tersebut hanya bisa terwujud bila didukung oleh
semua komponen baik pemerintah, dunia usaha, asosiasi, organisasi profesi dan
masyarakat lainnya yang diharapkan dapat ikut memperkuat basis ekonomi bangsa.
jagung, pati jagung dan minyak jagung. Pati jagung potensial mensubstitusi terigu
maupun tapioka dari 20-100%. Jika pati jagung menggantikan 10% saja, maka
diperlukan 0,3-1,0 juta ton pati jagung per tahun. Pascapanen jagung selama ini
masih dkerjakan secara tradisional. Dengan teknologi yang ada (existing
technology), maka diperlukan investasi teknologi baik untuk pengolahan jagung di
sektor hulu maupun hilir. Untuk pengembangan industri pati jagung, dibutuhkan
investasi mencapai Rp 80-160 miliar.
Jeruk, produksi jeruk nasional mencapai 1,6 juta ton (70-80 % jeruk siam) dengan
nilai perdagangan sebesar Rp. 3,3 triliun, tetapi Indonesia masih mengimpor jeruk
segar dan hasil olahannya seperti konsentrat dan instant jeruk dan flavor lemonen.
Teknologi penanganan jeruk segar untuk ekspor masih sederhana, perlu
ditingkatkan dengan membanjirnya jeruk impor dan meningkatnya tuntutan
konsumen terhadap mutu jeruk segar. Teknologi pengolahan juicing perlu
dikembangkan di Indonesiai untuk memanfaatkan kelebihan produksi jeruk, maupun
untuk mengurangi jeruk kualitas rendah di segmen pasar jeruk segar.
Industri produk antara (pure juice dan konsentrat) yang dikembangkan tidak hanya
menguntungkan industri hulu tetapi juga bisa memacu pertumbuhan industri hilir
(sirup, jam, jeli, sari buah, dsb). Total kebutuhan investasi untuk pengembangan
agroindustri jeruk hingga tahun 2010 mencapai 3,08 triliun rupiah.
Pisang, industri pengolahan pisang di Indonesia selain mampu memasok pasar
domestik dan juga sudah mulai mengekspor. Namun terbatasnya daya serap pasar
domestik dan persaingan pasar yang semakin ketat, sehingga kesinambungan
industri pengolahan masih kurang lancar. Sebagai makanan, buah pisang dapat
diolah mejadi beragam produk yang lezat antara lain, seperti : kripik, ledre, getuk
jus, puree, sale, jam, dan pisang goreng/bakar. Buah pisang juga dapat diolah
menjadi tepung, makanan bayi, cuka, cider (wine) dan sirup glukosa. Hampir
sebagian besar produk ini sudah diproduksi skala komersial (UKM).
Bahan baku pisang merupakan faktor utama yang harus terjamin baik kuantitas
maupun kontinuitas. Kebutuhan pisang untuk industri pengolahan skala rumah
tangga (10-50 kg/hari), skala UKM kripik (100-120 kg/hari), sale (1,5-2 ton/bln),
ledre (70-120 kg/hari), puree (300-500 kg/h) dan tepung (700-1000 kg/minggu).
Skala besar, membutuhkan kapasitas + 10-12 ton pisang segar/hari. Untuk
melayani pasar dalam negeri terutama pasar-pasar swalayan dan luar negeri,
kultivar pisang yang disenangi adalah kelompok cavendish. Untuk memenuhi
kebutuhan buah dan produk olahan pisang untuk ekspor pada tahun 2010
diperkirakan memerlukan areal pertanaman sekitar 5.000-6.000 ha atau dibutuhkan
sekitar 5-7 perusahaan skala besar. Industri pengolahan pisang skala besar lebih
diarahkan pada industri tepung (1,5-2 ton/minggu), puree (600 kg 1,5 ton/hari)
dan jam (1-2 ton/hari), karena untuk memproduksi produk-produk tersebut
diperlukan peralatan khusus yang cukup mahal. Kebutuhan bahan baku
diperkirakan mencapai 60.000 ton per tahun.
