Anda di halaman 1dari 5

Kemiskinan, Populasi dan Degradasi Lingkungan Pencemaran air sungai dan danau terjadi pada awal tahun 1980

dan menjadi permasalah yang palin utama. Pada periode yang sama pengendalian pencemaran air secara siginifikan mengurangi pembuangan limbah industri, namun masih menyebabkan kerugian sekitar 5 miliar yuan. Menurut Departemen Pertanian Cina sumber utama pencemaran air adalah akibat perusahaan kota dan desa yang berkembang pesat (Township and Village Enterprise TVE). Untuk mengatasi masalah TVE yang ada, pemerintah Cina mengembangkan hukum untuk menanggulangi limbah TVE tersebut. Kontrol terhadap lingkungan harus ditetapkan sebelum perusahaan didirikan. Hukum juga berlaku bagi pemimpin perusahaan agar lebih bertanggung jawab dalam melindungi sumber daya lokal dan lingkungan. Masing-masing kementrian pun telah membentuk tingkatan manajemen lingkungan tersendiri.

Deptan mendelegasikan tanggung jawab pelaksanaan pengendalian air limbah TVE dan kebijakan pembuangan limbah padat pada Divisi Perlindungan Lingkungan dan Energi Pedesaan. Daerah dengan pendapatan ekonomi lebih tinggi ternyata melakukan peningkatan yang lebih besar dalam membersihkan limbah industri mereka. Daerah Jilin dan Beijing pada tahun 1990 menunjukkan debit limbah 20% lebih sedikit dari tahun 1980. Meskipun salah satu daerah miskin (Hunan) menghasilkan limbah TVE, tetapi tetap menunjukkan perbaikan yang signifikan. Daerah lainnya tidak begitu menunjukkan perbaikan dari tahun ke tahun. Menurut Rozelle, daerah yang memiliki pendapatan lebih tinggi relatif memiliki akses yang lebih baik melakukan proses produksi yang menghasilkan sedikit limbah atau mengadopsi teknologi produksi yang menghasilkan sedikit polusi. Ma (1997) mengatakan bahwa TVE di daerah perekonomian tinggi menunjukkan perbaikan yang lebih bagus dibanding daerah lain ketika diberi dana oleh Biro Perlindungan Lingkungan yang bertujuan agar mereka mematuhi peraturan pencemaran air. Di sisi lain, daerah miskin mungkin akan mengorbankan lingkungan. Oleh karena itu perbaikan ekonomi mutlak diperlukan untuk mengatasi keterbatasan anggaran dan kekurangan modal. Meskipun demikian, tetap ada upaya perbaikan. Tekanan akibat

faktor permintaan yang relatif tinggi menyebabkan permintaan kebersihan lingkungan semakin tinggi. Penduduk yang terkena pencemaran air (baik secara estetika atau berpengaruh pada usaha ekonomi lain) mendukung tindakan penyusutan yang diambil oleh pemerintah setempat meskipun tindakan tersebut memperlambat pertumbuhan ekonomi mereka. Aliran bahan kimia dari sektor pertanian juga menyebabkan pencemaran air yang cukup serius. Rozelle menjelaskan bahwa tingkat pendapatan ekonomi daerah

merupakan faktor penentu penting dalam penggunaan pupuk organik. Dari semua daerah perekonomian tinggi (kecuali daerah Henan yang memiliki pendapatan perkapita terendah), penggunaan pupuk organik pada tahun 1990 menunjukkan tingkat yang sama atau lebih rendah dibandingkan tahun 1980. Sebaliknya, daerah miskin (kecuali Sichuan yang merupakan daerah termaju dengan tingkat migrasi yang tinggi diantara daerah miskin lainnya), penggunaan pupuk tahun 1990 lebih tinggi dibanding tahun 1980. Rozelle juga menjelaskan bahwa pencemaran air akibat penggunaan pupuk kimia & pestisida dipengaruhi oleh tekanan jumlah penduduk. Daerah dengan penduduk yang tinggi menggunakan pupuk kimia sebanyak 64 kg/ha dan pestisida 17,4kg/ha.

Sedangkan daerah dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang rendah penggunaan pupuk kimia cenderung berkurang atau stabil (kurang dari 10 kg/ha) dan penggunaan pestisida hanya 8,4 kg/ha. Hal ini terjadi karena faktor kekakuan pasar antar daerah dan hambatan yang terjadi terus menerus pada arus bebas barang (misalnya kuota produksi tinggi). Tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi memaksa pertanian skala rumah tangga untuk terus berproduksi agar kebutuhan keluarganya yang terus meningkat dapat terpenuhi. Kebijakan migrasi tenaga kerja, pengaturan kepemilikan lahan, dan pasar pertanian yang lebih baik dapat mengatasi ketimpangan antar daerah dalam jangka pendek. Masalah Deforestasi telah melanda China selama ratusan tahun. Para pemimpin China gagal memenuhi target regenerasi hutan sejak akhir tahun 1970an, sehingga menyebabkan implikasi negatif pada keanekaragaman jenis hutan China. Tiga faktor yang berperan dalam kesulitan pencapaian target aforestasi dan peningkatan cakupan hutan adalah peningkatan permintaan produk kayu akibat industri perumahan, permasalahan harga kayu, dan kelemahan pengelolaan dan pengaturan. Hal ini dapat terjadi karena pemantauan dan hal-hal yang bersifat teknis tidak dilakukan. Menurut

