Anda di halaman 1dari 125

LAPORAN PRAKTEK LAPANG

WAWASAN AGRIBISNIS

Asisten:
1. FAKHRUDDIN YULISTIONO
2. FARIZ IRZAT ARIFIN
3. NURUL LAILI
4. NUR IDA SURYANDARI
5. MOCH. HAFEZD AS’AD
6. DIMAS BRILIAN
7. EVA VITYA SARASWATI
8. NINA FAZARIA

Golongan B

LABORATORIUM MANAJEMEN AGRIBISNIS


PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018
KEGIATAN MANAJEMEN ON FARM KOMODITAS KAKAO
DI PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK LAPANG

Diajukan sebagai salah satu syarat menyelesaikan Maka Praktikum


Wawasan Agribisnis pada Laboratorium Manajemen Agribisnis
Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian
Universitas Jember

Asisten Pembimbing
Nina Fazaria

Disusun Oleh
Golongan B/Kelompok 3

LABORATORIUM MANAJEMEN AGRIBISNIS


PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018
KEGIATAN MANAJEMEN ON FARM KOMODITAS KAKAO
DI PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK LAPANG

Diajukan sebagai salah satu syarat menyelesaikan Maka Praktikum


Wawasan Agribisnis pada Laboratorium Manajemen Agribisnis
Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian
Universitas Jember

Asisten Pembimbing
Nina Fazaria

Disusun Oleh
Golongan B/Kelompok 3

LABORATORIUM MANAJEMEN AGRIBISNIS


PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018

i
DAFTAR NAMA KELOMPOK

Koordinator : Rizki Beril Yudatama (171510501038)


Anggota : Indah Anggraeni (171510501002)
Nurul Fadilah (171510501054)
Ana Miftahul Jannah (171510501064)
Imelda Widiasari (171510501094)
Mustika Wahyu S. (171510501114)
Dini Oktarina (171510501137)
Era Fariza Yesika P. (171510501153)
Kaadziyah Allya Nada P. (171510501165)

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Diterima oleh:
Laboratorium Manajemen Agribisnis
Sebagai:
Laporan Praktek Lapang

Dipertahankan pada :
Hari :
Tanggal :
Tempat : Fakultas Pertanian
Universitas Jember

Mengesahkan:

Ketua Laboratorium Koordinator Praktikum


Manajemen Agribisnis Wawasan Agribisnis

Ebban Bagus Kuntadi, SP.,M.Sc. Eva Vitya Saraswati


NIP. 198002202006041002 NIM. 151510601039

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil
menyelesaikan Laporan Praktek Lapang Wawasan Agribisnis ini tepat pada waktunya
yang berjudul “Kegiatan Manajemen On Farm Komoditas Kakao Di Pusat Penelitian
Kopi Dan Kakao Indonesia”.
Laporan Praktek lapang ini berisikan tentang manajemen on farm komoditas
kakao di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia yang ada pada Kabupaten
Jember. Atas kelancaran dan keberhasilan laporan praktek lapang ini, kami
sampaikan terima kasih atas dukungan dari berbagai pihak, khususnya kepada:
1. Ir. Sigit Soepandjono, M.S, Ph.D selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas
Jember
2. Dr. Ir. Joni Murti Mulyo Aji, M. Rur. M, selaku Ketua Program Studi Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Jember
3. Ebban Bagus Kuntadi, SP., M. Sc. Selaku Ketua Laboratorium manajemen
Agribisnis
4. Tim Dosen Pengampu Wawasan Agribisnis
5. Tim Asisten Laboratorium Manajemen Agribisnis
6. Anggota kelompok B3
Demikian laporan praktek lapang kami buat. Semoga dapat memberikan manfaat
bagi semua pihak. Kami menyadari bahwa laporan praktek lapang ini belum
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan laporan praktek lapang ini.

Jember, Mei 2018

Penyusun

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................. i


DAFTAR ANGGOTA KELOMPOK .................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. iii
KATA PENGANTAR ............................................................................................. iv
DAFTAR ISI ............................................................................................................. v
DAFTAR TABEL ................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. vii

BAB 1. PENDAHULUAN ....................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah ......................................................................................... 8
1.3 Tujuan dan Manfaat ......................................................................................... 8
1.3.1 Tujuan ....................................................................................................... 8
1.3.2 Manfaat ..................................................................................................... 9

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 10


2.1 Komoditas Kakao ............................................................................................. 10
2.2 Teori Usahatani ................................................................................................ 14
2.3 Subsistem Agribisnis ........................................................................................ 16
2.4 Teori Pemasaran .............................................................................................. 21

BAB 3. HASIL PRAKTEK LAPANG DAN PEMBAHASAN .......................... 27


3.1 Hasil Praktek Lapang ...................................................................................... 27
3.2 Pembahasan ...................................................................................................... 31
3.2.1 Penyediaan Input atau Bahan Baku Komoditas Kakao di Pusat
Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia ................................................... 31

v
3.2.2 Proses Budidaya Komoditas Kakao di Pusat Penelitian Kopi dan
Kakao Indonesia .................................................................................... 33
3.2.3 Pemasaran Komoditas Kakao di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
Indonesia ............................................................................................... 38

BAB 4. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 41


4.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 41
4.2 Saran ................................................................................................................. 41

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
- Dokumentasi
- Kuisioner
- Kartu Konsultasi

vi
DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman


1.1 Produksi Perkebunan Kakao di Provinsi Jawa Timur……………5
3.1 Daftar Harga Produk Coklat di Puslitkoka Indonesia……...……38

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman


2.1 Bagan Subsistem Agribisnis ....................................................... 17
2.2 Bagan Saluran Pemasaran Sederhana ......................................... 23
2.3 Bagan Saluran Pemasaran Kompleks ......................................... 24
3.1 Bagan Proses Budidaya Kakao di Puslitkoka Indonesia ............ 33
3.2 Bagan Saluran Pemasaran Produk On Farm Kakao
di Puslitkoka. .............................................................................. 39
3.3 Bagan Saluran Pemasaran Produk Olahan Kakao
di Puslitkoka ............................................................................... 40

viii
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan bagian dari wilayah Asia Tenggara, wilayahnya yang
berada pada garis khatulistiwa, diapit oleh dua benua yauitu Benua Asia dan
Australia serta terletak diantara dua samudra yaitu Samudra Hindia dan Samudra
Pasifik. Indonesia adalah wilayah yang memiliki tingkat keaneka ragaman hayati
serta memiliki ketersediaan sumberdaya alam yang melimpah, hal tersebut
merupakan pengaruh dari letak geografis Indonesia yang strategis. Indonesia
dikenal sebagai negara agraris karena sebagian besar masyarakatnya bertumpu
pada sektor pertanian dan keinginan masyarakat Indonesia untuk meningkatkan
produksi pertaniannya. Sektor pertanian didukung oleh potensi tingkat kesuburan
lahan yang terdapat di wilayah Indonesia, tingkat kesuburan tanah pada setiap
wilayah memiliki kondisi yang berbeda-beda karena dipengaruhi olek aktivitas
gunung vulkanik, sedimentasi dan sebagainya. Sektor pertanian sebaiknya dapat
dijadikan leading sector karena memiliki potensi yang besar untuk berkontribusi
terhadap pembangunan dan perekonomian nasional (Sarah dkk, 2016).
Menurut Suratiyah (2015), mengartikan pertanian bukan hanya sebagai
aktivitas manusia untuk mengelola lahan dan menanaminnya degan berbagai jenis
tanaman budidaya (tanaman semusim, tahunan, pangan, maupun non pangan)
serta digunakan untuk memlihara ternak maupun budidaya ikan. Pertanian
dianggap sebagai sumber kehidupan dan penyedia lapangan kerja yang dapat
mengandung dua makna secara sempit dan luas. Pertanian dalam arti sempit
bermakna sebagai kegiatan bercocok tanam sedangkan dalam arti luas bermakna
aktivitas yang menyangkut proses produksi untuk mengahsilkan bahan-bahan
yang dibutuhkan oleh manusia yang berasal dari tumbuhan maupun hewan,
dimana kegiatan tersebut juga diiringi dengan usaha untuk memeperbarui,
memperbanyak serta mempetimbangkan pada faktor ekonomi.

1
2

Perekonomian di Negara Indonesia akan meningkat apabila sektor pertanian


maju. Kendala yang menghambat kemajuan di sektor pertanian, yaitu masih
minimnya pengetahuan tentang teknologi pertanian, sehingga penerapannya masih
tidak menyeluruh. Masyarakat yang bermata pencaharian sebagai petani tidak
berorientasi untuk memperoleh keuntungan dengan cara menjual hasil usahataninya
atau dalam bentuk produk lain, akan tetapi masih sebatas untuk memenuhi kebutuhan
keluarga saja. Pembangunan pertanian memiliki potensi yang cukup besar dalam
memenuhi ketahanan pangan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang
bermata pencaharian sebagai petani, dengan demikian pembangunan pada sektor
pertanian diharapkan dapat berkontribusi dalam membangkitkan perekonomian
negara (Soetrisno, 2002).
Menururt Arifin (2005), pembangunan sektor pertanian sebaiknya tidak hanya
terpusat pada peningkatan produksi pertanian saja, akan tetapi juga harus
mempertimbangkan perkembangan permintaan dan tuntutan persaingan global.
Strategi untuk membangun sektor pertanian harus disesuaikan dengan kondisi pada
saat itu supaya apa yang menjadi target dapat tercapai. Sektor pertanian menjadi
penyumbang perekonomian nasional, khususnya pada negara agraris seperti di
Indonesia. Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang terdapat pada setiap
subsektor pertanian. Keunggulan komparatif tersebut dalam penyusunan strategi
pembangunan dapat dikombinasikan dengan keunggulan kompetitif yang selalu fokus
terhadap perkembangan pertanian secara global. Program pertanian terutama bidang
kecukupan dan ketahan pangan yang telah lama di laksanakan Indonesia sampai
sekarang masih dilakukan. Pembangunan pertanian di Indonesia sudah selayaknya
tidak dijadikan sebagai sektor pembantu, tetapi menjadi leading sector dalam
perekonomian nasional sehingga dapat disejajarkan dengan sektor-sektor lainya.
Pemerintah dalam hal tersebut dapat melakukan pembangunan dengan mengambil
inisiatif untuk mengubah sistem pembangunan menjadi sistem pembangunan
pertanian melalui kegiatan agribisnis guna membantu meningkatkan perekonomian
Indonesia.
3

Agribisnis merupakan kegiatan pertanian yang bertujuan untuk memenuhi


kebutuhan manusia dengan menggunakan konsep pengorganisasian dan kelola atau
manajemen yang baik. Agribisnis mencakup keseluruhan kegiatan yang di mulai dari
pengadaan sarana produksi pertanian sampai dengan tata niaga produk pertanian yang
dihasilkan dari usaha tani atau hasil olahannya. Proses kegiatan agribisnis yang
dimulai dari pra-usahatani (penyediaan bibit, pupuk, obat, dan alat untuk budidaya),
usahatani atau budidaya tanaman sampai pengolahan pasca panen (agroindustri), dan
pemasaran hasil usaha budidaya atau produk hasil olahan serta berbagai subsistem
penunjang yang terkait dengan kegiatan pertanian. Menurut Setiawan (2012),
pemenuhan kebutuhan di sektor pertanian telah menggunakan konsep agribisnis
dengan pembagian disetiap subsistemnya yang memiliki fungsi masing-masing,
sehingga pada saat ini produk olahan pertanian telah memiliki jaminan mutu dan
saluran pemasaran yang jelas.
Menurut Fertunika dkk (2017), sektor pertanian merupakan salah satu sektor
yang memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian di Indonesia, hal
tersebut dikarenakan sektor pertanian merupakan sumber perekonomian mayoritas
manyarakat serta merupakan sektor penopang pembangunan nasional. Sektor
pertanian yang diusahakan oleh mayoritas masyarakat Indonesia meliputi beberapa
subsektor yang meliputi subsektor pertanian tanaman pangan, subsektor tanaman
perkebunan, subsektor perikanan, serta sub sektor peternakan. Semua sub sektor
tersebut saat ini telah berkembang dan telah menghasilkan produk-produk yang
dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat secara luas. Masing-masing
subsektor yang telah dikembangkan oleh masyarakat tersebut memiliki keunggulan
masing-masing, hal tersebut seperti halnya dengan subsektor perkebunan yang
merupakan salah satu subsektor pertanian yang menyumbang devisa kepada negara
melalui kegiatan ekport.
Subsektor perkebunan saat ini telah mengusahakan berbagai komoditas untuk
dibudidayakan. Komoditas tersebut meliputi tanaman karet, kelapa, kelapa sawit,
kopi, teh, lada, cengkeh, kakao, tebu, tembakau, dan lain sebagainya. Komoditas
4

perkebunan tersebut sebagian besar merupakan komoditas ekspor, seperti halnya


komoditas kakao yang merupakan salah satu komoditas unggulan di Indonesia.
Menurut Direktorat Jenderal Perkebunan (2014), luas perkebunan kakao tahun 2013
mencapai 1,7 juta ha. Luas lahan perkebunan memiliki areal pertanian yang cukup
luas khusunya pada komoditas kakao selain komoditas kelapa sawit dan karet.
Kakao merupakan tanaman yang suka akan naungan, tinggi tanaman kakao
bias mencapai 50-120 m. Tanaman kakao cocok tumbuh di daerah dengan suhu rata-
rata kurang lebih 270C, curah hujan 1.500-2.500 mm, ketinggian tanah kurang lebih
600 dpl. Komoditas kakao banyak dikembangkan di Indonesia karena Indonesia
merupakan salah satu daerah yang beriklim tropis. Daerah yang beriklim tropis
memiliki tingkat keanekaragaman yang tinggi sehingga kawasan tropis paling cocok
untuk pertumbuhan tanaman kakao dan iklim tropis dapat mendukung proses
pembudidayaan tanaman kakao. Kondisi tersebut juga didukung oleh ketersediaan
lahan yang dijadikan sebagai perkebunan kakao yang mengalami peningkatan setiap
tahunnya. Tersedianya luas lahan kakao dan dengan didukung oleh habitat tanaman
kakao yang sesuai dengan karakteristik iklim di Indonesia menjadikan produksinya
melimpah. Produksi kakao yang melimpah menjadikan Indonesia sebagai negara
penghasil kakao terbesar ketiga di dunia.
Kakao merupakan salah satu komoditas andalan untuk dibudidayakan dan
dapat memberikan keuntungan karena kakao menjadi sumber devisa bagi
perekonomian di Indonesia. Kakao memiliki berbagai manfaat, salah satunya dapat
dijadikan produk olahan cokelat, kue, ice cream, makanan ringan dan lain-lain.
Kakao juga bermanfaat untuk kesehatan yaitu, menurunkan kolesterol, menghentikan
batuk, menghilangkan setres dan memperbaiki mood, mencegah penuan, mencegah
penyakit gangguan hati. Menurut Maulana dan Kartiasih (2017), upaya pemerintah
diharapkan dapat membantu meningkatkan nilai dari komoditas kakao dengan cara
menerapkan kebijakan agar komoditas tersebut tetap menjadi andalan bagi sektor
pertanian, khusunya pada subsektor perkebunan. Berikut merupakan data statistik
produksi perkebunan kakao di provinsi Jawa Timur tahun 2012-2016.
5

