Anda di halaman 1dari 27

TUGAS

PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI


RESUME KASUS KABUT DIOXIN DI SEVESO (ITALIA)

Disusun Oleh:
1. Erni Tyas Maghfira (M1B114009)
2. Agung Putra Hidayat (M1B114014)

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS JAMBI
2017
1. Terjadinya Bencana Seveso
Pada tanggal 10 Juli 1976, sekitar tengah hari di sebuah pabrik kimia sebelah utara
Milan di wilayah Lombardia, Italia terjadi ledakan pada sebuah reaktor TCP (2,4,5-
trichlorophenol) dari pabrik kimia ICMESA (Industrie Chimiche Meda Societ
Azionaria). Awan yang mengandung TCDD (2,3,7,8-tetrachlorodibenzo-p-dioxin) yang
merupakan salah satu zat kimia paling beracun buatan manusia ini, secara tidak sengaja
dilepaskan ke atmosfer. Peristiwa ini dikenal secara internasional sebagai bencana
Seveso (Anonim, 2009).
1.2 Penyebab dan Dampak Dari Bencana Seveso

Reaksi ini harus dilakukan pada suhu di atas proses normal utilitas, sehingga
diputuskan untuk menggunakan pembuangan uap dari turbin listrik di lokasi, dan
menyebarkannya di sekitar koil pemanas eksternal pada reaktor. Pembuangan uap ini
dilakukan pada 12 bar dan 190 C, menghasilkan campuran reaksi pada 158 C
(dengan titik didih 160 C). Pada kesempatan ini, proses batch terputus sebelum
menyelesaikan langkah terakhir penghapusan ethylene glycol oleh distilasi. Hal ini
menyebabkan beban pada turbin turun, sehingga mengakibatkan pembuangan suhu uap
meningkat sekitar 300 C . Bets ini kemudian dihentikan dengan mengisolasi uap, dan
mematikan pengaduk. Akhirnya katup buang membuka dan 6 ton bahan tersebar lebih
dari 18 km per wilayah, termasuk 1 kg 2,3,7,8-tetrachlorodibenzodioxin (TCDD) yang
biasanya terlihat dalam jumlah kurang dari 1 ppm (bagian per juta). Namun dalam
kondisi temperatur tinggi, produksi TCDD mencapai 100 ppm atau lebih (Huda, 2008).
Daerah yang terkena dampak dibagi menjadi zona A, B dan R dalam urutan
penurunan permukaan tanah konsentrasi TCDD. Zona A terbagi menjadi 7 sub-zona.
Penduduk setempat disarankan untuk tidak menyentuh atau makan buah dan sayuran
lokal.
1. Konsentrasi TCDD pada zona A > 50 mikrogram per meter persegi (g / m),
dengan sekitar 736 jiwa penduduk.
2. Konsentrasi TCDD pada zona B antara 5 dan 50 g / m, dengan sekitar 4.700 jiwa
penduduk.
3. Konsentrasi TCDD pada Zona R <5>

1.3 Penanggulangan Bencana Seveso


Penanggulangan bencana Seveso terdiri dari beberapa tahapan proses, yaitu:
1. Tahapan Proses Operasi Pembersihan
Pada Januari 1977, sebuah rencana yang terdiri dari analisis ilmiah, bantuan
ekonomi, pemantauan dan pemulihan medis / dekontaminasi selesai setelah ICMESA
membayar kompensasi kepada para korban. Kemudian operasi dekontaminasi musim
semi dimulai dan pada bulan Juni sistem epidemiologi pemantauan kesehatan bagi
220.000 orang diluncurkan. Pada bulan September Komite Pengarah Internasional telah
dibuat, dibantu dengan ahli terkenal dari seluruh dunia, dalam rangka untuk menilai data
ilmiah yang dihasilkan. Pada bulan Februari 1984 Komite Pengarah Internasional
merilis laporan akhir menyatakan bahwa dengan pengecualian chloracne, tidak ada efek
sakit dapat dikaitkan dengan TCDD.
2. Tahapan Proses Pembersihan dari Limbah
Pembersihan limbah dari tanaman adalah dengan menggunakan pakaian pelindung
dan membersihkan residu bahan kimia dari tanaman. Sampah ini dikemas dalam drum
limbah yang telah dirancang untuk penyimpanan limbah nuklir. Telah disepakati bahwa
limbah akan dibuang dengan cara hukum. Pada bulan September, 941 barel limbah
beracun ICMESA dibuang dari tempat itu. Pada 25 November, lebih dari sembilan
tahun setelah bencana, Roche Group (induk perusahaan dari Givaudan) mengeluarkan
pernyataan publik bahwa limbah beracun yang terdiri dari 42 barel telah dibakar di
Swiss.
3. Tahapan Proses Pidana Kasus Pengadilan
Pada bulan September, Pengadilan Kriminal Monza menjatuhkan hukuman kepada
lima mantan karyawan ICMESA atau perusahaan induknya Givaudan, untuk masing-
masing hukuman penjara mulai dari 2,5 tahun sampai 5 tahun, tetapi mereka
mengajukan banding. Pada bulan Mei 1985, Pengadilan Banding di Milan menemukan
tiga dari lima terdakwa tidak bersalah, dua masih menghadapi tuntutan naik banding ke
Mahkamah Agung di Roma.

