Anda di halaman 1dari 4

Problematika Perkebunan Indonesia

Oleh: Rifdan Firmansyah, LPP Kampus Yogyakarta

Sejarah perkebunan di negara berkembang, khususnya Indonesia, tidak dapat dipisahkan dari
sejarah perkembangan kolonialisme, kapitalisme, dan modernisasi. Sistem perkebunan
merupakan bagian dari sistem perekonomian pertanian komersial dan kapitalistik. Sistem
perkebunan telah memperkenalkan berbagai pembaharuan dalam sistem perekonomian
pertanian yang membawa dampak perubahan penting terhadap kehidupan negara-negara
berkembang.

Salah satu tujuan dari pembangunan perkebunan adalah untuk meningkatkan produksi dan
memperbaiki mutu hasil, meningkatkan pendapatan, memperbesar nilai ekspor, mendukung
industri, menciptakan dan memperluas kesempatan kerja, serta pemerataan pembangunan. 
Ada tiga asas yang menjadi acuan dalam pembangunan perkebunan yang mendasari
kebijakan pembangunan dalam lingkungan ekonomi dan pembangunan nasional, yaitu (1)
Mempertahankan dan meningkatkan sumbangan bidang perkebunan bagi pendapatan
nasional, (2) Memperluas lapangan kerja, (3) Memelihara kekayaan dan kelestarian alam dan
meningkatkan kesuburan sumberdaya alam.

Pembangunan subsektor perkebunan mengalami perkembangan yang semakin pesat dan


besar dan diharapkan dapat meningkatkan pemenuhan produksi, kebutuhan ekspor yang
berdampak pada peningkatan pendapatan petani, ekonomi lokal, pembangunan pedesaan, dan
timbulnya multiplier effect secara sektoral maupun spasial baik nasional, regional maupun
lokal.

Dengan demikian, maka pengembangan perkebunan ke arah agroindustri seharusnya


memberikan dampak yang positif bagi perkembangan sektor dan wilayah, khususnya
pembangunan ekonomi lokal. Secara historis dan realistis menunjukkan bahwa di wilayah
perkebunan cenderung terjadi ketimpangan kemajuan pembangunan, baik antara perkebunan
rakyat, swasta, dan perkebunan negara.

Ada indikasi yang menunjukkan bahwa wilayah sentra produksi perkebunan mengalami
keterlambatan dalam pembangunannya dan fenomena terjadinya leakages wilayah, dengan
demikian kemajuan usaha perkebunan belum diikuti dengan perkembangan pembangunan
lokalnya.

Model perkebunan yang ada (existing) menunjukkan perkebunan swasta dan negara (PTPN)
melakukan usaha secara terintegrasi, sedangkan perkebunan rakyat secara individu dan
kelompok usaha bersama yang relatif gurem dan tertinggal. Pada dasarnya pembangunan
ekonomi lokal merupakan pendekatan pembangunan yang berupaya mendorong tumbuh dan
berkembangnya wirausahaan lokal, partisipasi masyarakat lokal, peran serta secara aktif
pihak swasta, masyarakat dan pemerintah daerah dalam menentukan keputusan pembangunan
lokalnya.

Memahami model perkebunan yang ada (existing) dan ada juga model simulasi (plantation
dan contract farming). Perbandingan model plantation dan contract farming dengan model
existing ditujukan untuk memperoleh gambaran dampak dan tingkat keefektifan untuk
mendorong pembangunan ekonomi lokal.
Untuk model plantation sangat efektif mendorong pembangunan ekonomi lokal manakala
perkebunan perkebunan swasta, PTPN, dan perkebunan rakyat dalam bentuk usaha
perkebunan yang kooperatif melakukan sistem pengusahaan plantation yang didasarkan atas
prinsip pengusahaan perkebunan yang terintegrasi dalam manajemen, produksi, pengolahan,
pemasaran, serta memperhatikan prinsip skala usaha, efisiensi, dan optimalisasi hasil
usahanya. Model plantation mampu mengoptimalkan pengembangan wilayah dan mendorong
ekonomi lokal.