Kelapa, komoditas kelapa memiliki berbagai macam kegunaan baik untuk industri
pangan maupun non-pangan. Pengembangan produk utama, produk turunan, dan
produk samping dari kelapa ditujukan untuk mengejar perolehan nilai tambah
domestik (retained domestic value added) secara maksimal. Dari pohon industri
kelapa yang mempunyai prospek pasar meliputi nata de coco, minuman isotonik air
kelapa, desiccated coconut, santan kelapa, virgin coconut oil, pakan ternak, arang
tempurung, arang aktif, tepung tempurung kelapa, serat sabut kelapa, dan produk
turunan (oleokimia) dari virgin coconut oil (minyak kelapa murni). Harga minyak
kelapa murni sesuai standar CODEX Alimentarius di pasar internasional mencapai
US $ 9 per kg, jauh di atas harga minyak goreng.
Air kelapa merupakan cairan yang mempunyai kandungan gizi, terutama mineral,
yang sangat baik untuk tubuh manusia, sehingga air kelapa berpotensi dijadikan
minuman isotonic drink. Permintaan terhadap produk santan kelapa dan desiccated
coconut dimasa datang akan meningkat terutama untuk konsumsi dalam negeri,
seiring dengan terjadinya perbaikan ekonomi domestik dan perubahan gaya hidup
masyarakat perkotaan yang lebih mementingkan segi kepraktisan.
Sebagian agroindustri kelapa dapat dikembangkan dalam skala industri kecil dan
sebagian dalam industri besar. Beberapa jenis produk agroindustri kelapa dapat
dikembangkan dalam bentuk kluster antara industri kecil dengan industri menengah
seperti industri sabut kelapa (industri kecil) dengan industri finishing serat sabut
kelapa (industri menengah), industri arang tempurung (industri kecil) dengan
industri arang aktif (industri menengah). Agroindusti oleokimia dari kelapa
merupakan industri teknologi tingi, dan diproyeksikan akan dapat dilaksanakan lima
tahun mendatang. Total kebutuhan investasi untuk pengembangan agroindustri
kelapa selama 5 tahun diperkirakan mencapai Rp. 1,8 trilyun.
Cengkeh, produksi bunga cengkeh Indonesia sebagian besar (80-90%) diserap oleh
industri rokok kretek, sisanya untuk industri rempah-rempah lokal dan diekspor.
Potensi tanaman cengkeh yang belum dimanfaatkan secara optimal adalah daun
cengkeh (daun gugur) dan tangkai bunga. Produk olahan yang dapat dihasilkan dari
bunga, daun dan tangkai bunga/gagang adalah (1) minyak cengkeh, (2) eugenol
yang diisolasi dari minyak cengkeh dan (3) senyawa derivat dari eugenol. Produksi
minyak cengkeh terutama menggunakan bahan baku daun gugur, telah lama
dilakukan oleh pengusaha Indonesia. Skala usahanya umumnya skala Usaha Kecil
Menengah (UKM) yang lokasi produksinya di sentra tanaman cengkeh terutama di
Jawa dan Sulawesi Utara. Pasokan minyak cengkeh Indonesia ke pasar dunia
sebesar 1.317 ton atau sekitar 60% kebutuhan dunia. Eugenol yang terdapat dalam
minyak cengkeh merupakan bahan baku yang banyak dipakai dalam industri
kesehatan gigi (obat kumur, pasta dan formulasi bahan penambal gigi), sebagian
kebutuhan eugenol di dalam negeri masih diimpor. Untuk investasi agroindustri
minyak cengkeh pada periode 2005-2010, diperlukan 600 unit pengolahan minyak
cengkeh. Perkiraan biaya investasi setiap unit usaha penyulingan dengan kapasitas
ketel suling 5.000 liter tersebut sebesar Rp. 158.000.000,- , dengan total kebutuhan
investasi untuk 600 unit usaha adalah Rp. 94.800.000.000,-.
Hasil Ternak, produk olahan ternak yang cukup potensial dan prospektif
dikembangkan di Indonesia adalah kulit samak dari sapi, kambing dan domba serta
kulit bulu (fur) domba samak, dan bulu itik. Kebutuhan kulit dunia cukup tinggi, hal
ini merupakan peluang dan prospek yang cukup besar bagi pengembangan industri
penyamakan kulit (baik kulit sapi maupun domba dan kambing). Bulu unggas
khususnya itik memiliki peluang yang cukup besar untuk dikembangkan. Peluang
dan prospek itik untuk menghasilkan bulu (down feather/bulu halus, small feather,
bulu kasar) cukup besar. Bulu itik yang halus (down feather) setelah mengalami
prosesing mempunyai nilai jual ekspor yang tinggi yaitu sebesar 9-11 Euro per kg (1
Euro = Rp. 9.500
Peluang pasar yang cukup besar, baik pasar domestik maupun internasional menuntut
adanya upaya peningkatan produksi dan mutu melalui pengolahan hasil yang baik. Begitu
juga dengan komoditas hortikultura yang mencakup produk buah, sayuran, biofarmaka
dan tanaman hias/bunga. Dengan pengolahan, komoditi tersebut akan memiliki nilai
tambah tinggi.
Pelaksana Harian Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (PPHP) Kementerian
Pertanian Yazid Taufik mengatakan, potensi komoditi hortikultura Indonesia cukup besar.
Sayangnya banyak kendala dalam pengembangannya. Misalnya, produk hortikultura bersifat
musiman, harga yang sangat fluktuatif, serta penampilan produk olahan yang masih sangat
sederhana.
Selain itu masih lemahnya kemampuan sumber daya manusia, kelembagaan usaha, dan sumber
permodalan. Dengan demikian diperlukan pembinaan secara berkelanjutan agar nilai tambah
produk hortikultura meningkat. Penambahan nilai tambah menjadi sangat penting dan berperan
strategis dalam pengembangan pasar untuk komoditas hortikultura, katanya saat pertemuan
Bakohumas 2013 dengan tema Peningkatan Nilai Tambah Petani Melalui Pengolahan Produk
Hortikultura di Surabaya beberapa waktu lalu.
Yazid mengatakan, penambahan nilai pada produk hortikultura tidak lepas dari tujuan untuk
menekan susut hasil panen dan pada akhirnya meningkatkan daya saing produk. Untuk itu dapat
dilakukan dengan perbaikan mutu produk menggunakan teknologi atau penanganan pasca panen
yang baik.
Sedangkan peningkatan daya saing produk hortikultura dapat dilakukan dengan pengembangan
hortikultura dalam bentuk kebun (estate) hortikultura, penyeragaman jenis tanaman horti melalui
seleksi unggul yang sesauai dengan kemauan pasar, pengelolaan produk hortikultura sesuai
standar GAP (good agriculture practices), GHP (good handling practices) dan GMP (good
manufacturing practices).
Selama ini kendala yang dalam pengembangan diversifikasi produk olahan hortikultura antara
lain aplikasi teknologi yang sederhana, mutu olahan belum dapat menerapkan GMP dan skala
usaha Industri Rumah Tangga (IRT). Meskipun pasar domestik dan peluang pasar ekspor sangat
besar, tapi karena promosi yang minim bisa menyebabkan daya saing menjadi lemah, kata
Yazid.
Potensi Indonesia untuk maju di bidang hortikultura cukup besar. Indonesia adalah negara
dengan keragaman hayati terkaya setelah Brasil. Jenis tanaman hortikultura yang ada di
Indonesia lebih dari 300 jenis, sedangkan yang dibudidayakan petani sebanyak 91 jenis.
Potensi lainnya, di lihat dari angka konsumsi buah dan sayur masyarakat Indonesia baru sekitar
34,5 kg/kap/tahun. Padahal Organisasi Pangan se Dunia (FAO) merekomendasikan antara 6475
kg/kap/tahun. Artinya ada potensi peningkatan permintaan konsumsi produk hortikultura.
Apalagi dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat sekitar 6,4 % menyebabkan golongan
menengah atas Indonesia terus tumbuh, sehingga akan mendorong permintaan produk
hortikultura, katanya.
Reporter: Echa
Editor : Yulianto
Sumber : kompas.com
Banyak masyarakat yang mengkhawatirkan ACFTA akan merugikan produsen dalam negeri
yang akan berdampak banyaknya perusahaan yang akan gulung tikar. Hal ini mengingat harga
barang asal China jauh lebih murah dibandingkan dengan produksi Indonesia, sehingga produk
Indoneisia kalah bersaing. Beberapa pihak lain berpendapat bahwa ACFTA ini adalah
momentum untuk kebangkitan usaha di Indonesia, karena dengan adanya persaingan dengan
barang asal China, maka pengusaha akan semakin kreatif dan inovatif dalam meningkatkan
kualitas barang yang mereka perdagangkan agar dapat menyaingi produk dari luar.
Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu menilai perjanjian kerja sama perdagangan bebas
ACFTA secara umum lebih menguntungkan Indonesia. Dia menegaskan bahwa China kini
menjadi salah satu pasar terbesar di wilayah Asia. Ekspor Indonesia ke China pun terus
mengalami peningkatan, bahkan pada tahun 2009, ekspor nonmigas Indonesia ke negara itu telah
mencapai 9,1%. Dari segi impor, bahwa impor produk China oleh Indonesia dari 2004 sampai
2009 terbesar berupa golongan barang modal dan bahan baku penolong, bukan barang
konsumsi. Barang dan bahan baku penolong ini selanjutnya dimanfaatkan oleh industri di dalam
negeri. Oleh karena itu, menurut Mari, dengan ACFTA justru membantu daya saing kita. Kita
dapat mengakses mesin atau barang modal lainnya maupun bahan baku penolong dengan harga
yang lebih murah karena adanya fasilitas bea masuk yang lebih rendah, sehingga harganya lebih
murah.
Bagaimana dengan produk pertanian Indonesia? Salah satu sektor yang pasarnya akan
mengalami serbuan lebih hebat lagi dengan kesepakatan ACFTA adalah sektor pertanian.
Masuknya produk pertanian dari berbagai negara ke Indonesia disebabkan oleh keunggulan
komparatif produk pertaniannya. Jika produk pertanian yang dihasilkan oleh produsen dalam
negeri tidak mempunyai keunggulan spesifik, maka akan kalah bersaing jika berhadapan dengan
produk pertanian dari mancanegara.
Sebagai contoh masyarakat akan memilih apel impor, meskipun harganya relatif lebih mahal,
dibandingkan apel Malang. Hal ini disebabkan oleh keunggulan apel impor dalam penampilan,
dan atribut yang lainnya. Komoditas seperti buah-buahan ataupun sayuran, jika tidak
memperhatikan kualitas dan nilai tambah maka akan kalah bersaing dengan produk impor yang
membanjiri pasar dalam negeri. Oleh karena itu, untuk mengoptimalkan pasar dalam negeri dan
memperkuat daya saing produk pertanian Indonesia perlu dilakukan langkah-langkah yang
sinergis antara pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat dengan orientasi membangun kualitas
dan nilai tambah serta peningkatan efisiensi.
Pertama, pemerintah harus lebih serius menunjukkan keberpihakan pada sektor pertanian.
Keberpihakan pemerintah terhadap sektor pertanian sangat dibutuhkan, karena akan memacu
peningkatan daya saing. Pemerintah dianggap kurang berpihak terhadap sektor pertanian.
Keputusan pemerintah pada tahun 1998 untuk meratifikasi penurunan tarif bea masuk 0%-10%
untuk 43 komoditas pertanian, sama artinya dengan membiarkan produk pertanian kita bersaing
di pasar dalam negeri dengan produk impor yang mendapat subsidi.
Di bidang produksi program One Vilage One Product semestinya dikembangkan secara
sungguh-sungguh bukan lagi sekedar wacana. Dengan program ini maka setiap daerah akan
fokus mengembangan komoditas pertanian yang cocok dengan potensi agroklimat setempat.
Program tersebut wajib didukung oleh adanya penyediaan sarana produksi pertanian yang mudah
dijangkau petani. Kelangkaan pupuk pada saat petani membutuhkannya, kesulitan petani
memperoleh benih unggul, dan permasalahan lainnya yang terkait dengan kebutuhan sarana
produksi tidak boleh lagi terjadi. Peranan pemerintah sangat diperlukan terutama dalam
melakukan pengawasan sampai lini terbawah.
Kedua, perlu diciptakan keunggulan kompetitif bagi produk pertanian kita. Indonesia
sebenarnya memiliki keunggulan komparatif yang sangat potensial untuk dijadikan pemicu
peningkatan daya saing. Namun keunggulan komparatif saja tidak cukup, melainkan harus
didukung dengan keunggulan kompetitif yang berupa keunikan (uniqueness) produk. Keunikan
(uniqueness) produk merupakan kekuatan yang tidak mudah untuk dikalahkan oleh para pelaku
usaha lain yang memproduksi produk yang sama. Perlu dilakukan upaya pengembangan yang
terfokus misalnya pada komoditas eksotik hortikultura tropika dan perkebunan. Dalam kaitan ini
dukungan riset dan pengembangan teknologi mutlak diperlukan untuk menjadikan produk
pertanian Indonesia bisa berperan di pasar internasional.
Ketiga, untuk dapat meningkatkan daya saing produk pertanian perlu dilakukan langkah
peningkatan efisiensi baik dalam bidang produksi maupun distribusi produk. Penggunaan
teknologi budidaya dan input yang lebih efisien perlu untuk terus dikembangkan. Faktor
kelembagaan petani yang menunjang efisiensi produksi kiranya perlu mendapat perhatian yang
lebih banyak lagi. Terkait dengan sumberdaya lahan, perlu untuk dipikirkan tentang adanya
kebijakan konsolidasi lahan pertanian, dengan tujuan untuk meningkatkan luas penguasaan
lahan pertanian per individu petani, sehingga efisiensi usaha pertanian akan meningkat. Selain itu
di dalam negeri perlu diikuti penghapusan ekonomi biaya tinggi dengan menghilangkan
inefisiensi dalam bidang pemasaran, menghilangkan pungutan liar, dan perbaikan sarana
infrastruktur.
Keempat, perilaku masyarakat pun perlu diperkuat dalam menghadapi perdagangan bebas
dengan mengobarkan semangat untuk mencintai produk dalam negeri. Untuk produk pertanian
seperti buah dan sayuran, pola konsumsi masyarakat terutama masyarakat kelas menengah ke
atas sangat dipengaruhi oleh gaya hidup (life style) mereka. Oleh karena itu perlu usaha-usaha
secara kultural untuk mempengaruhi perilaku konsumsi kelompok masyarakat ini, dengan
menjadikan nilai estetika produk pertanian dalam negeri menjadi bagian penting dari gaya
hidup (life style) mereka.
Saat ini 80% produk pertanian Indonesia diperdagangkan dalam bentuk bahan
mentah dan 20% dalam bentuk olahan. Pada akhir tahun 2014 ditargetkan bahwa
50% produk pertanian diperdagangkan dalam bentuk olahan. Untuk peningkatan
daya saing akan difokuskan pada produk berbasis sumber daya lokal berikut: (1)
produk yang dapat meningkatkan pemenuhan permintaan untuk konsumsi dalam
negeri dan (2) produk yang dapat mengurangi ketergantungan impor (substitusi
impor). Indikator keberhasilannya adalah besarnya pangsa pasar (market share) di
pasar dalam negeri dan penurunan net impor.
Begitu disampaikan Menteri Pertanian RI, Dr. Suswono, saat membuka kegiatan
Agrinex Expo 2012 yang ke-6 di Jakarta Convention Center, Jakarta (30/3)
didampingi pihak penyelenggara antara lain Rektor IPB, Prof. Dr.Ir. Herry
Suhardiyanto, M.Sc dan Ketua Panitia, Ir. Rifda Ammarina.
Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi pangan yang
berlimpah. Jenis komoditas pangan yang dihasilkan oleh sektor pertanian akan
sangat tergantung dari pola konsumsi masyarakat. Pelaksanaan diversifikasi
konsumsi pangan secara bertahap akan mengubah pola produksi pertanian di
tingkat petani (diversifikasi produksi pertanian). Petani akan memproduksi
komoditas yang banyak dibutuhkan oleh konsumen dan yang memiliki harga cukup
tinggi, ujar Suswono.
Lebih lanjut Mentan menyebutkan bahwa kondisi ini akan membawa dampak pada
peningkatan pendapatan petani. Mereka tidak lagi tergantung pada komoditas padi
sebagai sumber pendapatan usaha taninya, tetapi dapat mencoba tanaman lain
yang memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi.
