Anda di halaman 1dari 7

The Vienna Convention for the Protection of the Ozone Layer dan Nations Convention to Combat Desertification (UNCCD).

RATIFIKKASI Ratifikasi adalah proses adopsi perjanjian internasional, atau konstitusi atau dokumen yang bersifat nasional lainnya (seperti amandemen terhadap konstitusi) melalui persetujuan dari tiap entitas kecil di dalam bagiannya (Wikipedia, 2011). Ratifikasi perjanjian internasional merupakan hal menarik dan sangat penting dibahas karena berkaitan erat dengan kekuatan mengikat suatu perjanjian internasional . Ratifikasi tersebut tidak hanya menjadi persoalan hukum internasional , tetepi juga merupakan persoalan hukum nasional (Hukum Tata Negara). Hukum internasional hanya menentukan pentingnya suatu perjanjian internasional diratifikasi, sedangkan tata cara pemberian ratifikasi perjanjian diatur oleh hukum nasional masing- masing Negara.

Ratifikasi / Pengesahan dengan Keppres Proses ratifikasi dengan keputusan presiden adalah sebagai berikut. Departemen luar negeri mengajukan permohonan ratifikasi perjanjian internasional dengan keppres kepada secretariat Negara , disertai copynaskah perjanjian sebanyak 30(tiga puluh) copy, plus 1 (satu) yang tekah di Certified True Copy . Setelah dipelajari sekneg , selanjutnya diteruskan kepada presiden melalui tingkatan hierarkinya, yaitu mulai Bagian Ratifikasi kepada Kepala Biro Hukum , kemudian ke Deputi Eselon 1 , diteruskan kepada s/sesneg (Dulu ada Mensesneg). Setelah itu diberikan kepada presiden ketika diproses untuk diteruskan kepada presiden disertai dengan RKP (Rancangan Keppres ). Memo-memo beserta ampresnya(amanat presiden ) untuk ditandatangani oleh presiden . Isi dari ampres tersebut ditujukan kepada ketua DPR , yang memberitahukan bahwa Pemerintah Indonesia telah mengesahkan perjanjian internasional tersebut dengan keppres, agar diketahui oleh DPR .Terhadap RKP yang telah ditandatangani oleh presiden dan telah menjadi keppres , diserahkan kembali ke Bagian Ratifikasi Sekneg melalui hierarki yang sama seperti sebelumnya dan dituangkan ke dalam Lembaga Negara oleh Sekneg , untuk kemudian didistribusikan kepada Daftar A dan Daftar B . Daftar A terdiri dari lembaga tertinggi dan lembaga tinggi negara , dan Daftar B adalah departemen departemen / instansi terkait. Pendistribusian ini disertai dengan autentifikasi yang dikeluarkan oleh kepala Biro

Hukum . Adapun perjanjian yang telah diratifikasi dengan keputusan presiden , sejak berlakunya UU No. 24 Tahun 2000 antara lain adalah sebagai berikut (Sumber Biro Hukum Setneg RI).

Indonesia juga telah menandantangani, meratifikasi dan menyetujui berbagai perjanjian lingkungan multilateral yaitu Vienna Convention on the Protection of the Ozone Layer dan Montreal Protocol dan United Nations Convention to Combat Desertification (UNCCD).

RATIFIKASI KONVENSI Vienna Convention on the Protection of the Ozone Layer dan Montreal Protocol Konvensi Wina yang dilakukan pada tanggal 22 maret 1985, menggambarkan Komitmen para pihak (parties) untuk melindungi kesehatan manusia dan lingkungan dari pengaruh penipisan lapisan ozon dan bagaimana negara negara harus bekerjasama dalam penelitian, pengamatan kondisi ozon dan pertukaran informasi. Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Konvensi Wina, Protokol Montreal dan Amandemen London melalui ketetapan Keppres No. 23 Tahun 1992. Pelaksanaan program perlindungan lapisan ozon di Indonesia difasilitasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup sebagai instansi yang bertanggung jawab terhadap pelestarian lingkungan. Dalam mendukung pelaksanaan program perlindungan lapisan ozon, Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan perangkat hukum yang mengatur perdagangan dan penggunaan Bahan Perusak Ozon (BPO). Sampai tahun 2002, perangkat hukum yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia adalah sebagai berikut : Keputusan Presiden RI No. 23 Tahun 1992 pada tanggal 13 Mei 1992. Pengaturan Mengenai Masalah Perlindungan Lapisan Ozon serta Pengurangan Secara Bertahap Bahan-bahan Penipis Lapisan Ozon Keputusan Presiden RI No. 92 Tahun 1998, tentang pengesahan Montreal Protocol on Substances that Deplete the Ozone Layer, Copenhagen 1992 Protocol Montreal tentang zat-zat yang merusak lapisan ozon, Copenhagen 1992. Peraturan Pemerintah RI, No. 74 Tahun 2001, tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun Peraturan PresidenNo. 33 Tahun 2005 Ratifikasi amandemen Beijing. Tentang Masukan bahan Bromochloromethan dan pengendalian produksi dan Perdagangan