Tabel 1.1 Data Statistik Produksi Perkebunan Kakao tahun 2012-2016 di Provinsi
Jawa Timur dalam satuan Ton.
Kabupaten/Kota 2012 2013 2014 2015 2016
Pacitan 1.393 1.352 1.625 1.850 6.007
Ponorogo 540 563 985 1.121 2.322
Trenggalek 1.690 1.699 2.354 2.680 4.355
Tulungagung 308 321 816 929 1.829
Blitar 2.097 2.114 1.952 2.222 5.090
Kediri 1.038 1.052 412 469 4.270
Malang 1.570 1.683 1.54 1.803 3.631
Lumajang 276 279 374 426 2.778
Jember 192 199 205 233 4.029
Banyuwangi 264 265 346 394 9.538
Bondowoso 28 29 10 11 95
Situbondo - - - - -
Probolinggo 4 5 - - 8
Pasuruan - - - - -
Sidoarjo - - - - -
Mojokerto - - - - -
Jombang 850 858 284 323 1.690
Nganjuk 1.134 1.152 1.045 1.190 2.619
Madiun 1.763 1.782 2.452 2.791 3.761
Magetan 285 294 425 484 995
Ngawi 1.231 1.265 856 974 2.033
Bojonegoro - - - - -
Tuban - - - - -
Lamongan - - - - -
Gresik 19 22 11 13 -
Bangkalan - - - - -
Sampang - - - - -
Pamekasan - - - - -
Sumenep 48 54 34 39 52
PT Perkebunan/ PNP 13.916 14.132 11.713 11.713
Perkebunan Besar 4.266 4.279 2.816 2.16
Swasta
Jawa Timur 32.912 33.399 30.299 32.481 57.100
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur (2016)
Berdasarkan Tabel 1.1, penghasil kakao terbesar di tahun 2012 adalah kota
Blitar dengan jumlah 2.097 ton, sedangkan penghasil kakao terendah adalah kota
Probolinggo dengan jumlah 4 ton. Penghasil kakao terbesar pada tahun 2013 ada
pada kota Blitar yang berjumlah 2.114 ton dan penghasil terendah ada pada kota
Probolinggo sebesar 5 ton. Tahun 2014 penghasil kakao tertinggi ada di kota Madiun
6

dengan jumlah 2.452 ton dan yang paling rendah ada di kota Bondowoso dengan
jumlah 10 ton, sedangkan kota Probolinggo pada tahun 2014-2015 tidak
memproduksi kakao. Tahun 2015 penghasil kakao tertinggi masih ada di kota Madiun
dengan jumlah yang naik menjadi 2.791 dan yang paling rendah ada di kota
Bondowoso. Probolinggo kembali menghasilkan kakao pad tahun 2016 dengan
jumlah sebesar 8 ton yang menjadi penghasil kakao terrendah dan penghasil kakao
tertinggi ada pada kota Pacitan dengan jumlah 6.007 ton. Kabupaten Jember
menghasilkan produksi perkebunan kakao tertinggi pada tahun 2016 yakni sebesar
4.029 ton dan pengasil kakao terendah pada tahun 2012 berjumlah 192 ton. Produksi
perkebunan kakao di Kabupaten Jember tiap tahun menunjukan peningkatan yang
signifikan. Kabupaten Jember sangat berpotensi dalam budidaya komoditas kakao,
hal ini ditunjukkan dengan peningkatan produksi kakao tiap tahunnya.
On farm merupakan subsistem yang kegiatannya berhubungan langsung
dengan peoses budidaya pertanian. On farm pada tanaman kakao sendiri secara
umum terdiri dari beberapa kegiatan yaitu pembibitan, pemilihan tanaman penaung,
persiapan penanaman dan pemeliharaan tanaman kakao. Budidaya tanaman kakao
sangat ditentukan oleh kualitas benih dan bibit. Pembuatan bibit diperoleh dari kebun
benih dengan cara memilih buah yang sudah matang dan sehat. Pembibitan tanaman
kakao terlebih dahulu dilakukan perendaman biji dalam larutan fungisida selama 5-
10, perendaman ditujukan untuk melindungi biji dari serangan jamur. Setelah
perendaman biji dikeringkan sampai kadar airnya tinggal 40% , kemudian benih siap
dipak dan dikirim. Kegiatan on farm selanjutnya adalah pemilihan naungan.
Pemilihan naungan sangat bemanfaat bagi lahan dan pertumbuhan tanaman kakao,
karena hal tersebut dapat membantu mengatur intensitas penyinaran matahari, tinggi
suhu, kelembapan udara, menahan angin, menambah unsur hara dan bahan oganik
serta menekan pertumbuhan gulma dan membantu memperbaiki struktur tanah.
Kegiatan persiapan tanah yang merupakan bagian dari on farm tanaman kakao
meliputi penanaman tanaman naungan tetap dan sementara serta menanam tanaman
kakao. Pembuatan teras juga merupakan rangkaian dari kegiatan persiapan tanaman
7

kakao, pembuatan teras pada perkebunana kakao dapat dilakukan setelah mengetahui
kondisi cuaca dan topografi. Kegiatan on farm yang terakhir yaitu pemeliharaan
tanaman kakao. Menurut Susanto (1994), pemeliharaan dapat dilakukan dengan cara
menentukan waktu pemangkasan naungan tetap, mengendalikan dan mencegah
pertumbuhan OPT, serta menjaga kondisi tanah agar tetap sesuai dengan karakteristik
perumbuhan tanaman kakao. Lembaga yang melakukan kegiatan on farm salah
satunya yaitu Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia dengan mengembangkan
komoditas kakao.
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (Puslitkoka) di Indonesia yang paling
terkenal salah satunya terletak di Kota Jember Jawa Timur. Puslitkoka yang ada di
Kota Jember terdapat dua bagian yaitu bagian kantor yang terdapat di Jl.PB Sudirman
dan bagian perkebunan di daerah Jenggawah untuk budidaya tanaman kopi dan kakao
dan pengolahan produk. Tanaman kopi dan kakao yang dibudidayakan tidak hanya 1
varietas saja tetapi terdiri dari beberapa varietas. Pengolahan yang dilakukan di
puslitkoka ini dengan menjadikan tanaman kopi menjadi kopi bubuk, untuk tanaman
kakao dijadikan produk olahan seperti coklat batangan, ice cream, sabun, dan pupuk
kompos (sisa-sisa limbah tanaman kakao). Puslitkoka sendiri melakukan kerjasama
dengan petani binaan untuk membantu menyediakan kebutuhan bahan baku berupa
kakao, dan selanjutnya akan dilakukan pengembangan dengan cara merawat atau
memelihara tanaman dari serangan OPT, meningkatkan pertumbuhan tanaman
dengan melakukan pemupukan dan penerapan sistem pengairan yang baik.
Kegiatan on farm kakao yang dikakukan di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
meliputi kegiatan budidaya kakao. Proses budidaya kakao yang dilakukan meliputi
penyesuaian lahan, penentuan bahan tanam, pemeliharaan, pemupukan, pengendalian
terhadap OPT, serta menjaga pencahayaan yang sesuai untuk tanaman kakao.
Kegiatan on farm kakao yang pertama kali yaitu penyesuaian lahan. Lahan yang
sesuai sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan komoditas kakao, sehingga semakin
sesuai suatu lahan terhadap kebutuhan tanaman maka produktifitas tanaman akan
meningkat. Bahan tanam yang sesuai juga menjadi indikator keberhasilan dalam
8

kegiatan budidaya, apabila bahan tanam yang diberikan tidak baik maka hasil yang
diperoleh nantinya tidak memuaskan. Pemeliharaan yang dilakukan dalam kegiatan
usaha tani di tempat tersebut meliputi pencegahan tanaman terhadap serangan OPT,
dan kegiatan pemangkasan. Naungan seperti tanaman lamtoro atau petai cina
diberikan agar cahaya yang diterima tanaman budidaya dapat sesuai. Kegiatan
budidaya tanaman kopi dan kakao dalam prosesnya mengalami berbagai kendala
diantaranya adalah tingkat kesesuaian lahan yang kurang, terjadinya serangan OPT,
serta tingkat kesuburan lahan yang mengalami penurunan.
Kelompok kami akan menganalisa permasalahan yang ada di puslitkoka
akibat adanya berbagai macam aspek dan pengolahan kakao, mulai dari awal
pembibitan sampai pada pengolahan pasca panen dan pemasaran kakao. Kelompok
kami menganalisa tiga aspek permasalahan yang ada pada pusat penelitian kopi dan
kakao Kabupaten Jember terkait dengan sektor perkebunan khususnya pada
komoditas kakao. Aspek permasalahan tersebut yaitu aspek penyediaan input atau
bahan baku usahatani komoditas kakao, aspek proses budidaya komoditas kakao, dan
aspek pemasaran komoditas kakao.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana penyediaan input atau bahan baku komoditas kakao di Pusat
Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia?
2. Bagaimana proses budidaya komoditas kakao di Pusat Penelitian Kopi dan
Kakao Indonesia?
3. Bagaimana pemasaran komoditas kakao di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
Indonesia?

1.3 Tujuan dan Manfaat


1.3.1 Tujuan
1. Untuk mengetahui penyediaan input atau bahan baku komoditas kakao di Pusat
Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia.
9

2. Untuk mengetahui proses budidaya komoditas kakao di Pusat Penelitian Kopi


dan Kakao Indonesia.
3. Untuk mengetahui pemasaran komoditas kakao di Pusat Penelitian Kopi dan
Kakao Indonesia.

1.3.2 Manfaat
1. Bagi peneliti atau mahasiswa agar mahasiswa mendapat tambahan wawasan
mengenai budidaya kakao.
2. Bagi petani atau masyarakat, dapat menambah pengetahuan tentang bagaimana
budidaya kakao sebagai suatu upaya untuk mengembangkan usahatani yang
sudah berjalan.
3. Bagi pemerintah, dapat dijadikan sebagai rujukan agar pemerintah dapat
mengetahui bagaimana perkembangan kopi dan kakao di Indonesia, sehingga
pemerintah dapat mengambil kebijakan yang sesuai dan tepat pada sasaran.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komoditas Kakao


Menurut Wahyudi dkk. (2008), tahun 1560 Bangsa Spanyol pertama kali
memperkenalkan kakao di Indonesia, tepatnya daerah Sulawesi. Belanda mencoba
menanam kakao di Jawa tahun 1880 untuk mengganti tanaman kopi yang mengalami
kerusakan akibat penyakit karat daun. Tahun 1888 Henri D. MacGilavry
mendatangkan puluhan semaian kakao jenis baru dari Venesia ke Indonesia untuk
ditanam namun, hanya satu pohon yang dapat hidup. Henri D. MacGilavry
megumpulkan bijinya untuk ditanam kembali dan berhasil tumbuh dengan sempurna,
bahkan hama penggerek buah kakao (PBK) tidak menyukainya. Pohon tersebut
dikenal dengan nama klon DR (Djati Ronggo). Lambat laun perkembangan kakao di
Indonesia terus meningkat, menjadikan Indonesia sebagai negara penghasil kakao
terbesar ketiga di dunia setelah negara Ivory Coast dan Ghana.
Sejarah tanaman kakao berasal dari hutan hujan tropis di Amerika Tengah,
tepatnya wilayah 18o LU sampai 15o LS mulai dari Selatan Meksiko sampai ke
Bolivia dan Brasil yang menganggap kakao sebagai tanaman liar. Tanaman
perkebunan yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan stabil adalah tanaman kakao.
Permintaan kakao di pasar sangat besar, sehingga prospek tanaman kakao cukup baik
dan menguntungkan bila ditanam petani. Tanaman kakao digolongkan sebagai
tanaman caulifloris, karena bunga yang tumbuh terdapat di batang atau cabang.
Menurut Rukmana, dkk (2016), tanaman kakao memiliki klasifikasi sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Malvales
Famili : Sterculiceae
Genus : Theobromae
Spesies : Theobromae cacao

10
11

Tanaman kakao memiliki syarat tumbuh tertentu sehingga tanaman kakao


tersebut dapat tumbuh dengan baik dan menghasilkan buah kakao yang berkualitas.
Syarat tumbuh yang dimiliki tanaman kakao yaitu tanaman kakao cocok ditanam
pada daerah antara 10oLU dan 10oLS. Areal penanaman tanaman kakao adalah daerah
yang memiliki curah hujan 1100-3000 mm/tahun. Tanaman kakao dapat tumbuh pada
berbagai jenis tanah dengan sifat fisik dan kimia tanah sesuai dengan kebutuhan
tanaman kakao tersebut tumbuh. Tanaman kakao tumbuh baik pada tanah yang
memiliki tingkat keasaman sekitar 6-7,5, selain tingkat keasaman, sifat kimia yang
juga sangat berperan dalam pertumbuhan tanaman kakao adalah kandungan bahan
organik. Kadar bahan organik yang tinggi akan meningkatkan laju pertumbuhan
tanaman. Suhu yang ideal bagi pertmbuhan tanaman kakao adalah 30-32oC (suhu
maksimum) dan 18-21oC (suhu minimum). Hutan hujan tropis adalah lingkungan
hidup tanaman kakao karena tanaman kakao memerlukan naungan untuk mengurangi
pencahayaan matahari secara penuh (Suwarto dkk., 2014).
Menurut AB dkk. (2008), tanaman kakao dapat tumbuh dengan baik di daerah
dengan ketinggian 0-600 mdpl. Tanah yang sesuai adalah tanah lempung berpasir
(50% pasir, 10-20% debu dan 30-40% lempung) dengan kemiringan tanah <45% dan
kedalaman olah <150cm. Lapisan olah dengan kedalaman 0-30 cm, sifat tanah yang
ideal untuk tanaman kakao adalah berkadar organik >3,5%, beratio C/N 10-12, KTK
>15 me/100 g tanah, kejenuhan basa >35%, pH (H2O) 4,0-8,5, N: 0,38%, P: 32 ppm,
Mg tertukar 1 me/100 gr, K tertukar 0,50 me/100 gr, dan Ca tertukar 5,3 me/100 gr.
Menurut Suwarto dkk. (2014) tanaman kakao memiliki morfologi yaitu
memiliki bunga sempurna, akar tunggang, tinggi batang sekitar 1-2 m, cabang-cabang
primer tumbuh di pangkal batang dekat permukaan tanah, buah kakao merupakan
buah yang daging bijinya sangat lunak dan berwarna kuning jika telah matang atau
sesuai jenis tanaman kakao yang ditanam, terdapat 30-50 biji tergantung varietas,
daun kakao tumbuh pada ujung-ujung tunas dengan panjang daun berkisar 25-34 cm
dan lebar 9-12 cm. Setiap klon kakao memiliki konstruksi apeks, basal, dan warna
buah matang yang berbeda. Buah kakao dibagi menjadi 2 bentuk yaitu oblong atau
12

memanjang dan elips atau jorong. Perbedaan warna buah masing-masing klon saat
buah kakao tidak terlalu menonjol, hanya saja untuk permukaan buah dapat dibagi
menjadi 3, yaitu permukaan buah yang halus, permukaan kulit halus-agak kasar, dan
agak kasar-kasar. Faktor yang mempengaruhi berbedanya karakter morfologi tiap
klon kakao adalah faktor genetik dan lingkungan, seperti curah hujan dan topografi
permukaan tanah tempat tumbuh. Besar buah kakao juga bervariasi, diameter buah
paling besar berkisar 8, 38-11,12 cm, dengan panjang buah 17-25 cm (Mutmainah
dkk., 2014).
Menurut Karmawati dkk. (2010), varietas kakao dibagi menjadi 3 kelompok
besar, yaitu forastero, criollo, dan trinitario. Kakao criollo dalam tata niaga termasuk
kedalam kelompok kakao mulia (fine flanoured), sedangkan untuk kakao forastero
termasuk ke dalam kelompok kakao lindak (bulk). Varietas kakao trinitario dalam
tata niaga dikelompokkan tergantung pada mutu bijinya, sehingga dapat tergolong ke
dalam kelompok kakao mulia atau kakao lindak. Varietas kakao criollo memiliki sifat
seperti memiliki kadar lemak yang lebih rendah daripada forastero tetapi memiliki
ukuran biji yang lebih bulat, besar, dan memiliki rasa yang khas, relatif mudah
terserang hama dan penyakit di permukaan kulit, kulit buahnya tebal tetapi lunak,
berbenjol-benjol dan alur-alurnya jelas, pertumbuhannya kurang kuat, dan hasilnya
lebih rendah dibandingkan dengan varietas forastero. Ciri-ciri dari tanaman kakao
varietas forastero yaitu bentuk bijinya lonjong, pipih, dan keping bijinya berwarna
ungu gelap, memiliki permukaan kulit buah yang halus dan alur-alurnya dangkal,
mutu dari buah yang dihasilkan juga beragam, namun lebih rendah dibandingkan
dengan tanaman kakao varietas criollo. Varietas trinitario adalah hibrida dari varietas
criollo dan varietas furastero, sehingga memiliki sifat morfologi, fisiologi, daya dan
mutu hasil yang berbeda.
Hasil panen kakao dapat diolah menjadi berbagai macam olahan yang
digunakan sebagai kebutuhan sehari-hari mulai dari hasil olahan untuk dikonsumsi
sampai untuk bahan kosmetik. Biji tumbuhan kakao bisa menghasilkan produk
olahan yang dikenal sebagai coklat, lendir kakao yang dihasilkan kakao diolah
13

