WAWASAN AGRIBISNIS
Asisten:
1. FAKHRUDDIN YULISTIONO
2. FARIZ IRZAT ARIFIN
3. NURUL LAILI
4. NUR IDA SURYANDARI
5. MOCH. HAFEZD AS’AD
6. DIMAS BRILIAN
7. EVA VITYA SARASWATI
8. NINA FAZARIA
Golongan B
Asisten Pembimbing
Nina Fazaria
Disusun Oleh
Golongan B/Kelompok 3
Asisten Pembimbing
Nina Fazaria
Disusun Oleh
Golongan B/Kelompok 3
i
DAFTAR NAMA KELOMPOK
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Diterima oleh:
Laboratorium Manajemen Agribisnis
Sebagai:
Laporan Praktek Lapang
Dipertahankan pada :
Hari :
Tanggal :
Tempat : Fakultas Pertanian
Universitas Jember
Mengesahkan:
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil
menyelesaikan Laporan Praktek Lapang Wawasan Agribisnis ini tepat pada waktunya
yang berjudul “Kegiatan Manajemen On Farm Komoditas Kakao Di Pusat Penelitian
Kopi Dan Kakao Indonesia”.
Laporan Praktek lapang ini berisikan tentang manajemen on farm komoditas
kakao di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia yang ada pada Kabupaten
Jember. Atas kelancaran dan keberhasilan laporan praktek lapang ini, kami
sampaikan terima kasih atas dukungan dari berbagai pihak, khususnya kepada:
1. Ir. Sigit Soepandjono, M.S, Ph.D selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas
Jember
2. Dr. Ir. Joni Murti Mulyo Aji, M. Rur. M, selaku Ketua Program Studi Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Jember
3. Ebban Bagus Kuntadi, SP., M. Sc. Selaku Ketua Laboratorium manajemen
Agribisnis
4. Tim Dosen Pengampu Wawasan Agribisnis
5. Tim Asisten Laboratorium Manajemen Agribisnis
6. Anggota kelompok B3
Demikian laporan praktek lapang kami buat. Semoga dapat memberikan manfaat
bagi semua pihak. Kami menyadari bahwa laporan praktek lapang ini belum
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan laporan praktek lapang ini.
Penyusun
iv
DAFTAR ISI
v
3.2.2 Proses Budidaya Komoditas Kakao di Pusat Penelitian Kopi dan
Kakao Indonesia .................................................................................... 33
3.2.3 Pemasaran Komoditas Kakao di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
Indonesia ............................................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
- Dokumentasi
- Kuisioner
- Kartu Konsultasi
vi
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
BAB 1. PENDAHULUAN
1
2
Tabel 1.1 Data Statistik Produksi Perkebunan Kakao tahun 2012-2016 di Provinsi
Jawa Timur dalam satuan Ton.
Kabupaten/Kota 2012 2013 2014 2015 2016
Pacitan 1.393 1.352 1.625 1.850 6.007
Ponorogo 540 563 985 1.121 2.322
Trenggalek 1.690 1.699 2.354 2.680 4.355
Tulungagung 308 321 816 929 1.829
Blitar 2.097 2.114 1.952 2.222 5.090
Kediri 1.038 1.052 412 469 4.270
Malang 1.570 1.683 1.54 1.803 3.631
Lumajang 276 279 374 426 2.778
Jember 192 199 205 233 4.029
Banyuwangi 264 265 346 394 9.538
Bondowoso 28 29 10 11 95
Situbondo - - - - -
Probolinggo 4 5 - - 8
Pasuruan - - - - -
Sidoarjo - - - - -
Mojokerto - - - - -
Jombang 850 858 284 323 1.690
Nganjuk 1.134 1.152 1.045 1.190 2.619
Madiun 1.763 1.782 2.452 2.791 3.761
Magetan 285 294 425 484 995
Ngawi 1.231 1.265 856 974 2.033
Bojonegoro - - - - -
Tuban - - - - -
Lamongan - - - - -
Gresik 19 22 11 13 -
Bangkalan - - - - -
Sampang - - - - -
Pamekasan - - - - -
Sumenep 48 54 34 39 52
PT Perkebunan/ PNP 13.916 14.132 11.713 11.713
Perkebunan Besar 4.266 4.279 2.816 2.16
Swasta
Jawa Timur 32.912 33.399 30.299 32.481 57.100
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur (2016)
Berdasarkan Tabel 1.1, penghasil kakao terbesar di tahun 2012 adalah kota
Blitar dengan jumlah 2.097 ton, sedangkan penghasil kakao terendah adalah kota
Probolinggo dengan jumlah 4 ton. Penghasil kakao terbesar pada tahun 2013 ada
pada kota Blitar yang berjumlah 2.114 ton dan penghasil terendah ada pada kota
Probolinggo sebesar 5 ton. Tahun 2014 penghasil kakao tertinggi ada di kota Madiun
6
dengan jumlah 2.452 ton dan yang paling rendah ada di kota Bondowoso dengan
jumlah 10 ton, sedangkan kota Probolinggo pada tahun 2014-2015 tidak
memproduksi kakao. Tahun 2015 penghasil kakao tertinggi masih ada di kota Madiun
dengan jumlah yang naik menjadi 2.791 dan yang paling rendah ada di kota
Bondowoso. Probolinggo kembali menghasilkan kakao pad tahun 2016 dengan
jumlah sebesar 8 ton yang menjadi penghasil kakao terrendah dan penghasil kakao
tertinggi ada pada kota Pacitan dengan jumlah 6.007 ton. Kabupaten Jember
menghasilkan produksi perkebunan kakao tertinggi pada tahun 2016 yakni sebesar
4.029 ton dan pengasil kakao terendah pada tahun 2012 berjumlah 192 ton. Produksi
perkebunan kakao di Kabupaten Jember tiap tahun menunjukan peningkatan yang
signifikan. Kabupaten Jember sangat berpotensi dalam budidaya komoditas kakao,
hal ini ditunjukkan dengan peningkatan produksi kakao tiap tahunnya.
On farm merupakan subsistem yang kegiatannya berhubungan langsung
dengan peoses budidaya pertanian. On farm pada tanaman kakao sendiri secara
umum terdiri dari beberapa kegiatan yaitu pembibitan, pemilihan tanaman penaung,
persiapan penanaman dan pemeliharaan tanaman kakao. Budidaya tanaman kakao
sangat ditentukan oleh kualitas benih dan bibit. Pembuatan bibit diperoleh dari kebun
benih dengan cara memilih buah yang sudah matang dan sehat. Pembibitan tanaman
kakao terlebih dahulu dilakukan perendaman biji dalam larutan fungisida selama 5-
10, perendaman ditujukan untuk melindungi biji dari serangan jamur. Setelah
perendaman biji dikeringkan sampai kadar airnya tinggal 40% , kemudian benih siap
dipak dan dikirim. Kegiatan on farm selanjutnya adalah pemilihan naungan.
Pemilihan naungan sangat bemanfaat bagi lahan dan pertumbuhan tanaman kakao,
karena hal tersebut dapat membantu mengatur intensitas penyinaran matahari, tinggi
suhu, kelembapan udara, menahan angin, menambah unsur hara dan bahan oganik
serta menekan pertumbuhan gulma dan membantu memperbaiki struktur tanah.