Perkembangan perkebunan di Indonesia memberikan kontribusi yang berarti bagi


perekonomian negara dan masyakarat lokal akan tetapi juga mempunyai beberapa
permasalahan, antara lain budidaya tanaman yang masih terbatas pada komoditas
utama/konvensional, usaha tani tanaman perkebunan masih diusahakan secara monokultur,
produktivitas tanaman perkebunan umumnya masih di bawah potensi, mutu produksi
perkebunan yang masih rendah karena kurang didukung oleh unit pengolahan yang efisien
dan terbatas, serta belum optimalnya kelembagaan petani (Dradjat, 2013).

Sifat komoditas perkebunan sangat kredibel, artinya komoditas ini diperdagangkan secara
internasional. Faktor yang mempengaruhi harga komoditass perkebunan pun bukan sekadar
permintaan (demand) dan penawaran (supply) tapi juga spekulator.

Peluang perkembangan perkebunan Indonesia adalah adanya potensi pengembangan terkait


dengan sumberdaya dan teknologi serta prospek pengembangan terkait dengan pasar
internasional dan domestik. Sedangkan strategi yang bisa diterapkan adalah dengan
mengefektifkan penerapan teknologi perkebunan dan mengefisienkan usaha perkebunan
untuk menghasilkan output dengan biaya minimum. Dengan tetap mempromosikan
komoditas dan produk perkebunan di pasar internasional  dan domestik  yang telah dikuasai
hingga saat ini dan memperluas dan mempromosikan komiditas dan produk di pasar
internasional alternatif atau tambahan, termasuk pasar domestik.

Di bawah ini dijelaskan produksi beberapa komoditas perkebunan dari tahun 1995-2013.
Adapun produksi dikuasai oleh komoditas sawit, baik minyak sawit maupun bijinya. Adapun
komoditas lain seperti karet kering, coklat, kopi, dan lainnya tidak mengalami kenaikan yang
cukup signifikan dari tahun 1995-2013.

Problematika Sektor Perkebunan

Jutaan Hektar Perkebunan di Indonesia Ditengarai Ilegal

Greenomics Indonesia menyatakan terdapat lahan perkebunan seluas 2,24 juta hektar yang
tidak memiliki izin hak guna usaha (HGU). Dari total 4,68 juta hektar kawasan hutan yang
dilepas oleh Departemen Kehutanan untuk areal perkebunan, hanya 2,44 juta hektare yang
memiliki izin HGU.

Area seluas 2,24 juta hektar itu dimiliki 166 unit perusahaan perkebunan yang tidak
mengantongi izin HGU. Dari 523 unit perusahaan perkebunan yang mendapatkan izin
pelepasan kawasan hutan dari Departemen Kehutanan, hanya 357 unit perusahaan yang
kemudian beroperasi dengan izin HGU.
Di Pulau Sumatera, dari 2,74 juta hektar kawasan hutan yang dilepas untuk 322 unit
perusahaan perkebunan, 242 di antaranya beroperasi dengan izin HGU dengan luasan areal
1,49 juta hektar, sedangkan realisasi penanaman seluas 1,16 juta hektar.

Sementara untuk kasus di Pulau Kalimantan, dari 1,39 juta hektar kawasan hutan yang
dilepas untuk 135 unit perusahaan perkebunan, terdapat 85 unit perusahaan yang kemudian
beroperasi dengan izin HGU dengan luas areal 766.832 hektar.

Greenomics mendesak agar pemerintah mengusut 166 unit perusahaan perkebunan yang
beroperasi tanpa izin HGU dengan luas areal 2,24 juta hektare tersebut. Selain itu, lembaga
ini juga meminta pemerintah melakukan verifikasi terhadap masalah penelantaran areal
perkebunan oleh pemegang izin HGU dengan luas areal 806.166 hektare.

Isu lahan illegal sebenarnya sudah direspon oleh Pemerintah Pusat, melalui adanya
pertemuan tripartit antara Kementerian Pertanian, cq Ditjenbun, Kementerian Kehutanan, dan
Kementerian Dalam Negeri untuk menyelesaikan permasalahan lahan ilegal atau bermasalah.

Isu Pemanasan Global

Pemanasan global (global warning) merupakan peningkatan temperatur atmosfir bumi akibat
dari meningkatnya intensitas efek rumah kaca (green house effect) pada atmosfir bumi.
Peningkatan intensitas efek rumah kaca tersebut disebabkan meningkatnya konsentrasi gas-
gas rumah kaca seperti Green House Gas (GHG).