2. Konvensi Cemaran
Akibat adanya paparan bahan-bahan tersebut di lingkungan hidup yang dapat
menimbulkan dampak yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia, negara maju
memberikan perhatian khusus untuk melarang dan membatasi ekspor bahan-bahan
kimia dan organik tersebut.
2.1 Konvensi Rotterdam
Konvensi ini adalah persetujuan internasional yang merupakan instrumen hukum
yang mengikat guna mengatur perlindungan lingkungan hidup dan kesehatan manusia
dengan cara memfasilitasi pertukaran informasi mengenai bahan kimia yang dilarang
atau sangat dibatasi penggunaannya. Konvensi ini diadopsi pada tanggal 10 September
1998 di Rotterdam.
Konvensi ini terdiri atas 30 pasal dan 5 lampiran dimana pokok-pokok aturan
konvensi ini adalah :
1. Otoritas nasional yang ditunjuk;
2. Prosedur untuk bahan kimia yang dilarang dan sangat dibatasi;
3. Prosedur untuk formulasi pestisida yang sangat berbahaya;
4. Kewajiban negara pengimpor bahan kimia;
5. Kewajiban negara pengekspor bahan kimia;
6. Notifikasi ekspor;
7. Penerapan konvensi;
8. Kerja sama peningkatan bantuan teknis, pengembangan infrastruktur, dan kapasitas
pelaksanan konvensi.
Bahan-bahan kimia yang diatur dalam konvensi Rotterdam dikategorikan
sebagai pestisida sebanyak 17 jenis, formula pestisida sangat berbahaya sebanyak 5
jenis, dan bahan kimia industri tertentu sebanyuak 5 jenis. Akan tetapi bagi bahan-
bahan kimia selain yang disebutkan di atas, konvensi Rotterdam tidak berlaku untuk
bahan bahan kimia seperti makanan, bahan radioaktif, senjata kimia, bahan-bahan
farmasi, bahan kimia untuk makanan, narkotika dan bahan-bahan psikotropika serta
bahan-bahan kimia yang digunakan dalm jumlah sedikit untuk keperluan penelitian atau
analisa.
Konvensi ini membebankan kewajiban baik kepada negara pengimpor maupun
negara pengekspor. Kewajiban bagi negara pengimpor adalah melaksanakan tindakan
legislatif atau administratif untuk menjamin keputusan yang tepat waktu tentang impor
bahan kimia untuk selanjutnya memberikan tanggapan mengenai impor bahan kimia
tersebut dan memberitahukan kepada sekretariat kemudian mengambil keputusan untuk
menolak atau mengizinkan impor bahan kimia berdasarkan persyaratan tertentu.
Bagi negara pengekspor mempunyai kewajiban untuk melaksanakan tindakan
legislatif atau administratif untuk mengkomunikasikan tanggapan mengenai bahan
kimia yang diteruskan oleh Sekretarit kepada Pihak yang berkepentingan di negara
tersebut serta menjamin para eksportir agar taat terhadap keputusan impor di negara
yang dituju. Negara ini pun wajib membantu pihak importir untuk mendapatkan
informasi dan memperkuat kapasitas dan kapabilitas mengelola bahan kimia serta
menjamin bahan kimia tertentu tidak diekspor bila belum ada keputusan yang jelas dari
negara yang dituju.
Dengan ikut meratifikasi Konvensi ini akan membawa manfaat bagi Indonesia.
Untuk itu diperlukan langkah-langkah seperti melakukan harmonisasi peraturan
Konvensi dengan peraturan pemerintah, keputusan Menteri yang terkait dengan
penggunaan dan perdagangan bahan berbahya dan beracun, serta melakukan
harmonisasi prosedur, mekanisme, dan kriteria bahan kimia yang bebas digunakan,
dilarang, dan dibatasi, termasuk juga simbol dan label.
Langkah selanjutnya adalah dengan menunjuk dan membentuk Otoritas Nasional
yang ditunjuk untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan Konvensi serta membentuk
lembaga yang bewenang dan berperan mengeluarkan izin, pertukaran informasi,
registrasi, notifikasi, mengusulkan bahan kimia yang masuk ke dalam Prosedur dan
mengawasi lalu lintas masuknya bahan kimia.
Kemudian menetapkan beberapa prosedur untuk masuknya bahan kimia industri
dan pestisida dengan memperhatikan seluruh pemangku kepentingan di dalam dan luar
negeri. Dalam menjamin perlindungan masuknya bahan kimia dan pestisida ditetapkan
mekanisme informasi yang terpadu serta sistem pengawasan dan penegakan hukum
yang efektif dan efisien.
2.2 Konvensi Stockholm
Konvensi Stockholm adalah perjanjian internasional bidang lingkungan yang
bertujuan melindungi lingkungan hidup dan kesehatan dari bahan pencemar organik
yang persistent (POPs). POPs (Persisent Organic Pollutants) merupakan sejumlah
bahan pencemar kimia beracun. Berdasarkan definisi tersebut berarti yang dimaksud
dengan persistent-POPs adalah tidak mudah terurai melalui proses fisika, kimia, dan
biologi. POPs juga cenderung berakumulasi pada jaringan lemak manusia dan hewan
serta dapat bertahan di dalam tubuh selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun.
Bahan kimia organik dapat diproduksi oleh manusia dalam bentuk sintesis seperti
POPs. POPs lain seperti dioxin terbentuk sebagai produk sampingan dari reaksi kimia
atau proses pembakaran yang tidak disengaja. Beberapa bahan-bahan kimia POPs
ditemukan pada bahan kimia industri pada peralatan listrik seperti transformator atau
kapasitor yang mengandung Polyclhorinated Biphenyl (PCB). Dioxins dan furans
(produk sampingan) dihasilkan tanpa disengaja dari prosesbleaching (pemutih) pabrik
kertas. Beberapa senyawa POPs digunakan pada sektor pertanian untuk pencegahan
hama seperti Dieldrin dan Diethane Dioxin Tetrachlor (DDT) dan yang lainnya
digunakan pada pengawetan kayu atau sebagai insektisida.
Beberapa studi menunjukkan adanya hubungan antara POPs dengan kesehatan
manusia, dengan adanya implikasi bahan tersebut terhadap sistem reproduksi,
penurunan kekebalan tubuh pada bayi dan anak-anak, kelainan fisik dan mental, dan
kanker. Lebih kronik dari beberapa bahan kimia POPs dapat menyebabkan gangguan
pada fungsi tubuh seperti : hati, paru-paru, ginjal, thyroid, gangguan hormon endocrin,
dan alat reproduksi.
Konvensi Stockholm lahir dari kekhawatiran akan dampak negatif dari bahan kimia
POPs yang mendorong UNEP, WHO, International Forum on Chemical Safety (IFCS),
dan organisasi dunia lainnya mengembangkan Global POPs Actioan Plan untuk
melindungi kesehatan manusia dan lingkunmgan hidup dari POPs yang dilaksanakan
oleh UNEP pada Pebruari 1997 dan disahkan oleh World Health Assembly pada Mei
1997.
Pada bulan Juni 1998 dilaksanakan pertemuan Intergovernmental Negotiating
Commttee (INC) di Montreal dan memulai negosiasi global tentang pemberlakuan
Konvensi untuk mengurangi masalah dampak negatif dari bahan kimia POPs.
Pertemuan negosiator memberikan daftar 12 POPs yang diawasi. Konvensi Stockholm
diadopsi pada Mei 2001 di Stockholm Swedia.
Konvensi Stockholm sendiri bertujuan melindungi lingkungan hidup dan kesehatan
manusia dari bahan pencemar organik yang persistent (POPs). Konvensi Stockholm
didasari oleh prinsip-prinsip Deklarasi Rio, antara lain :
1. Prinsip tanggung jawab bersama yang dibedakan yaitu :semua negara mempunyai
semangat yang sama untuk menjaga, melindungi dan memperbaiki kesehatan dan
integritas ekosistem bumi namun dengan kontribusi yang berbeda disesuaikan
dengan kemampuannya.
2. Prinsip Pencemar Membayar yaitu : otoritas Nasional harus berupaya untuk
memasukkan biaya lingkungan ke dalam kegiatan pembangunan dan penggunaan
instrumen ekonomi, atas dasar pertimbangan bahwa pencemar wajib menanggung
biaya akibat pencemaran.
Konvensi ini mengatur juga kewajiban para pihak yaitu :
1. Mengurangi atau menghentikan pelepasan dari produksi dan penggunaan secara
sengaja;
2. Mendaftarkan POPs yang masuk kategori pengecualian;
3. Mengurangi atau menghentikan pelepsan dari produksi yang tidak dikehendaki;
4. Mengurangi atau menghentikan pelepasan dari timbunan dan limbah;
5. Membuat rencana pelaksanaan nasional;
6. Meningkatkan dan memfasilitasi informasi, pendidikan, dan kesadaran kepada
masyrakat;
7. Kerja sama internasional dan bantuan teknis;
Memberikan iuran sesuai dengan kemampuan.
Agar dapat melindungi lingkungan hidup dan manusia dari POPs maka diperlukan
langkah-langkah seperti :
1. Menghilangkan/menghentikan POPs yang ada dengan cara membuang dan
mengelola persediaan bahan kimia POPs yang sudah tidak terpakai dengan cara
yang benar dan berwawasan lingkungan serta dapat mengidentifikasi peralatan yang
mengandung PCB.
2. Menghindari produksi dan penggunaan POPs lebih lanjut dengan cara menemukan
dan menggunakan alternatif, menghentikan dan membatasi produksi dan
penggunaan lebih lanjut, mengidentifikasi bahan kimia dengan karakteristik POPs
dan menghindari POPs baru, dan membatasi penggunaan DDT untuk pengendalian
vektor penyakit.
3. Mengurangi emisi POPs yang tidak bisa dilenyapkan dengan cara mengidentifikasi
sumber dan mengurangi pelepasan dari POPs yang diproduksi tanpa sengaja,
meningkatkan tindakan yang mencakupi penggunaan teknologi terbaik yang tersedia
dan dapat digunakan khususnya pada proses pembakaran untuk menghindari
keluarnya bahan kima POPs yang tidak diinginkan dari proses tersebut, melanjutkan
pengurangan dan bila mungkin penghilangan secara maksimal dari jumlah
pelepasan Dioxin, Furans, dan PCB.
Untuk mendukung langkah-langkah tersebut di atas dapat juga dilakukan cara-cara
yaitu dengan mengidentifikasi situasi nasional, menetapkan keputusan, dan membuat
rencana pelaksanaan nasional.