Kegiatan persiapan tanah yang merupakan bagian dari on farm tanaman kakao
meliputi penanaman tanaman naungan tetap dan sementara serta menanam tanaman
kakao. Pembuatan teras juga merupakan rangkaian dari kegiatan persiapan tanaman
7
kakao, pembuatan teras pada perkebunana kakao dapat dilakukan setelah mengetahui
kondisi cuaca dan topografi. Kegiatan on farm yang terakhir yaitu pemeliharaan
tanaman kakao. Menurut Susanto (1994), pemeliharaan dapat dilakukan dengan cara
menentukan waktu pemangkasan naungan tetap, mengendalikan dan mencegah
pertumbuhan OPT, serta menjaga kondisi tanah agar tetap sesuai dengan karakteristik
perumbuhan tanaman kakao. Lembaga yang melakukan kegiatan on farm salah
satunya yaitu Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia dengan mengembangkan
komoditas kakao.
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (Puslitkoka) di Indonesia yang paling
terkenal salah satunya terletak di Kota Jember Jawa Timur. Puslitkoka yang ada di
Kota Jember terdapat dua bagian yaitu bagian kantor yang terdapat di Jl.PB Sudirman
dan bagian perkebunan di daerah Jenggawah untuk budidaya tanaman kopi dan kakao
dan pengolahan produk. Tanaman kopi dan kakao yang dibudidayakan tidak hanya 1
varietas saja tetapi terdiri dari beberapa varietas. Pengolahan yang dilakukan di
puslitkoka ini dengan menjadikan tanaman kopi menjadi kopi bubuk, untuk tanaman
kakao dijadikan produk olahan seperti coklat batangan, ice cream, sabun, dan pupuk
kompos (sisa-sisa limbah tanaman kakao). Puslitkoka sendiri melakukan kerjasama
dengan petani binaan untuk membantu menyediakan kebutuhan bahan baku berupa
kakao, dan selanjutnya akan dilakukan pengembangan dengan cara merawat atau
memelihara tanaman dari serangan OPT, meningkatkan pertumbuhan tanaman
dengan melakukan pemupukan dan penerapan sistem pengairan yang baik.
Kegiatan on farm kakao yang dikakukan di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
meliputi kegiatan budidaya kakao. Proses budidaya kakao yang dilakukan meliputi
penyesuaian lahan, penentuan bahan tanam, pemeliharaan, pemupukan, pengendalian
terhadap OPT, serta menjaga pencahayaan yang sesuai untuk tanaman kakao.
Kegiatan on farm kakao yang pertama kali yaitu penyesuaian lahan. Lahan yang
sesuai sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan komoditas kakao, sehingga semakin
sesuai suatu lahan terhadap kebutuhan tanaman maka produktifitas tanaman akan
meningkat. Bahan tanam yang sesuai juga menjadi indikator keberhasilan dalam
8
kegiatan budidaya, apabila bahan tanam yang diberikan tidak baik maka hasil yang
diperoleh nantinya tidak memuaskan. Pemeliharaan yang dilakukan dalam kegiatan
usaha tani di tempat tersebut meliputi pencegahan tanaman terhadap serangan OPT,
dan kegiatan pemangkasan. Naungan seperti tanaman lamtoro atau petai cina
diberikan agar cahaya yang diterima tanaman budidaya dapat sesuai. Kegiatan
budidaya tanaman kopi dan kakao dalam prosesnya mengalami berbagai kendala
diantaranya adalah tingkat kesesuaian lahan yang kurang, terjadinya serangan OPT,
serta tingkat kesuburan lahan yang mengalami penurunan.
Kelompok kami akan menganalisa permasalahan yang ada di puslitkoka
akibat adanya berbagai macam aspek dan pengolahan kakao, mulai dari awal
pembibitan sampai pada pengolahan pasca panen dan pemasaran kakao. Kelompok
kami menganalisa tiga aspek permasalahan yang ada pada pusat penelitian kopi dan
kakao Kabupaten Jember terkait dengan sektor perkebunan khususnya pada
komoditas kakao. Aspek permasalahan tersebut yaitu aspek penyediaan input atau
bahan baku usahatani komoditas kakao, aspek proses budidaya komoditas kakao, dan
aspek pemasaran komoditas kakao.
1.3.2 Manfaat
1. Bagi peneliti atau mahasiswa agar mahasiswa mendapat tambahan wawasan
mengenai budidaya kakao.
2. Bagi petani atau masyarakat, dapat menambah pengetahuan tentang bagaimana
budidaya kakao sebagai suatu upaya untuk mengembangkan usahatani yang
sudah berjalan.
3. Bagi pemerintah, dapat dijadikan sebagai rujukan agar pemerintah dapat
mengetahui bagaimana perkembangan kopi dan kakao di Indonesia, sehingga
pemerintah dapat mengambil kebijakan yang sesuai dan tepat pada sasaran.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
10
11
memanjang dan elips atau jorong. Perbedaan warna buah masing-masing klon saat
buah kakao tidak terlalu menonjol, hanya saja untuk permukaan buah dapat dibagi
menjadi 3, yaitu permukaan buah yang halus, permukaan kulit halus-agak kasar, dan
agak kasar-kasar. Faktor yang mempengaruhi berbedanya karakter morfologi tiap
klon kakao adalah faktor genetik dan lingkungan, seperti curah hujan dan topografi
permukaan tanah tempat tumbuh. Besar buah kakao juga bervariasi, diameter buah
paling besar berkisar 8, 38-11,12 cm, dengan panjang buah 17-25 cm (Mutmainah
dkk., 2014).
Menurut Karmawati dkk. (2010), varietas kakao dibagi menjadi 3 kelompok
besar, yaitu forastero, criollo, dan trinitario. Kakao criollo dalam tata niaga termasuk
kedalam kelompok kakao mulia (fine flanoured), sedangkan untuk kakao forastero
termasuk ke dalam kelompok kakao lindak (bulk). Varietas kakao trinitario dalam
tata niaga dikelompokkan tergantung pada mutu bijinya, sehingga dapat tergolong ke
dalam kelompok kakao mulia atau kakao lindak. Varietas kakao criollo memiliki sifat
seperti memiliki kadar lemak yang lebih rendah daripada forastero tetapi memiliki
ukuran biji yang lebih bulat, besar, dan memiliki rasa yang khas, relatif mudah
terserang hama dan penyakit di permukaan kulit, kulit buahnya tebal tetapi lunak,
berbenjol-benjol dan alur-alurnya jelas, pertumbuhannya kurang kuat, dan hasilnya
lebih rendah dibandingkan dengan varietas forastero. Ciri-ciri dari tanaman kakao
varietas forastero yaitu bentuk bijinya lonjong, pipih, dan keping bijinya berwarna
ungu gelap, memiliki permukaan kulit buah yang halus dan alur-alurnya dangkal,
mutu dari buah yang dihasilkan juga beragam, namun lebih rendah dibandingkan
dengan tanaman kakao varietas criollo. Varietas trinitario adalah hibrida dari varietas
criollo dan varietas furastero, sehingga memiliki sifat morfologi, fisiologi, daya dan
mutu hasil yang berbeda.