Pemanasan global antara lain berdampak pada perubahan iklim global berupa pergeseran peta
iklim secara global, anomali iklim, banjir, kekeringan, badai dan kenaikan permukaan laut
yang banyak menimbulkan kerugian dan mengancam keberlanjutan kehidupan di bumi.

Beberapa Media Barat mengisukan Indonesia adalah negara pengemisi terbesar GHG global
dan penyebab pemanasan lingkungan global. Kondisi ini menyebabkan banyak hambatan
pengembangan perkebunan, khususnya kelapa sawit di Indonesia. Isu pemanasan global
sepatutnya dapat diatasi apabila ada koordinasi antara pemerintah daerah, pusat, dan
stakeholder yang berkepentingan.

Mengingat perkebunan kelapa sawit memiliki fungsi ekologis yang menyerupai fungsi
ekologis hutan maka perkebunan kelapa sawit perlu dikategorikan sebagai hutan. Akan tetapi,
pemerintah sudah dapat mengatasi ini dengan ISPO (Integrated Sustainable Palm Oil) dimana
Sawit yang diproduksi sudah memenuhi standar yang diterapkan pemerintah dengan
mempertimbangkan aspek lingkungan, organisasi, bahkan kesejahteraan karyawan.

ASEAN Economic Community 2015

ASEAN Economic Community (AEC) tahun 2015, merupakan tantangan baru dan lebih berat
bagi sektor perkebunan Indonesia. Sebab, ada potensi masuknya korporasi-korporasi besar
asing dengan modal lebih besar yang akan menciptakan dominasi dan lebih luas
dibandingkan dengan kondisi sekarang. Produktivitas perkebunan rakyat yang masih sangat
rendah dan modal kecil menjadi masalah, sehingga korporasi asing tersebut masuk dan
membeli perkebunan rakyat. Beberapa solusi seperti pemerintah perlu menegaskan kembali
komitmen keberpihakan terhadap petani sawit rakyat dengan cara merevitalisasi penerapan
kewajiban CSR Korporasi besar bagi pembinaan dan pengembangan petani sawit rakyat.
Begitu juga dengan permasalahan kewajiban menyerahkan lahan sebanyak 20% kepada
petani. Tantangan utama kehadiran AEC 2015 adalah daya saing bangsa, terutama kualitas,
kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan kualitas produk dalam negeri, termasuk
didalamnya produk pertanian. Bahkan, untuk peluang terbukanya pasar yang lebih bebas bagi
produk pertanian Indonesia, lanjutnya tidak akan membawa nilai positif. Sebab, hingga saat
ini pemerintah belum dapat membatasi produk impor yang sudah sangat membanjiri pasar
Indonesia sehingga produk lokal tidak mampu bertahan.

Kesimpulan

Sektor perkebunan adalah sektor yang vital dalam perekonomian bangsa Indonesia, sudah
sepatutnya pemerintah, baik pemerintah pusat dan daerah memperhatikan dan
mengembangkan perkebunan menjadi sektor yang strategis untuk mengingkatkan lapangan
kerja dan menambah pendapatan masyarakat lokal. Adapun isu-isu dan problematikanya
seharusnya dapat diselesaikan secara seksama dengan melibatkan semua komponen agar
dapat diselesaikan secara cepat dan cermat.

Referensi

 Anonim. (2009, 11 Januari). Pembangunan perkebunan untuk ekonomi lokal.


Tersedia: http://www.pemberdayaan.com  [7 Mei 2014].
 Anonim. (2013, 6 Juni). Indonesia dan perkebunan kelapa sawit. Sumut Pos [Online].
Tersedia: http://www.sumutpos.com [9 Mei 2014].
 Anonim. (2014. 5 Mei). AEC 2015 Tantangan berat bagi petani sawit. Medan Bisnis
[Online]. Tersedia: http://medanbisnisdaily.com  [9 Mei 2014].
 Dradjat. 2013. Prospek dan strategi perkembangan perkebunan. Bappenas [online].
Tersedia: http://www.bappenas.go.id  [7 Mei 2014].
 Indrietta, Nieke. (2009, 27 Juli). Jutaan Hektare Perkebunan ditengarai ilegal. Tempo
interaktif [online]. [7 Mei 2014]/

Anda mungkin juga menyukai