Rozelle masalah kepemilikan tanah program pertanian, dimana masing-masing individu menerima kontrak untuk mengumpulkan sumber daya dan pengelolaan penanaman pohon di beberapa kawasan, tampaknya telah menyebabkan terjadinya tragedy of the commons. Dewan Negara Cina telah mengeluarkan hukum dan peraturan paling ketat berkaitan dengan perlindungan hutan. Ketentuan komprehensif dalam hukum ini berbicara tentang banyak unsur termasuk manajemen praktis, hak milik, perlindungan hutan, serta pembatasan ketat pada setiap bentuk eksploitasi. Aturan terbaru menyatakan bahwa pengurangan kuota kayu akan dilakukan secara eksklusif berdasarkan rencana nasional dan semua aktivitas penebangan di wilayah hutan Cina ditentukan oleh pemerintah pusat. Departemen Kehutanan juga mendirikan Divisi Perlindungan

Lingkungan dan Konservasi Alam untuk mengawasi upaya perlindungan hutan secara nasional. Sektor kehutanan melaporkan bahwa daerah dengan tingkat perekonomian tinggi berhasil mengubah area pinggiran hutan yang biasa dimanfaatkan untuk bercocok tanam kembali menjadi hutan. Sebaliknya, kemajuan pembangunan hutan dari lahan pertanian pada daerah perekonomian rendah semakin menurun sepanjang tahun 1980an. Hal ini dapat terjadi karena penduduk dan pemimpin pada daerah perekonomian tinggi bersedia dan mampu mengorbankan keuntungan langsung (makanan) dari lahan marginal dan mulai berinvestasi dalam kegiatan perbaikan hutan. Rozelle (1997a) mengatakan bahwa kondisi ini konsisten dilakukan sampai tingkat nasional. Provinsi yang memiliki tingkat ekonomi lebih tinggi mampu membangun sumber daya hutan nasional dengan mengandalkan sedikit tanaman dan mengurangi perluasan lahan pertanian guna meningkatan luasan hutan. Selain hutan, kerusakan juga terjadi pada padang rumput Cina. Data Bank Dunia menunjukkan bahwa sejak tahun 1950 hingga 1970, 33 juta Ha padang rumput menjadi gurun dan beberapa tahun terakhir terus meningkat sebanyak 150.000 ha/tahun. Liu (1991) menjelaskan bahwa kerusakan padang rumput dipengaruhi 3 faktor penting, yaitu penggembalaan ternak, perluasan lahan pertanian dan deforestasi. Populasi domba dan kambing di Cina terus meningkat dari tahun ke tahun. Sistem kepimilikan yang tidak diatur menyebabkan penyalahgunaan padang rumput dengan terus

mengembangkan ternak untuk meningkatkan keuntungan rumah tangganya.

Pertumbuhan penduduk juga mempengaruhi pola pertambahan ternak di padang rumput. Daerah dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi menggembalakan

ternaknya lebih banyak dibandingkan dengan daerah yang penduduknya rendah. Tanpa pemimpin kelompok, daerah dengan tekanan populasi yang tinggi tampaknya lebih cepat memperluas kepemilikan ternak mereka. Jumlah ternak meningkat drastis antara tahun 1985 hingga 1988. Sebaliknya, tekanan penduduk yang lebih rendah menyebabkan pemimpin peternakan dapat memastikan tindakan yang berkelanjutan dan menyediakan waktu untuk meningkatkan kualitas sumber daya padang rumput mereka. Padang rumput yang dikonversi menjadi lahan pertanian ternyata menciptakan masalah lain, yaitu erosi. Disamping itu, 65% wilayah Cina dikategorikan sebagai pegunungan dan daerah perbukitan atau dataran tinggi yang rentan terhadap erosi. Para ahli mengatakan bahwa hal ini disebabkan karena adanya peningkatan populasi manusia yang terus menerus memperluas lahan pertanian untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sistem irigasi yang kurang baik (baik karena air yang tidak memadai atau drainasi yang tidak memenuhi standar) juga menimbulkan masalah baru, yaitu salinitasi. Salinitasi tanah pertanian dapat menyebabkan penurunan produktivitas pertanian yang signifikan, dan sebagian besar terkonsentrasi di daratan utara Cina yang langka akan air. Meskipun sulit untuk menentukan kausalitas dan menjaga lingkungan alam tetap konstan, erosi telah menghambat hasil panen gandum di daerah miskin. Rozelle (1997b) menunjukkan bukti ekonometrik bahwa dampak erosi dan salinisasi secara sistematis terjadi lebih serius di daerah miskin dan padat penduduknya. Meskipun perbaikan dan pemeliharaan tanah yang tersalinitasi memerlukan investasi infrastruktur yang cukup besar, penurunan tingkat erosi di daerah tingkat perekonomian tinggi dan daerah dengan pertumbuhan penduduk yang rendah telah memberikan kontribusi pada peningkatan produktivitas pangan.

Simpulan Degradasi lingkungan yang cukup serius berdampak negatif pada produksi sumber daya Cina, terutama sektor pertanian. Bukti menunjukkan bahwa perbaikan degradasi lingkungan berkaitan dengan komitmen kepemimpinan bangsa untuk mencapai pertumbuhan ekonomi. Jika tekanan ekonomi mendorong perubahan kelembagaan dan inovasi teknologi, kemudian tekanan populasi berkurang, maka eksploitasi terhadap

lingkungan akan berkurang. Meskipun kemajuan pengendalian kerusakan berlangsung tidak merata, Cina berhasil memperbaiki lingkungan dengan mengupayakan mengentaskan kemiskinan dan mengontrol pertumbuhan populasi.

Anda mungkin juga menyukai