Hasil panen kakao dapat diolah menjadi berbagai macam olahan yang
digunakan sebagai kebutuhan sehari-hari mulai dari hasil olahan untuk dikonsumsi
sampai untuk bahan kosmetik. Biji tumbuhan kakao bisa menghasilkan produk
olahan yang dikenal sebagai coklat, lendir kakao yang dihasilkan kakao diolah
13
menjadi sabun sair dan sabun padat, buah kako bisa diolah menjadi pupuk kompos
dan bahan baku biogas. Kondisi penyimpanan yang lembab dan terjadinya
kontaminasi silang merupakan salah satu penyebab terjadinya serangan jamur pada
tanaman kakao. Kakao merupakan tumbuhan tahunan (perennial) berbentuk pohon,
karena pohon kakao memiliki masa tanam yang lama sehingga pohon tersebut
membutuhkan waktu dialam yang dapat mencapai ketinggian 10 meter, kakao
memiliki pembudidayaan tinggi sehingga bisa tumbuh lebih dari 5 meter tetapi
dengan tajuk menyamping dan meluas yang dilakukan untuk memperbanyak cabang
produktif. Kakao secara umum adalah tumbuhan menyerbuk silang dan memiliki
sistem inkompatibilitas sendiri, varietas kakao mampu melakukan penyerbukan
sendiri dan menghasilkan jenis komoditi dengan nilai jual yang lebih tinggi
(Erwiyono, 2012).
Kakao diolah menjadi sabun dengan menggunakan bahan baku utama yaitu
lemak kakao, minyak kelapa dan kristal K2O. Proses dilakukan pada reaktor
berpengaduk dan berpendingin. Lemak kakao yang sudah dilelehkan atau minyak
kelapa dimasukkan dalam reaktor dan kemudian ditambahkan kristal K2O secara
bertahap sambil diaduk. Selama proses ini berlangsung, larutan menjadi panas.
Reaktor ini perlu didinginkan dengan air melalui dindingnya. Proses pengadukan
dihentikan jika larutan sabun sudah mulai mengental. Penambahan bahan pewangi,
pewarna dan bahan-bahan lain dilakukan sambil diaduk sebelum fase pengentalan
sabun terjadi. Larutan sabun dituang dalam cetakan dan kemudian disimpan selama
satu sampai dua hari didalam cetakan agar sabun menjadi beku dan keras secara
merata. Sabun yang telah berubah menjadi padat lalu dilepaskan dengan cara
membalik cetakannya. Sabun padat dikemas dengan lembaran plastik yang tipis atau
kertas. Sabun yang telah dikemas disimpan selama 3 minggu sebelum dipakai atau
dipasarkan untuk stabilisasi nilai pH-nya (Zulfiandri, 2012).
14
masukkan (input). Tersedianya sarana atau faktor produksi (input) belum berarti
produktifitas yang diperoleh petani akan tinggi. Petani melakukan usahanya secara
efisien dengan upaya yang sangat penting. Efisiensi teknis akan tercapai bila petani
mampu mengalokasikan faktor produksi sedemikian rupa sehingga produksi tinggi
tercapai. Petani mendapat keuntungan besar dalam usahataninya dikatakan bahwa
alokasi faktor produksi efisien secara alokatif. Cara ini dapat ditempuh dengan
membeli faktor produksi pada harga murah dan menjual hasil pada harga relatif
tinggi. Petani mampu meningkatkan produksinya dengan harga sarana produksi dapat
ditekan tetapi harga jual tinggi, maka petani tersebut melakukan efisiensi teknis dan
efisiensi harga atau melakukan efisiensi ekonomi. Suatu kegiatan usahatani selalu
diperlukan faktor-faktor produksi berupa lahan, tenaga kerja, dan modal yang
dikelola seefektif dan seefisien mungkin sehingga memberikan manfaat sebaik-
baiknya. Faktor produksi adalah semua korbanan yang diberikan pada tanaman agar
tanaman tersebut mampu tumbuh dan menghasilkan dengan baik. Faktor produksi
dikenal pula dengan istilah input dan korbanan produksi. Faktor produksi memang
sangat menentukan besar-kecilnya produksi yang diperoleh. Faktor produksi lahan,
modal untuk membeli bibit, pupuk, obat-obatan dan tenaga kerja dan aspek
manajemen adalah faktor produksi yang terpenting. Hubungan antara faktor produksi
(input) dan produksi (output) biasanya disebut dengan fungsi produksi atau faktor
relationship.
Keterbatasan sumberdaya yang dimiliki oleh petani menjadi masalah umum
dalam pengelolaan usahatani. Modal kerja, produktifitas dan peluang dalam
pengembangan tanaman usahatani merupakan masalah utama. Faktor lain yang
mempengaruhi hasil budidaya dan berpengaruh sebagai input adalah tenaga kerja,
pupuk kandang, pupuk kimia, luas lahan garapan, dan kemitraan. Faktor yang
berpengaruh negatif terhadap produksi hasil usahatani adalah pendidikan. Pendidikan
petani umumnya mempengaruhi cara berpikir mereka, semakin tinggi tingkat
pendidikan, baik formal maupun non formal diharapkan semakin memiliki
kemampuan berpikir lebih rasional dalam mengelola usahanya (Ardhiyan, 2015).
16
konsumen luar negeri. sistem agribisnis secara vertikal harus saling terikat apabila
tidak terjadi sebuah keterikatan maka sistem agribisnis secara vertikal tidak dapat
terlaksana. Sistem agribisnis secara horizontal merupakan keterikatan antara pelaku
dalam produksi komoditas yang sama. Keterikatan sistem agribisnis secara vertikal
dapat dijabarkan dalam subsistem agribisnis yang meliputi empat subsistem utama
dan dua subsistem penunjang. Subsistem utama meliputi subsistem penyediaan sarana
produksi, subsistem usahatani, susbsistem agroindustri, dan subsistem pemasaran,
sedangkan subsistem pemunjang meliputi subsistem sarana dan prasarana dan
subsistem penyuluhan. Berikut ini merupakan bagan dari subsistem yang ada di
sistem agribisnis.
Subsistem
Penunjang
Subsistem Subsistem
Sarana dan Pembinaan
Prasarana
Gambar 2.1 Bagan subsistem agribisnis
Berdasarkan gambar 2.1 sistem agribisnis ada beberapa subsistem. Subsistem
tersebut dibagi menjadi dua, yaitu subsistem pokok dan subsistem penunjang.
Subsistem pokok meliputi subsistem pra produksi, subsistem produksi atau budidaya,
subsistem pengolahan dan subsistem pemasaran produk. Subsistem penunjang
meliputi subsistem sarana prasarana dan subsistem pembinaan. Subsistem penunjang
bertujuan untuk membantu subsistem pokok. Subsitem pokok berjalan mulai dari
subsistem pra produksi lalu ke subsistem produksi atau budidaya, setelah itu menuju
ke subsistem pengolahan dan yang terakhir adalah subsistem pemasaran produk.
18
pengemasan serta penggudangan. Produk bahan segar yang menjadi bahan baku
industri pengolahan memiliki potensi dalam agribisnis untuk dikembangkan menjadi
produk yang bernilai jual tinggi sehingga selain bertujuan untuk membantu
kelancaran dalam proses pembangunan, juga sebagai upaya diversifikasi usaha
pertanian untuk mewujudkan visi pertanian yang berkelanjutan. Upaya yang dapat
dilakukan untuk menjamin keberlangsungan kegiatan subsistem agroindustri dalam
pengembangan agribisnis dapat dilakukan dengan cara standarisasi dan meningkatkan
mutu bahan baku yang akan dijadikan berbagai macam olahan pangan sehat dan
produk bernilai jual. Menurut Hidayat dan Supartoko (2017), kegiatan agroindustri
atau pasca panen menjadi perhatian penting untuk menentukan mutu akhir produk on
farm. Komoditas yang sudah melewati subsistem agroindustri akan menuju ke
subsistem pemasaran yang bertugas memasarkan hasil produksi.
