Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami sampaikan kepada Allah SWT Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun
untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Kebijakan Hukum dan Lingkungan dan
berjudul “MONTREAL PROTOCOL – OZON LAYER”.

Kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh
dari sempurna baik dari bentuk penyusunan maupun materinya sehingga kritik dan
saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi menyempurnakan makalah
ini.

Semoga makalah ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi


pembaca dan untuk pengembangan wawasan serta peningkatan ilmu pengetahuan bagi
kita semua.

Pekanbaru, September 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................2
1.3 Tujuan.......................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................................3
2.1 Gambaran Umum Montreal Protocol Ozone Layer..............................................3
2.2 Tanggung Jawab Dalam Kerangka Protokol Montreal 1987...............................4
2.3 Dampak Penerapan Montreal Protocoal-Ozone Layer Terhadap Isu
Perubahan Iklim di Dunia..................................................................................................6
2.4 Komitmen Indonesia dalam Montreal Protocol – Ozone Layer...........................9
BAB III PENUTUP................................................................................................................11
3.1 Kesimpulan..............................................................................................................11
3.2 Saran.........................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................13
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penipisan lapisan ozon menjadi salah satu isu kerusakan lingkungan hidup yang
sedang dihadapi oleh seluruh masyarakat dibelahan bumi ini. Penipisan lapisan ozon menjadi
perhatian masyarakat internasional berawal sejak tahun 1970-an, para ilmuwan sudah
mencurigai bahwa lapisan ozon stratosfer berada dalam bahaya. Menipisnya lapisan ozon
diduga ada kaitannya dengan gas CFC (Cholorofluorocarbon), dugaan tersebut ternyata benar
sejak Sherwood Rowland dan Mario Molina mengumumkan hasil penelitiannya. Kedua
ilmuwan dari Universitas California ini yang pertama kali menemukan bahwa 99 persen dari
gas CFC yang teremisi ke atmosfer akan mencapai stratosfer dan akan tetap tinggal di sana
sampai puluhan tahun, mereka juga menduga bahwa akumulasi gas CFC dan Halon inilah
yang menyebabkan kerusakan lapisan ozon. Manusia selalu memikirkan kebutuhan-
kebutuhan yang harus mereka penuhi seperti: kebutuhan pangan, tersier dan sekunder yang
menjadi faktor pendukung kelangsungan hidupnya sehingga tercapainya kegiatan
perekonomian, politik dan sosial tanpa memikirkan kelangsungan alam sekitar. Di zaman
modern ini pemanfaatan lingkungan sudah semakin memuncak, hal ini ditandai dengan
adanya pemikiran manusia untuk mengeksploitasi lingkungan ke tingkat yang lebih tinggi
seperti membuat industri secara besar-besaran. Hal ini sudah berkembang pesat yang dimulai
dengan revolusi industri besar-besaran yang di pelopori oleh bangsa Eropa pada abad ke 19
yang diiringi dengan kemajuan teknologi dan ekonomi yang berkembang pesat.

Untuk mengatasi masalah penipisan lapisan ozon, pada tahun 1977 UNEP (United
Nations Environtment Programme) menyelenggarakan World Plan Of Action On The Ozone
Layer, yang melaksanakan riset skala internasional dan memonitor lapisan ozon. 9 Pada
tahun 1981, UNEP merancang konvensi global framework tentang lapisan ozon, yakni The
Vienna Convention For Protection Of The Ozone Layer (Konvensi Wina 1985). 10 Tujuan
dari konvensi ini adalah untuk melindungi lingkungan hidup dan kesehatan manusia dari
kegiatan manusia itu sendiri yang menyebabkan perubahan pada lapisan ozon.11
Dikarenakan konvensi ini tidak menetapkan ukuran-ukuran tertentu yang menyebabkan
kerusakan lapisan ozon, oleh karena itu sebagai tindak lanjut dari Konvensi Wina 1985,
akhirnya pada tahun 1989 lahirlah The Montreal Protocol On Substances That Deplete The
Ozone Layer, yang berisi tentang larangan penggunaan bahan-bahan yang merusak lapisan
ozon.