3. Dinamika Bahan Toksik Di Lingkungan


Perjalanan suatu polutan dari sumbernya sampai ke tubuh kita dapat berlangsung
sederhana ataupun kompleks. Apabila sebuah kaleng tiner dibuka dalam suatu ruangan
yang tidak berventilasi, maka uapnya kemungkinan tidak akan mengalami perubahan
kimia apapun karena hanya menempuh jarak yang pendek dari kaleng sampai ke
hidung. Sebaliknya apabila suatu pabrik mengeluarkan polutan gas ke udara sejauh 80
kilometer, maka lintasan gas melalui atmosfer relative rumit. Pada situasi yang
demikian ini, pengalaman sehari-hari kemungkinan tidak dapat memberikan prakiraan
pemaparan yang diperlukan terhadap manusia.
3.1 Udara
Di atmosfer terjadi berbagai proses kimia yang dapat merubah bentuk maupun
tingkat toksisitas polutan udara. Kebanyakan polutan ini berbentuk gas, dan beberapa
diantaranya berbentuk suspense dari partikel kecil, cair atau padat (disebut sebagai
aerosol atau partikulat bila hanya berbentuk padat), dan beberapa diantaranya larut
dalam awan atau butir-butir hujan. Polutan dapat mencapai tubuh kita dari udara baik
langsung melalui pernafasan, kontak melalui kulit, atau secara tidak langsung melalui
makanan atau air setelah polutan itu jatuh dari udara ke tanah atau air.
3.2 Air
Di dalam hidrosfer, air secara terus menerus mengalami daur ulang sebagaimana
hujan dan salju, air yang mengalir ke danau dan laut, dan air laut atau air tawar yang
menguap membentuk awan yang kemudian menjadi hujan. Karena banyak polutan
yang larut dalam air, pergerakan air melalui hidrosfer mengakibatkan adanya
pergerakan bahan toksik. Air dapat melarutkan zat-zat polutan, dan merupakan medium
untuk mempercepat reaksi kimia diantara bahan-bahan yang terlarut. Hal ini membuat
hidrosfer merupakan reactor kimia yang dapat mengubah toksisitas dari berbagai bahan.
3.3 Tanah
Karena polutan udara itu biasanya terpancar di atas tanah maka dapat dimengerti
bahwa banyak bahan-bahan toksik di udara akan jatuh ke permukaan bumi dan akan
masuk ke dalam tanah. Dari sini polutan-polutan ini kemungkinan akan mengalami
transformasi kimiawi oleh organism yang hidup di dalam tanah. Sebagai contoh gas
ammonia yang ada di atmosfer cukup mudah larut dalam air. Setelah gas ini larut dalam
air hujan dan jatuh mencapai tanah, ammonia dapat diubah oleh mikroorganisme dalam
tanah menjadi nitrat, yang seperti juga ammonia merupakan suatu unsur hara tanaman.
Zat ini kemungkinan juga dapat diubah oleh mikroorganisme menjadi nitrit, yang lebih
toksik dari pada dua bentuk sebelumnya.
Apakah zat-zat polutan di dalam tanah mengalami atau tidak mengalami
perubahan kimiawi, mereka (atau produk hasil perubahannya) mengalami salah satu
diantara empat nasib berikut. Pertama, kemungkinan zat-zat itu akan diambil atau
diserap oleh tanaman yang tumbuh di tanah (dan kemungkinan dimakan oleh manusia
atau organism lainnya). Kemungkinan kedua, polutan yang ada di dalam tanah itu
digelontor oleh air hujan dan masuk ke badan air. Kemungkinan ketiga bahwa polutan
yang ada di dalam tanah itu cukup mudah menguap dan masuk ke dalam atmosfer.
Akhirnya beberapa polutan tanah, terutama logam-logam toksik tertentu, akan tetap
berada di dalam tanah selamanya, karena zat-zat itu bukan merupakan zat yang mudah
menguap, tidak mudah larut, dan tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman.

4. Karakteristik Dioxin
Dioksin merupakan sebutan untuk sekelompok zat-zat kimia berbahaya yang
termasuk ke dalam golongan senyawa CDD (chlorinated dibenzo-p-dioxin), CDF
(chlorinated dibenzo furan) atau PCB (poly-chlorinated biphenyl). Ada ratusan senyawa
yang termasuk dioksin. Salah satunya yang paling beracun adalah TCDD (2,3,7,8-
tetrachlorodibenzo-p-dioxin). Senyawa-senyawa dioksin mempunyai struktur kimia
yang sangat stabil dan bersifat lipofilik atau tidak mudah larut dalam air namun mudah
larut di dalam lemak. Karena kestabilan strukturnya ini, maka dioksin tidak mudah
rusak atau terurai. Dioksin dapat berada di dalam tanah dan terakumulasi sampai 10-12
tahun. Karena bersifat lipofilik, maka diaoksi dapat terakumulasi dalam pangan yang
punya kadar lemak tinggi. Misalnya, susu, daging (sapi, babi maupun unggas), mentega,
keju, telur bahkan ikan.
Karena dioksin merupakan zat kimia yang bersifat sangat stabil, maka pencemaran
dioksin dalam jumlah sedikit pun cukup berbahaya karena dapat menumpuk sedikit
demi sedikit sampai suatu saat cukup banyak untuk dapat menyebabkan penyakit.
Memang sangat mengerikan efek yang ditimbulkan oleh dioksin dari hasil PLTSa.
Meskipun demikian, bukan berarti dioksin yang dihasilkan dari pembakaran sampah
tidak bisa dijinakan. Sebab, berdasarkan penelitain, ternyata dioksin itu dihasilkan dari
hasil pembakaran bersuhu di bawah 800 derajat celsius. Lebih panas dari itu, dioksin
akan nol. Karena itulah, pembakaran sampah di rumah-rumah merupakan salah satu
kontributor penghasil dioksin.
Titik cair dioksin pada suhu 305oC dan destruksi termal baru terjadi pada suhu
700oC, sehingga untuk menghancurkannya secara sempurna perlu suhu 1.000
1.500 oC. Tidak heran bila EPA memperkirakan waktu paruh dioksin di lapisan tanah
antara 10 dan 30 tahun. Selain lewat pemananasan sekitar 1.000 derajat celcius, dioksin
pun dapat ''dicerna'' dengan menggunakan karbon aktif. Zat ini juga sekaligus berperan
untuk menyerap uap merkuri dan gas CO. Dan pada hampir PLTSa, selalu ada proses
ini.
Dioksin dapat bertahan di lingkungan dalam waktu yang lama (persisten) sehingga
akan terakumulasi dalam tanah dan hewan termasuk manusia (bioakumulasi). Dioksin
adalah salah satu jenis organoklorin yang memiliki empat klor, dua oksigen dan dua
cincin benzena. Klor adalah unsur halogen yang sangat reaktif sehingga mudah bereaksi
dengan senyawa organik maupun senyawa lainnya. Sebagian besar organoklorin
menimbulkan efek toksik seperti dioxin dan furan. Zat kimia mematikan ini ditemukan
dalam konsentrasi tinggi di daerah masyarakat pesisir yang mempunyai pabrik pulp
(Powell River, Squamish, Duncan, Nanaimo, and Campbell River). Dioxin sering
digunkaan untuk menyatakan tiga jenis zat kimia dengan toksisitas akut yaitu dioksin,
furan dan polychlorinated biphenyls (PCBs) yang semuanya memiliki dua cincin
benzena dan senyawa klorin. Bentuk dioksin yang paling toksik adalah 2,3,7,8-
tetrachlorodibenzo-p-dioxin (TCDD). Dalam industri kertas dioksin terbentuk dari
klorin yang berikatan dengan senyawa organik dalam kayu.
Dioksin adalah nama senyawa yang diberikan pada suatu kelompok senyawa kimia
yang bersifat super-toxic, yang jumlahnya ratusan, yang keberadaannya sangat
mengganggu dalam lingkungan hidup. Senyawa dioksin yang paling beracun adalah 2,
3, 7, 8 tetrakloro-dibenzon-p-dioksin atau TCDD. Daya keracunan dari senyawa dioksin
lainnya seperti PCB (Poliklorit Bifenils) yang bertingkah laku menyerupai dioksin,
diukur dan disetarakan secara relatif terhadap TCDD. Dioksin terbentuk secara tidak
sengaja sebagai produk samping dari proses industri kimia yang melibatkan klorin,
termasuk di dalamnya proses pembakaran sampah insinerasi, produksi samping industri
pembuatan pestisida dan pulp serta proses pemutihan (bleaching) kertas. Dioksin
merupakan senyawa racun utama yang terdapat dalam Agent Orange, yang ditemukan
pada Love Canal di Niagara Fall, Amerika Serikat, yang mengakibatkan penduduk
setempat berbondong-bondong meninggalkan daerah tersebut. Dioksin dibentuk
sewaktu terjadinya pembakaran senyawa yang berbasis klorin dengan hidrokarbon.
Dalam praktiknya, sumber kontaminasi utama dari dioksin berasal dari lingkungan yaitu
sebanyak 95 persen berasal dari insinerator hasil pembakaran limbah atau sampah yang
mengandung klorin. Sumber utama ekspose dioksin bagi kesehatan manusia berasal dari
bahan pangan. Karena dioksin bersifat larut dalam lemak, maka terakumulasi dalam
pangan yang relatif tinggi kadar lemaknya. Kandungan dioksin tersebar (97,5 persen) ke
dalam produk pangan secara berurutan konsentrasinya yaitu daging, produk susu, susu,
unggas, daging babi, daging ikan, dan telur. Pada daging ikan saja, dioksin dapat
terakumulasi dalam rantai pangan, sehingga tingkat kadar dioksinnya mencapai 100.000
kali dari kadar dioksin yang terdapat dalam lingkungan sekitarnya.
4.1 Sumber Dioxin
Dioksin sangat jarang terdapat dalam alam, sebagian besar dioksin berasal dan
datang atau bersumber dari manusia. Sejarah mengapa dioksin mulai terakumulasi ke
dalam lingkungan hidup yaitu ketika founder perusahaan Dow Chemical (Midland,
Michigan) menemukan suatu cara membelah molekul garam dapur (NACl) sehingga
pecah menjadi atom-atom natrium dan atom klorin. Dengan demikian, hal itu menjadi
tonggak sejarah pertama kali manusia mampu menghasilkan jumlah klorin bebas secara
besar-besaran. Disebut klorin bebas karena tidak melekat pada senyawa atau atom lain.
Pada awalnya, mereka kebingungan mau diapakan klorin bebas tersebut, yang
merupakan limbah yang tidak tahu kegunaannya dan bersifat berbahaya. Namun tidak
lama kemudian, mereka menemukan pemanfaatan limbah tersebut menjadi produk yang
berguna dengan cara menempelkan atom-atom klorin pada molekul petrokimia
hidrokarbon, dan akibatnya, selama tahun 1930-1940-an terciptalah berbagai produk
klorinat-hidrokarbon. Lahirnya senyawa baru tersebut, mampu meningkatkan
perkembangan berbagai produk jenis pestisida yang saat ini berkembang mendampingi
kehidupan manusia, di samping berkembang pula berbagai jenis pelarut, serta plastik
yang dapat dihasilkan dari klorin bebas tersebut.
Sumber utama pemasok dioxin pada lingkungan adalah industri pestisida.
Penggunaan pestisida tidak hanya untuk membunuh hama dibidang pertanian maupun
perkebunan tapi juga digunakan sebagai alat untuk berperang. Seperti yang terjadi pada
perang Vietnam penggunaan herbisida Agent Orange dalam Perang Vietnam (1960
1970) ternyata juga menyemburkan dioksin. Sumber dioxin berasal dari Agent Orange
yang berfungsi untuk merontokkan dedaunan agar hutan-hutan Vietnam tidak bisa
digunakan untuk bersembunyi tentara Vietkong.
Selain pestisida, industri pulp and paper juga merupakan pemasok dioxin. Menurut
Judi Tjahjono peneliti dari Balai Besar Pulp dan Kertas (BBPK), dalam seminar
teknologi pulp dan kertas 2007 di Bandung, Dewasa ini teknologi pemutihan
nampaknya cenderung lebih banyak ke arah pemakaian khlordioksida dan oksigen
untuk prebleaching. Penggunaan khlordioksida pada tahap awal pemutihan
menghasilkan buangan dengan kandungan bahan beracun yang lebih rendah apabila
dibandingkan dengan khlor. Dari informasi yang diperoleh dari Badan pengkajian dan
Penerapan Teknologi (BPPT), di Indonesia terdapat 18 perusahaan pulp dengan total
produksi 6,29 juta ton per tahun dan laju pertumbuhan ekonominya 2,25 persen. Pada
umumnya, mereka masih menggunakan khlorin. Itu artinya pembuatan kertas masih
menghasilkan senyawa berbahaya. Proses penyemprotan pada industri kertas dan pulp
menggunakan pemutih klorin.
Perkembangan keberadaan dioxin di lingkungan sejak tahun 1987 hingga 2000
yang dilakukan oleh U.S. EPA (Environmental Protection Agency) pada tahun 2006.
Menunjukan bahwa sumbangan dioxin terbesar pada tahun 1987 berasal dari lumpur
badan perairan dimana umumnya pabrik-pabrik membuang limbahnya ke badan
perairan. Penyumbang terbesar kedua berasal dari limbah rumah sakit dan ketiga dari
hasil pembakaran yang menggunakan suhu tinggi yang berasal dari industry kemudian
diterbangkan ke udara.
Bila senyawa tersebut dimanufaktur atau dibakar, terbentuklah dioksin sebagai
produk samping. Pada 20 tahun terakhir, masyarakat mulai membakar sampah-sampah
keluarga, demikian halnya dengan sampah industri serta sampah medis, dibakar
bersama dalam insinerator. Pembakaran yang disebabkan oleh kendaraan bermotor
mempunyai kontribusi yang paling kecil. Pada tahun 1995 terjadi pergeseran
sumbangan dioxin pada lingkungan, pembakaran-pembakaran pada suhu tinggi,
misalnya pembakaran hutan atau akibat industry mempunyai kontribusi yang besar
terhadap keberadaan dioxin pada lingkungan. Hasil temuan pada tahun 2000,
menunjukan bahwa sudah ada usaha dari industri-industri untuk meminimalisasi
limbahnya yang dibuang ke badan perairan. Sumbangan tertinggi adalah terjadinya
pembakaran yang tinggi terhadap bahan-bahan industri yang mengandung dioxin serta
berkembangnya usaha transportasi atau kendaraan bermotor yang menggunakan oli
merupakan penyumbang dioxin ke udara. Hasil penelitian Prof. Dr. drh. Mirnawati dan
B. Sudarwanto dari Fakultas Kedokteran Hewan IPB menunjukan bahwa Oli termasuk
penghasil dioxin bila dilakukan proses pembakaran. Selain itu pabrik plastik polyvinyl
chloride (PVC) adalah merupakan salah satu sumber pencemar dioxin pada lingkungan.
Selain itu alam juga turut menyumbang dioksin. Pundi-pundinya berasal dari
kebakaran hutan maupun aktivitas gunung berapi. Dalam tingkatan yang rendah dioksin
juga bisa ditemukan di semua lingkungan (udara, air, dan tanah). Karena sifat fisik dan
kimianya, dioksin terutama ditemukan di lapisan tanah, sedimen, dan biota. Aktivitas
pembakaran sampah plastik juga ditengarai sebagai penyebar dioksin.
Table 1. Sumber penghasil dioxin

1987 1995 2000


RAN Source Amou % Source Amo % Source Amo %
K nt Total unt Total unt Total
1 Municipal 8905 63.8% Municipal 1394 40.5% Backyard 498.5 35.1%
Waste Waste Barrel
Combusti Combustio Burning
on n
2 Medical 2570 18.4% Backyard 628 18.2% Medical 378 26.6%
Waste Barrel Waste
Incinerati Burning Incineration
on
3 Secondar 983 7.0% Medical 487 14.1% Municipal 89.7 6.3%
y Copper Waste Wastewater
Smelting Incineration Treatement
Sludge
4 Backyard 604 4.3% Secondary 271 7.9% Municipal 83.8 5.9%
Barrel Copper Waste
Burning Smelting Combustion
5 Bleached 370 2.6% Cement 156 4.5% Coal-fired 69.5 4.9%
Pulp & Kilns Utility
Paper Boilers
Mills
6 Cement 118 0.8% Municipal 133 3.9% Diesel 65.4 4.6%
Kilns Wastewater Heavy-duty
Treatement Trucks
Sludge
7 Municipal 85 0.6% Coal-fired 60 1.7% Industrial 41.5 2.9%
Wastewat Utility Wood
er Boilers Combustion
Treateme
nt Sludge
8 Coal-fired 51 0.4% EDC/VCM 36 1.0% Diesel Off- 33.1 2.3%
Utility Production road
Boilers Equipment
9 Automobi 38 0.3% Diesel 33 1.0% EDC/VCM 30 2.1%
les Using Heavy-duty Production
Leaded Trucks
Gasoline
10 2,4-d 33 0.2% Bleached 30 0.9% Sintering 27.6 1.9%
Pulp & Plants
Paper Mills
OTHER 208 1.5% OTHER 216 6.3% OTHER 104.9 7.4%
TOTAL 13,965 100% TOTAL 3,444 100% TOTAL 1,422 100%