Subsistem pemasaran adalah proses memasarkan hasil produksi usahatani atau
agroindustri guna untuk mendapatkan keuntungan yang berupa pendapatan. Sasaran
akhir dalam setiap usaha pemasaran adalah menempatkan produk mentah yang telah
diolah ke tangan konsumen, yang sebelumnya telah melewati proses dari beberapa
lembaga pemasaran yang terlibat sepeti produsen, tengkulak, pedagang besar,
pedagang pengecer atau pedagang kecil serta konsumen akhir baik yang berasal dari
dalam negeri maupun yang ada di luar negeri. Pelaksanaan subsistem pemasaran
meliputi beberapa kegiatan pokok pemasaran yang bertujuan utuk mencapai sasaran
atau target, kegiatan yang terdapat dalam subsistem pemasaran antara lain yaitu
pembelian, penjualan, pengangkutan, informasi pasar, pembiayaan dan standarisasi
(Firdaus, 2010).
Subsistem penunjang perlu dilaksanakan agar subsistem utama dapat berjalan
dengan maksimal. Subsistem penunjang pertama adalah subsistem sarana dan
prasarana. Subsistem sarana dan prasarana memiliki sifat prapublik yang
keberadaannya benar-benar harus ditangani oleh aparatur birokrasi pemerintah seperti
prasarana jalan, perhubungan, pengairan, pengendalian, pengamanan, dan konservasi.
Semua hal tersebut merupakan sebuah syarat yang hasus diperhatikan agar proses
20
transformasi produktif dalam usaha agribisnis dapat berjalan lancar. Menurut Pandey
dan Sarajar (2017), subsistem sarana dan prasarana memiliki tujuan yaitu
mengoptimalkan fasilitas angkutan bagi masyarakat menuju kemakmuran,
kesejahteraan, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Pemerintah dalam
mengoptimalkan sarana dan prasarana harus terlebih dahulu menganalisis lokasi yang
menjadi sasaran.
Subsistem penunjang lainnya yaitu subsistem pembinaan yang merupakan
salah satu tugas dari aparatur birokrasi pemerintahan. Pembinaan yang dilakukan
pemerintah dalam bentuk tim penyuluh yang digerakkan pada setiap desa dan
biasanya berada di lembaga kelompok tani. Subsistem pembinaan mendorong setiap
pelaku agribisnis untuk melakukan pengolahan hasil produksi untuk menambah nilau
jual dari komoditas yang sudah diproduksi. Penyediaan Pembina atau penyuluh tidak
sebanding dengan kebutuhan penyuluh yang ada di masyarakat sehingga proses
produksi komoditas yang diusahakan menjadi terganggu dan dapat tidak berjalan
dengan baik (Handaka dan Wahyuni, 2017).
Menurut Faqih (2010), keberhasilan agribisnis sangat dipengaruhi oleh
keberadaan faktor-faktor lingkungannya baik internal maupun eksternal yang terdapat
di dalam sistem agribisnis, oleh karena itu sebelum melakukan usaha agribisnis perlu
mengkaji lingkungannya. Lingkungan eksternal yang dapat mempengaruhi
keberhasilan usaha agribisnis yang akan dikembangkan meliputi politik, ekonomi,
sosial budaya, teknologi dan demografi. Keadaan politik yang dapat mempengaruhi
keberhasilan usaha agribisnis berasal dari lembaga-lembaga pemerintahan dan juga
asosiasi dari para pengusaha sendiri. Situasi dari politik yang dapat mempengaruhi
kegiatan agribisnis dapat berupa hubungan antara pemerintah dengan pengusaha,
prosedur peraturan dan keadaan politik yang berlaku serta peraturan khusus tentang
persaingan dan perlindungan terhadap konsumen.
Lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap sistem agribisnis meliputi
lingkungan ekonomi, social budaya, teknologi, serta demografis. Lingkungan
ekonomi yang dapat mempengaruhi keadaan sistem agribisnis berkaitan dengan
21
merupakan sejumlah kegiatan bisnis yang ditujukan untuk memberikan kepuasan dari
barang atau jasa yang dipertukarkan kepada konsumen atau pemakai. Pemasaran
pertanian merupakan sejumlah kegiatan bisnis yang ditujukan untuk memberikan
kepuasan dari barang atau jasa yang dipertukarkan kepada konsumen atau pemakai di
bidnag pertanian, baik input maupun produk pertanian.
Menurut Soetrisno dan Anik (2016), terdapat lima konsep pemasaran yang
mendasari cara produsen dalam melakukan kegiatan pemasarannya. Pertama, konsep
pemasaran berwawasan produksi dimana konsep ini yang berpendapat bahwa
konsumen akan memilih produk yang mudah didapat dan murah harganya. Kedua,
konsep pemasaran berwawasan produk yaitu konsep yang menyebutkan bahwa
konsumen akan memilih produk yang menawarkan mutu, kinerja baik, atau hal-hal
yang inovatif lainnya. Ketiga, konsep pemasaran yang berwawasan untuk menjual
yaitu konsep yang beranggapan bahwa konsumen harus di dorong untuk melakukan
pembelian, serta produsen memiliki banyak cara promosi dan penjualan yang efektif
untuk merangsang pembelian. Konsep pemasaran selanjutnya yaitu konsep
pemasaran yang berwawasan pemasaran yakni, konsep yang berpendapat bahwa
kunci untuk mencapai tujuan terdiri dari penentuan kebutuhan dan keinginan pasar
sasaran, serta memberikan kepuasan yang diinginkan secara lebih efektif dan efisien
daripada saingannya. Kelima, konsep yang berwawasan pemasaran masyarakat
beranggapan bahwa tugas dari produsen adalah menentukan kebutuhan, keinginan,
dan kepentingan pasar sasaran, serta memenuhinya dengan lebih efektif dan lebih
efisien dari saingannya dengan cara mempertahankan dan meningkatkan
kesejahteraan konsumen dan masyarakat.
Menurut Soetrisno dan Anik (2016), saluran pemasaran dapat terbentuk secara
sederhana dan juga dapat terbentuk secara rumit sekali. Terbentuknya saluran
pemasaran tergantung dari macam komoditi lembaga pemasaran dan sistem pasar
yang ada di daerah tersebut. Sistem pasar monopoli memiliki saluran pasar yang
sangat sederhana. Bentuk saluran pemasaran yang sederhana yaitu penjualan yang
berawal dari produsen lalu dijual ke tengkulak, sedangkan dari tengkulak akan dijual
23
ke pengecer dan dari pengecer akan menjualnya ke konsumen, tetapi bisa juga
produsen menjual langsung ke pengecer tanpa melalui tengkulak terlebih dahulu.
Bentuk saluran pemasaran yang lain yaitu saluran pemasarn kompleks petani
biasanya menjual hasil produksinya langsung ke tengkulak, sedangkan tengkulak
akan menjualnya ke pedagang besar, pedagang besar mengekspor hasil produksi.