hydrochloloflourocarbon

Peraturan Presiden No. 46 Tahun 2005 Ratifikasi amandemen Montreal (PENGESAHAN MONTREAL AMENDMENT TO THE MONTREAL PROTOCOL ON SUBSTANCES THAT DEPLETE THE OZONE LAYER)

Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 111/MPP/Kep/1/1998, tentang perubahan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No.

230/MPP/Kep/7/97, tentang barang yang diatur Tata Niaga Impornya. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 110/MPP/Kep/1/1998, tentang larangan memproduksi dan memperdagangkan bahan perusak lapisan ozon serta memproduksi dan memperdagangkan bahan perusak lapisan ozon (Ozone Depleting Substances). Bahan kimia yang masuk dalam daftar BPO adalah CFC, Carbon Tetra Chloride (CTC), Tri Chloroethane (TCA), Methyl Bromide (MBr), Halon dan R-502 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 410/MPP/Kep/9/1998, tentang perubahan Kepmen Perindustrian dan Perdagangan RI No. 111/MPP/Kep/1/1998, tentang perubahan Kepmen dan Perdagangan RI No. 230/MPP/Kep/7/97, tentang barang yang diatur Tata Niaga Impornya. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 411/MPP/Kep/9/1998, tentang tentang perubahan Kepmen Perindustrian dan Perdagangan RI No. 111/MPP/Kep/1/1998, tentang perubahan Kepmen dan Perdagangan RI No. 230/MPP/Kep/7/97, tentang barang yang diatur Tata Niaga Impornya. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 789/MPP/Kep/12/2002, tentang perubahan Kepmen Perindustrian dan Perdagangan RI No. 111/MPP/Kep/1/1998, tentang perubahan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 230/MPP/Kep/7/97, tentang barang yang diatur Tata Niaga Impornya sebagaimana telah diubah dengan Kepmen Perindustrian dan Perdagangan RI No. 411/MPP/Kep/9/1998. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 790/MPP/Kep/12/2002, tentang perubahan Kepmen perubahan Keputusan Menteri Perindustrian dan

Perdagangan RI No. 110/MPP/Kep/1/1998 tentang tentang larangan memproduksi dan memperdagangkan bahan perusak lapisan ozon serta memproduksi dan

memperdagangkan bahan perusak lapisan ozon (Ozone Depleting Substances) sebagaimana telah diubah dengan Kepmen Perindustrian dan Perdagangan RI No. 410/MPP/Kep/9/1998.

Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 376/Menkes/PER/VIII/1990, tentang bahan, zat warna, zat pengawet dan tabir surya pada kosmetika (Anonim, 2009).

Diperlukan upaya meningkatkan kesadaran dan partisipasi aktif pemerintah, industry, dan masyarakat dalam program perlindungan lapisan ozon, berupa peraturan dan sangsi bagi pelanggar serta peningkatan pemahaman mengenai penanggulangan penipisan lapisan ozon, memperkenalkan bahan, produk, dan teknologi yang tidak merusak lapisan ozon dengan demikian lapisan ozon di stratosfer yang berperan sebagai pelindung kehidupan di Bumi dapat berfungsi sebagaimana mestinya Pemerintah memiliki peranan dalam penyusunan kebijakan/peraturan (tata niaga import,