5. Dioxin Serta Dampaknya Terhadap Kesehatan


EPA (Environment Protection Agency) Amerika Serikat mengungkapkan, dioksin
dianggap begitu berbahaya sehingga tidak ada kadar yang dianggap ''aman'' ekspose
dioksin bagi manusia. Efeknya macam-macam seperti kanker dan jika terakumulasi bisa
menyebabkan kematian. Dalam tubuh sembilan puluh (90) persen, dioksin masuk ke
tubuh manusia melalui makanan. Sisanya baru lewat pernapasan dan kulit. Sehingga
pada dekade akhir-akhir ini di Indonesia sudah ada usaha dari dinas kesehatan untuk
mengontrol makanan-makanan asal dari Negara Amerika dan Eropa.
5.1 Jalur Masuk Dioxin Dalam Tubuh Manusia
Dioksin, dianggap sebagai senyawa organik hasil ulah manusia yang paling
beracun. Keracunannya hanya menempati nomor dua setelah keracunan limbah
radioaktif yang mengerikan itu. Masuknya dioksin ke tubuh manusia bisa secara
langsung lewat udara dan air ataupun lewat rantai makanan.
Setelah masuk ke dalam tubuh melalui selaput sel, dioksin bersatu dengan protein
dasar reseptor. Maka dioksin pun akan masuk ke dalam inti sel. Di sini ia berinteraksi
dengan DNA dan menyerang gen yang mengontrol banyak reaksi biokimia seperti
sintesa dan metabolisme hormon, enzim, maupun faktor pertumbuhan, sehingga bisa
menimbulkan dampak dari kelainan janin sampai kanker. Dioksin merupakan senyawa
yang mampu mengacaukan sistem biologis hormon, yaitu dengan cara bergabung
dengan reseptor hormon, sehingga mengubah fungsi dan mekanisme genetis dari sel,
dan mampu menurunkan daya kekebalan tubuh serta kekacauan sistem urat saraf,
keguguran kandungan, malahan dapat berakibat cacad kelahiran (birth deformity).
Dioksin secara langsung mampu menurunkan sel B dan secara tidak langsung
menurunkan jumlah sel T yang berperan dalam daya kekebalan tubuh.
Dioksin dapat pula menembus plasenta. Artinya, ibu hamil yang tercemar dioksin
akan mengalirkan dioksin kepada bayi yang dikandungnya. Selain itu, dioksin juga
dapat masuk ke dalam tubuh bayi melalui ASI. Sehingga bayi yang dikandung atau
sedang disusui oleh seorang ibu yang tercemar dioksin. Homepage Indigineous
Environmental Network menyatakan, ASI wanita Amerika mempunyai konsentrasi
dioksin yang tinggi, yaitu 500 kali lebih tinggi daripada susu sapi.
Dioksin adalah senyawa kimia yang bersifat hidrofobik, artinya bila dioksin berada
dalam air, akan menghindari air ia lebih suka jaringan lemak. Sehingga bila senyawa
dioksin berada dalam badan perairan akan terikat kuat dalam jaringan lemak ikan
daripada dalam badan perairan. Hasil penelitian menunjukan tingkatan dioksin dalam
ikan, "100.000 kali lebih banyak dibandingkan dengan lingkungan sekitar".
5.2 Pengaruh Dioxin pada beberapa Species Hewan
Pada beberapa species burung atau ikan dengan dioksin akan mempunyai sifat
terakumulasi pada jaringan lemak. Hasil penelitian menunjukan bahwa pada ikan
Salmon dan jenis ikan lainnya, dioksin jenis organoklorin akan menyebabkan kerusakan
genetis dan penurunan daya tahan tubuh. Sedangkan dampak pada makhluk hidup
lainnya menunjukkan adanya perubahan perilaku, penurunan tingkat reproduksi,
pembesaran kelenjar thyroid serta penurunan tingkat kesuburan. Dampak yang
ditimbulkan terhadap species beberapa burung terjadinya penurunan populasi. Seperti
contoh pada burung elang rata-rata reproduksi burung elang menurun akibat penipisan
sel kulit telurnya. Sehingga telur elang tidak dapat dierami, begitupun dengan burung
bangau putih di Jepang.
5.3 Pengaruh Dioxin dalam Tubuh Manusia
Dioxin dalam jumlah sedikit saja sudah berbahaya, sementara dalam jumlah besar
ia bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker). Paparan dalam konsentrasi tinggi akan
menimbulkan penyakit kulit chloracne. Penelitian lain juga mengungkapkan bahwa
dioksin berpengaruh terhadap hormon reproduksi pria, meskipun hal ini memerlukan
penelitian lebih lanjut.
Dari beberapa penelitian baru-baru ini diketahui bahwa dioksin merupakan salah
satu penyebab utama penyakit kanker yang mematikan. Selain itu, dioksin juga dapat
menyebabkan kanker prostat dan kanker testis, chloracne (penyakit kulit yang parah
disertai dengan erupsi kulit dan kista), peripheral neuropathies, depresi, hepatitis,
pembengkakan hati, gangguan sistem saraf, gangguan sistem imunitas atau pertahanan
tubuh, gangguan proses pertumbuhan pada anak, dan lain-lain. Dioksin juga dapat
menyebabkan gangguan hormonal baik pada pria maupun wanita. Selain itu bisa
mengganggu sistem reproduksi pria dan wanita, menurunkan jumlah sperma pada pria,
dan menyebabkan gangguan pada kehamilan. Pada wanita dioksin dapat menyebabkan
kanker payudara dan endometriosis. Penyakit endometriosis. Ini adalah keadaan di
mana jaringan selaput lendir rahim yang masih berfungsi tumbuh di luar rongga rahim,
bisa di indung telur, dinding rahim, rongga panggul, atau tempat lain. Sebelumnya
penyakit ini jarang menyerang wanita Amerika. Kini jumlahnya mencapai lima juta.
Pada para wanita, kemungkinan untuk terbentuknya kanker payudara selama hidupnya
meningkat dari 5% pada tahun 1960 menjadi 20% pada saat ini.
Sedangkan pada pria saat ini, jumlah sperma pria turun hingga 50% dibandingkan
50 tahun silam. Sementara sifat karsinogenik dioksin membuat tingkat kasus kanker
prostat naik dua kali lipat dan kanker testis berlipat tiga. Selain itu masih banyak
gangguan-gangguan yang ditimbulkan oleh zat bioakumulasi ini. Misalnya gangguan
perilaku, meningkatnya penyakit kencing manis (diabetes), dan rusaknya kekebalan
tubuh cuma sebagian di antaranya. Karena berlaku seperti "hormon lingkungan", maka
dioksin akan menimbulkan malapetaka pada banyak proses biokimia alami tubuh.
5.4 Ambang Batas Aman Konsumsi Dioksin pada Manusia
Mata rantai masuknya senyawa dioksin pada manusia tidak saja melalui udara tapi
juga malalui air minum, sayur, buah, daging, dan bahan makanan lain. Hasil penelitian
menunjukan bahwa 97,5% senyawa kimia dioksin ditemukan pada daging, ikan, dan
produk olahan susu. Dilaporkan juga pada EPA bahwa menurut pemerintah Belgia,
ayam-ayam dari peternakan yang sudah tercemar dioksin mengandung kadar dioksin
sebesar 700 1.000 pikogram per satu gram lemak.
Tahun 1998 WHO menetapkan ambang batas aman konsumsi dioksin, yakni
sekitar 1 hingga 4 pikogram dioksin per kilogram berat badan. Seandainya berat badan
60 kg, batas amannya adalah 240 pikogram dioksin. Lebih dari itu, dioksin sangat
berbahaya bagi kesehatan, Karena dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan
yang serius.
Dari hasil evaluasi EPA (1994), telah dikonfirmasikan bahwa dioksin merupakan
senyawa organik yang paling beracun pada manusia, pengaruhnya sangat negatif
terhadap risiko kesehatan, bahkan dengan dosis yang sangat kecil yaitu 10-15 ppt (part
per trillion), yang terakumulasi selama hidup. Berdasarkan hal tersebut, EPA
menetapkan ambang batas dioksin yang masih ''dapat diterima'' adalah sekitar 0,006
pikogram (seper juta-juta gram) per kilogram berat badan, atau sekitar 0,40 pikogram
untuk seorang dewasa.
Kadar dioksin yang terkandung dalam bahan makanan disampaikan oleh EPA
(USA) dalam satuan pg/hari. Total ekspose sekitar 119 pg/hari; pg = pycogram = 10
pangkat -12 gram. Kandungan dioksin dalam bahan makanan dapat terlihat pada table
dibawah ini;
Tabel 2. Kandungan dioksin dalam bahan makanan
No Nama Produk Kadar
1. Daging 38
2 Ikan 7,8
3 Produk susu 24
4 Telur 4,1
5 Susu sapi 17,6
6 Pernapasan 2,2
7 Unggas 12,9
8 Tanah 0,8
9 Daging babi 12,2
10 Air tidak ada