Petani bisa juga menjual hasil produksinya langsung kepada pengecer dan pengecer
menjualnya kepada konsumen tetapi konsumen juga bisa membeli hasil produksi
tersebut langsung kepada petani. Saluran pemasaraan merupakan berbagai lembaga
yang menyelenggarakan penyaluran barang dari produsen ke konsumen. Menurut
Soetriono dan Anik (2016), hasil pertanian memiliki saluran pemasaran yang berbeda
satu sama yang lainnya, saluran pemasaran dapat berubah, berbeda, tergantung
kepada keadaan daerah, waktu dan kemajuan teknologi yang di pakai. Berikut ini
merupakan bagan saluran pemasaran sederhana dan saluran pemasaran kompleks.
Pengecer
Konsumen
Petani
Pengecer Konsumen
Tengkulak
2. Fungsi fisis
Fungsi pemasaran mengusahakan agar pembeli dapat memperoleh barang
atau jasa yang diinginkan pada tempat, waktu, bentuk dan harga yang tepat
dengan jalan menaikkan kegunaan tempat (palace utility), yaitu mengusahakan
barang dan jasa dari daerah produksi ke daerah konsumen, menaikkan kegunaan
waktu (time utility), yaitu mengusahakan barang dan jasa dari waktu yang belum
diperlukan ke waktu yang sudah diperlukan (contohnya seperti dari waktu penen
ke waktu peceklik), serta menaikkan kegunaan bentuk (form utility) yaitu
mengusakahan barang atau jasa dari bentuk mentah menjadi bentuk yang
diinginkan. Hal-hal yang perlu diupayakan agar fungsi palace utility, time utility
dan form utility dapat berjalan denga baik, maka dalam hal ini perlu melibatkan
beberapa hal, yaitu jasa transportasi, jasa perlakukan, pasca panen, serta jasa
pengolahan seperti pembersihan lahan, pemeliharaan tanaman, penyimpanan
hasil, dan pengelolaan hasil pasca panen menjadi suatu produk yang dapat
dipasarkan.
3. Fungsi Penyedia Sarana
Fungsi pemasaran ini memiliki fungsi untuk memperlancar saluran
pemasaran agar beroprasi lebih lancar. Kegiatan ini memungkinkan pembeli,
penjual, pengangkut, dan pemroses dapat menjalankan tugasnya tanpa
melibatkan resiko yang berpotensi menyebabkan kerugian di berbagai pihak,
serta dengan tersedianya sarana akan lebih mengembangkan rencana pemasaran
yang tertata dengan baik. Fungsi penyediaan sarana yang harus dilakukan dalam
proses pemasaran meliputi beberapa hal, yaitu Informasi pasar, penganggungan
resiko, standarisasi dan penggolongan mutu, serta pembiayaan.
BAB 3. HASIL PRAKTEK LAPANG DAN PEMBAHASAN
26
27
eduwisata ini semakin membuka wawasan kepada para wisatawan tentang kopi dan
kakao. Destinasi seperti tempat pemandian dan wisata hewan rusa juga disediakan di
sana. Wisatawan yang berkunjung di Puslit Koka ini juga bisa menikmati hasil olahan
kopi maupun kakao yang di sediakan di outlet di sana. Pengunjung yang datang di
sana tidak hanya pada kalangan mahasiswa saja, namun juga dari siswa TK sampai
pada masyarakat umum.
Komoditas yang diusahakan oleh Puslitkoka adalah kopi dan kakao serta
tanaman pelindung seperti kelapa dan lamtoro. Kopi dan kakao dibudidayakan
sampai pada tahap agroindustri dan penjualan produk. Kopi yang dibudidayakan
adalah kopi robusta. Kopi dan kakao yang diusahakan oleh Pusat Penelitian Kopi dan
Kakao sudah dilakukan sejak awal Pusat Penelitian Kopi dan Kakao berdiri sampai
saat ini dengan berbagai pengembangan dan inovasi dalam pembubidayaan kopi dan
kakao. Jember sudah ditetapkan untuk menanam kopi dan kakao sejak zaman
penjajahan Belanda sekitar 107 tahun yang lalu dengan peraturan tupoksi. Pendukung
lain yang menjadikan kopi dan kakao sebagai komoditasnya adalah kesesuaian lahan
dan suhu untuk pertumbuhan tanaman tersebut. Pemeliharaan kopi dan kakao yang
dirasa tidak terlalu rumit untuk dilakukan dan hasilnya juga menjadi alasan untuk
membudidayakan kopi dan kakao di Jember. Hasil dari pembudidayaan kopi dan
kakao tergolong cukup besar, dengan agroindustrinya yang berjalan serta berbagai
inovasi yang dilakukan baik dalam pembudidayaan maupun dalam agroindustri.
Pembudidayaan kopi dan kakao dilakukan di Kebun Percobaan Kaliwining Jl. Kebun
Renteng Jenggawah, Nogosari, Rambipuji, Kabupaten Jember. Pemilihan tempat
didukung oleh suhu, ketinggian, serta jenis tanah yang sesuai untuk budidaya kopi
dan kakao. Tidak ada kendala yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan
peralatan budidaya pada pusat penelitian kopi dan kakao di Jember. Kepemilikan
lahan yang dikelola oleh pusat penelitian kopi dan kakao merupakan lahan milik
sendiri dengan luas sekitar 160 hektar.
29
pengolahan kakao yang dibagi menjadi penerapan teknologi pada proses pengolahan
primer dan sekunder kakao. Teknologi yang diterapkan pada proses pengolahan
primer kakao yaitu pod breaker berupa alat untuk mengupas atau memecah buah
kakao dan mesin pengering yang berfungsi untuk menurunkan kadar air pada biji
kakao. Pada proses pengolahan sekunder kakao alat yang digunakan yaitu
penyaringan (roasting) berfungsi untuk membentuk aroma dan citarasa khas cokelat
dari biji kakao dengan perlakuan panas, penggunaan alat pendingin biji kakao yang
telah disangarai, penggunaan alat pemisah kulit biji berfungsi sebagai pemisah antara
daging biji dengan kulit serta penggunaan alat untuk pemastaan butiran daging biji
(nib) serta penggunaan alat pengepresan.
3.2 Pembahasan
3.2.1 Penyediaan Input atau Bahan Baku Usahatani Komoditas Kakao di Pusat
Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia
Usahatani kakao tidak terlepas dari sarana produksi berupa penyediaan input
yang dibutuhkan. Input yang dibutuhkan untuk usahatani on farm kakao di Puslitkoka
Indonesia diantaranya adalah lahan, bahan tanam, tenaga kerja, pupuk, alat-alat
pertanian dan teknologi usahatani. Luas lahan untuk perkebunan yang ada di
Puslitkoka Indonesia seluas 160 ha. Bahan tanam yang dimaksud dalam penyediaan
input usahatani komoditas kakao di Puslitkoka berupa bibit kakao yang digunakan
untuk usahatani di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia diperoleh secara
mandiri dengan cara generatif yaitu dari induk terpilih dan secara vegetatif dari
sambung pucuk, stek dan okulasi. Bibit-bibit kakao yang digunakan pada umumnya
diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti-peneliti. Beberapa macam
bibit atau benih yang digunakan dari hasil penelitian meliputi planlet kakao klonal,
benih kakao lindak hibrida F1, bibit kakao lindak hasil persilangan benih unggul,
bibit kakao klonal hasil sambungan, bibit kakao mulia, dan bibit kakao lindak PCC.
Bibit kakao di Puslitkoka menggunakan varietas lindak dan mulia.