larangan memproduksi BPO), melakukan riset untuk mencari alternative pengganti BPO, mendorong indusri untuk alih teknologi secara bertahap jika dalam prosesnya menggunakan BPO, melakukan pengawasan terhadap BPO, dan mensosialisaikan program dan kegiatan perlindungan lapisan ozon kepada seluruh stakeholder dan masyarakat. Indusri memiliki peranan dalam alih teknologi secara bertahap jika proses produksinya

menggunakan BPO dan melakukan riset untuk mencari alternative pengganti BPO. Masyarakat juga memiliki peranan dalam mengendalikan kerusakan ozon yaitu dengan membeli produk yang tidak mengandung BPO dan melakukan pengawasan sector terhadap sector industry, jasa yang menggunakan BPO. Yang telah dilakukan pemerintah Indonesian dalam Konvensi Wina: Indonesia telah sukses menghentikan konsumsikan CFC semenjak Desember 2007 Indonesia sebagai negara Pihak yang meratifikasi Protokol Montreal ikut mendukung keputusan masyarakat Internasional dalam upaya percepatan penghapusan HCFC HCFC masih memiliki Potensi Penyebab Penipisan Lapisan Ozon dan Berpotensi Menyebabkan Pemanasan Global Strategi yang dilakukan pemerintah:

Pengaturan kuota import HCFC untuk mencegah terjadinya pertumbuhan konsumsi HCFC yang akan menyulitkan tercapainya freeze ditahun 2013 dan penurunan 10% di 2015.

Pengembangan perangkat peraturan yang mengatur import HCFC dan penggunaan HCFC pada unit baru

Pemberian Insentive dan Disincentive Peningkatan kapasitas semua pihak (industri, pemerintah dan masyarakat)

Peranan Pemerintah Daerah: mendukung upaya percepatan penghapusan HCFC terutama dalam memberikan asistensi dan pengawasan kepada industripengguna HCFC didalam penggunaannya. pengelolaan BPO jenis lainnya yang masih tersimpan dalam peralatan maupun sebagai stok lamamerupakan tantangan bersama dalam upaya mengendalikan emisi BPO ke atmosfer.

Perjanjian internasional yang telah diratifikasi ini kemudian diterapkan dalam berbagai bentuk program-program maupun kegiatan-kegiatan yang bersifat nyata seperti melalui program penghapusan bahan kimia penipis lapisan ozon dengan kegiatannya bekerjasama antara Kementerian Lingkungan Hidup dan beberapa industri pengguna bahan penipis lapisan ozon. Program serta kegiatan lainnya juga banyak dilakukan oleh kelompokkelompok utama pembangunan berkelanjutan seperti LSM, perguruan tinggi dan pihak-pihak lainnya. Namun masih banyak juga program atau kegiatan yang belum dapat diimplementasikan dengan baik. Sebagai contoh adalah diantaranya adalah kurangnya pengawasan terhadap perdagangan satwa langka, penggunaan B3 dan pembuangan dan pencemaran limbah B3. Hal ini dikarenakan keterbatasan sumberdaya manusia, dana dan kemampuan teknis (Pramudiant). Bila Protokol Montreal dilakukan secara konsisten maka penipisan ozon akan terkendali dan pulih seperti semula, bila tidak terkontrol maka lapisan ozon akan terus turun sampai pada titik yang tidak diinginkan

Ratifikasi United Nations Convention to Combat Desertification (UNCCD).