5.5 Ubah Pola Makan


Menurut Mirnawati, pakar dioksin dari Institut Pertanian Bogor, mengeliminasi
makanan tertentu yang dianggap sebagai sumber residu dioksin tidak akan
menyelesaikan masalah, malah justru bisa menambah masalah akibat kurangnya zat
makanan tertentu yang esensial. Misalnya susu. Mengeliminasi susu bisa menyebabkan
tubuh kekurangan kalsium, atau laktosa, yang sangat dibutuhkan bayi untuk
mengembangkan sel-sel otaknya. Solusi yang tepat adalah mencari susu rendah lemak.
Skim contohnya. Bagi ibu hamil atau menyusui, jangan minum susu yang full milk.
Maka upaya yang bisa dilakukan adalah meminimalkan atau mengurangi paparan
dioksin. Caranya bisa dengan memilih potongan daging yang tidak berlemak atau
sedikit lemaknya. Upaya lain adalah dengan mengubah pola makan, yakni porsi sedang
dan lebih banyak ragamnya. Dan bagi yang suka sayuran dan buah-buahan, jangan lupa,
cucilah sebelum memakannya.
Pencegahan bisa diawali dengan melindungi tubuh dari kontaminan dioksin.
Menurut Arnold Schecter, guru besar pengobatan pencegahan dari State University of
New York Health Science Center di Binghamton, caranya dengan mengurangi atau
kalau bisa menghindari konsumsi daging, ikan, dan produk olahan susu. Alasannya,
makanan tersebut memiliki konsentrasi dioksin yang lebih tinggi dibandingkan dengan
buah-buahan dan sayuran. Asisten Administrator EPA, Lynn Goldman, juga
menekankan, kadar dioksin dalam tumbuhan sangat rendah.
Pembakaran sampah plastik juga harus dihindari. Demikian pula dengan kayu yang
diawetkan dengan pentachlorphenol. Hati-hati pula terhadap deodoran danmedicated
soap yang memakai bahan hexachlorphen dan obat anti jamur hexoclorbenzene. Zat-zat
tadi, ditambah DDT, aldrin, dieldrin, dan endrin, masuk kategori persistent organic
pollutant (POP).
Data dan informasi dari negara maju, khususnya Amerika Serikat sebagai
pertimbangan. Daging ternak, terutama daging sapi dan babi termasuk daging yang
paling tinggi kandungan dioksinnya. Karena alasan usaha mengurangi konsumsi produk
tersebut, dilihat dari segi keamanan pangan dianggap langkah bijaksana. Meskipun
daging ayam memiliki kadar dioksin terendah, tetapi masih cukup bermakna dalam
mengganggu kesehatan manusia. Yang jelas produk nabati, seperti tahu, tempe, biji-
bijian, kacang-kacangan masih dianggap paling praktis dan aman karena biasanya tidak
terkontaminasi oleh dioksin. Bila ingin mengkonsumsi susu, pilihlah mengkonsumsi
susu skim (non fat), hindari semua produk susu yang penuh lemak, seperti mentega,
keju dan ice-cream. Untuk golongan menengah ke bawah hal itu sudah tiap hari
dilakukan.
5.6 Bahan Lain yang Berpotensi sebagai Pencemar
Hindarkan diri dari sentuhan bahan organik yang mengandung ''kloro'' yang dapat
dikenali dari bagian namanya seperti pengawet kayu pentoklorofenol, yang barangkali
merupakan salah satu bahan kimia yang terdapat dalam alat rumah tangga yang tinggi
potensinya dalam kandungan dioksin. Hindarkan chlorine bleach product (sodium
hipoklorit), gunakan kertas yang tidak di-bleach. Mainan anak yang terbuat atau
dikemas dalam PVC (label V atau #3-plastic) sebaiknya dihindarkan dari anak. Mainan
anak yang mengandung beads PVC, sering menyebabkan penyakit kanker dari uap
vinilklorit yang diproduksi, produk tersebut sering juga terkontaminasi dioksin.
Hindarkan dari penggunaan saran wrap, atau cling-type plastic wrap. Kini banyak
pembungkus aman yang disebut non-chlorinated plastic. Disarankan agar mencuci
semua buah-buahan dan sayuran untuk membuang residu pestisida klorofenol.
Hindarkan diri dari deodorant soap, atau yang mengandung triklosan, suatu senyawa
klorofenol.
5.7 Usaha Mereduksi Dioksin
Salah satu usaha untuk mereduksi ancaman dioksin adalah cegah pembakaran
sampah, pelarangan industri manufaktur PVC dan senyawa kimia klorinat lain. Tekan
dengan peraturan pemasaran produk-produk yang berpotensi tinggi terkontaminasi
dioksin. Sebagai langkah preventif, larangan Dirjen POM terhadap impor produk
daging, ayam dan telur dari Eropa, perlu mendapat dukungan oleh mereka yang peduli
terhadap keamanan pangan dan hidup sehat. Untuk itu diusulkan untuk membuat enzim
di dalam negeri. Untuk pembuatan enzim kita membutuhkan ahli genetika. Hambatan
lainnya adalah kemampuan dari SDM. Itu pula yang menjadi alasan kenapa
pabrik pulp tidak ada di pulau Jawa. Selain karena jauh dengan bahan baku alasan
utamanya adalah Jawa terlalu padat penduduk. Sedangkan proses pulp masih berisiko.
Penggunaan enzim xylanase sudah digunakan beberapa negara sejak beberapa
tahun yang lalu. Sedangkan Indonesia , harus dipancing dengan penggunaan di salah
satu perusahaan. Dalam proses produksi secara konvensional tahapan bleaching dalam
proses pulping masih bergantung kepada penggunaan bahan kimia (yang merupakan 6
persen dari total harga bahan dan energi), terutama klorin dan sulfur.