1
Dalam rangka melaksanakan kewajibannya setelah meratifikasi Protokol Montreal
1989, Pemerintah Indonesia mengeluarkan berbagai peraturan untuk melarang adanya
penggunaan bahan-bahan perusak ozon. Untuk mengeluarkan peraturan-peraturan tersebut,
Pemerintah Indonesia bekerjasama dengan Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian
Perdagangan, dan Kementerian Perindustrian.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah pada makalah ini, yaitu :
1. Apa itu Montreal Protocol – Ozon Layer ?
2. Apa saja tanggung jawab dalam kerangka Protocol Montreal 1987?
3. Bagaimana dampak penerapan perjanjian terhadap isu perubahan iklim didunia
4. Apa peran dan komitmen Indonesia dalam konferensi Montreal Protocol – Ozon
Layer?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui apa itu Montreal Protocol – Ozon Layer
2. Untuk mengetahui apa saja tanggung jawab dalam kerangka Protocol Montreal 1987
3. Untuk mengetahui bagaimana dampak penerapan perjanjian terhadap isu perubahan
iklim dunia
4. Untuk mengetahui apa saja peran dan komitmen Indonesia dalam konferensi Montreal
Protocol – Ozon Layer
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Gambaran Umum Montreal Protocol Ozone Layer


Montreal Protocol-Ozone Layer atau dikenal juga dengan Protokol Montreal 1987
merupakan sebuah perjanjian internasional yang bertujuan untuk mengurangi penipisan
lapisan ozon. Mengenai bahan perusak lapisan ozon (sebuah protokol pada Konvensi Wina
untuk pelindung ozon) adalah sebuah perjanjian internasional yang dirancang untuk
melindungi lapisan ozon dengan petahapan keluarnya produksi berbagai alat yang diyakini
bertanggung jawab untuk penipisan ozon.

Perjanjian internasional Montreal Protocol disusun terkait beberapa kelompok


hidrokarbon yang terhalogenasi yang telah terbukti berperan dalam penipisan ozon. Semua
bahan perusak lapisan ozon ini mengandung baik klorin ataupun bromin (zat yang
mengandung hanya fluor tidak membahayakan lapisan ozon). Bukti menunjukkan bahwa
penyebab utama penipisan ozon adalah pelepasan dari produksi klorin dan bromin berbasis
bahan kimia seperti chlorofluorocarbon (CFC), Halon dan hydrochlorofluorocarbon (HCFC)
ke dalam atmosfer. Oleh karena itu, bahan kimia ini dikenal sebagai Ozone Depleting
Substances (ODS). Penggunaan utama dari bahan kimia ini berada di Air Conditioner (AC),
kulkas dan peralatan pemadam api. Sebagai salah satu perjanjian internasional yang sukses
sudah 197 negara meratifikasi Protokol Montreal, sebuah perjanjian internasional untuk
melindungi lapisan ozon. Tujuan lain dari perjanjian ini adalah menyadari bahwa emisi di
seluruh dunia dapat secara signifikan menghabiskan dan mengurangi lapisan ozon yang
berakibat pada kesehatan manusia serta lingkungan dan Bertekad melindungi lapisan ozon
dengan mengambil tindakan pencegahan untuk mengontrol emisi global

Indonesia menjadi salah satu negara yang telah meratifikasi Protokol Montreal 1987
sejak tahun 1992. Pada meeting of parties ke 28, seluruh negara internasional yang tergabung
dalam perjanjian ini sepakat mengamandemen Protokol Montreal 1987 demi memasukan
pengaturan tentang pengurangan HFC yang merupakan bahan pengganti HCFC. Dukungan
Indonesia sendiri diwujudkan dengan penggunaan HFC yang merupakan pengganti HCFC
dan upaya untuk menghambat menipisnya lapisan ozon. Hal ini tentu saja memiliki target
penurunan HFC adalah freeze 2024, yang kemudian berlanjut dengan penurunan 10% dari
baseline pada 2029, 30% dari baseline pada 2035, 50% dari baseline pada 2040, dan 80% dari
baseline pada 2045. Negara-negara yang meratifikasi kesepakatan ini sepakat untuk
mengurangi secara bertahap dan akhirnya menghentikan produksi dan konsumsi
Cholorofluorcarbon yang termasuk dalam Grup I Annex A, yaitu CFCI3, CI2, C2F3CI3,
C2F4CI2, C2F5CI mulai dikurangi tahun 1991 dan dihentikan pada tahun 1996, Senyawa
yang agak kurang aktif, yaitu hollon dan beberapa senyawa CFC lain dihentikan pada tahun
2010 dan Senyawa HCFC mulai dikurangi tahun 1996 dan dihentikan pada tahun 2030.
Protokol Montreal 1987 termasuk kesepakatan internasional yang sukses. Riset menunjukkan
bahwa bahaya perusakan lapisan ozon di atmosfer telah berkurang dan ada tanda-tanda
lapisan ozon mengalami pemulihan. Namun karena senyawa CFC dapat bertahan sampai
puluhan tahun, maka dampak CFC masih akan terjadi.