menjadi sabun sair dan sabun padat, buah kako bisa diolah menjadi pupuk kompos
dan bahan baku biogas. Kondisi penyimpanan yang lembab dan terjadinya
kontaminasi silang merupakan salah satu penyebab terjadinya serangan jamur pada
tanaman kakao. Kakao merupakan tumbuhan tahunan (perennial) berbentuk pohon,
karena pohon kakao memiliki masa tanam yang lama sehingga pohon tersebut
membutuhkan waktu dialam yang dapat mencapai ketinggian 10 meter, kakao
memiliki pembudidayaan tinggi sehingga bisa tumbuh lebih dari 5 meter tetapi
dengan tajuk menyamping dan meluas yang dilakukan untuk memperbanyak cabang
produktif. Kakao secara umum adalah tumbuhan menyerbuk silang dan memiliki
sistem inkompatibilitas sendiri, varietas kakao mampu melakukan penyerbukan
sendiri dan menghasilkan jenis komoditi dengan nilai jual yang lebih tinggi
(Erwiyono, 2012).
Kakao diolah menjadi sabun dengan menggunakan bahan baku utama yaitu
lemak kakao, minyak kelapa dan kristal K2O. Proses dilakukan pada reaktor
berpengaduk dan berpendingin. Lemak kakao yang sudah dilelehkan atau minyak
kelapa dimasukkan dalam reaktor dan kemudian ditambahkan kristal K2O secara
bertahap sambil diaduk. Selama proses ini berlangsung, larutan menjadi panas.
Reaktor ini perlu didinginkan dengan air melalui dindingnya. Proses pengadukan
dihentikan jika larutan sabun sudah mulai mengental. Penambahan bahan pewangi,
pewarna dan bahan-bahan lain dilakukan sambil diaduk sebelum fase pengentalan
sabun terjadi. Larutan sabun dituang dalam cetakan dan kemudian disimpan selama
satu sampai dua hari didalam cetakan agar sabun menjadi beku dan keras secara
merata. Sabun yang telah berubah menjadi padat lalu dilepaskan dengan cara
membalik cetakannya. Sabun padat dikemas dengan lembaran plastik yang tipis atau
kertas. Sabun yang telah dikemas disimpan selama 3 minggu sebelum dipakai atau
dipasarkan untuk stabilisasi nilai pH-nya (Zulfiandri, 2012).
14

2.2 Teori Usahatani


Usahatani adalah kegiatan mengorganisasikan atau mengelola aset dan cara
dalam pertanian. Usahatani juga dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang
mengorganisasi sarana produksi pertanian dan teknologi dalam suatu usaha yang
menyangkut bidang pertanian. Petani sebagai pengelola usahatani termasuk
pembiayaannya adalah seseorang yang membutuhkan dan berperan dalam
perencanaan bisnis yang meliputi penyediaan dan pengalokasian dana, menciptakan
dana melalui pengendalian sumber-sumber serta mengelolanya dalam kegiatan
produksi seefektif mungkin. Petani tidak boleh salah langkah dalam mengambil
tindakan untuk mencapai tujuan produksi tersebut. Usahatani dapat dikatakan berhasil
minimal harus dapat menghasilkan cukup pendapatan untuk membayar biaya semua
alat yang diperlukan, bunga modal, upah tenaga kerja petani dan keluarganya yang
digunakan untuk usahatani secara layak dan dapat mempertahankan keadaan
usahatani sedikitnya berada dalam keadaan semula (Moehar, 2001).
Menurut Tohir (1991), usahatani merupakan ilmu yang mempelajari tentang
cara petani mengelola input atau faktor-faktor produksi (tanah, tenaga kerja, modal,
teknologi, pupuk, benih, dan pestisida) dengan efektif, efisien, dan kontinyu untuk
menghasilkan produksi yang tinggi sehingga pendapatan usahataninya meningkat.
Pengertian usahatani lainnya dapat dilihat dari masing-masing pendapat sebagai
berikut. Ilmu usahatani juga didefinisikan sebagai ilmu mengenai cara petani
mendapatkan kesejahteraan (keuntungan), menurut pengertian yang dimilikinya
tentang kesejahteraan. Ilmu usahatani mempelajari cara-cara petani
menyelenggarakan pertanian.
Soekartawi (1989), menyatakan bahwa ilmu usahatani merupakan ilmu yang
mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada sesecara
efektif dan efisien yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan yang tinggi pada
waktu tertentu, sumber daya secara efektif yaitu bila petani dapat mengalokasikan
sumberdaya yang mereka miliki sebaik-baiknya dan dikatakan efisien bila
pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi
15

masukkan (input). Tersedianya sarana atau faktor produksi (input) belum berarti
produktifitas yang diperoleh petani akan tinggi. Petani melakukan usahanya secara
efisien dengan upaya yang sangat penting. Efisiensi teknis akan tercapai bila petani
mampu mengalokasikan faktor produksi sedemikian rupa sehingga produksi tinggi
tercapai. Petani mendapat keuntungan besar dalam usahataninya dikatakan bahwa
alokasi faktor produksi efisien secara alokatif. Cara ini dapat ditempuh dengan
membeli faktor produksi pada harga murah dan menjual hasil pada harga relatif
tinggi. Petani mampu meningkatkan produksinya dengan harga sarana produksi dapat
ditekan tetapi harga jual tinggi, maka petani tersebut melakukan efisiensi teknis dan
efisiensi harga atau melakukan efisiensi ekonomi. Suatu kegiatan usahatani selalu
diperlukan faktor-faktor produksi berupa lahan, tenaga kerja, dan modal yang
dikelola seefektif dan seefisien mungkin sehingga memberikan manfaat sebaik-
baiknya. Faktor produksi adalah semua korbanan yang diberikan pada tanaman agar
tanaman tersebut mampu tumbuh dan menghasilkan dengan baik. Faktor produksi
dikenal pula dengan istilah input dan korbanan produksi. Faktor produksi memang
sangat menentukan besar-kecilnya produksi yang diperoleh. Faktor produksi lahan,
modal untuk membeli bibit, pupuk, obat-obatan dan tenaga kerja dan aspek
manajemen adalah faktor produksi yang terpenting. Hubungan antara faktor produksi
(input) dan produksi (output) biasanya disebut dengan fungsi produksi atau faktor
relationship.
Keterbatasan sumberdaya yang dimiliki oleh petani menjadi masalah umum
dalam pengelolaan usahatani. Modal kerja, produktifitas dan peluang dalam
pengembangan tanaman usahatani merupakan masalah utama. Faktor lain yang
mempengaruhi hasil budidaya dan berpengaruh sebagai input adalah tenaga kerja,
pupuk kandang, pupuk kimia, luas lahan garapan, dan kemitraan. Faktor yang
berpengaruh negatif terhadap produksi hasil usahatani adalah pendidikan. Pendidikan
petani umumnya mempengaruhi cara berpikir mereka, semakin tinggi tingkat
pendidikan, baik formal maupun non formal diharapkan semakin memiliki
kemampuan berpikir lebih rasional dalam mengelola usahanya (Ardhiyan, 2015).
16

2.3 Subsistem Agribisnis


Menurut Pasaribu (2012), agribisnis merupakan suatu bisnis berbasis
pertanian dapat berupa produksi benih dan bahan kimia pertanian, yang dilaksanakan
secara terpadu mulai dari hulu sampai ke hilir sesuai dengan sistem-sistem input dan
output produksi. Istilah hulu dan hilir mengartikan bahwa agribisnis bekerja pada
rantai agribisnis. Sistem agribisnisyang tedapat di hulu berfungsi untuk penyedia dan
pengadaan sarana produksi pertanian seperti bibit, pupuk, pestisida, mesin-mesin
pertanian, bahan bakar, lembaga kredit, dan lain sebegainya. Sistem agribisnis hilir
merupakan serangkaian kegiatan yang dimulai dari pengumpulan produk usaha tani,
pengolahan, penyimpanan, serta distribusi produk hingga sampai kepada konsumen.
Sistem yang tedapat di hulu maupun di hilir memiliki keterkaitan yang erat untuk
saling melengkapi satu sama lain, sehingga apabila sistem dari hulu hingga hilir
tersebut perlu dikelola dengan sebaik mungkin. Agribisnis juga mempelajari tentang
strategi untuk memperoleh keuntungan dengan mengelola aspek budidaya,
penyediaan bahan baku, pascapanen, proses pengolahan bahan produk siap pakai
sampai pemasaran. Objek yang ada dalam agribisnis berupa tumbuhan, hewan,
ataupun organisme lain yang dapat diolah menjadi produk lain yang memiliki nilai
jual tinggi. Inti dari agribisis ada pada kegiatan budidaya, meskipun hasil dari
budidaya tidak diolah sendiri malainkan diolah pihak lain. Agribisnis memiliki suatu
dasar sebagai pokok dari kegiatan agribisis yang disebut dengan sistem agribisnis.
Sistem agribisis merupakan semua aktivitas dalam pertanian dimulai dari
pengadaan dan penyaluran sarana produksi sampai pada pemasaran produk yang
dihasilkan oleh usahatani atau agroindustri yang saling terkait satu sama lain.
Menurut Faqih (2010), sistem agribisnis terintegrasi menjadi dua yaitu, sistem
komoditas integrasi secara vertikal dan horizontal. Sistem agribisnis secara vertikal
menyangkut semua pelaku yang ada dalam serangkaian komoditas yang diproduksi,
mulai dari produsen atau penyedia input atau sarana produksi pertanian sampai
pemasaran yang meliputi pedagang pengumpul, pedagang besar, agroindustri,
pedagang pengecer, sampai pada konsumen baik konsumen dalam negeri maupun
17

konsumen luar negeri. sistem agribisnis secara vertikal harus saling terikat apabila
tidak terjadi sebuah keterikatan maka sistem agribisnis secara vertikal tidak dapat
terlaksana. Sistem agribisnis secara horizontal merupakan keterikatan antara pelaku
dalam produksi komoditas yang sama. Keterikatan sistem agribisnis secara vertikal
dapat dijabarkan dalam subsistem agribisnis yang meliputi empat subsistem utama
dan dua subsistem penunjang. Subsistem utama meliputi subsistem penyediaan sarana
produksi, subsistem usahatani, susbsistem agroindustri, dan subsistem pemasaran,
sedangkan subsistem pemunjang meliputi subsistem sarana dan prasarana dan
subsistem penyuluhan. Berikut ini merupakan bagan dari subsistem yang ada di
sistem agribisnis.

Subsistem Pra Subsistem Subsistem Subsistem


Produksi Produksi atau Pengolahan Pemasaran
budidaya Produk

Subsistem
Penunjang

Subsistem Subsistem
Sarana dan Pembinaan
Prasarana
Gambar 2.1 Bagan subsistem agribisnis
Berdasarkan gambar 2.1 sistem agribisnis ada beberapa subsistem. Subsistem
tersebut dibagi menjadi dua, yaitu subsistem pokok dan subsistem penunjang.
Subsistem pokok meliputi subsistem pra produksi, subsistem produksi atau budidaya,
subsistem pengolahan dan subsistem pemasaran produk. Subsistem penunjang
meliputi subsistem sarana prasarana dan subsistem pembinaan. Subsistem penunjang
bertujuan untuk membantu subsistem pokok. Subsitem pokok berjalan mulai dari
subsistem pra produksi lalu ke subsistem produksi atau budidaya, setelah itu menuju
ke subsistem pengolahan dan yang terakhir adalah subsistem pemasaran produk.
18

Subsistem penyediaan sarana produksi merupakan salah satu bagian dari


kegiatan agribisnis. Proses pengadaan dan penyaluran sarana produksi merupakan
kegiatan agroindustri hulu yang mencakup pengahasil input pertanian berupa
berbagai sumber daya baik sumber daya manusia ataupun sumber daya alam, mulai
dari bahan baku produksi, modal atau jasa yang dari penyedia teknologi, produsen
benih dan bibit, produsen pupuk, produsen obat-obatan, penyedia atau pengelola
permodalan, jasa atau konsultan, dan lain-lain. Menurut Pahan (2007), faktor yang
mempengaruhinya antara lain ketersediaan dan harga input energi, harga bahan aktif
obat-obatan serta ketersediaan sumber daya genetik berupa penyediaan varietas yang
memiliki sifat unggul. Setelah sarana produksi terlaksana akan dilanjutkan dengan
subsistem budidaya atau subsistem usaha tani.
Subsistem budidaya atau usahatani merupakan salah satu kegiatan pokok
dalam sistem agribisnis. Para petani dalam menjalankan usaha taninya selalu
berusaha agar hasil penen kakao dapat meningkat, sehingga usaha taninya dapat
dikatakan produktif atau efisien karena produktivitas dari usahataninya tinggi. Ilmu
usahatani mempelajari tentang tata cara pengelolaan dan pengkoordiniran faktor
produksi yang berupa lahan, komoditas, teknologi serta skala usahatani sebagai
modal untuk memberikan manfaat yang sebaik-baiknya atau dalam arti lain yaitu
dapat memberikan pendapatan semaksimal mungkin. Menurut Suratiyah (2015),
perkembangan usahatani didasarkan pada sebuah tujuan untuk memenuhi kebutuhan
pangan bagi keluarga, sehingga hanya berupa usahatani swasembada. Kelanjutan dari
kegiatan subsistem budidaya dan usahatani (on farm) atau setelah subsistem
budidaya dan usahatani (on farm) adalah subsistem agroindustri (off farm).
Subsistem agroindustri merupakan penanganan produk bahan segar yang
diperoleh dari proses penanaman sampai panen yang dilanjutkan oleh penerapan
panca usahatani, kemudian produk bahan segar tersebut akan diolah oleh industri
pengolahan untuk menjadi produk yang nantinya diharapkan memiliki nilai jual yang
tinggi. Industri pengolahan produk bahan segar dapat berskala UMKM atau industri
besar yang kegiatannya dapat berupa pemilihan (grading), pencucian, pengeringan,
19

pengemasan serta penggudangan. Produk bahan segar yang menjadi bahan baku
industri pengolahan memiliki potensi dalam agribisnis untuk dikembangkan menjadi
produk yang bernilai jual tinggi sehingga selain bertujuan untuk membantu
kelancaran dalam proses pembangunan, juga sebagai upaya diversifikasi usaha
pertanian untuk mewujudkan visi pertanian yang berkelanjutan. Upaya yang dapat
dilakukan untuk menjamin keberlangsungan kegiatan subsistem agroindustri dalam
pengembangan agribisnis dapat dilakukan dengan cara standarisasi dan meningkatkan
mutu bahan baku yang akan dijadikan berbagai macam olahan pangan sehat dan
produk bernilai jual. Menurut Hidayat dan Supartoko (2017), kegiatan agroindustri
atau pasca panen menjadi perhatian penting untuk menentukan mutu akhir produk on
farm. Komoditas yang sudah melewati subsistem agroindustri akan menuju ke
subsistem pemasaran yang bertugas memasarkan hasil produksi.
Subsistem pemasaran adalah proses memasarkan hasil produksi usahatani atau
agroindustri guna untuk mendapatkan keuntungan yang berupa pendapatan. Sasaran
akhir dalam setiap usaha pemasaran adalah menempatkan produk mentah yang telah
diolah ke tangan konsumen, yang sebelumnya telah melewati proses dari beberapa
lembaga pemasaran yang terlibat sepeti produsen, tengkulak, pedagang besar,
pedagang pengecer atau pedagang kecil serta konsumen akhir baik yang berasal dari
dalam negeri maupun yang ada di luar negeri. Pelaksanaan subsistem pemasaran
meliputi beberapa kegiatan pokok pemasaran yang bertujuan utuk mencapai sasaran
atau target, kegiatan yang terdapat dalam subsistem pemasaran antara lain yaitu
pembelian, penjualan, pengangkutan, informasi pasar, pembiayaan dan standarisasi
(Firdaus, 2010).
Subsistem penunjang perlu dilaksanakan agar subsistem utama dapat berjalan
dengan maksimal. Subsistem penunjang pertama adalah subsistem sarana dan
prasarana. Subsistem sarana dan prasarana memiliki sifat prapublik yang
keberadaannya benar-benar harus ditangani oleh aparatur birokrasi pemerintah seperti
prasarana jalan, perhubungan, pengairan, pengendalian, pengamanan, dan konservasi.
Semua hal tersebut merupakan sebuah syarat yang hasus diperhatikan agar proses
20