31
Input usahatani kakao lainnya yaitu pupuk. Pupuk yang digunakan ada pupuk
organik dan pupuk anorganik. Pupuk organik didapat dengan cara mandiri yang
diperoleh dari pengolahan limbah on farm kakao seperti seresah dan kulit kakao,
sedangkan pupuk anorganiknya membeli di toko pertanian. Pupuk organik digunakan
saat musim kemarau, sedangkan pupuk anorganik digunakan saat musim penghujan.
Pupuk yang digunakan pada Puslitkoka Indonesia berupa pupuk kandang dan pupuk
NPK. Pemberian pupuk sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman kakao.
Pemberian pupuk kandang dilakukan saat musim kemarau sedangkan pemberian
pupuk NPK diberikan saat musim penghujan. Pemberian pupuk NPK dengan
perbandingan 2:1:2 menyesuaikan umur kakao. Pemupukan tanaman kakao di
Puslitkoka Indonesia dilakukan dua kali dalam setahun.
Peran tenaga kerja dalam usahatani kakao sangat diperlukan. Tenaga menjadi
salah satu faktor penting dalam usahatani kakao di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
Indonesia. Tenaga kerja diperlukan untuk kegiatan usahatani kakao yaitu mulai dari
proses pembibitan sampai pemanenan. Tenaga kerja yang terdapat di Pusat Penelitian
Kopi dan Kakao berjumlah sebanyak 200 orang tenaga kerja. Tenaga kerja tersebut
dibagi dalam bebrapa tugas, 48 orang bertugas dalam pembuatan lubang tanam, 20
orang bertugas memindahkan bibit kakao ke lapang untuk ditanam di lubang tanam,
sebanyak 37 orang bertugas dalam pemupukan tanaman kakao, 25 orang bertugas
dalam pengendalian OPT, 12 orang bertugas untuk memangkas ranting-ranting atau
cabang pohon yang dapat menghambat produksi kakao, dan 58 orang bertugas untuk
pemanenan buah kakao.
Alat yang mendukung untuk kegiatan usahatani tanaman kakao masih
menggunakan alat tradisional yang sederhana seperti cangkul, gunting pangkas, dan
sabit. Teknologi yang digunakan dalam proses usahatani kakao di Pusat Penelitian
Kopi dan Kakao Indonesia yaitu sambung pucuk karena dengan sambung pucuk
tanaman memiliki percabangan yang rendah yang memudahkan pemeliharaan dan
panen. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia menjelaskan bahwa penggunaan
teknologi berupa pengaturan dan kontrol terhadap intensitas matahari pada tanaman
32
kakao berfungsi agar tanaman mendapat cahaya yang cukup untuk mendukung kakao
berfotosintesis dan berproduksi secara optimal dengan mengguanakan tanaman
lamtoro sebagai tanaman naungan, yang ditanam disekitar tanaman kakao. Kontrol
cahaya akan dilakukan melalui tanaman lamtoro, saat kakao mengalami fase generatif
tidak banyak membutuhkan cahaya lamtoro akan dibiarkan. Masa vegetatif kakao
akan lebih banyak membutuhkan cahaya maka akan dilakukan pemangkasan dahan
agar kebutuhan intensitas cahaya terpenuhi, hal ini berbanding terbalik dengan fase
generatif.
3.2.2 Proses Budidaya Komoditas Kakao di Pusat Peneltian Kopi dan Kakao
Indonesia
Proses Budidaya tanaman kakao di Puslitkoka Indonesia memiliki beberapa
tahapan yang telah disesuaikan dengan prosedur penanaman Kakao yang baik dan
benar. Proses budidaya tanaman kakao di Pusat Peneltian Kopi dan Kakao Indonesia
juga telah dijadikan sebuah buku atau dibukukan dan telah disediakan di ruang baca
yang terdapat di Pusat Peneltian Kopi dan Kakao Indonesia. Tahapan Budidaya kakao
tersebut secara garis besar seperti bagan berikut:
Persiapan atau Pengolahan Lahan
Pengendalian OPT
Pemanenan
Gambar 3.1 Budidaya Tanaman Kakao di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia
33
gulma. Hama yang banyak terdapat pada tanaman kakao yaitu rayap, semut, kepik
dan serangga terbang. Hama tersebut dapat menyebabkan penyakit busuk buah pada
buah kakao. Pengendalian OPT pada tanaman kakao dapat dilakukan dengan
beberapa cara. Cara pertama yaitu dengan menyemprot fungisida sebanyak 0,5-1
gram yang dilarutkan dalam satu liter air ketika kotiledon terbelah dua, berdasarkan
tingkat serangan jamur. Cara kedua yaitu dengan melakukan penyemprotan
insektisida sebanyak 0,5-1 ml yang dilarutkan dalam satu liter air, satu minggu
setelah penyemprotan fungisida.
Pemanenan buah kakao dapat dilakukan bila buah sudah cukup masak yang
terlihat dari kulit buah, yaitu saat kulit buah mulai berubah dari warna hijau menjadi
berwarna kuning, dan kulit kakao yang berwarna merah berubah menjadi jingga.
Buah tumbuh dari bunga yang diserbuki. Ukuran buah jauh lebih besar dari
bunganya, dan berbentuk bulat hingga memanjang. Buah terdiri dari 5 daun buah dan
memiliki ruang dan di dalamnya terdapat biji. Warna buah berubah-ubah sewaktu
muda berwarna hijau hingga ungu, apabila masak kulit luar buah biasanya berwarna
kuning. Biji terangkai pada plasenta yang tumbuh dari pangkal buah dibagian dalam.
Biji dilindungi oleh salut biji (aril) lunak berwarna putih dalam istilah
pertanian disebut pulp. Endospermia biji mengandung lemak dengan kadar yang
cukup tinggi. Pulp difermentasi selama tiga hari lalu biji dikeringkan di bawah sinar
matahari dalam proses pasca panen. Sebagian besar daerah produsen kakao di
Indonesia menghasilkan kakao curah. Kakao curah berasal dari varietas-varietas yang
self-incompatible. Kualitas kakao curah biasanya rendah, meskipun produksinya lebih
tinggi. Bukan rasa yang diutamakan tetapi biasanya kandungan lemaknya.
3.2.3 Pemasaran Komoditas Kakao di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia
Tanaman yang dibudidayakan di Puslitkoka Indonesia salah satunya adalah
tanaman kakao. Pemilihan tanaman kakao untuk dibudidayakan karena tanaman
kakao merupakan komoditas dari sektor perkebunan yang memiliki keunggulan untuk
diperdagangkan baik di pasar nasional (domestik) maupun pasar internasional
(ekspor).kegiatan onfarm kakao menghasilkan produk berupa bibit kakao yang
37
dihasilkan dari kegiatan penelitian oleh pihak Puslitkoka dan juga buah kakao mentah
yang diperoleh dari kegiatan budidaya kakao. Produk onfarm kakao tersebut belum
dipasarkan secara meluas, hanya dipasarkan untuk konsumen di sekitar Puslitkoka.
Harga buah bibit kakao dijual dengan harga Rp 1000-Rp 5.000/bibit, sedamgkan
harga buah kakao mentah dijual dengan harga Rp 15.000-Rp22.000/buah. Puslitkoka
Indonesia juga menyediakan outlet untuk memasarkan produk olahan kakao yang
dihasilkan di pabrik, sehingga mempermudah pemasaran produk dan mempermudah
pengunjung untuk membeli produk olahan kakao yang dijadikan sebagai oleh-oleh.
Tersedianya outlet tersebut berfungsi untuk memasarkan dan mempromosikan produk
olahan kakao oleh Puslitkoka kepada para pengunjung. Produk olahan kakao antara
lain cokelat batang, cokelat bubuk, permen coklet, es krim dan lain-lain, dengan
setiap jenis produk memiliki harga jual yang berbeda-beda. Berikut daftar harga
produk olahan kakao yang diproduksi oleh Puslitkoka Indonesia.
Tabel 3.1 Daftar Harga Produk Cokelat di Puslitkoka Indonesia
No. Daftar Produk Cokelat Harga
1 Vicco Kemasan Pyramid (isi 5) Rp10.000
2 Vicco isi Mente Kemasan Tabung (isi 12) Rp25.000
3 Vicco Kemasan Kotak (isi 16) Rp20.000
4 Vicco Bar Makadamia Rp10.000
5 Vicco Bar Mente Rp10.000
6 Vicco Bar B Rp10.000
7 Vicco Bar Kecil Rp10.000
8 Vicco Chocolate Kecil Rp2.000
9 Vicco Dark Kecil Rp10.000
10 Vicco Klamout Rp4.500
11 Vicco Dark Mente Rp10.000
12 Vicco Dark Besar Rp10.000
13 Vicco Chocolate Besar Rp5.000
14 Vicco Kemasan Box Besar (isi 24) Rp35.000
15 Vicco Kemasan Box Kecil (isi 6) Rp10.000
16 Vicco 3 in 1 Rp15.000
17 Vicco 3 in 1 Dark Chocolate Rp25.000
18 Cokelat blok (0,5 kg) Rp20.000
19 Cocoa Soap Rp8.000
38
Berdasarkan tabel 3.1 diketahui bahwa harga pada setiap produk olahan kakao
memiliki variasi harga atau penetapan harga pada setiap produknya berbeda-beda.
Produk cokelat yang memiliki harga dibawah atau sama dengan Rp 10.000 adalah
vicco chocolate kecil dan produk cokelat tersebut merupakan produk cokelat dengan
harga terendah yaitu seharga Rp 2.000, vicco klamout seharga Rp 4.500, Vicco
Chocolate Besar seharga Rp 5.000, cocoa soap seharga Rp 8.000, sedangkan produk
cokelat dengan harga Rp 10.000 adalah Vicco Kemasan Pyramid (isi 5), Vicco Bar
Makadamia, Vicco Bar Mente, Vicco Bar B, Vicco Bar Kecil, Vicco Dark Kecil,
Vicco Dark Mente, Vicco Dark Besar. Produk cokelat dengan harga diatas Rp 10.000
adalah Vicco 3 in 1 seharga Rp 15.000, Vicco Kemasan Kotak (isi 16) dan Cokelat
blok (0,5 kg) seharga Rp 20.000, Vicco isi Mente Kemasan Tabung (isi 12) dan
Vicco 3 in 1 Dark Chocolate seharga Rp 25.000, Vicco Kemasan Box Besar (isi 24)
merupakan produk cokelat dengan harga tertinggi yaitu sebesar Rp 35.000.
Pemasaran bibit kakao dan buah kakao dipasarkan secara langsung kepada
konsumen. Bibit kakao yang paling sering dipasarkan adalah jenin lindak dan hibrida.
Saluran pemasaran bibit kakao dan buah kakao secara langsung oleh Puslitkoka dapat
dilihat gambar berikut:
Produsen Konsumen
(Puslitkoka ) (Masyarakat sekitar
Puslitkoka)
Indonesia masih belum melakukan kegiatan eksportir maupun keja sama dengan
pihak lembaga pemasaran di Kota Jember untuk memasarkan hasil produksi
kakaonya. Berikut gambar saluran pemasaran produk olahan kakao di Puslitkoka
Indonesia :
4.1 Kesimpulan
1. Ketersediaan input bahan baku usaha tani komoditas kakao di Pusat Penelitian
Kopi dan Kakao meliputi lahan tanam budidaya, tenaga kerja, pupuk, bahan
tanam, alat-alat pertanian, dan teknologi yang digunakan untuk usahatani.
Lahan yang dikelola seluas 160 ha, bahan tanam yang dipakai berupa bibit
kakao yang didapat secara mandiri dengan cara generative dan vegetatif, pupuk
yang digunakan ada dua jenis yaitu pupuk organik yang didapat secara mandiri
dan pupuk anorganik yang dibeli di toko pertanian. Tenaga kerja yang berkerja
dalam proses usahatani berjumlah 200 orang, alat-alat pendukung kegiatan
usahatani masih tradisional dan teknologi yang digunakan berupa teknologi
sambung pucuk dan pemanfaatan tanaman naungan.
2. Kegiatan budidaya komoditas kakao di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
meliputi persiapan atau pengolahan lahan, penanaman pohon naungan,
penanaman tanaman kakao, pemangkasan bagian tanaman kakao yang tidak
diperlukan, pemupukan tanaman kakao, pengendalian OPT, pemanenan.
3. Pemasaran hasil usahatani komoditas kakao dijual dengan saluran pemasaran
secara singkat dari Produsen (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao) kemudian
langsung dijual kepada konsumen (masyarakat sekitar Pusat Penelitian Kopi
dan Kakao), sedang untuk pemasaran produk olahan komoditas kakao yang ada
di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao dimulai dari produsen (petani pekebun
kakao) mengolah hasil panen kakao menjadi produk olahan lalu dipasarkan di
outlet yang ada di Puslitkoka yang nantinya akan dibeli oleh konsumen
(pengunjung Pusat Penelitian Kopi dan Kakao).
4.2 Saran
1. Bagi pemerintah daerah setempat diharapkan dapat memperkenalkan atau
mempromosikan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao pada masyarakat sekitar
Jember dan masyarakat di luar Jember, agar Puslitkoka semakin dikenal luas
sampai ke luar daerah.
40
41
Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur. Produksi Perkebunan Kakao Di Provinsi
Jawa Timur Tahun 2012-2016. Surabaya: Badan Pusat Statistik.
Fertunika, S.O., E. Estiyanti, dan Sriyadi. 2017. Kontribusi Sektor Pertanian terhadap
Perekonomian Kabupaten Banjarnegara. Agribussines, 3(2): 119-127.
Hidayat, I dan Supartoko, B. 2017. Agribisnis Tanaman Obat Dan Penerapan Good
Agricultural Practice Di Pt. Sido Muncul. Prosiding Seminar Nasional . 22-
29.
Pahan, I. 2007. Panduan Lengkap Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis daru Hulu
hingga Hilir. Bogor: Penebar Swadaya.
Gambar 1. Foto Golongan B di Areal Pusat Penelitian Kopo dan Kakao Indonesia
KUESIONER
Identitas Responden
Nama : Agus Saryono
Umur : 50 tahun
Pekerjaan : Penanggung Jawab di Puslitkoka
Pewawancara
Kelompok :3
Golongan :B
Hari/Tanggal : Rabu, 04 April 2018
Tanda Tangan
( )
I. Gambaran Umum Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia
a. Gambaran Umum Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia
1. Apa saja komoditas yang diusahakan di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
Indonesia?
Jawab: Komoditas yang diusahakan oleh Puslitkoka diantaranya tanaman
kopi dan kakao, serta tanaman naungan seperti lamtoro
2. Sejak kapan mengusahakan komoditas tersebut?
Jawab: Sejak instansi di dirikan pada 1 Januari 1911 untuk mengembangkan
komoditas kopi dan kakao.