6. Studi Kasus
Pada tahun 1949, terjadi kecelakaan di pabrik herbisida 2,4,5-T Monsanto plant di
Nitro, West Virginia. Dalam kasus tersebut 250 pekerja terkena penyakit chloracne,
yaitu penyakit kulit yang akan menimbulkan efek gatal-gatal memerah. Baru pada tahun
1955, Karl Schultz (seorang dokter Jerman) melaporkan bahwa penyakit chloracne
tersebut adalah akibat racun dioksin. Kasus Belgia mirip dengan Time Beach. Lemak
yang dipakai dalam pabrik pakan ternak, "tercampur" dengan oli bekas.
Pada tahun 1949, terjadi kasus meledaknya pabrik kimia Hoffman-LaRoche di
Seveso, Italia. Akibatnya, sejumlah besar TCDD terlepas sampai ke atmosfer. Di daerah
sekitar pabrik, hewan-hewan mati, terjadi destruksi vegetasi, penduduk mengalami
keracunan akut, kasus-kasus chloracne, abortus, dan kelainan kongenital. Bahkan
penelitian yang dilakukan Bertozzi dkk. pada tahun 1993 menemukan adanya
peningkatan kasus kanker. Penelitian tentang dioxin sudah dilakukan sejak tahun 1970,
dalam darah kelompok masyarakat yang tinggal pada aliran sungai pabrik kertas
terdeteksi kadar dioxin dalam darah sebesar 20 ppt (part per triliun).
Pada tahun 1976 bahwa masyarakat yang tinggal pada daerah industry Seveso,
Italia rata-rata dalam darahnya mengandung dioxin dengan kadar yang tinggi. Pada
tahun 1998 Viktor Yushchenco melakukan penelitian perempuan-perempuan di Austria,
Ukrainian, hasil penelitian menunjukan bahwa keluarga-keluarga tersebut mempunyai
kadar dioxin yang tinggi dalam darahnya. Ditemukan kadar dioxin terendah mencapai
100.000 ppt dan tertinggi mencapai 144.000 ppt (part per trillion). Pada tahun 2004
penelitian Viktor Yushchenco dilanjutkan oleh Professor Abraham Brouwer dari
Universitas Amsterdam jurusan toksikologi. Hasil penelitian tersebut menunjukan
bahwa darah dari perempuan-perempuan Ukraina tersebut positif mengandung 2,3,7,8-
TCDD. Gejala-gejala dari tingginya kadar dioxin dalam darah adalah bila dalam
masyarakat banyak ditemukan penyakit yang terkait dengan gastrointestinal.
Penggunaan herbisida Agent Orange dalam Perang Vietnam (1960 1970) ternyata
juga menyemburkan dioksin. Agent Orange digunakan untuk merontokkan dedaunan
agar hutan-hutan Vietnam tidak bisa digunakan untuk bersembunyi tentara Vietkong.
Tahun 1983, kantor veteran Chicago mencatat ada 17 ribu lebih veteran yang
mengklaim ganti rugi akibat dioksin sewaktu bertugas di Vietnam. Klor organik dari
klorin akan menghasilkan dioksin yang sifatnya tetap ada di dalam tubuh. Senyawa ini
resisten kronik penyebab kanker.
Terbakarnya kabel PVC di Beverly Hills Supper Club bahkan merenggut nyawa
161 orang. Kebakaran tahun 1977 itu menimbulkan asap putih. Menurut salah seorang
pekerja di situ, asap pedas yang mengandung gas hidrogen klorida (HCl) itu bisa
bereaksi dengan pewarna kuku. Bahkan hasil reaksi tersebut dapat memakan kuku.
Ketika terhirup dan masuk ke dalam paru-paru bersama udara yang mengandung air,
HCl akan berubah menjadi asam klorida yang korosif. Akibatnya, yang selamat pun
mengalami luka parah pada saluran pernapasannya.

7. Mengurangi Dampak
Limbah cair industri, pertanian, perkotaan dan rumah tangga selain mengandung
senyawa berat (Cd, Cu, Hg, Zn dll.), juga mengandung berbagai macam senyawa
organik, seperti dioxin, phenol, benzene, PCB, dan DDT. Sistem pengolahan limbah cair
yang ada sekarang umumnya mempergunakan cara kombinasi antara pemakaian
chlorine serta sistem condensasi, sedimentasi, dan filtrasi. Sedangkan untuk pengolahan
limbah organik banyak mempergunakan microbiologi, karbon aktif atau membran
filtrasi. Namun, limbah organik semakin banyak yang sulit untuk diuraikan dengan
microbiologi atau membran filtrasi, serta membahayakan keselamatan makhluk hidup,
meskipun dalam kandungan konsentrasi yang sangat kecil (ppm/ppb) seperti, senyawa
dioxin, furan, dan atrazine.
Dewasa ini teknologi pemutihan pada pabrik pulp dan paper nampaknya cenderung
lebih banyak ke arah pemakaian khlordioksida dan oksigen untuk prebleaching.
Penggunaan khlordioksida pada tahap awal pemutihan menghasilkan buangan dengan
kandungan bahan beracun yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan khlor. Untuk
menciptakan proses yang ramah lingkungan, ditemukan cara dengan penggunaan enzim
xylanase. Xylanase dapat meningkatkan derajat putih maupun meningkatkan kekuatan
fisik. Dari hasil penelitian menunjukkan dari segi teknis, xylanase memberikan
kontribusi yang sangat baik dalam peningkatan kualitas produk pulp putih, menghemat
penggunaan bahan kimia pemutih, dan meningkatkan kualitas air limbah yang
dihasilkan.
Xylanase sendiri mempunyai sejumlah kekurangan yakni masalah korosi, kesulitan
mengontrol waktu tinggal, penurunan indeks sobek, dan pengendalian bleach plant.
Namun, kekurangan tersebut tidak begitu sebanding dengan proses dan limbahnya yang
ramah lingkungan. Penggunaan enzim ini kurang diminati perusahaan karena harganya
mahal dan masih impor. Harga 1 liter enzim xylanase Rp 15 ribu. Kapasitas
penggunaannya sekitar dua persen dalam satu ton, atau 1.000 kg membutuhkan 20 kg
enzim.
Cara lain yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah limbah organik adalah
dengan teknologi ozone. Teknologi ozone yang dapat digunakan dalam proses
pengolahan limbah cair ini mampu membersihkan limbah cair hingga mendekati 100
persen (Japan Engineering newspaper, 1996). Ozone yang dikenal sebagai oksidant
kuat, selain dapat menghancurkan senyawa-senyawa organik, juga sekaligus dapat
membunuh bakteri yang terkandung dalam limbah tadi. Meskipun demikian masih ada
beberapa kendala yang harus diselesaikan pada teknologi ozone ini, seperti tingginya
biaya operasional serta adanya sisa ozone yang tertinggal dalam air setelah proses
pengolahan berlangsung. Sisa ozone yang memiliki kadar cukup tinggi, akan dapat
membahayakan manusia.
Teknologi yang kemudian diperkenalkan untuk mengatasi limbah cair setelah
teknologi ozone ini adalah teknologi plasma. Ozone sendiri dapat dibuat dengan
mempergunakan teknologi plasma (Siemens 1857). Dewasa ini teknologi plasmalah
yang paling banyak dipergunakan untuk membuat ozone. Jadi, secara tidak langsung
teknologi ozone adalah pemanfaatan dari teknologi plasma itu sendiri.
Selanjutnya, teknologi plasma juga dapat dipergunakan secara langsung dalam
proses pengolahan limbah cair. Salah satu cara adalah dengan membuat plasma dalam
air. Seperti halnya plasma di udara, plasma dapat juga dibuat dalam air. Proses
pembuatannya sendiri hampir sama, hanya saja pembuatan plasma dalam air
memerlukan energi sedikit lebih besar dibandingkan pembuatan plasma di udara,
mengingat air adalah materi yang dapat mengalirkan arus listrik. Plasma dalam air dapat
menyebabkan timbulnya berbagai proses reaksi fisika dan kimia, seperti sinar
ultraviolet, shockwave, species aktif (OH, O, H, H2O2), serta thermal proses.
Banyaknya reaksi fisika dan kimia yang dihasilkan oleh plasma dalam air, membuat
teknologi ini dapat merangkum beberapa proses yang dibutuhkan dalam pengolahan air
limbah. Sinar ultraviolet yang dihasilkan mampu mengoksidasi senyawa organik
sekaligus membunuh bakteri yang terkandung dalam limbah cair. Shockwave yang
ditimbulkan mampu menghasilkan proses super critical water yang juga berperan dalam
proses pengoksidasian senyawa organik. Dan, yang paling penting banyak dihasilkan
species aktif seperti OH, O, H, dan H2O2 yang merupakan beberapa oksidant kuat yang
dapat mengoksidasi berbagai senyawa organik sekaligus juga membunuh bakteri dalam
limbah cair tersebut. Dan, tidak ketinggalan panas yang dihasilkan oleh plasma ini pun
berperan dalam berbagai proses pengoksidasian.
Dari berbagai kelebihan proses yang dimilikinya, teknologi plasma dalam air mulai
mendapat perhatian khusus terutama untuk mengolah limbah organik yang umumnya
mengandung berbagai macam jenis senyawa organik. Dari berbagai percobaan
laboratorium, teknologi plasma dalam air sangat efektif untuk menguraikan senyawa
organik seperti TNT, phenol, trichloroethylene, atrazine, dan berbagai jenis zat warna
(dye).
Teknologi plasma untuk mengolah limbah cair baik dengan teknologi ozone
maupun dengan teknologi plasma dalam air memiliki banyak kelebihan dibandingkan
dengan cara konvensional, microbiologi maupun membran filtrasi. Di antaranya proses
penguraian senyawa organik berlangsung sangat cepat, pembuatan peralatan serta
maintenance yang mudah, serta species aktif yang dihasilkan dapat menguraikan hampir
seluruh senyawa organik.
Di Jepang dalam sepuluh tahun terakhir, penggunaan teknologi ozone maupun
teknologi plasma berkembang sangat pesat. terlebih lagi setelah ditetapkannya
perundangan tentang Dioxin dan sejenisnya (January 2001). Di mana dioxin dapat
diuraikan dengan mempergunakan kombinasi dari ozone dan sinar ultraviolet atau
ozone dan hydrogen peroxide.