transformasi produktif dalam usaha agribisnis dapat berjalan lancar. Menurut Pandey
dan Sarajar (2017), subsistem sarana dan prasarana memiliki tujuan yaitu
mengoptimalkan fasilitas angkutan bagi masyarakat menuju kemakmuran,
kesejahteraan, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Pemerintah dalam
mengoptimalkan sarana dan prasarana harus terlebih dahulu menganalisis lokasi yang
menjadi sasaran.
Subsistem penunjang lainnya yaitu subsistem pembinaan yang merupakan
salah satu tugas dari aparatur birokrasi pemerintahan. Pembinaan yang dilakukan
pemerintah dalam bentuk tim penyuluh yang digerakkan pada setiap desa dan
biasanya berada di lembaga kelompok tani. Subsistem pembinaan mendorong setiap
pelaku agribisnis untuk melakukan pengolahan hasil produksi untuk menambah nilau
jual dari komoditas yang sudah diproduksi. Penyediaan Pembina atau penyuluh tidak
sebanding dengan kebutuhan penyuluh yang ada di masyarakat sehingga proses
produksi komoditas yang diusahakan menjadi terganggu dan dapat tidak berjalan
dengan baik (Handaka dan Wahyuni, 2017).
Menurut Faqih (2010), keberhasilan agribisnis sangat dipengaruhi oleh
keberadaan faktor-faktor lingkungannya baik internal maupun eksternal yang terdapat
di dalam sistem agribisnis, oleh karena itu sebelum melakukan usaha agribisnis perlu
mengkaji lingkungannya. Lingkungan eksternal yang dapat mempengaruhi
keberhasilan usaha agribisnis yang akan dikembangkan meliputi politik, ekonomi,
sosial budaya, teknologi dan demografi. Keadaan politik yang dapat mempengaruhi
keberhasilan usaha agribisnis berasal dari lembaga-lembaga pemerintahan dan juga
asosiasi dari para pengusaha sendiri. Situasi dari politik yang dapat mempengaruhi
kegiatan agribisnis dapat berupa hubungan antara pemerintah dengan pengusaha,
prosedur peraturan dan keadaan politik yang berlaku serta peraturan khusus tentang
persaingan dan perlindungan terhadap konsumen.
Lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap sistem agribisnis meliputi
lingkungan ekonomi, social budaya, teknologi, serta demografis. Lingkungan
ekonomi yang dapat mempengaruhi keadaan sistem agribisnis berkaitan dengan
21

keadaan perekonomian suatu negara dalam usaha untuk mengetahui tingkat


pengahasilan rumah tangga seseorang apabila keadaan ekonomi mengalami
konjangtur dan inflasi yang kurang baik. Lingkungan sosial budaya terkait dengan
adat istiadat, nilai budaya, agama serta adanya kelembagaan di suatu wilayah yang
dapat merespon perubahan yang terjadi disektor pertanian untuk mengatasi kendala
ataupun hambatan dalam agribisnis. Lingkungan teknologi merupakan salah satu
indikator yang dapat menentukan keberhasilan pada sistem agrbisnis, dikarenakan
kemajuana teknologi dapat membuat produk-produk, teknik-teknik produksi dan
cara-cara yang lebih baik dalam mengelola usaha agribisnisnya. Kemajuan teknologi
juga merupakan strategi atau upaya yang dapat dilakukan untuk menciptakan suatu
keunggulan yang kompetitif. Lingkungan demografis adalah keadaan ukuran-ukuran
dari berbagai ciri orang-orang yang terdiri atas kelompok-kelompok atau unit-unit
sosial lainnya. Kelompok-kelompok tersebut dapat dijelaskan secara statistik dengan
merujuk pada usia, gender, pengahasilan, pendidikan dan sebagainya (Faqih, 2010).

2.4 Teori Pemasaran


Menurut Duwit dkk. (2015), pasar didefinisikan sebagai tempat bertemunya
pembeli dan penjual, berfungsi menyediakan barang atau jasa untuk dijual sehingga
terjadi pemindahan milik. Pengertian lain dari pasar adalah jumlah seluruh
permintaan barang atau jasa oleh pembeli-pembeli potensial. Menurut Soetriono dan
Anik (2016), pasar dibagi menjadi lima macam berdasarkan konsumennya. Kelima
pasar tersebut adalah pasar konsumen (dari petani ke ibu rumah tangga), pasar
industri, pasar penjualan kembali (misalnya pasar swalayan dan pasar induk), dan
pasar internasional (ekspor).
Menurut Hanafie (2010), pemasaran merupakan suatu kegiatan ekonomi yang
berfungsi menyalurkan barang atau jasa dari produsen ke konsumen. Pemasaran dapat
juga diartikan sebagai proses sosial atau manajerial yang dalam hal ini individu atau
kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginannya dengan menciptakan,
menawarkan, dan menukarkan produk yang bernilai satu sama lain. Pemasaran
22

merupakan sejumlah kegiatan bisnis yang ditujukan untuk memberikan kepuasan dari
barang atau jasa yang dipertukarkan kepada konsumen atau pemakai. Pemasaran
pertanian merupakan sejumlah kegiatan bisnis yang ditujukan untuk memberikan
kepuasan dari barang atau jasa yang dipertukarkan kepada konsumen atau pemakai di
bidnag pertanian, baik input maupun produk pertanian.
Menurut Soetrisno dan Anik (2016), terdapat lima konsep pemasaran yang
mendasari cara produsen dalam melakukan kegiatan pemasarannya. Pertama, konsep
pemasaran berwawasan produksi dimana konsep ini yang berpendapat bahwa
konsumen akan memilih produk yang mudah didapat dan murah harganya. Kedua,
konsep pemasaran berwawasan produk yaitu konsep yang menyebutkan bahwa
konsumen akan memilih produk yang menawarkan mutu, kinerja baik, atau hal-hal
yang inovatif lainnya. Ketiga, konsep pemasaran yang berwawasan untuk menjual
yaitu konsep yang beranggapan bahwa konsumen harus di dorong untuk melakukan
pembelian, serta produsen memiliki banyak cara promosi dan penjualan yang efektif
untuk merangsang pembelian. Konsep pemasaran selanjutnya yaitu konsep
pemasaran yang berwawasan pemasaran yakni, konsep yang berpendapat bahwa
kunci untuk mencapai tujuan terdiri dari penentuan kebutuhan dan keinginan pasar
sasaran, serta memberikan kepuasan yang diinginkan secara lebih efektif dan efisien
daripada saingannya. Kelima, konsep yang berwawasan pemasaran masyarakat
beranggapan bahwa tugas dari produsen adalah menentukan kebutuhan, keinginan,
dan kepentingan pasar sasaran, serta memenuhinya dengan lebih efektif dan lebih
efisien dari saingannya dengan cara mempertahankan dan meningkatkan
kesejahteraan konsumen dan masyarakat.
Menurut Soetrisno dan Anik (2016), saluran pemasaran dapat terbentuk secara
sederhana dan juga dapat terbentuk secara rumit sekali. Terbentuknya saluran
pemasaran tergantung dari macam komoditi lembaga pemasaran dan sistem pasar
yang ada di daerah tersebut. Sistem pasar monopoli memiliki saluran pasar yang
sangat sederhana. Bentuk saluran pemasaran yang sederhana yaitu penjualan yang
berawal dari produsen lalu dijual ke tengkulak, sedangkan dari tengkulak akan dijual
23

ke pengecer dan dari pengecer akan menjualnya ke konsumen, tetapi bisa juga
produsen menjual langsung ke pengecer tanpa melalui tengkulak terlebih dahulu.
Bentuk saluran pemasaran yang lain yaitu saluran pemasarn kompleks petani
biasanya menjual hasil produksinya langsung ke tengkulak, sedangkan tengkulak
akan menjualnya ke pedagang besar, pedagang besar mengekspor hasil produksi.
Petani bisa juga menjual hasil produksinya langsung kepada pengecer dan pengecer
menjualnya kepada konsumen tetapi konsumen juga bisa membeli hasil produksi
tersebut langsung kepada petani. Saluran pemasaraan merupakan berbagai lembaga
yang menyelenggarakan penyaluran barang dari produsen ke konsumen. Menurut
Soetriono dan Anik (2016), hasil pertanian memiliki saluran pemasaran yang berbeda
satu sama yang lainnya, saluran pemasaran dapat berubah, berbeda, tergantung
kepada keadaan daerah, waktu dan kemajuan teknologi yang di pakai. Berikut ini
merupakan bagan saluran pemasaran sederhana dan saluran pemasaran kompleks.

Produsen Pedagang Pengumpul

Pengecer

Konsumen

Gambar 2.2 Bagan saluran pemasaran sederhana

Petani

Pengecer Konsumen
Tengkulak

Pedagang besar Eksportir


Pedagang Pengumpul

Gambar 2.3 Bagun saluran pemasaran kompleks


24

Berdasarkan Gambar 2.2 memperlihatkan suatu bentuk saluran pemasaran


yang relatif sederhana, sedangkan Gambar 2.3 memperlihatkan bentuk saluran
pemasaran yang komplek. Nampak bahwa lembaga tataniaga (pemasaran) juga
memegang peranan penting dan juga menentukan saluran pemasaran. Berbagai badan
atau lembaga berkontribusi agar suatu barang dapat sampai hingga ke tangan
konsumen. Lembaga satu dengan lembaga lainnya tersebut saling berkaitan dan
saling melengkapi membentuk satu kesatuan yang saling bergantung satu sama lain.
Berbagai macam hasil pertanian memiliki saluran pemasaran yang berlainan satu
dengan lain sesuai dengan prosuknya. Saluran pemasaran suatu barang dapat berubah
kapan saja, bergantung pada keadaan daerah, waktu dan kemajuan teknologiya
(Soetrisno dan Anik, 2016).
Menurut Hanafie (2010), kegiatan pemasaran memiliki fungsi yang dalam
pelaksanaanya tidak perlu dilakukan dalam urutan yang tetap dan kaku, hal tersebut
dikarenakan setiap produk memiliki karakter yang berbeda-beda dalam kegiatan
pemasaran. Fungsi pemasaran merupakan proses yang teratur dan disesuaikan dengan
kondisi yang ada pada pasar. Terdapat tiga fungsi pemasaran yaitu fungsi pertukaran,
fungsi fisis, dan fungsi penyediaan sarana yang dijelaskan sebagai berikut:
1. Fungsi pertukaran (exchange function)
Suatu produk harus dijual dan dibeli sekurang-kurangnya sekali selama
proses pemasaran berlangsung. Fungsi pertukaran melibatkan kegiatan yang
menyangkut pengalihan hak kepemilikan dalam sistem pemasaran. Pihak yang
terlibat dalam fungsi pemasaran yaitu pedagang (broker) dan agen yang
mempertemukan pembeli dan penjual. Penetapan harga merupakan bagian dari
kegiatan fungsi pertukaran dengan mempertimbangkan bentuk pasar dan
persaingan yang mungkin akan terjadi. Fungsi pertukaran dilakukan pada setiap
tingkatan dari saluran pemasaran, mulai dari pembelian bahan bahan baku oleh
pengolah produk dari produsen utama sampai dengan pembelian oleh konsumen
akhir. Tingkat keberhasilan dari seluruh kegiatan pemasaran sangat ditentukan
oleh tingkah lakuk konsumen akhir dalam melakukan pembelian.
25

2. Fungsi fisis
Fungsi pemasaran mengusahakan agar pembeli dapat memperoleh barang
atau jasa yang diinginkan pada tempat, waktu, bentuk dan harga yang tepat
dengan jalan menaikkan kegunaan tempat (palace utility), yaitu mengusahakan
barang dan jasa dari daerah produksi ke daerah konsumen, menaikkan kegunaan
waktu (time utility), yaitu mengusahakan barang dan jasa dari waktu yang belum
diperlukan ke waktu yang sudah diperlukan (contohnya seperti dari waktu penen
ke waktu peceklik), serta menaikkan kegunaan bentuk (form utility) yaitu
mengusakahan barang atau jasa dari bentuk mentah menjadi bentuk yang
diinginkan. Hal-hal yang perlu diupayakan agar fungsi palace utility, time utility
dan form utility dapat berjalan denga baik, maka dalam hal ini perlu melibatkan
beberapa hal, yaitu jasa transportasi, jasa perlakukan, pasca panen, serta jasa
pengolahan seperti pembersihan lahan, pemeliharaan tanaman, penyimpanan
hasil, dan pengelolaan hasil pasca panen menjadi suatu produk yang dapat
dipasarkan.
3. Fungsi Penyedia Sarana
Fungsi pemasaran ini memiliki fungsi untuk memperlancar saluran
pemasaran agar beroprasi lebih lancar. Kegiatan ini memungkinkan pembeli,
penjual, pengangkut, dan pemroses dapat menjalankan tugasnya tanpa
melibatkan resiko yang berpotensi menyebabkan kerugian di berbagai pihak,
serta dengan tersedianya sarana akan lebih mengembangkan rencana pemasaran
yang tertata dengan baik. Fungsi penyediaan sarana yang harus dilakukan dalam
proses pemasaran meliputi beberapa hal, yaitu Informasi pasar, penganggungan
resiko, standarisasi dan penggolongan mutu, serta pembiayaan.
BAB 3. HASIL PRAKTEK LAPANG DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Praktek Lapang


Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (Puslitkoka) didirikan pada
tanggal 1 januari 1911 dengan nama awal Besoekisch Proefstation. Puslitkoka
mengalami beberapa perubahan baik dari nama sampai pengelola, saat ini secara
fungsional Puslitkoka di bawah penanganan Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian Departemen Pertanian Republik Indonesia, sedangkan secara struktural
dikelola oleh lembaga Riset Perkebunan Indonesia-Asosiasi Penelitian Perkebunan
Indonesia (LRPI-APPI). Pusat Penelitian ini merupakan lembaga riset yang didirikan
berdasarkan mandat dari Menteri Pertanian RI untuk mengembangkan komoditas
kopi dan kakao secara nasional. Mandat dari Menteri Pertanian tersebut sesuai
dengan SK Menteri Pertanian RI No. 786/Kpts/Org/9.1981 dan tepatnya pada tanggal
9 September 1981. Akreditasi dari Puslitkoka ini dilakukan pada tahun 2008 oleh
KNAPP dan diakreditasi pada tahun 2012.
Puslitkoka adalah lembaga yang mendapat tugas untuk meneliti dan
mengembangkan komoditas kopi dan kakao secara nasional dan juga sebagai
penyedia data dan informasi yang berhubungan dengan kopi dan kakao. Kantor
Puslitkoka sejak tahun 1911 berlokasi di Jl. PB Sudirman No.90 Jember. Tahun 1987
Seluruh kegiatan operasional dipindahkan ke kantor baru yang berlokasi di Desa
Nogosari, Kecamatan Rambipuji, Jember. Jaraknya sekitar 30 km dari pusat kota
jember. Jumlah sumberdaya manusia yang ada di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
saat ini mencapai 301 orang, yang terbagi dalam 3 bidang tugas, yaitu bidang
pelayanan dan penelitian, bidang usaha, dan bidang administrasi atau penunjang.
Peneliti berjumlah 34 orang, terdiri atas 11 orang lulusan S3, 8 orang lulusan S2, dan
15 orang lulusan S1. Berdasarkan jabatan fungsional dapat dikelompokkan 11 orang
sebagai peneliti utama, 12 orang peneliti madya, 1 orang peneliti muda, 1orang
peneliti pertama, dan 4 orang peneliti non kelas.

26
27

Banyak penghargaan yang telah diterima Puslitkoka, diantaranya pada tahun


2012 mendapatkan anugrah IPTEK “Prayogasala”. Anugrah tersebut diberikan karena
Puslitkoka telah membuktikan sebagai sebuah lembaga riset yang mandiri, selain itu
pada tahun yang sama lembaga ini juga ditetapkan sebagai Center of Excellence atau
Pusat Unggulan Iptek (PUI) untuk komoditas kakao. Satu tahun selanjutnya,
Puslitkoka ini juga ditetapkan sebagai Pusat Unggulan Iptek (PUI) untuk komoditas
kopi. Prestasi yang didapatkan lembaga ini selanjutnya didapatkan pada tahun 2015
yaitu sebagai Pusat Unggulan Iptek (PUI) komoditas kopi dan kakao.
Pusat penelitian ini terus mengalami perkembangan hingga pada tahun 2016
diresmikannya CCSTP (Coffe and Cocoa Science Techno Park) atau Taman Sains
dan Teknologi Kopi dan Kakao oleh Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi
(Menrisetdikti) di Jember. Peresmian ini di laksanakan pada tanggal 20 Mei 2016,
yang mana CCSTP berfungsi sebagai pusat penelitian yang berguna untuk
mendapatkan inovasi teknologi dibidang budidaya dan pengolahan hasil kopi dan
kakao. CCSTP juga melakasanakan fungsi pelayanan kepada petani atau pekebun
kopi dan kakao di seluruh wilayah Indonesia yang berguna untuk memecahkan
masalah dan mempercepat alih teknologi, selain itu fungsi adanya CCSTP ini adalah
sebagai pembinaan kemampuan dibidang sumber daya manusia, sarana dan prasarana
guna mendukung kegiatan penelitian dan pelayanan. Aplikasi fungsi pembinaan
tersebut bertujuan untuk menghasilkan entrepreneur atau pengusaha dengan basis
kopi dan kakao. Pusat penelitian ini juga bersinergi dengan akademisi, pengusaha,
serta pemerintah pusat dan daerah untuk terus mengembangkan pusat penelitian
tersebut menjadi lebih baik lagi.
Pengembangan Pusat penelitian ini terus dilakukan dengan mengelola CCSTP
menjadi tempat destinasi wisata. Taman edukasi wisata ini diresmikan pada tanggal
20 Mei 2016 oleh Bupati Jember, Dr. Hj. Faida, MMR. Destinasi Eduwisata ini baru
dibuka untuk umum pada tanggal 1 Agustus 2016 dan selanjutnya di beri nama
“COCOpark”. Destinasi ini menyediakan informasi kepada para wisatawan tentang
pengelolaan kopi dan kakao dari on farm sampai off farmnya. Tersedianaya taman
28

eduwisata ini semakin membuka wawasan kepada para wisatawan tentang kopi dan
kakao. Destinasi seperti tempat pemandian dan wisata hewan rusa juga disediakan di
sana. Wisatawan yang berkunjung di Puslit Koka ini juga bisa menikmati hasil olahan
kopi maupun kakao yang di sediakan di outlet di sana. Pengunjung yang datang di
sana tidak hanya pada kalangan mahasiswa saja, namun juga dari siswa TK sampai
pada masyarakat umum.
Komoditas yang diusahakan oleh Puslitkoka adalah kopi dan kakao serta
tanaman pelindung seperti kelapa dan lamtoro. Kopi dan kakao dibudidayakan
sampai pada tahap agroindustri dan penjualan produk. Kopi yang dibudidayakan
adalah kopi robusta. Kopi dan kakao yang diusahakan oleh Pusat Penelitian Kopi dan
Kakao sudah dilakukan sejak awal Pusat Penelitian Kopi dan Kakao berdiri sampai
saat ini dengan berbagai pengembangan dan inovasi dalam pembubidayaan kopi dan
kakao. Jember sudah ditetapkan untuk menanam kopi dan kakao sejak zaman
penjajahan Belanda sekitar 107 tahun yang lalu dengan peraturan tupoksi. Pendukung
lain yang menjadikan kopi dan kakao sebagai komoditasnya adalah kesesuaian lahan
dan suhu untuk pertumbuhan tanaman tersebut. Pemeliharaan kopi dan kakao yang
dirasa tidak terlalu rumit untuk dilakukan dan hasilnya juga menjadi alasan untuk
membudidayakan kopi dan kakao di Jember. Hasil dari pembudidayaan kopi dan
kakao tergolong cukup besar, dengan agroindustrinya yang berjalan serta berbagai
inovasi yang dilakukan baik dalam pembudidayaan maupun dalam agroindustri.
Pembudidayaan kopi dan kakao dilakukan di Kebun Percobaan Kaliwining Jl. Kebun
Renteng Jenggawah, Nogosari, Rambipuji, Kabupaten Jember. Pemilihan tempat
didukung oleh suhu, ketinggian, serta jenis tanah yang sesuai untuk budidaya kopi
dan kakao. Tidak ada kendala yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan
peralatan budidaya pada pusat penelitian kopi dan kakao di Jember. Kepemilikan
lahan yang dikelola oleh pusat penelitian kopi dan kakao merupakan lahan milik
sendiri dengan luas sekitar 160 hektar.
29

Fasilitas-fasilitas yang ada di Puslitkoka, yaitu terdapat sarana pengolahan


kopi dan kakao dari hulu hingga hilir, seperti kebun dan pabrik pengolahan. Terdapat
pula kendaraan berarsitektur kayu dengan biaya Rp 10.000 bagi pengunjung yang
ingin menaikinya. Pengunjung dapat menaiki kendaraan tersebut untuk berkeliling
area CCSTP, selama perjalanan pengunjung akan dijelaskan tentang budidaya kopi
dan juga kakao oleh tour guide yang menemani pengunjung juga dapat melihat
penangkaran rusa dan suasananya sejuk karena sepanjang perjalanan terdapat pohon
mahoni yang mengelilingi area tersebut. Puslitkoka juga memiliki fasilitas pasca
panen yang terbuka untuk pengunjung seperti penjemuran, tempat fermentasi,
pembuatan mesin, sampai pembuatan kopi dan cokelat siap saji. Puslitkoka memiliki
lahan parkir yang luas, rest area, sarana outbond, kolam renang untuk anak-anak,
tempat ibadah, guest house atau penginapan, dan outlet.
Tenaga kerja di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia dari masyarakat
sekitar Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Pekerja yang bertugas mengelola
Puslitkoka berjumlah kurang lebih 200 orang. Sejumlah pekerja tersebut selanjutnya
dibagi menjadi bidang-bidang yang memiliki tugas dan tanggung jawab masing-
masing. Tugas tenaga kerja di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao antara lain bertugas
sebagai pembuatan lubang tanam, memindahkan bibit kakao ke lahan pertanian,
bertugas untuk pemupukan dan penanganan OPT. Adanya struktur organisasi sangat
diperlukan untuk memudahkan pengembangan serta koordinasi dari Puslitkoka
tersebut.
Teknologi yang digunakan oleh Puslitkoka terbagi menjadi dua bagian yaitu
penerapan teknologi pra panen serta penerapan teknologi pasca panen. Penerapan
teknologi bukan hanya berupa peralatan mekanik saja, akan tetapi juga berupa
penyambungan tanaman, sistem irigasi dan pemupukan. Teknologi yang diterapkan
pada pra penen antara lain berupa sambung-samping (side-cleft grafting) pada
demplot rehabilitasi pertanaman kakao, penerapan irigasi tetes (drip-irigation) serta
pemilihan sistem fertigasi untuk pemupukan lahan budidaya kakoao. Teknologi pasca
panen berupa penggunaan alat-alat yang bermanfaat untuk menunjang kegiatan
30

pengolahan kakao yang dibagi menjadi penerapan teknologi pada proses pengolahan
primer dan sekunder kakao. Teknologi yang diterapkan pada proses pengolahan
primer kakao yaitu pod breaker berupa alat untuk mengupas atau memecah buah
kakao dan mesin pengering yang berfungsi untuk menurunkan kadar air pada biji
kakao. Pada proses pengolahan sekunder kakao alat yang digunakan yaitu
penyaringan (roasting) berfungsi untuk membentuk aroma dan citarasa khas cokelat
dari biji kakao dengan perlakuan panas, penggunaan alat pendingin biji kakao yang
telah disangarai, penggunaan alat pemisah kulit biji berfungsi sebagai pemisah antara
daging biji dengan kulit serta penggunaan alat untuk pemastaan butiran daging biji
(nib) serta penggunaan alat pengepresan.

3.2 Pembahasan
3.2.1 Penyediaan Input atau Bahan Baku Usahatani Komoditas Kakao di Pusat
Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia
Usahatani kakao tidak terlepas dari sarana produksi berupa penyediaan input
yang dibutuhkan. Input yang dibutuhkan untuk usahatani on farm kakao di Puslitkoka
Indonesia diantaranya adalah lahan, bahan tanam, tenaga kerja, pupuk, alat-alat
pertanian dan teknologi usahatani. Luas lahan untuk perkebunan yang ada di
Puslitkoka Indonesia seluas 160 ha. Bahan tanam yang dimaksud dalam penyediaan
input usahatani komoditas kakao di Puslitkoka berupa bibit kakao yang digunakan
untuk usahatani di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia diperoleh secara
mandiri dengan cara generatif yaitu dari induk terpilih dan secara vegetatif dari
sambung pucuk, stek dan okulasi. Bibit-bibit kakao yang digunakan pada umumnya
diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti-peneliti. Beberapa macam
bibit atau benih yang digunakan dari hasil penelitian meliputi planlet kakao klonal,
benih kakao lindak hibrida F1, bibit kakao lindak hasil persilangan benih unggul,
bibit kakao klonal hasil sambungan, bibit kakao mulia, dan bibit kakao lindak PCC.
Bibit kakao di Puslitkoka menggunakan varietas lindak dan mulia.
31

Input usahatani kakao lainnya yaitu pupuk. Pupuk yang digunakan ada pupuk
organik dan pupuk anorganik. Pupuk organik didapat dengan cara mandiri yang
diperoleh dari pengolahan limbah on farm kakao seperti seresah dan kulit kakao,
sedangkan pupuk anorganiknya membeli di toko pertanian. Pupuk organik digunakan
saat musim kemarau, sedangkan pupuk anorganik digunakan saat musim penghujan.
Pupuk yang digunakan pada Puslitkoka Indonesia berupa pupuk kandang dan pupuk
NPK. Pemberian pupuk sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman kakao.
Pemberian pupuk kandang dilakukan saat musim kemarau sedangkan pemberian
pupuk NPK diberikan saat musim penghujan. Pemberian pupuk NPK dengan
perbandingan 2:1:2 menyesuaikan umur kakao. Pemupukan tanaman kakao di
Puslitkoka Indonesia dilakukan dua kali dalam setahun.
Peran tenaga kerja dalam usahatani kakao sangat diperlukan. Tenaga menjadi
salah satu faktor penting dalam usahatani kakao di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
Indonesia. Tenaga kerja diperlukan untuk kegiatan usahatani kakao yaitu mulai dari
proses pembibitan sampai pemanenan. Tenaga kerja yang terdapat di Pusat Penelitian
Kopi dan Kakao berjumlah sebanyak 200 orang tenaga kerja. Tenaga kerja tersebut
dibagi dalam bebrapa tugas, 48 orang bertugas dalam pembuatan lubang tanam, 20
orang bertugas memindahkan bibit kakao ke lapang untuk ditanam di lubang tanam,
sebanyak 37 orang bertugas dalam pemupukan tanaman kakao, 25 orang bertugas
dalam pengendalian OPT, 12 orang bertugas untuk memangkas ranting-ranting atau
cabang pohon yang dapat menghambat produksi kakao, dan 58 orang bertugas untuk
pemanenan buah kakao.
Alat yang mendukung untuk kegiatan usahatani tanaman kakao masih
menggunakan alat tradisional yang sederhana seperti cangkul, gunting pangkas, dan
sabit. Teknologi yang digunakan dalam proses usahatani kakao di Pusat Penelitian
Kopi dan Kakao Indonesia yaitu sambung pucuk karena dengan sambung pucuk
tanaman memiliki percabangan yang rendah yang memudahkan pemeliharaan dan
panen. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia menjelaskan bahwa penggunaan
teknologi berupa pengaturan dan kontrol terhadap intensitas matahari pada tanaman
32

kakao berfungsi agar tanaman mendapat cahaya yang cukup untuk mendukung kakao
berfotosintesis dan berproduksi secara optimal dengan mengguanakan tanaman
lamtoro sebagai tanaman naungan, yang ditanam disekitar tanaman kakao. Kontrol
cahaya akan dilakukan melalui tanaman lamtoro, saat kakao mengalami fase generatif
tidak banyak membutuhkan cahaya lamtoro akan dibiarkan. Masa vegetatif kakao
akan lebih banyak membutuhkan cahaya maka akan dilakukan pemangkasan dahan
agar kebutuhan intensitas cahaya terpenuhi, hal ini berbanding terbalik dengan fase
generatif.

3.2.2 Proses Budidaya Komoditas Kakao di Pusat Peneltian Kopi dan Kakao
Indonesia
Proses Budidaya tanaman kakao di Puslitkoka Indonesia memiliki beberapa
tahapan yang telah disesuaikan dengan prosedur penanaman Kakao yang baik dan
benar. Proses budidaya tanaman kakao di Pusat Peneltian Kopi dan Kakao Indonesia
juga telah dijadikan sebuah buku atau dibukukan dan telah disediakan di ruang baca
yang terdapat di Pusat Peneltian Kopi dan Kakao Indonesia. Tahapan Budidaya kakao
tersebut secara garis besar seperti bagan berikut:
Persiapan atau Pengolahan Lahan

Penanaman Pohon Naungan sebelum tanaman Kakao ditanam

Penanaman Tanaman Kakao

Pemangkasan bagian tanaman kakao / naungan yang tidak diperlukan

Pemupukan Tanaman kakao

Pengendalian OPT

Pemanenan
Gambar 3.1 Budidaya Tanaman Kakao di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia
33