Hal ini merupakan salah satu penerapan program pemerintah khususnya
Kementerian Pertanian, yaitu program diversifikasi, baik pangan maupun komoditi
unggulan. Sedangkan untuk target peningkatan nilai tambah, daya saing dan
ekspor, upaya yang dilakukan yaitu fokus pada 2 (dua) hal yakni: peningkatan
kualitas dan jumlah olahan produk pertanian untuk mendukung peningkatan daya
saing dan ekspor. Peningkatan jumlah olahan diukur dari rasio produk mentah dan
olahan, tambah Mentan. (man)
MEDAN (Berita): Dinas Pertanian Sumut fokus meningkatkan nilai tambah, daya saing dan
pemasaran domestik dan ekspor produk pertanian dengan mengolah bahan segar jadi produk
olahan.Kepala Dinas Pertanian Sumut Ir Roem S melalui Kabid Bina Usaha Tani Ir Lintong
Sitorus mengatakan hal itu kepada wartawan di kantornya Jumat (9/5) siang.
Lintong menambahkan nilai tambah produk pertanian itu diaplikasikan melalui programprogram kegiatan, pasca panen, pengolahan hasil yang diwujudkan dalam bentuk bantuan
sosial (bansos) berupa barang dan mesin kepada Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) dan
Kelompok tani (Poktan).
Upaya peningkatan nilai tambah itu antara lain membantu mesin penggilingan padi kepada
Gapoktan. Tahun 2014 ini ada 11 kabupaten/kota yang mendapat mesin penggilingan untuk
revitalisasi karena banyak gilingan padi yang sudah rusak sehingga rendemennya rendah.
Selama ini banyak beras patah dengan rendemen 55 persen, sekarang ditingkatkan menjadi
58 persen dengan tingkat kerusakan 5,6-5,8 persen. Juga bantuan alat power trasher
(perontok padi) untuk meningkatkan kualitas hasil panen dan mengurangi losis (kehilangan).
Alat panen untuk menurunkan losis, menghemat waktu panen dan biaya panen tidak terlalu
mahal. Selama ini 1 hari (8 jam) dikerjakan 20 orang, dengan alat ini maka hanya 2 jam cuma
dikerjakan oleh 3 pekerja. Dengan mesin ini bisa hemat 50 persen, katanya.
Menurutnya, dua mesin panen yang besar di Deliserdang dan Sergai dengan kecepatan 0,45
hektar/jam. Sedangkan mesin yang kecil 0,2 hektar/jam di Sergai dan Paluta. Kita demons
alat ke lapangan di lahan mana yang duluan panen, katanya.
Selain mesin perontok padi, Dinas Pertanian (Distan) Sumut juga memberikan coldstorage (alat
pendingin) kepada petani hortikultura, utamanya sayur mayur di beberapa kabupaten sekaligus
dibuatkan rumah kemas. Rumah Kemas tahun lalu di Karo 1, Simalungun 1. Tahun ini di Karo
2, Humbahas 1, Tapsel 1 untuk manggis.
Coldstorage dan rumah kemas itu untuk proses pengemasan produk sayur mayur dan buahbuahan petani yang akan diekspor ke luar negeri. Ada beberapa komoditi sayuran yang
diekspor ke Malaysia, Singapura dan Jepang antara lain sawi putih, arcis dan kentang.
Sebelumnya para Gapoktan itu dibimbing Pemgolahan dan Pemasaran Pertanian.
Kementan memberikan bantuan untuk pasca panen produk pertanian tujuannya agar produksi
pertanian berdaya saing di luar negeri sekaligus mampu menghadapi Masyarakat Ekonomi
ASEAN atau MEA tahun 2015, tegas Lintong.
Peningkatan nilai tambah produk pertanian juga diberikan pemerintah melalui Kementan
kepada usaha keripik ubi dengan harapan selama ini jual ubi kayu hanya Rp2.000 hingga
Rp3.000
per
kg,
tapi
setelah
diolah
jadi
keripik
harganya
mencapai
Rp50.000 per kg seperti usaha keripik ubi Lufti di Tuntungan, Medan.
Keripik itu juga diekspor ke Korea dengan merek Lufti tiga tahun belakangan ini sebanyak dua
kontainer per bulan, jelasnya. Usaha Kecil Menengah (UKM) ini kerjasama dengan anggota
penggorengan ada 35 orang, dia juga bermitra dengan kelompok petani ubi. Alat pemotongan
ubi dibantu oleh Pertanian.
