Sebagai bangsa yang besar dengan jumlah penduduk sekitar 220 juta jiwa,
Indonesia menghadapi masalah energi yang cukup mendasar. Sumber energi yang
tidak terbarukan (non-renewable) tingkat ketersediaannya semakin berkurang.
Sebagai contoh, produksi minyak bumi Indonesia yang telah mencapai puncaknya
pada tahun 1977 yaitu sebesar 1.7 juta barel per hari terus menurun hingga tinggal
1.125 juta barel per hari tahun 2004. Di sisi lain konsumsi minyak bumi terus
meningkat dan tercatat 0.95 juta barel per hari tahun 2000, menjadi 1.05 juta barel
per hari tahun 2003 dan sedikit menurun menjadi 1.04 juta barel per hari tahun
2004 (Tabel 1).
Tabel 1. Produksi dan Konsumsi Minyak Bumi Indonesia
Tahun
2000
2001
2002
2003
2004
segar (kadar air 65%). Selain itu juga dihasilkan limbah emisi gas dari boiler dan
incenerator (Lacrosse, 2004).
Potensi energi yang dapat dihasilkan dari produk samping sawit dapat dilihat dari
nilai energi panas (calorific value). Nilai energi panas (calorific value) dari
beberapa produk samping sawit ditunjukkan pada Tabel 2. Produk samping yang
memiliki nilai energi panas tinggi adalah cangkang dan serat. Cangkang dan serat
(fibre) dimanfaatkan sebagian besar atau seluruhnya sebagai bahan bakar boiler
PKS. Produk samping yang lain belum banyak dimanfaatkan sebagai sumber
energi. TKKS yang juga memiliki nilai energi panas cukup tinggi saat ini banyak
dimanfaatkan sebagai mulsa atau diolah menjadi kompos. Sebagian PKS masih
membakar TKKS dalam incinerator untuk mengurangi volume limbah TKKS,
walaupun sudah dilarang sejak tahun 1996.
Tabel 2. Nilai energi panas (calorific value) dari beberapa produk samping sawit
(berdasarkan berat kering).
TKKS
Serat
Cangkang
Batang
Pelepah
Kisaran (kJ/kg)
18 000 19 920
18 800 19 580
19 500 20 750
17 000 17 800
15 400 15 680
langsung ke perairan, karena akan sangat berbahaya bagi lingkungan. Saat ini
umumnya PKS menampung limbah cair tersebut di dalam kolam-kolam terbuka
(lagoon) dalam beberapa tahap sebelum dibuang ke perairan. Secara alami limbah
cair di dalam kolam akan melepaskan emisi gas rumah kaca yang berbahaya bagi
lingkungan. Gas-gas tersebut antara lain adalah campuran dari gas methan (CH4)
dan karbon dioksida (CO2). Kedua gas ini sebenarnya adalah biogas yang dapat
dimanfaatkan sebagai sumber energi. Potensi biogas yang dapat dihasilkan dari
600700 kg POME kurang lebih mencapai 20 m3 biogas (Lacrosse, 2004).
Penelitian pemaanfaatan POME untuk menghasilkan biogas saat ini menjadi
perhatian banyak pihak. Selain sebagai sumber energi, teknologi biogas ini juga
dapat mengurangi dampak emisi gas rumah kaca yang berbahaya bagi lingkungan.
Potensi Indonesia untuk Memanfaatkan Produk Samping Sawit untuk Energi
Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam memanfaatkan produk
samping sawit sebagai sumber energi. Seperti diketahui, kelapa sawit Indonesia
merupakan salah satu komoditi yang mengalami perkembangan yang terpesat.
Pada era tahun 1980-an sampai dengan pertengahan tahun 1990-an, industri kelapa
sawit berkembang sangat pesat. Pada periode tersebut, areal meningkat dengan laju
sekitar 11% per tahun. Sejalan dengan perluasan areal, produksi juga meningkat
dengan laju 9.4% per tahun. Konsumsi domestik dan ekspor juga meningkat pesat
dengan laju masing-masing 10% dan 13% per tahun. Pada awal tahun 20012004,
luas areal kelapa sawit dan produksi masing-masing tumbuh dengan laju 3.97%
dan 7.25% per tahun, sedangkan ekspor meningkat 13.05% per tahun (Direktorat
Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2005). Sampai dengan tahun 2020, industri
kelapa sawit Indonesia diperkirakan akan terus tumbuh, walau dengan laju
pertumbuhan yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan periode sebelum
tahun 2000. Sampai dengan tahun 2010, produksi CPO diperkirakan akan
meningkat antara 5%6%, sedangkan untuk periode 20102020, pertumbuhan
produksi diperkirakan berkisar antara 2%4% (Susila, 2004).
Pertumbuhan produksi CPO berarti pula peningkatan ketersediaan produk samping
sawit yang antara lain bersumber dari TBS. Seperti terlihat pada Gambar 2,
produksi TBS diperkirakan akan terus meningkat dan mencapai sekitar 83 juta ton
pada tahun 2020, sehingga dapat dihasilkan 17 ton CPO. Volume tersebut
merupakan sumber produk samping yang sangat besar untuk menghasilkan energi.
proses pengarangan lebih sesuai dilakukan dalam tungku vertikal, sedangkan untuk
cangkang sawit lebih baik dilakukan proses pengarangan pada tungku horisontal.
Rendemen yang dihasilkan dari proses pengarangan tersebut adalah 2530%.
Proses pembriketan limbah sawit dapat dilakukan dengan mesin pembriket tipe ulir
dengan kapasitas 1 ton per hari. Mesin ini menghasilkan briket arang berbentuk
silinder dengan diameter 5 cm dan panjang 1030 cm. ukuran ini sesuai dengan
briket arang komersial yang dibuat dari serbuk gergaji. Briket arang sawit memiliki
keunggulan yaitu permukaannya halus dan tidak meninggalkan warna hitam
apabila dipegang.