Berdasarkan Gambar 3.1 tersebut dapat dijelaskan bahwa budidaya tanaman


kakao diawali dengan proses persiapan lahan yang disesuaikan dengan jenis tanaman
kakao. Penanaman benih atau bibit kakao dilakukan sesudah dilakukan penanaman
tanaman naungan yang berfungsi agar tanaman kakao tidak langsung terpapar oleh
sinar matahari secara berlebihan, dilanjutkan dengan penanaman benih atau bibit
kakao. Tahapan selanjutnya melakukan proses perawatan pada tanama kakao, seperti
melakukan proses pemangkasan ranting atau bagian tanaman kakao maupun bagian
pohon naungan yang tidak diperlukan, atau terlalu lebat. Ranting atau bagian dari
tanaman yang tidak diperlukan tersebut dapat mengganggu pertumbuhan tanaman
kakao dan dilakukan proses pemupukan dan pengendalian OPT secara rutin, agar
tanaman kakao dapat tumbuh dengan baik dan dapat menekan jumlah populasi OPT
yang menyerang tanaman kakao. Tahap terakhir adalah proses pemanenan buah
kakao yang telah masak atau siap panen dengan cara manual atau dipetik langsung
dari pohon dengan hati-hati agar tidak terjadi kerusakan pada buah.
Proses persiapan lahan merupakan salah satu langkah awal dalam budidaya
tanaman kakao. Persiapan lahan dilakukan dengan tujuan agar benih atau bibit
tanaman kakao dapat tumbuh dengan optimal, sebab lahan yang dipersiapkan
sebelumnya sudah memiliki unsur hara yang cukup dan tingkat kesuburan tananhya
membantu mempercepat proses pertumbuhan tanaman kakao. Persiapan lahan di
Puslit tanaman kopi dan kakao indonesia beberapa tahapannya yaitu dilakukan proses
pembersihan dari gulma-gulma, dan seresah daun-daun tanaman kakao yang telah
kering untuk dimasukkan di Rorak atau lubang sebelah tanaman kakao agar dapat
menjadi pupuk organik, tahap selanjutnya dilakukan pelubangan tanah untuk
menanam benih atau bibit tanaman kako yang akan dibudidaya. Proses persiapan
lahan dapat disesuaikan dengan kondisi lahan dan kebutuhan tanaman.
Proses penanaman pohon naungan perlu diperhatikan jenis, alasan, dan tujuan
penanaman pohon naungan tersebut terhadap pertumbuhan tanaman kakao. Jenis
pohon naungan yang ditanaman di pusat penelitian kopi dan kakao ada beberapa jenis
yaitu pohon lamtoro, pohon kelapa, dan lain-lain. Kedua jenis pohon naungan
34

tersebut mendominasi di sela-sela tanaman kakao, tanaman tersebut dipilih dan


ditanam dengan alasan kedua jenis tanaman tersebut memiliki tinggi tanaman yang
tepat sebagai pohon naungan, bentuk daunnya melebar dalam jumlah yang banyak,
dan tanaman lamtoro dan kelapa menghasilkan buah yang dapat dikonsumsi dan
dijual. Pohon naunagn tersebut ditanaman dengan tujuan agar tanaman kakao tidak
terpapar sinar matahari secara berlebihan, yang dapat menyebabkan tanaman kakao
mudah kering dan proses pertumbuhannya bisa terhambat.
Pelaksanaan penanaman dilakukan saat bibit dalam polibag berumur 4-6 bulan
dan tidak terjadi Blush. Teknik dalam menanam tanaman kakao adalah dengan
memasukkan Polibag ke dalam lubang tanam yang sudah disiapkan, kemudian
menyayat Polibag dari bagian bawah ke bagian atas menggunakan pisau. Polibag
kemudian ditarik dan lubang ditutup kembali dengan tanah lalu dipadatkan dengan
bantuan kaki. Sekitar batang dipermukaan tanah haruslah lebih tinggi dengan tujuan
mencegah penggenangan air di sekitar batang tanaman kakao yang dapat
menyebabkan pembusukan pada tanaman.
Beberapa tahapan yang perlu diperhatikan sebelum penanaman diantaranya
yaitu, jarak tanam dan lubang tanam. Cara menentukan jarak tanam yang ideal untuk
tanaman kakao dengan menyesuaikan pada bagian tajuk tanaman dan cukup ruang
untuk perkembangan akar. Sifat pertumbuhan tanaman, mutu bahan tanam, dan
kesuburan tanah berpengaruh dalam pemilihan jarak tanam pada tanaman kakao.
Ukuran lubang tanam juga berpengaruh dalam pertumbuhan tanaman kakao nantinya.
Lubang tanam berfungsi untuk menyediakan lingkungan perakaran yang optimal
untuk bibit kakao. Lubang tanam umumnya memiliki ukuran 60 cm x 60 cm x 60 cm.
Proses penanaman kakao juga diperlukan adanya Rorak. Rorak merupakan suatu
lubang galian yang letaknya berada di sebelah tanaman utama (Kakao) yang memiliki
fungsi sebagai tempat pemberian pupuk organik atau tempat seresah daun-daun
kering dan sebagai saluran pengairan (drainase) bagi tanaman kakao.
35

Pemangkasan adalah salah satu usaha dalam meningkatkan produksi dan


mempertanahkan umur ekonomis tanaman. Tujuan dari pemangkasan yaitu agar
pertumbuhan tajuk menjadi seimbang dan kokoh, kelembapan berkurang,
meminimalisir serangan hama dan penyakit, memudahkan pemeliharaan dan panen,
produksi dari tanaman menjadi lebih tinggi. pemangkasan tanaman kakao dibagi
menjadi 3, yaitu pemangkasan bentuk, pemangkasan produksi, dan pemangkasan
pemeliharaan. Pemangkasan bentuk dilakukan saat kakao yang belum menghasilkan
berumur 8 bulan. Dua minggu sekali tunas-tunas air dipangkas dengan cara
memotong tepat dipangkal batang utama atau cabang primer yang tumbuh.
Pemangkasan juga dilakukan pada cabang primer yang tumbuhnya lebih dari 150 cm
agar merangsang cabang-cabang sekunder untuk tumbuh. Pemangkasan TMB pada
bibit vegetatif dilakukan agar cabang yang tumbuh tidak terlalu rendah. Pemangkasan
produksi adalah melakukan pemangkasan pada cabang-cabang yang tidak produktif,
tumbuh ke arah dalam, menggantung, atau cabang kering, menambah kelembaban,
dan dapat mengurangi intensitas matahari bagi daun. Pemangkasan pemeliharaan
dilakukan dengan cara memotong cabang-cabang sekunder dan tersier yang
tumbuhnya kurang dari 40 cm dari pangkal cabang primer ataupun sekunder.
Pemupukan dilakukan setelah tanaman kakao berumur dua bulan di lapangan.
Pemupukan pada tanaman yang belum menghasilkan dilaksanakan dengan cara
menaburkan pupuk secara merata dengan jarak 15-50 cm (untuk umur 2-10 bulan)
dan 50-75 cm (untuk umur 14-20 bulan) dari batang utama. Tanaman yang telah
menghasilkan bunga ataupun buah pemupukan dilakukan dengan cara yang berbeda.
Penaburan pupuk dilakukan pada jarak 50-75 cm dari batang utama.
Penaburan pupuk dilakukan dalam alur sedalam 10 cm. Jenis pupuk yang lazim
(biasa) digunakan adalah urea (46% N), ZA (21% N), TSP (46% P2O5), SP-36 (36%
P2O5), KCl (60% K2O), Kiserit (27% MgO) dan Dolomit (19% MgO).
Tanaman kakao yang terdapat di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao tetap
memiliki masalah dibagian pengendalian OPT. OPT yang biasa menyerang tanaman
kakao di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao antara lain jamur, hama, penyakit, dan
36

gulma. Hama yang banyak terdapat pada tanaman kakao yaitu rayap, semut, kepik
dan serangga terbang. Hama tersebut dapat menyebabkan penyakit busuk buah pada
buah kakao. Pengendalian OPT pada tanaman kakao dapat dilakukan dengan
beberapa cara. Cara pertama yaitu dengan menyemprot fungisida sebanyak 0,5-1
gram yang dilarutkan dalam satu liter air ketika kotiledon terbelah dua, berdasarkan
tingkat serangan jamur. Cara kedua yaitu dengan melakukan penyemprotan
insektisida sebanyak 0,5-1 ml yang dilarutkan dalam satu liter air, satu minggu
setelah penyemprotan fungisida.
Pemanenan buah kakao dapat dilakukan bila buah sudah cukup masak yang
terlihat dari kulit buah, yaitu saat kulit buah mulai berubah dari warna hijau menjadi
berwarna kuning, dan kulit kakao yang berwarna merah berubah menjadi jingga.
Buah tumbuh dari bunga yang diserbuki. Ukuran buah jauh lebih besar dari
bunganya, dan berbentuk bulat hingga memanjang. Buah terdiri dari 5 daun buah dan
memiliki ruang dan di dalamnya terdapat biji. Warna buah berubah-ubah sewaktu
muda berwarna hijau hingga ungu, apabila masak kulit luar buah biasanya berwarna
kuning. Biji terangkai pada plasenta yang tumbuh dari pangkal buah dibagian dalam.
Biji dilindungi oleh salut biji (aril) lunak berwarna putih dalam istilah
pertanian disebut pulp. Endospermia biji mengandung lemak dengan kadar yang
cukup tinggi. Pulp difermentasi selama tiga hari lalu biji dikeringkan di bawah sinar
matahari dalam proses pasca panen. Sebagian besar daerah produsen kakao di
Indonesia menghasilkan kakao curah. Kakao curah berasal dari varietas-varietas yang
self-incompatible. Kualitas kakao curah biasanya rendah, meskipun produksinya lebih
tinggi. Bukan rasa yang diutamakan tetapi biasanya kandungan lemaknya.
3.2.3 Pemasaran Komoditas Kakao di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia
Tanaman yang dibudidayakan di Puslitkoka Indonesia salah satunya adalah
tanaman kakao. Pemilihan tanaman kakao untuk dibudidayakan karena tanaman
kakao merupakan komoditas dari sektor perkebunan yang memiliki keunggulan untuk
diperdagangkan baik di pasar nasional (domestik) maupun pasar internasional
(ekspor).kegiatan onfarm kakao menghasilkan produk berupa bibit kakao yang
37

dihasilkan dari kegiatan penelitian oleh pihak Puslitkoka dan juga buah kakao mentah
yang diperoleh dari kegiatan budidaya kakao. Produk onfarm kakao tersebut belum
dipasarkan secara meluas, hanya dipasarkan untuk konsumen di sekitar Puslitkoka.
Harga buah bibit kakao dijual dengan harga Rp 1000-Rp 5.000/bibit, sedamgkan
harga buah kakao mentah dijual dengan harga Rp 15.000-Rp22.000/buah. Puslitkoka
Indonesia juga menyediakan outlet untuk memasarkan produk olahan kakao yang
dihasilkan di pabrik, sehingga mempermudah pemasaran produk dan mempermudah
pengunjung untuk membeli produk olahan kakao yang dijadikan sebagai oleh-oleh.
Tersedianya outlet tersebut berfungsi untuk memasarkan dan mempromosikan produk
olahan kakao oleh Puslitkoka kepada para pengunjung. Produk olahan kakao antara
lain cokelat batang, cokelat bubuk, permen coklet, es krim dan lain-lain, dengan
setiap jenis produk memiliki harga jual yang berbeda-beda. Berikut daftar harga
produk olahan kakao yang diproduksi oleh Puslitkoka Indonesia.
Tabel 3.1 Daftar Harga Produk Cokelat di Puslitkoka Indonesia
No. Daftar Produk Cokelat Harga
1 Vicco Kemasan Pyramid (isi 5) Rp10.000
2 Vicco isi Mente Kemasan Tabung (isi 12) Rp25.000
3 Vicco Kemasan Kotak (isi 16) Rp20.000
4 Vicco Bar Makadamia Rp10.000
5 Vicco Bar Mente Rp10.000
6 Vicco Bar B Rp10.000
7 Vicco Bar Kecil Rp10.000
8 Vicco Chocolate Kecil Rp2.000
9 Vicco Dark Kecil Rp10.000
10 Vicco Klamout Rp4.500
11 Vicco Dark Mente Rp10.000
12 Vicco Dark Besar Rp10.000
13 Vicco Chocolate Besar Rp5.000
14 Vicco Kemasan Box Besar (isi 24) Rp35.000
15 Vicco Kemasan Box Kecil (isi 6) Rp10.000
16 Vicco 3 in 1 Rp15.000
17 Vicco 3 in 1 Dark Chocolate Rp25.000
18 Cokelat blok (0,5 kg) Rp20.000
19 Cocoa Soap Rp8.000
38

Berdasarkan tabel 3.1 diketahui bahwa harga pada setiap produk olahan kakao
memiliki variasi harga atau penetapan harga pada setiap produknya berbeda-beda.
Produk cokelat yang memiliki harga dibawah atau sama dengan Rp 10.000 adalah
vicco chocolate kecil dan produk cokelat tersebut merupakan produk cokelat dengan
harga terendah yaitu seharga Rp 2.000, vicco klamout seharga Rp 4.500, Vicco
Chocolate Besar seharga Rp 5.000, cocoa soap seharga Rp 8.000, sedangkan produk
cokelat dengan harga Rp 10.000 adalah Vicco Kemasan Pyramid (isi 5), Vicco Bar
Makadamia, Vicco Bar Mente, Vicco Bar B, Vicco Bar Kecil, Vicco Dark Kecil,
Vicco Dark Mente, Vicco Dark Besar. Produk cokelat dengan harga diatas Rp 10.000
adalah Vicco 3 in 1 seharga Rp 15.000, Vicco Kemasan Kotak (isi 16) dan Cokelat
blok (0,5 kg) seharga Rp 20.000, Vicco isi Mente Kemasan Tabung (isi 12) dan
Vicco 3 in 1 Dark Chocolate seharga Rp 25.000, Vicco Kemasan Box Besar (isi 24)
merupakan produk cokelat dengan harga tertinggi yaitu sebesar Rp 35.000.
Pemasaran bibit kakao dan buah kakao dipasarkan secara langsung kepada
konsumen. Bibit kakao yang paling sering dipasarkan adalah jenin lindak dan hibrida.
Saluran pemasaran bibit kakao dan buah kakao secara langsung oleh Puslitkoka dapat
dilihat gambar berikut:

Produsen Konsumen
(Puslitkoka ) (Masyarakat sekitar
Puslitkoka)

Gambar 3.2 Saluran Pemasaran Produk Onfarm Kakao Puslitkoka


Berdasarkan Gambar 3.2 dapat dilihat bahwa saluran pemasaran produk onfarm
kakao di Puslitkoka secara langsung. Produk langsung dijual kepada konsumen yang
merupakan masyarakat sekitar Puslitkoka atau kepada kerjasama pemerintahan
daerah yang ingin mengembangkan tanaman kakao melalui bibit kakao di Puslitkoka
ini, saluran pemasaran ini tidak menggunakan bantuan lembaga pemasaran.
Pemasaran hasil produk olahan kakao oleh Puslitkoka Indonesia dilakukan
melalui pembukaan toko hasil produksi atau outlet di wilayah Puslitkoka Indonesia.
Saluran pemasaran yang terbentuk lingkupnya cukup sederhana karena Puslitkoka
39

Indonesia masih belum melakukan kegiatan eksportir maupun keja sama dengan
pihak lembaga pemasaran di Kota Jember untuk memasarkan hasil produksi
kakaonya. Berikut gambar saluran pemasaran produk olahan kakao di Puslitkoka
Indonesia :

Produsen Outlet Konsumen


(petani perkebunan (Puslitkoka Indonesia) (Masyarakat)
kakao )

Gambar 3.3 Saluran Pemasaran Produk Olahan Kakao Puslitkoka Indonesia


Berdasarkan Gambar 3.3 berbagai macam olahan kakao yang menjadi produk
yang mempunyai nilai tambah, hanya dijual melalui pemasaran di outlet Puslitkoka
Indonesia. Saluran pemasaran produk olahannya yakni hanya melibatkan petani
sebagai produsen kakao, proses pemasaran produk olahan di outlet Puslitkoka
Indonesia serta para konsumen yang membeli produk olahan kakao. Berbagai jenis
produk olahan kakao yang dihasilkan oleh Puslitkoka Indonesia dapat dijadikan
peluang untuk mengoptimalkan potensi penjualan di pasar. Potensi tersebut dapat
dilakukan dengan cara memperluas kerja sama dengan pasar domestik sehingga
mampu mengembangkan menjadi industri yang bertaraf nasional, sehingga nantinya
diharapkan supaya berbagai macam produk olahan kakao tersebut dapat menjadi
pendorong untuk dapat merambah pasar ekspor.
BAB 4. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
1. Ketersediaan input bahan baku usaha tani komoditas kakao di Pusat Penelitian
Kopi dan Kakao meliputi lahan tanam budidaya, tenaga kerja, pupuk, bahan
tanam, alat-alat pertanian, dan teknologi yang digunakan untuk usahatani.
Lahan yang dikelola seluas 160 ha, bahan tanam yang dipakai berupa bibit
kakao yang didapat secara mandiri dengan cara generative dan vegetatif, pupuk
yang digunakan ada dua jenis yaitu pupuk organik yang didapat secara mandiri
dan pupuk anorganik yang dibeli di toko pertanian. Tenaga kerja yang berkerja
dalam proses usahatani berjumlah 200 orang, alat-alat pendukung kegiatan
usahatani masih tradisional dan teknologi yang digunakan berupa teknologi
sambung pucuk dan pemanfaatan tanaman naungan.
2. Kegiatan budidaya komoditas kakao di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
meliputi persiapan atau pengolahan lahan, penanaman pohon naungan,
penanaman tanaman kakao, pemangkasan bagian tanaman kakao yang tidak
diperlukan, pemupukan tanaman kakao, pengendalian OPT, pemanenan.
3. Pemasaran hasil usahatani komoditas kakao dijual dengan saluran pemasaran
secara singkat dari Produsen (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao) kemudian
langsung dijual kepada konsumen (masyarakat sekitar Pusat Penelitian Kopi
dan Kakao), sedang untuk pemasaran produk olahan komoditas kakao yang ada
di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao dimulai dari produsen (petani pekebun
kakao) mengolah hasil panen kakao menjadi produk olahan lalu dipasarkan di
outlet yang ada di Puslitkoka yang nantinya akan dibeli oleh konsumen
(pengunjung Pusat Penelitian Kopi dan Kakao).