Ada juga pengolahan durian dan nangka diusahakan oleh UKM di Jalan Binjai km 12 beberapa
tahun lalu dibantu alat penggorengannya oleh Pertanian (Kementan). Tujuh tahun terakhir
Kementan mengembangkan pertanian hasil olahan termasuk ubi, durian, jagung, katanya.
Kalau jagung masih rata-rata penggilingan biji jagung, termasuk pengolahan cabe yang
dikeringkan dan jadi saos di Batubara. Produknya sudah sering ikut pameran semacam brownis
dari kayu dan tepung.
Ia menambahkan Kementan kini fokus meningkatkan olahan hasil pertanian karena selama ini
yang dikembangkan hanya upaya meningkatkan produksi tapi setelah panen, tak banyak yang
menampungnya. Sekarang yang digalakkan meningkatkan hasil olahan pertanian dan produksi
pertanian tetap dipertahankan, katanya. (Wie)
Petani, pembaca dimana pun Anda berada. Kami terus melakukan upaya peningkatanmutu dan
keamanan pangan produk pertanian nasional bersama dengan petani dan parapelaku agribisnis
keseluruhan. Ini semua sejalan dengan peningkatan permintaanterhadap pangan yang
berkualitas, sehat,bernilai gizi,dan aman dikonsumsi.
Alhamdulillah, ditengah berbagai kendala yang ada, neraca perdagangan sektor pertanian
Indonesiamasih surplus dengan trend yang terus meningkat dalam beberapa tahunterakhir.
Dan, menjadicatatan penting bagi kita semua bahwa peningkatan pengetahuan dan
kesadaranmasyarakat akan pentingnya pangan berkualitas dan sehatmerupakan salah satu
tantangan dalam pembangunan pertanian.
Untuk memenuhi tantangan itu sejaklama Kementerian Pertanian telah melakukan berbagai
langkah untuk meningkatkan mutu produkpertanian seperti pembinaan petani dan pelaku usaha
agribisnis, pengembanganinfrastruktur, teknologi,serta sarana dan prasarana pertanian untuk
merespon tuntutan pasar produkpertanian bermutu, baik untuk pasar domestik maupun
internasional. Kami punberusaha untuk memenuhi tingkat pencapaian mutu produk pertanian
yang konsistendengan tidak hanya mengandalkan pengendalian penanganan produk akhirsaja,
tetapi harus dikendalikan mulai dari tahapan pra panen sampai siapdikonsumsi (from farm to
table).
Begitu
juga
tindakan-tindakan
perbaikan
yang
perlu
diambil
misalkan
dengan
pembinaanpenerapan jaminan mutu di setiap tahapan pasokan, mulai dari tahap budi dayadan
penanganan pasca panen di tingkat kelompok tani, penanganan di tingkatpedagang
pengumpul, dan penanganan di tingkat eksportir.
Saya mengharapkan Bulan Mutu Pertanian yang bertemakan Penerapan Standar Mutu
Komoditas Pertanian Nasional Meningkatkan NilaiTambah dan Daya Saing ini dapat
mewadahi seluruh subsektor di lingkup KementerianPertanian, untuk dapat menampilkan dan
mensosialisasikan program dankegiatannya ke masyarakat luas, terutama yang terkait dengan
upaya peningkatanmutu produk pertanian dan outputkegiatan mutu pelayanan lainnya di
masing-masing daerah unit kerjanya. Selain itu, juga adanya peningkatan sinergitasdengan
para pemangku kepentingan lainnya
Pembaca, semua kerja ini kita lakukan secarabersama-sama dan bersinergi dengan berbagai
pihak dengan harapan negara kitamampu meningkatkan kualitas dan kuantitas produk
Direktur Eksekutif Departemen Kredit BPR dan UMKM Bank Indonesia Zainal Abidin
mengatakan, pihaknya telah mengeluarkan kebijakan untuk mendukung pertanian.
"Kebijakannya adalah soal ketentuan kredit yang harus disalurkan ke UMKM pertanian.
Perbankan harus menyalurkan kreditnya sebanyak 20% kepada sektor pertanian. Kalau tidak
menyalurkan, ada sanksi terkena denda yang jumlahnya bisa miliaran hingga ratusan miliar,"
tandas Zaenal pada kesempatan yang sama. (Bunga Pertiwi Adek Putri)