Karakteristik briket arang yang terbuat dari TKKS dan cangkang sawit sangat
berbeda, seperti yang terlihat pada Tabel 3. Briket arang TKKS memiliki kadar abu
yang lebih tinggi, sedangkan kadar kalor dan karbon terikatnya lebih rendah.
Ditinjau dari segi kalor, kedua briket arang tersebut telah memenuhi Standar
Nasional Indonesia (SNI) untuk briket arang kayu yaitu minimal 5000 kalori/gram.
Tabel 3. Karakteristik Briket Arang dari TKKS dan Cangkang Sawit
No Karakteristik
1 Kadar air, %
2 Kadar abu, %
Kadar zat terbang, %
3
(volatile matter)
Kadar karbon terikat,
4 %
(fixed carbon)
Keteguhan tekan,
5
kg/cm2
6 Nilai kalor, kal/g
29.03
21.10
53.82
69.25
2.10
7.82
5_578.00
6_600.00
Riau juga dikenal sebagai salah satu penghasil minyak kelapa sawit terbesar di Indonesia. Diklaim
laju peningkatan produksi perkebunan kelapa sawitnya diklaim mencapai 12,3 % pertahun (Bagus,
2011). Seperti salah satu kebun kelapa sawit milik PT Salim Ivomas Pratama yang terletak di Rokan
Hilir. Kebun milik perusahaan yang tengah menuju Roundable On Sustainable Palm Oil (RSPO),
memproduksi Crude Palm Oil (CPO) di pabriknya dengan kapasitas 60 ton Tandon Buah Segar (TBS)
perjam. Dalam setiap ton TBS tersebut dihasilkan 21-23% minyak CPO dan 5% kernel atau cangkang
sawit (Indoagri Riau, 2011).
Produk samping dari pengolahan kelapa sawit adalah cangkang sawit yang asalnya dari tempurung
kelapa sawit. Cangkang sawit merupakan bagian paling keras pada komponen yang terdapat pada
kelapa sawit. Dalam hasil penelitian, besar kalori cangkang kelapa sawit mencapai 20000 KJ/Kg (Ma
et.al., 2004). Saat ini pemanfaatan cangkang sawit di berbagai industri pengolahan minyak CPO
masih belum dipergunakan sepenuhnya, sehingga masih meninggalkan residu, yang akhirnya
cangkang ini dijual mentah ke pasaran. Dengan harga tidak sampai Rp 800 / kg, cangkang kelapa
sawit ini berpotensi untuk dijadikan bahan bakar bagi keperluan rumah tangga. Tidak perlu jauh-jauh,
yaitu untuk masyarakat di sekitar perkebunan itu sendiri.
Untuk kompor biomassa yang digunakan, biasanya masyarakat masih menggunakan kompor
konvensional yang ada di pasaran. Jarang sekali mereka yang memperhatikan efisiensi penggunaan
bahan bakar yang digunakan dalam proses memasak. Kebanyakan masyarakat kita hanya
memperhatikan pembakaran pada bahan bakarnya. Padahal dalam pendekatan engineering, tidak
hanya pembakaran yang diperhatikan, tetapi juga bagaimana perpindahan panas/kalor terjadi dari
fuel ke beban thermal atau disebut juga heat exchanger transfer.
Dalam upaya memanfaatkan residu cangkang kelapa sawit sebagai bahan bakar dengan
penggunaannya yang efisien dan efektif, maka perlu dilakukan rancang bangun kompor untuk bahan
bakar cangkang kelapa sawit ini. Selain optimalisasi desain kompornya, juga perlu diperhatikan
kemudahan penggunaannya sehingga pengguna tidak kesulitan dalam kesehariannya.
Karakteristik Cangkang Sawit
Ditinjau dari karakteristik bahan baku, jika dibandingkan dengan tempurung kelapa biasa, cangkang
kelapa sawit memiliki banyak kemiripan. Perbedaan yang mencolok yaitu pada kadar abu yang
biasanya mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan oleh cangkang kelapa sawit.
Tabel 1. Karakteristik cangkang kelapa sawit
Parameter
Hasil ( % )
7.8
2.2
69.5
20.5
Untuk mengetahui daya panas suatu bahan bakar adalah dengan mengetahui besar kalori yang
dikandungnya. Tabel di bawah ini adalah nilai kalori yang dikandung oleh cangkang sawit.
Tabel 2. Nilai kalori dari beberapa produk samping kelapa sawit (berdasarkan berat kering).
Kisaran (kJ/kg)
(kJ/kg)
TKKS
18 795
18 000 19 920
Serat
19 055
18 800 19 580
Cangkang
20 093
19 500 20 750
Batang
17 471
17 000 17 800
Pelepah
15 719
Kami membuat system dimana yang penting Bukan berapa besar panas sumber yang
dihasilkan Namun tungku pamanas harus dapat dipaksakan memenuhi panas yang
diinginkan oleh media yang dipanaskan oleh tungku. Jadi panas yang dihasilkan lebih stabil
bukan pada sumber namun pada tujuan akhir media yang dipanaskan. Oleh karena itu
suplai bahan bakar diatur berdasarkan panas yang diminta oleh media yang dipanaskan.
Bila kurang maka akan secara otomatis menambah suplai bahan bakar sampai terpenuhi,
namun bila sudah cukup maka secara otomatis akam mengurangi suplai bahan bakar.
Inilah yang kami sebut sebagai EFFECTIVE FUEL SUPPLY