4.2 Saran
1. Bagi pemerintah daerah setempat diharapkan dapat memperkenalkan atau
mempromosikan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao pada masyarakat sekitar
Jember dan masyarakat di luar Jember, agar Puslitkoka semakin dikenal luas
sampai ke luar daerah.

40
41

2. Bagi mahasiswa seharusnya lebih memanfaatkan keberadaan Puslitkoka


sebagai sarana studi untuk meningkatkan pengetahuan terkait budidaya dan
pengolahan tanaman kopi dan kakao.
3. Bagi masyarakat seharusnya lebih memanfaatkan keberadaan Puslitkoka
sebagai sarana meningkatkan kapasitas terkait budidaya tanaman kakao
sehingga peningkatan hasil budidaya tanaman kakao dapat tercapai.
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, B. 2005. Pembangunan Pertanian Paradigma Kebijakan dan Strategi


Revitalisasi. Jakarta: Grasindo.

A. B. Firdausil., Nasriati dan A. Yanti. 2008. Teknologi Budidaya Kakao. Bogor:


Balai Pengkajian dan Pengembangan Pertanian.

Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur. Produksi Perkebunan Kakao Di Provinsi
Jawa Timur Tahun 2012-2016. Surabaya: Badan Pusat Statistik.

Daniel, M. 2001. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Duwit, B.S., V. A. Kumurur dan I. L. Moniaga. Persepsi Pedagang Kaki Lima


terhadap Area Berjualan Sepanjang Jalan Pasar Pinasungkulan Karombasan
Manado. Sabua. 7(2): 419-427.

Erwiyono, R., A. A. Prawoto dan A. S. Murdiyati. 2012. Efisiensi Resorpsi Hara


pada Tanaman Kakao di Dataran Rendah pada Tanah Aluvial. Pelita
Perkebunan, 28(1): 32-44.

Faqih, A. 2010. Manajemen Agribisnis. Yogyakarta: Dee Publish.

Fertunika, S.O., E. Estiyanti, dan Sriyadi. 2017. Kontribusi Sektor Pertanian terhadap
Perekonomian Kabupaten Banjarnegara. Agribussines, 3(2): 119-127.

Firdaus, M. 2012. Manajemen Agribisnis, Jakarta: PT. Bumi Aksara

Hanafie, R. 2010. Pengantar Ekonomi Pertanian. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Handaka, T dan H. I. Wahyuni. 2017. Interelasi Subsistem Komunikasi Pemerintah


dalam Pengembangan Kambing Kaligesing di Purworejo. Jurnal Ilmu
Komunikasi. 14(2): 203-220.

Hidayat, I dan Supartoko, B. 2017. Agribisnis Tanaman Obat Dan Penerapan Good
Agricultural Practice Di Pt. Sido Muncul. Prosiding Seminar Nasional . 22-
29.

Karmawati, E., Z. Mahmud. M. Syakir. S. J. Munarso. I. K. Ardana dan Rubiyo.


2010. Budidaya dan Pasca Panen Kakao. Bandung: Puslitbang Perkebunan
Maulana, A dan Kartiasih, F. 2017. Analisis Ekspor Kakao Olahan Indonesia ke
Sembilan Negara Tujuan Tahun 2000–2014. Jurnal Ekonomi Pertanian
Indonesia. 17(2): 103- 117.

Mutmainah., Rifka. Muslimin dan I. N. Suwastika. 2014. Variasi Morfologi Buah


Beberapa Klon Kakao dari Perkebunan Rakyat Kecamatan Sigi Biromaru dan
Palolo Sulawesi Tengah. Natural Science. 3(3) : 278-286.

Pahan, I. 2007. Panduan Lengkap Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis daru Hulu
hingga Hilir. Bogor: Penebar Swadaya.

Pandey, S. V dan A. N. Sarajar. 2017. Pentingnya Pembangunan Sarana Prasarana


Transportasi sebagai Upaya Membangun Desa di Kabupaten Minahasa Utara
Provinsi Sulawesi Utara. Jurnal Sipil Statik. 5(10): 649-656.

Pasaribu, H. A. M. 2012. Perencanaan dan Evaluasi Proyek Agribisnis. Yogyakarta:


Lily Publisher.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal –Kementerian


Pertanian . 2014. Outlook Komoditi Kakao. Jakarta

Saputra, A. 2015. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Kakao Di Kabupaten


Muaro Jambi. Penelitian Universitas Jambi Seri Sains. Vol.17(2): 01-08.

Setiawan, I. 2012. Agribisnis Kreatif. Jakarta: Penebar Swadaya.

Soekartawi. 1989. Analisis Fungsi Cobb-Douglas: Teori dan Aplikasinya. Malang:


Penebar Swadaya.

Soetriono dan A. Suwandari. 2016. Pengantar Ilmu Pertanian. Malang: Intimedia.

Soetrisno, L. 2002. Pembangunan Pertanian Sebuah Tinjauan Sosiologis.


Yogyakarta: Kanisius.

Supriatna, J. 2008. Melestarikan Alam Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Suratiyah, K. 2015. Ilmu Usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya.

Susanto, F, X. 1994. Tanaman Kakao. Yogyakarta: Kanisius.

Suwarto, Y., Octavianty dan S. Hermawati. 2014. Top 15 Tanaman Perkebunan.


Jakarta: Penebar Swadaya.
Tohir, K. A. 1991. Seuntai Pengetahuan Usahatani Indonesia. Jakarta: PT Rineka
Cipta

Wahyudi, T., T.R. Pangabean, Pujiyanto. 2008. Panduan Lengkap Kakao:


Manajemen Agribisnis dari Hulu Hingga Hilir. Jakarta: Penebar Swadata.

Zulfiandri dan Marimin. 2012. Srategi Pengembangan Agroindustri Kakao Berbasis


Kelompok Tani di Provinsi Sumatra. Inovisi. Vol. 8(1): 1-13.
Arifin, B. 2005. Pembangunan Pertanian Paradigma Kebijakan dan Strategi
Revitalisasi. Jakarta: Grasindo.
A. B. Firdausil., Nasriati dan A. Yanti. 2008. Teknologi Budidaya Kakao. Bogor:
Balai Pengkajian dan Pengembangan Pertanian.
Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur. Produksi Perkebunan Kakao di Provinsi
Jawa Timur Tahun 2012-2016. Surabaya: Badan Pusat Statistik.
Daniel, Moehar. 2001. Pengantar Ekonomi Pertanian. PT. Bumi Aksara. Jakarta
Duwit, B.S., V. A. Kumurur, dan I. L. Moniaga. Persepsi Pedagang Kaki Lima
terhadap Area Berjualan Sepanjang Jalan Pasar Pinasungkulan
Karombasan Manado. Sabua, 7(2): 419 – 427
Erwiyono, R., A. A. Prawoto dan A. S. Murdiyati. 2012. Efisiensi Resorpsi Hara pada
Tanaman Kakao di Dataran Rendah pada Tanah Aluvial. Pelita Perkebunan.
28(1): 32-44.
Faqih, A. 2010. Manajemen Agribisnis. Yogyakarta: Dee Publish
Fertunika, S.O., E. Estiyanti, dan Sriyadi. 2017. Kontribusi Sektor Pertanian terhadap
Perekonomian Kabupaten Banjarnegara. Agribussines, 3(2): 119-127.
Firdaus, M. 2012. Manajemen Agribisnis, Jakarta: PT. Bumi Aksara
Hanafie, R. 2010. Pengantar Ekonomi Pertanian. Yogyakarta: Penerbit ANDI.
Handaka, T dan H. I. Wahyuni. 2017. Interelasi Subsistem Komunikasi Pemerintah
dalam Pengembangan Kambing Kaligesing di Purworejo. Jurnal Ilmu
Komunikasi. 14(2): 203-220.
Hidayat, I dan Supartoko, B. 2017. Agribisnis Tanaman Obat Dan Penerapan Good
Agricultural Practice Di Pt. Sido Muncul. Prosiding Seminar Nasional . 22-
29.
Karmawati, E., Z. Mahmud. M. Syakir. S. J. Munarso. I. K. Ardana dan Rubiyo.
2010. Budidaya dan Pasca Panen Kakao. Bandung: Puslitbang Perkebunan.
Maulana, A dan Kartiasih, F. 2017. Analisis Ekspor Kakao Olahan Indonesia ke
Sembilan Negara Tujuan Tahun 2000–2014. Jurnal Ekonomi Pertanian
Indonesia. 17(2): 103- 117
Mutmainah., Rifka. Muslimin dan I. N. Suwastika. 2014. Variasi Morfologi Buah
Beberapa Klon Kakao dari Perkebunan Rakyat Kecamatan Sigi Biromaru
dan Palolo Sulawesi Tengah. Natural Science. 3(3) : 278-286
Pahan, I. 2007. Panduan Lengkap Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis daru Hulu
hingga Hilir. Bogor: Penebar Swadaya
Pandey, S. V dan A. N. Sarajar. 2017. Pentingnya Pembangunan Sarana Prasarana
Transportasi sebagai Upaya Membangun Desa di Kabupaten Minahasa Utara
Provinsi Sulawesi Utara. Jurnal Sipil Statik. 5(10): 649-656.
Pasaribu, H. A. M. 2012. Perencanaan dan Evaluasi Proyek Agribisnis. Yogyakarta:
Lily Publisher.
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal –Kementerian
Pertanian . 2014. Outlook Komoditi Kakao. Jakarta.
Saputra, A. 2015.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Kakao Di Kabupaten Muaro Jambi.
Penelitian Universitas Jambi Seri Sains. Vol.17(2): 01-08
Setiawan, I. 2012. Agribisnis Kreatif. Jakarta: Penebar Swadaya.
Soekartawi.1989. Analisis Fungsi Cobb-Douglas: Teori dan Aplikasinya. Malang.
Soetriono dan A.Suwandari. 2016. Pengantar Ilmu Pertanian. Malang: Intimedia
Soetrisno, L. 2002. Pembangunan Pertanian Sebuah Tinjauan Sosiologis.
Yogyakarta: Kanisius
Supriatna, J. 2008. Melestarikan Alam Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Suratiyah, K. 2015. Ilmu Usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya
Susanto, F, X. 1994. Tanaman Kakao. Yogyakarta: Kanisius.
Tohir, K. A. 1991. Seuntai Pengetahuan Usahatani Indonesia. PT Rineka Cipta. Jakarta.
Wahyudi, T., T.R. Pangabean, Pujiyanto. 2008. Panduan Lengkap Kakao:
Manajemen Agribisnis dari Hulu Hingga Hilir. Jakarta: Penebar Swadata.
Zulfiandri dan Marimin. 2012. Srategi Pengembangan Agroindustri Kakao Berbasis
Kelompok Tani di Provinsi Sumatra. Inovisi. Vol. 8(1): 1-13.
DOKUMENTASI

Gambar 1. Foto Golongan B di Areal Pusat Penelitian Kopo dan Kakao Indonesia

Gambar 2. Foto Kelompok B3 di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia


Gambar 3. Paket Teknologi Alat Mesin dan Pengolahan Kakao Primer

Gambar 4. Proses Pengolahan Biji Kakao Menjadi Produk Kakao


UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS PERTANIAN
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
LABORATORIUM MANAJEMEN AGRIBISNIS

KUESIONER

Judul : Kegiatan Manajemen On Farm Komoditas Kakao di Pusat


Penelitian Kopi dan Kakao

Lokasi : Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia

Identitas Responden
Nama : Agus Saryono
Umur : 50 tahun
Pekerjaan : Penanggung Jawab di Puslitkoka
Pewawancara
Kelompok :3
Golongan :B
Hari/Tanggal : Rabu, 04 April 2018

Tanda Tangan

( )
I. Gambaran Umum Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia
a. Gambaran Umum Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia
1. Apa saja komoditas yang diusahakan di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
Indonesia?
Jawab: Komoditas yang diusahakan oleh Puslitkoka diantaranya tanaman
kopi dan kakao, serta tanaman naungan seperti lamtoro
2. Sejak kapan mengusahakan komoditas tersebut?
Jawab: Sejak instansi di dirikan pada 1 Januari 1911 untuk mengembangkan
komoditas kopi dan kakao.
3. Mengapa Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia memilih untuk
membudidayakan komoditas tersebut?
Jawab: Untuk melaksanakan mandat nasional untuk menanam dan meneliti
komoditas kopi dan kakao. Daerah tersebut juga dipilih karena
daerah tersebut cocok untuk ditanami komoditas tersebut.
4. Dimana lokasi kebun dan pengelolaan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
Indonesia?
Jawab: di Desa Nogosari, Kecamatan Rambipuji, Kabupaten Jember, sekitar
30 menit ke arah barat daya dari pusat kota Jember.
5. Apa lokasi tersebut dirasa strategis untuk melakukan usaha tani dan
pengelolaan?
Jawab: Lokasi tersebut dirasa strategis karena untuk distribusi pupuk relatif
mudah, serta untuk penyediaan bibit dilakukan pula secara mandiri
oleh pihak puslit koka. Kondisi lingkungan seperti iklim, tanah,
ketinggian sangat cocok untuk pertumbuhan tanaman kakao.
6. Apakah ada kendala yang berhubungan dengan jarak dalam pemenuhan
kebutuhan peralatan usahatani dan pengelolaan?
Jawab: Tidak ada kendala karena pihak puslit telah memiliki srana dan
prasarana transportasi yang mendukung.
7. Bagaimana kepemilikan lahan dan usahatani yang telah Pusat Penelitian Kopi
dan Kakao Indonesia kelola?
Jawab: Kebun percobaan serta kantor kelola merpakan lahan milik negara
atau merupakan perkebunan milik negara,
8. Berapa luas lahan untuk semua komoditas yang diusahakan Pusat Penelitian
Kopi dan Kakao Indonesia?
Jawab: 160 Ha
9. Bagaimana metode yang dilakukan pihak Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
Indonesia dalam melakukan usahatani pada komoditas tersebut
Jawab: Menggunakan metode klonal, stek, pucuk sambung dan okulasi.
Pupuk yang digunakan juga berasal dari seresah daun dan juga
kotoran kambing yang dibudidayakan di perkebunan tersebut.