UNCCD merupakan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Memerangi Penggurunan di Negara-negara yang Mengalami Kekeringan dan/atau Penggurunan yang Serius, terutama di Afrika), di Paris, Perancis pada tanggal 17 Juni 1994 dan ditandatangani oleh delegasi Pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 17 Oktober 1994. Konvensi ini mengintegrasikan pinsip keadilan dan perlawanan terhadap kemiskinan. Mengakui lebih lanjut pentingnya penyediaan aturan, untuk negara-negara berkembang yang terkena, terutama di Afrika, tentang sarana yang efektif, di antaranya sumber keuangan yang besar, termasuk dana tambahan dan baru, dan akses teknologi, yang tanpa hal itu akan menyulitkan mereka untuk menerapkan secara penuh komitmen mereka sesuai Konvensi ini, Menyampaikan keprihatinan mengenai dampak penggurunan dan kekeringan di negara yang terkena di Asia Tengah dan Transkaukasus, Menekankan pentingnya peranan yang dimainkan kaum wanita di wilayah yang terkena penggurunan dan/atau kekeringan, terutama di kawasan pedesaan negara berkembang, dan pentingnya menjamin keikutsertaan penuh baik pria dan wanita pada semua tingkatan program untuk memerangi penggurunan dan mengurangi dampak kekeringan, Menegaskan peranan khusus organisasi-organisasi nonpemerintah dan kelompok utama lainnya dalam program-program untuk memerangi penggurunan dan mengurangi dampak kekeringan, Memperhatikan hubungan antara penggurunan dan masalah lingkungan dengan dimensi global lainnya yang dihadapi oleh masyarakat nasional dan internasional, Memperhatikan juga sumbangan yang bisa dilakukan oleh upaya-upaya memerangi penggurunan untuk mencapai tujuan Kerangka Konvensi PBB mengenai Perubahan Iklim, Konvensi Keanekaragaman Hayati dan konvensi-konvensi lingkungan terkait lainnya, Mempercayai bahwa strategi untuk memerangi penggurunan dan mengurangi dampak kekeringan akan sangat efektif jika didasarkan pada pengamatan sistematis yang baik dan pengetahuan keilmuan yang cukup dan jika semua itu terus menerus dikaji ulang. Mengakui kebutuhan mendesak untuk meningkatkan efektivitas dan koordinasi kerja sama internasional untuk memudahkan penerapan rencana dan prioritas nasional, Memutuskan untuk mengambil tindakan yang tepat dalam memerangi penggurunan dan mengurangi dampak kekeringan untuk kepentingan generasi sekarang dan mendatang,

Sebagai salah satu wujud kepedulian Negara kita dan solidaritas terhadap masalah degradasi lahan global, pada tahun 1998 Indonesia meratifikasi Konvensi PBB tentang Penanggulangan Degradasi Lahan dan kekeringan atau United Nations Convention to Combat Desertification, yang disingkat UNCCD, melalui Keputusan Presiden No. 135 tahun 1998. UNCCD juga dikenal sebagai konvensi Rio, yaitu konvensi hasil Pertemuan Bumi di Rio de Janeiro bersama dua konvensi lingkungan lainnya, yaitu CBD (konvensi keanekaragaman hayati) dan UNFCCC (konvensi kerangka kerja perubahan iklim). Dengan diratifikasinya konvensi UNCCD oleh Indonesia, maka Indonesia memiliki kewajiban untuk memperingati dan menyadarkan masyarakat akan bahayanya degradasi lahan dengan meningkatkan kesadaran masyarakat dengan prinsip pembangunan berkelanjutan. Upaya-upaya Departemen Kehutanan yang dilaksanakan untuk mengajak masyarakat secara bersama-sama menanam pohon melalui kampanye Indonesia menanam, seperti Gerakan Nasional Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial (Gerhan), Aksi Penanaman Serentak Indonesia (APSI), Gerakan Perempuan Tanam dan Pelihara Pohon (GPTPP) adalah merupakan implementasi dari konvensi UNCCD tersebut di Indonesia. Demikian juga pengembangan Hutan Kemasyarakatan, Hutan Rakyat, dan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang dilakukan pada lahan-lahan yang harus dilindungi. Namun demikian akhir-akhir ini kegiatan dimaksud lebih banyak hanya dikaitkan dengan penyerapan karbon sebagai implementasi kerangka kerja konvensi perubahan iklim (UNFCCC).

DAFTAR PUSTAKA UNEP. 2001.The Vienna Convention for the Protection of the Ozone Layer & The Montreal Protocol on Substances that Deplete the Ozone Layer. Kenya. Available at : http://www.unep.org/ozone Wikipedia. 2011. Definisi Ratifikasi. Available at: http://id.wikipedia.org/wiki/Ratifikasi Anonim. 2009. Program perlindungan lapisan Ozon dan Bahan-bahan Perusak Lapisan Ozon. Deputi Bidang Pelestarian Lingkungan. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai