Anda di halaman 1dari 1

Latar Belakang

Implementasi ekonomi hijau sesuai arahan presiden Joko widodo di dalam upaya mentranssformasi
perekonomian Tanah Air yang berbasis inovasi digital dan teknologi ke arah ekonomi berkelanjutan
namun berwawasan lingkungan, sangat dibutuhkan saat ini. Mengingat, jika pertumbuhan
ekonomi berbasis perlindungan terhadap lingkungan tidak dijalankan, maka akan
menimbulkan berbagai eksternalitas negatif seperti perubahan iklim yang dapat
mengancam percepatan pemulihan ekonomi nasional.
Berdasarkan laporan indonesia: Cost of Climate Change 2050 (2016),
kerugian yang akan ditanggung Indonesia di tahun 2050 akibat perubahan iklim
adalah Rp132 triliun atau setara dengan 1,4% dari PDB saat itu. Bahkan, jika jika
dilihat dari base nilai 2020 tanpa memperhitungkan COVID-19 menurut laporan
Indonesia Long Term Strategy for Low Carbon and Climate Resilience 2050 (2021),
perubahan iklim mempengaruhi 0,66% sampai 3,45% dari PDB nasional atau sekitar
Rp110,38% triliun sampai Rp577,01 triliun.
Perubahan Iklim tidak hanya mempengaruhi perekonomian Indonesia secara
keseluruhan, tetapi juga memberikan dampak buruk bagi sektor industri misalnya
berhentinya operasional perusahaan akibat perubahan iklim yang ekstrim.
Berdasarkan data Bappenas (2022), menjelaskan jika dampak perubahan iklim tidak
dimitigasi, Indonesia akan mengalami kerugian sekitar Rp544 triliun selama 2020-
2024 di mana sektor pesisir dan laut merugi Rp408 triliun, sektor pertanian Rp78
triliun, sektor kesehatan Rp31 triliun, dan sektor perairan yang merugi Rp28 triliun.
Untuk menanggulangi dan mengatasi perubahan iklim, Pemerintah Indonesia
di dalam Update Nationally Determined contribution Republic of Indonesia (2021)
telah berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 29% dengan
upaya sendiri dan 41% dengan bantuan Internasional dibandingkan dengan skenario
Business As Usual (BAU) di tahun 2030. Selain itu indonesia juga berkomitmen
untuk mencapai Netral Carbon (Net Zero Emision) pada tahun 2060.
Di dalam mendukung tujuan tersebut, presiden Joko Widodo mengesahkan
Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan nilai ekonomi
karbon untuk pencapaian target kontribusi yang ditetapkan secara Nasional dan
pengendalian emisi gas rumah kaca dalam pembangunan Nasional.
Oleh karena itu,dikarenakan dampak perubahan iklim yang begitu masif dan nyata
mempengaruhi berbagai sektor tak terkecuali perekonomian dan kesehatan serta
kelangsungan hidup manusia, maka dibutuhkan sinergitas

Anda mungkin juga menyukai