II. Sarana Penyedia Input Usahatani dan Pasca Panen atauAgroindustri


a. Sarana Penyedia Input Usahatani
1. Apa saja input yang dibutuhkan dalam melakukan usahatani di Pusat
Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia?
Jawab: Penyediaan input sarana produksi atau bahan baku usahatani
komoditas kakao di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia yaitu
meliputi penyediaan lahan, tenaga kerja, pupuk, obat pemberantas
hama dan penyakit serta pengadaan alat-alat pertanian dan teknologi
usahatani.
2. Berapa jumlah input yang dibutuhkan dalam kegiatan usahatani di Pusat
Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia?
Jawab: Menurut narasumber, jumlah input yang berupa lahan seluas 160 ha
dan jumlah input lainnya disesuaikan dengan luas lahan dan
kebutuhan setiap tahun.
3. Apa saja peralatan yang digunakan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
Indonesia dalam melakukan kegiatan usahatani?
Jawab: Peralatan yang digunakan dalam melakukan usatani antara lain
cangkul, gunting pangkas dan sabit.
4. Apakah peralatan yang digunakan pada kegiatan usaha tani tergolong alat
tradisional atau alat modern?
Jawab: Peralatan yang digunakan pada kegiatan usahatani tergolong masih
tradisional.
5. Mengapa memilih peralatan tersebut
Jawab: Peralatan tersebut dipilih karena sudah sesuai dalam menunjang dan
mempermudah kegiatan usahatani.
6. Bagaimana cara Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia memperoleh
input yang dibutuhkan untuk melaksanakan kegiatan usahatani?
Jawab: Input yang dibutuhkan disediakan langsung oleh pihak Pusat
Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia itu sendiri
7. Bagaimana cara perawatan peralatan yang digunakan?
Jawab: Perawatan peralatan seacra rutin dilakukan pembersihan dan servis
atau perbaikan
8. Apa kendala yang dihadapi dalam pengadaan dan pemenuhan input?
Jawab: Tidak terdapat kendala dalam pengadaan dan pemenuhan input karena
sebagian besar pemenuhan kebutuhan (input) disediakan langsung
oleh pihak Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia itu sendiri.
9. Apakah Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia melakukan kerjasama
dengan pihak lain dalam pengadaan dan pemenuhan input?
Jawab: Terdapat pihak lain yang diajak untuk melakukan kerjasama dalam
pengadaan dan pemenuhan input berupa pupuk anorganik.
10. Berapa jumlah tenaga kerja Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia dalam
kegiatan usahatani?
Jawab: Tenaga kerja yang dibutuhkan dalam kegiatan usahatani sekitar 2-3
orang per hektar.
11. Apakah terdapat penyusutan pada peralatan produksi yang digunakan pihak
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia selama melaksanakan kegiatan
usahatani?
Jawab: Terdapat penyusutan pada peralatan selama melaksanakan kegiatan
usahatani karena setiap alat yang digunakan dalam kegiatan usahatani
memiliki nilai kadaluarsa.
12. Bagaimana cara mempertahankan hasil usahatani agar kualitas alat tetap
terjaga?
Jawab: Memperhatikan mutu bahan tanam yang berupa benih dan bibit yang
unggul, melaksanakan pembudidayaan sesuai dengan tata cara
budidaya tanaman kakao yang benar serta melakukan perawatan
intensif terhadap alat-alat usaha tani di Pusat Penelitan Kopi dan
Kakao Indonesia.

III. Budidaya Usahatani


1. Bagaimana cara yang digunakan dalam menjalankan usahatani tersebut?
Jawab: Cara yang dilakukan untuk menjalankan usahatani yaitu dengan
melakukan riset secara terus-menerus untuk membuat varietas unggul
baru, melakukan inovasi dibidang budidaya, mengolah hasil untuk
kemudian dijual di outlet, dan menjadikan CSSTP menjadi destinasi
eduwisata untuk umum.
2. Teknologi apa yang diterapkan dalam menjalankan usahatani tersebut?
Jawab: Teknologi yang digunakan oleh Puslitkoka terbagi menjadi dua bagian
yaitu penerapan teknologi pra panen serta penerapan teknologi pasca
panen.
3. Bagaimana penentuan waktu tanam dalam menjalanakan usahatani tersebut?
Jawab: Penentuan waktu tanam kakao berdasarkan umur bibit dalam polibag,
yaitu pada saat bibit berumur 4-6 bulan.
4. Bagaimana cara yang digunakan dalam menjalankan usahatani komoditas
kopi/kakao yang ada di Pusat Penelitian Kopi dan kakao Indonesia?
Jawab: Cara yang digunakan untuk menjalankan usaha tani komoditas kakao
yaitu dengan persiapan lahan, penanaman tanaman penaung,
penanaman tanaman kakao, pemupukan, oengendalian OPT, dan
pemanenan.
5. Teknologi apa saja yang diterapkan dalam menjalankan usahatani komoditas
kapo/kakao yang Pusat Penelitian Kopi dan Kakao lakukan?
Jawab: Teknologi pra-panen yang dilakukan yaitu sambung-samping (side-
cleft grafting) pada demplot rehabilitasi tanaman kakao, penerapan
irigasi tetes (drip-irigation) dan pemupukan lahan budidaya kakao
dengan sistem fertilisasi. Teknologi pasca panen yang dilakukan
dibagi menjadi 2, yaitu penerapan teknologi pengolahan primer dan
penerapan teknologi pengolahan sekunder. Penerapan teknologi
pengolahan primer berupa pod breaker untuk pengupasan atau
pemecahan buah kakao serta mesin pengering untuk menurunkan
kadar air pada biji kakao. Penerapan teknologi pengolahan sekunder
berupa penyaringan (roasting) untuk membentuk aroma khas kakao,
alat pendingin biji kakao, alat pemisah kulit biji, alat pemastaan
butiran daging biji (nib), dan pengunaan alat pengepresan. Selain itu
teknologi yang diterapkan lainnya adalah pemanfaatan tanaman
naungan berupa lamtoro.
6. Berapa ukuran dosis untuk setiap pemupukan tanaman kopi/kakao tersebut?
Jawab: Dosis pupuk yang diberikan pada tanaman kakao yaitu dengan
perbandingan 2:1:2 sesuai dengan umur bibit kakao.
7. Adakah pembagian kerja dari tenaga kerja yang digunakan?
Jawab: Ada, pembagian kerja yaitu dalam proses pembibitan, penanaman,
perawatan, sampai dengan pemanenan kakao.
8. Apa saja gangguan/hama penyakit yang sering menyerang tanaman
kopi/kakao Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia?
Jawab: Hama yang sering menyerang tanaman kakao yaitu rayap, semut,
kepik, dan serangga terbang lainnya. Penyakit yang sering menyerang
tanaman kakao yaitu penyakit busuk buah kakao.
9. Bagaimana cara Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia dalam
mengendalikan hama dan penyakit pada tanaman kopi/kakao>
Jawab: Cara mengendalikan hama dan penyakit di Pusat Penelitian Kopi dan
Kakao yaitu dengan menyemprot 0,5-1 gram fungisida dicampur 1
liter air saat kotiledon terbelah dua. Cara kedua yaitu dengan
menyemprot campuran 1 liter air dengan 0,5-1 ml insektidida, 1
minggu setelah menyemprotkan fungisida.
10. Apa kendala yang dihadapi Pusar Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia dalam
menjalankan kegiatan usahatani?
Jawab: Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia sempat mengalami
kendala biaya dalam menjalankan kegiatan usaha tani yang ada.
11. Bagaiamana cara mengatasi kendala yang dihadapi?
Jawab: Cara mengatasi kendala biaya yang dihadapi, Pusat Penelitian Kopi
dan Kakao Indonesia kemudian mengolah hasil usahataninya
kemudian dijual di outlet untuk menambah pemasukan biaya yang
diperlukan, selain itu Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia juga
telah diubah yang awalnya Pusat Unggulan Iptek untuk komoditas
kopi dan kakao menjadi CCSTP (Coffe and Cocoa Science Techno
Park) sebagai destinasi eduwisata.

IV. Pemasaran Usahatani dan Kegiatan Pasca Panen/Agroindustri


a. Pemasaran Produk Usahatani
1. Bagaimana cara Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia memasarkan
hasil panen yang diperoleh?
Jawab: Memasarkan hasil panen di outlet yang ada di Puslitkoka.
2. Apakah Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia menjalin kerjasama
dengan pihak lembaga pemasaran hasil panen?
Jawab: Tidak ada
3. Berapa harga produk yang dihasilkan oleh Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
Indonesia dari hasil panen yang diperoleh?
Jawab: Harga bibit kakao dijual dengan harga kisaran Rp 1000-5000/bibit.
Harga buah kakao mentah dijual dengan harga kisaran Rp 15.000-
22.000/kg.
4. Bagaimana saluran pemasaran dari hasil panen usahatani Pusat Penelitian
Kopi dan Kakao Indonesia?
Jawab: melalui produsen langsung ke konsumen (saluran pemasaran secara
langsung).
5. Apakah ada hambatan dalam saluran pemasaran yang dijalankan di Pusat
Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia?
Jawab: Tidak terjadi hambatan
6. Apa alat transportasi yang digunakan dalam kegiatan pemasaran hasil panen?
Jawab: Pick up, atau mungkin konsumen dapat membeli secara langsung
sehingga tanpa transportasi
7. Siapa saja konsumen produk usahatani yang dihasilkan di Pusat Penelitian
Kopi dan Kakao Indonesia?
Jawab: masyarakat umum sekitar Puslitkoka
8. Adakah perlakuan lebih lanjut terhadap komoditas sebelum dijual?
Jawab: Tidak ada perlakuan lebih lanjut.

V. Subsistem Penunjang
a. Sarana dan Prasarana Usahatani dan Kegiatan Pasca
Panen/Agroindustri
1. Apa saja sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk menunjang usaha di
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia?
Jawab: Sarana yang menunjang adalah sarana pengolahan kopi dan kakao
dari hulu hingga hilir. Prasarana yang menunjang meliputi saluran
pengairan, jalan, alat transportasi
2. Bagaimana sarana infrastruktur dalam menunjang usaha yang dilakukan Pusat
Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia?
Jawab: infrastruktur di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia dapat
dikatakan baik dan dan mampu menunjang usaha pada Pusat Penelitian
Kopi dan Kakao Indonesia.
3. Bagaimana kondisi transportasi dalam menunjang usaha?
Jawab: Transpotasi dapat dikatakan dalam kondisi baik dan telah
disediakan oleh Pusat Penelitian Kopi dan Kakao.
4. Apakah pihak Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia melakukan
kerjasama dengan perkebunan lain?
Jawab: Ada, kerjasama dalam penyediaan bahan baku agroindustri.
5. Apakah ada kebijakan dari pemerintah dalam mendukung kegiatan usahatani
dan kegiatan pasca panen atau agroindustri di Pusat Penelitian Kopi dan
Kakao Indonesia?
Jawab: ada, berupa promosi tempat wisata Puslitkoka, namun promosi
tersebut belum meluas sehingga masih banyak orang yang belum tahu
keberadaan Puslitkoka
6. Bagaimana peran kelembagaan formal (Koperasi dan Bank) dalam kegiatan
usahatani dan kegiatan pasca panen atau agroindustri di Pusat Penelitian Kopi
dan Kakao Indonesia?
Jawab: Peran kelembagaan yaitu untuk memecahkan masalah dalam kegiatan
usahatani dan agroindustri. Koperasi membantu menyediakan input dan
bank membantu menyediakan modal usaha
7. Bagaimana dukungan lembaga informal (LSM dan lainnya) dalam kegiatan
usahatani dan kegiatan pasca panen atau agroindustri di Pusat Penelitian Kopi
dan Kakao Indonesia?
Jawab: untuk saat ini belum ada dukungan yang terlihat nyata atau
berdampakbagi Puslitkoka
b. Pembinaan Usahatani dan Kegiatan Pasca Panen/Agroindustri
1. Apakah ada pelatihan terkait dengan usaha yang dilakukan?
Jawab: Iya, ada pelatihannya
2. Bagaimana bentuk pelatihan yang dilakukan?
Jawab: Puslikoka mengadakan ICCRI-Training Center. Terdapat beragam
topic pelatihan yang dapat dipilih sesuai keinginan anatara lain uji cita
rasa kopi, uji cita rasa kakao, teknik budidaya dan pengolahan kopi
dan kakao,pengelolaan OPT kopi dan kakao, pengelolaan limbah kopi
dan kakao menjdai pupuk dan sumber energi alternative, pembuatan
makanan coklat, coffe roasting and blending, serta manajemen kafe,
barista dan coffe brewing
3. Bagaimana dampak dengan dilakukannya pelatihan?
Jawab: Dampak dari dilakukannya pengenalan pelatihan olahan kopi dan
kakao adalah Sangat Positif, dimana Mahasiswa maupun Masyarakat
umum dapat mengenal dan mengetahui proses pembuatan beragam
olahan Kopi dan Kakao yang ada di Puslitkoka dan mengembangkan
mimpi-mimpi anak-anak muda untuk mengembagkan usaha kopi dan
kakao
4. Pembinaan seperti apa yang digunakan untuk meningkatkan usaha?
Jawab: Pembinaan yang digunakan adalah seperti Pembaruan dan peningktan
teknik atau cara dalam budidaya berbagai jenis Kopi dan Kakao yang
paling tepat, baik dan sesuai di tanam di Puslitkoka, penggunaan
pupuk organik sebagai bahan utama proses perawatan tanaman kopi
dan kakao, Peningkatan pengelolahan Kopi dan Kakao menjadi
produk lebih inovatif, dll.
5. Adakah kendala dalam penyediaan sarana dan prasarana untuk menunjang
usaha?
Jawab: Kendala yang dihadapi pada saat penyediaan sarana dan prasarana
dalam menunjang usaha sebenarnya relatif yaitu seperti mesin atau
teknologi yang mulai tertinggal sebab saat ini perkembangannya pesat
dan, rusak atau matinya beberapa mesin karena sering digunakan juga
kurang perawatan, dll.
6. Bagaimana cara mengatasi kendala yang dihadapi?
Jawab: Perlu di Upgrade atau ditingkatkan kembali dalam proses penyediaan
mesin yang lebih baik dan canggih agar dapat mendukung proses
produksi yang maksimal, dan perlu adanya pembimbingan kembali
pada karyawan dalam proses penggunaan mesin atau teknologi baru
tersebut.
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JEMBER – FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN-PS. AGRIBISNIS
LABORATORIUM MANAJEMEN AGRIBISNIS
Jl. Kalimantan No. 37 Kampus Tegal Boto Jember 68121 – Telp/fax (0331)-332190
Email: labma.agbuj@gmail.com, faperta@jember.telkom.net.id

KARTU KONSULTASI WAWASAN AGRIBISNIS

Golongan :B
Kelompok :3
Asisten Pembimbing : Nina Fazaria

No. Tanggal Kegiatan Keterangan Tanda


Tangan
1. 10 April Revisi 1 BAB 1 Rizki, Indah, Nurul, Ana,
2018 Imelda, Mustika, Dini, Era,
Kaadziyah
2. 11 April Revisi 2 BAB 1 Rizki, Indah, Nurul, Ana,
2018 Imelda, Mustika, Dini, Era,
Kaadziyah
3. 17 April Revisi 3 BAB 1 Rizki, Indah, Nurul, Ana,
2018 Imelda, Mustika, Dini, Era,
Kaadziyah
4. 18 April Acc BAB 1 Rizki, Indah, Nurul, Ana,
2018 Mustika, Dini, Era, Kaadziyah
5. 23 April Revisi 1 BAB 2 Rizki, Indah, Nurul, Ana,
2018 Imelda, Mustika, Dini, Era,
Kaadziyah
6. 24 April Revisi 2 BAB 2 Rizki, Indah, Nurul, Ana,
2018 Imelda, Mustika, Dini, Era,
Kaadziyah
7. 25 April Acc bersyarat BAB Rizki, Indah, Nurul, Ana,
2018 2 Imelda, Mustika, Dini, Era,
Kaadziyah
8. 26 April Acc BAB 2 Rizki, Indah, Nurul, Ana,
2018 Imelda, Mustika, Dini, Era,
Kaadziyah
9. 11 Mei Revisi 1 BAB 3 Indah, Nurul, Dini, Era,
2018 Kaadziyah
10. 14 Mei Revisi 2 BAB 3 Rizki, Indah, Mustika, Dini,
2018 Era, Kaadziyah
11. 15 Mei Acc bersyarat BAB Rizki, Nurul, Ana, Imelda,
2018 3 dan Revisi 1 BAB Mustika, Dini, Era, Kaadziyah
4
12. 16 Mei Acc BAB 3 dan 4 Rizki, Indah, Nurul, Ana,

Laboratorium Manajemen Agribisnis


KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JEMBER – FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN-PS. AGRIBISNIS
LABORATORIUM MANAJEMEN AGRIBISNIS
Jl. Kalimantan No. 37 Kampus Tegal Boto Jember 68121 – Telp/fax (0331)-332190
Email: labma.agbuj@gmail.com, faperta@jember.telkom.net.id

2018 Dini, Era


13. 28 Mei Revisi 1 Bendel Rizki, Indah, Nurul, Ana,
2018 Mustika, Dini, Era
14. 30 Mei Acc Bendel Rizki, Nurul, Ana, Mustika,
2018 Era

Laboratorium Manajemen Agribisnis

Anda mungkin juga menyukai