3. Mengapa Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia memilih untuk
membudidayakan komoditas tersebut?
Jawab: Untuk melaksanakan mandat nasional untuk menanam dan meneliti
komoditas kopi dan kakao. Daerah tersebut juga dipilih karena
daerah tersebut cocok untuk ditanami komoditas tersebut.
4. Dimana lokasi kebun dan pengelolaan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
Indonesia?
Jawab: di Desa Nogosari, Kecamatan Rambipuji, Kabupaten Jember, sekitar
30 menit ke arah barat daya dari pusat kota Jember.
5. Apa lokasi tersebut dirasa strategis untuk melakukan usaha tani dan
pengelolaan?
Jawab: Lokasi tersebut dirasa strategis karena untuk distribusi pupuk relatif
mudah, serta untuk penyediaan bibit dilakukan pula secara mandiri
oleh pihak puslit koka. Kondisi lingkungan seperti iklim, tanah,
ketinggian sangat cocok untuk pertumbuhan tanaman kakao.
6. Apakah ada kendala yang berhubungan dengan jarak dalam pemenuhan
kebutuhan peralatan usahatani dan pengelolaan?
Jawab: Tidak ada kendala karena pihak puslit telah memiliki srana dan
prasarana transportasi yang mendukung.
7. Bagaimana kepemilikan lahan dan usahatani yang telah Pusat Penelitian Kopi
dan Kakao Indonesia kelola?
Jawab: Kebun percobaan serta kantor kelola merpakan lahan milik negara
atau merupakan perkebunan milik negara,
8. Berapa luas lahan untuk semua komoditas yang diusahakan Pusat Penelitian
Kopi dan Kakao Indonesia?
Jawab: 160 Ha
9. Bagaimana metode yang dilakukan pihak Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
Indonesia dalam melakukan usahatani pada komoditas tersebut
Jawab: Menggunakan metode klonal, stek, pucuk sambung dan okulasi.
Pupuk yang digunakan juga berasal dari seresah daun dan juga
kotoran kambing yang dibudidayakan di perkebunan tersebut.
V. Subsistem Penunjang
a. Sarana dan Prasarana Usahatani dan Kegiatan Pasca
Panen/Agroindustri
1. Apa saja sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk menunjang usaha di
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia?
Jawab: Sarana yang menunjang adalah sarana pengolahan kopi dan kakao
dari hulu hingga hilir. Prasarana yang menunjang meliputi saluran
pengairan, jalan, alat transportasi
2. Bagaimana sarana infrastruktur dalam menunjang usaha yang dilakukan Pusat
Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia?
Jawab: infrastruktur di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia dapat
dikatakan baik dan dan mampu menunjang usaha pada Pusat Penelitian
Kopi dan Kakao Indonesia.
3. Bagaimana kondisi transportasi dalam menunjang usaha?
Jawab: Transpotasi dapat dikatakan dalam kondisi baik dan telah
disediakan oleh Pusat Penelitian Kopi dan Kakao.
4. Apakah pihak Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia melakukan
kerjasama dengan perkebunan lain?
Jawab: Ada, kerjasama dalam penyediaan bahan baku agroindustri.
5. Apakah ada kebijakan dari pemerintah dalam mendukung kegiatan usahatani
dan kegiatan pasca panen atau agroindustri di Pusat Penelitian Kopi dan
Kakao Indonesia?
Jawab: ada, berupa promosi tempat wisata Puslitkoka, namun promosi
tersebut belum meluas sehingga masih banyak orang yang belum tahu
keberadaan Puslitkoka
6. Bagaimana peran kelembagaan formal (Koperasi dan Bank) dalam kegiatan
usahatani dan kegiatan pasca panen atau agroindustri di Pusat Penelitian Kopi
dan Kakao Indonesia?
Jawab: Peran kelembagaan yaitu untuk memecahkan masalah dalam kegiatan
usahatani dan agroindustri. Koperasi membantu menyediakan input dan
bank membantu menyediakan modal usaha
7. Bagaimana dukungan lembaga informal (LSM dan lainnya) dalam kegiatan
usahatani dan kegiatan pasca panen atau agroindustri di Pusat Penelitian Kopi
dan Kakao Indonesia?
Jawab: untuk saat ini belum ada dukungan yang terlihat nyata atau
berdampakbagi Puslitkoka
b. Pembinaan Usahatani dan Kegiatan Pasca Panen/Agroindustri
1. Apakah ada pelatihan terkait dengan usaha yang dilakukan?
Jawab: Iya, ada pelatihannya
2. Bagaimana bentuk pelatihan yang dilakukan?
Jawab: Puslikoka mengadakan ICCRI-Training Center. Terdapat beragam
topic pelatihan yang dapat dipilih sesuai keinginan anatara lain uji cita
rasa kopi, uji cita rasa kakao, teknik budidaya dan pengolahan kopi
dan kakao,pengelolaan OPT kopi dan kakao, pengelolaan limbah kopi
dan kakao menjdai pupuk dan sumber energi alternative, pembuatan
makanan coklat, coffe roasting and blending, serta manajemen kafe,
barista dan coffe brewing
3. Bagaimana dampak dengan dilakukannya pelatihan?
Jawab: Dampak dari dilakukannya pengenalan pelatihan olahan kopi dan
kakao adalah Sangat Positif, dimana Mahasiswa maupun Masyarakat
umum dapat mengenal dan mengetahui proses pembuatan beragam
olahan Kopi dan Kakao yang ada di Puslitkoka dan mengembangkan
mimpi-mimpi anak-anak muda untuk mengembagkan usaha kopi dan
kakao
4. Pembinaan seperti apa yang digunakan untuk meningkatkan usaha?
Jawab: Pembinaan yang digunakan adalah seperti Pembaruan dan peningktan
teknik atau cara dalam budidaya berbagai jenis Kopi dan Kakao yang
paling tepat, baik dan sesuai di tanam di Puslitkoka, penggunaan
pupuk organik sebagai bahan utama proses perawatan tanaman kopi
dan kakao, Peningkatan pengelolahan Kopi dan Kakao menjadi
produk lebih inovatif, dll.
5. Adakah kendala dalam penyediaan sarana dan prasarana untuk menunjang
usaha?
Jawab: Kendala yang dihadapi pada saat penyediaan sarana dan prasarana
dalam menunjang usaha sebenarnya relatif yaitu seperti mesin atau
teknologi yang mulai tertinggal sebab saat ini perkembangannya pesat
dan, rusak atau matinya beberapa mesin karena sering digunakan juga
kurang perawatan, dll.
6. Bagaimana cara mengatasi kendala yang dihadapi?
Jawab: Perlu di Upgrade atau ditingkatkan kembali dalam proses penyediaan
mesin yang lebih baik dan canggih agar dapat mendukung proses
produksi yang maksimal, dan perlu adanya pembimbingan kembali
pada karyawan dalam proses penggunaan mesin atau teknologi baru
tersebut.
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JEMBER – FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN-PS. AGRIBISNIS
LABORATORIUM MANAJEMEN AGRIBISNIS
Jl. Kalimantan No. 37 Kampus Tegal Boto Jember 68121 – Telp/fax (0331)-332190
Email: labma.agbuj@gmail.com, faperta@jember.telkom.net.id
Golongan :B
Kelompok :3
Asisten Pembimbing : Nina Fazaria