8. Proses Pengolahan Dengan Metode Insinerasi


Insinerasi atau pembakaran digunakan untuk rentang yang sangat luas sebagai
pengolahan limbah. Insinerasi itu sendiri umumnya hanya satu bagian dari sistem
pengolahan limbah kompleks untuk manajemen keseluruhan dari berbagai limbah yang
timbul dalam masyarakat.
Tujuan dari pembakaran sampah adalah untuk mengolah limbah sehingga dapat
mengurangi volume dan bahayanya, selain itu juga dengan menangkap atau
menghancurkan zat berbahaya yang mungkin dilepaskan selamapembakaran. Proses
insinerasi juga dapat merupakan sarana yang memungkinkan untuk pemulihan energi,
mineral atau kandungan kimia dari limbah. Insinerator terdiri dari berbagai jenis tungku
dan ukuran serta kombinasi perawatan pra dan pasca-pembakaran. Ada juga tumpang
tindih antara desain pilihan untuk limbah padat perkotaan, limbah berbahaya dan limbah
lumpur insinerasi.
Proses co-insinerasi dimana lumpur limbah atau limbah kimia cair beracun lainnya
dibakar dengan bahan bakar tambahan seperti sampah kota, batubara, serbuk gergaji,
tire chips dan sejenisnya beserta memasukkan lumpur limbah ke zona insinerasi melalui
pressure spray nozzle atau a spinning cone atau disc atomizer. Dalam bentuk padatan
ultrafine, cairan atau gas, bahan bakar tambahan dapat dimasukkan dengan lumpur
limbah. Bahan bakar tambahan juga dapat dimasukkan ke dalam insinerator dengan cara
konvensional. Penambahan tire chips dalam umpan memberikan zona insinerasi suhu
yang lebih tinggi dan secara signifikan mengurangi senyawa dioksin yang ada di zona
insinerasi dari gas. Selain itu, untuk mengurangi penskalaan dan pengotoran tabung
boiler dan insinerator, untuk meningkatkan kepadatan dan kemampuan pompa dari
lumpur limbah, dan untuk menghilangkan tumpukan garam logam dari insinerator, air
umpan boiler dan lumpur limbah masing-masing dikontakkan dengan Perangkat medan
elektromagnetik sebelum pemanasan.
Insinerator biasanya dirancang secara umum untuk pembakaran oksidatif penuh
dengan kisaran suhu 850C - 1.400C. Ini mungkin suhu di mana proses kalsinasi dan
mencair juga dapat terjadi. Gasifikasi dan pirolisis merupakan perlakuan termal
alternatif yang membatasi jumlah udara pembakaran utama untuk mengubah sampah
menjadi gas proses, yang dapat digunakan sebagai bahan baku kimia atau dibakar untuk
recovery energi. Namun, dibandingkan dengan pembakaran, penerapan sistem ini masih
rendah dan kesulitan dalam operasional dilaporkan di beberapa instalasi. Aktivitas pada
instalasi insinerator limbah dapat dicirikan sebagai berikut: pengiriman limbah,
penyimpanan, pretreatment, recovery insinerasi/energi, pengendalian emisi gas buang,
manajemen residu padat, dan pengolahan air limbah. Sifat limbah masukan akan
memiliki dampak yang signifikan terhadap bagaimana setiap komponen dirancang dan
dioperasikan. Limbah umumnya bahan yang sangat heterogen, terdiri terutama dari zat
organik, mineral, logam dan air. Selama pembakaran, gas buang akan berisi sebagian
besar energi bahan bakar yang tersedia sebagai panas.
Insinerasi limbah padat perkotaan biasanya disertai dengan recovery energi (waste
to energy) dalam bentuk uap dan/atau pembangkit listrik. Insinerator juga dapat
dirancang untuk mengakomodasi pengolahan limbah padat perkotaan untuk bahan
bakar, serta pembakaran dengan bahan bakar fosil. Insinerator sampah kota tersedia
dalam berbagai paket ukuran dari unit kecil pengolahan batch tunggal dengan kapasitas
hanya beberapa ton per harisampai unit yang sangat besar dengan kapasitas lebih dari
ribuan ton dengan pengolahan kontinyu.
Keuntungan utama dari insinerasi limbah padat perkotaan adalah penghancuran
organik material (termasuk beracun), pengurangan volume sampah dan konsentrasi
polutan (misalnya logam berat) menjadi abu dalam jumlah yang relatif sedikit, sehingga
memerlukaan tempat pembuangan yang aman jika dibuang. Recovery energi dapat
menjadi keuntungan tambahan yang penting. Namun insinerator sampah kota dapat
menjadi sumber pencemaran lingkungan yang signifikan.
Polychlorinated dibenzo-p-dioxin (PCDD), polychlorinated dibenzofurans (PCDF),
polychlorinated biphenyls (PCB) dan heksaklorobenzena (HCB) adalah senyawa yang
tidak sengaja terbentuk (unintentional produced) dalam proses industri-kimia, seperti
manufaktur kimia, dan proses termal, seperti pembakaran sampah. Karbon, oksigen,
hidrogen dan klorin, baik dalam unsur, bentuk organik atau anorganik, diperlukan. Ada
dua jalur utama dimana senyawa ini dapat disintesis: dari prekursor seperti fenol
terklorinasi atau de novo dari struktur karbon di fly ash, karbon aktif, jelaga atau produk
molekul yang lebih kecil yang berasal dari pembakaran tidak sempurna. Dalam kondisi
pembakaran yang buruk, PCDD / PCDF dapat terbentuk dalam proses pembakaran itu
sendiri. Mekanisme yang terkait dengan sintesis ini dapat homogen (molekul bereaksi
dalam fase gas semua atau dalam fase padat semua) atau heterogen (yang melibatkan
reaksi antara molekul fasa gas dan permukaan).
PCDD / PCDF juga dapat hancur ketika dibakar pada suhu yang cukup dengan
waktu tinggal yang memadai dan pencampuran gas pembakaran dan limbah atau umpan
bahan bakar yang baik. Praktek pembakaran yang baik meliputi manajemen "3 T" -
waktu tinggal (time of residence), suhu (temperature) dan turbulensi (turbulence), dan
pasokan oksigen yang cukup untuk memungkinkan oksidasi sempurna.

8.1 Flowsheet Proses Penanganan Dioxin


8.2 Diagram Blok Penanganan Dioxin
Gas Buang
Abu/Residu
Pembersihan Gas (Pengolahan/Pembuangan)
Buang

Gas Buang
Udara Ruang Uap
Limbah Recovery panas
Pembakaran
Bahan Bakar/Energi
Limbah Cair

Instalansi pengolahan Pembuangan air

Limbah Cair Lumpur pengolahan

9. Biaya Pemulihan
Biaya pemulihan daerah yang tercemar dioksin tidaklah sedikit. Kasus di Time
Beach, Missouri, pada tahun 1971 bisa menjadi gambaran. Sebuah perusahaan herbisida
sembarangan saja membuang sampah industri ke tempat pembuangan oli bekas. Lalu oli
bekas tersebut terpakai untuk menyemprot lapangan pacuan kuda, jalanan, serta tempat-
tempat berdebu. Selain gangguan berupa chloracne dan radang kandung kemih yang
akut, penyemprotan itu juga menimbulkan kematian dan penyakit pada ternak. Daerah
tersebut kemudian dibeli oleh EPA (Badan Perlindungan Lingkungan AS) dan biaya
yang dikeluarkan untuk membersihkan dioksin mencapai AS $ 100 juta.

Sumber Refarensi
Leon Sosnowski. 1988. Incineration Process US 4,753,181.
Ditjen Pengelolaan Sampah. 2015. Pedoman Teknis Terbaik Yang Tersedia Dan
Petunjuk Praktik Lingkungan Hidup Terbaik Kategori Insinerasi Limbah Padat
Perkotaan. Jakarta: Ditjen Pengelolaan Sampah, Limbah Dan Bahan Beracun

Anda mungkin juga menyukai