2.2 Tanggung Jawab Dalam Kerangka Protokol Montreal 1987


Protokol Montreal 1987 mengenai Bahan yang Mengurangi Lapisan Ozon bertujuan
mengharamkan pengeluaran global dan penggunaan bahan kimia yang merusak ozon
termasuk CFC, HCFC dan halon. Dari permulaan, perundingan sangat bergantung kepada
pendekatan kepemimpinan dan inovatif. Banyak rundingan diadakan di dalam kumpulan
kecil dan tidak formal. Ini membolehkan pertukaran pandangan yang benar dan peluang
untuk mengambil beberapa isu mengenai kepercayaan, seperti pembangunan seterusnya Dana
Multilateral. Orang-orang yang merundingkan perjanjian itu juga termasuk saintis, yang
memberi kredibilitas. Satu elemen yang mendorong negara untuk meratifikasi Protokol
Montreal 1987 ialah peruntukan perdagangan. Penandatanganan ini untuk berdagang hanya
dengan penandatangan lain. Sebaik sahaja negara-negara pengeluar utama mendaftar, ia
hanya menjadi masalah masa sebelum semua negara perlu mendaftar atau berisiko tidak
mempunyai akses kepada bekalan CFC dan bahan-bahan pengurangan ozon yang lain (ODS).

Pelaksanaan Protokol Montreal 1987 telah sangat berjaya karena beberapa sebab.
Bahan kimia dan sektor (penyejukan, terutamanya) yang terlibat adalah jelas dinyatakan. Ini
membolehkan kerajaan mengutamakan sektor utama lebih awal. Protokol Montreal 1987 juga
menyediakan rangka kerja yang stabil yang membolehkan industri merancang penyelidikan
dan inovasi jangka panjang. Ia adalah satu kebetulan gembira bahwa terdapat manfaat untuk
industri bergerak dari ODS. CFC adalah teknologi lama dan juga paten. Peralihan ke
formulasi yang lebih baru, dengan harga yang berpatutan dengan potensi penurunan yang
rendah atau tidak ozon memberi manfaat kepada alam sekitar dan industri.
Kepada kredit mereka, syarikat-syarikat kimia telah terus berinovasi. Mereka
sekarang menghasilkan bahan kimia yang tidak berpotensi memusnahkan ozon dan dengan
potensi pemanasan global yang lebih rendah juga untuk digunakan dalam penyejukan udara.
Satu lagi ciri protokol ini ialah Pakar, Teknologi Bebas dan Panel Penilaian Ekonomi (dan
pendahulunya). Ini telah membantu penandatanganan mencapai keputusan yang kukuh dan
tepat pada masanya mengenai perkara-perkara yang sering kompleks. Mereka telah
memberikan keyakinan kepada negara untuk memulihkan peralihan mereka. Dana
multilateral merupakan satu lagi sebab kejayaan protokol. Ia menyediakan pembiayaan
tambahan untuk negara-negara membangun untuk membantu mereka memenuhi sasaran
pematuhan mereka. Secara ketara, ia juga menyediakan sokongan institusi. Ini membantu
negara membina kepunyaan dalam kerajaan mereka untuk melaksanakan aktiviti fasa dan
mewujudkan rangkaian serantau supaya mereka dapat berkongsi pengalaman dan belajar dari
satu sama lain.

Alasan terakhir untuk pelaksanaan protokol yang berjaya adalah prosedur


pematuhannya. Ini telah direka dari awal sebagai prosedur bukan hukuman. Ia diprioritaskan
untuk membantu negara-negara yang teruk kembali ke pematuhan. Negaranegara
membangun bekerjasama dengan agensi PBB untuk menyediakan satu pelan tindakan untuk
mendapatkan diri mereka kembali ke pematuhan. Jika perlu, sumber dari Dana Multilateral
tersedia untuk beberapa projek jangka pendek. Ia menyatakan bahwa kesemua 142 negara
sedang membangun dapat memenuhi markah fasa 100% untuk CFC, halon dan ODS lain
pada tahun 2010.

Protokol lingkungan, atau juga disebut perjanjian lingkungan internasional, adalah


jenis perjanjian yang terkait dengan hukum internasional untuk mencapai tujuan lingkungan.
Ini adalah serangkaian dokumen antar pemerintah (dengan dukungan hukum) yang memiliki
tujuan utama untuk mencegah atau mengelola dampak manusia terhadap sumber daya alam.
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) dan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) adalah
organisasi antar pemerintah utama dalam pelaksanaan perjanjian ini. Perserikatan Bangsa-
bangsa berurusan dengan ringkasan masalah yang berkaitan dengan keanekaragaman hayati,
bahan kimia dan limbah, iklim serta atmosfer seperti Organisasi Perdagangan Dunia, yang
mempromosikan kebijakan perdagangan dan pelestarian lingkungan. Sebagian besar
perjanjian bersifat wajib dan legal oleh semua negara yang secara resmi mengkonfirmasi
keikutsertaan mereka dalam perjanjian
2.3 Dampak Penerapan Montreal Protocoal-Ozone Layer Terhadap Isu Perubahan
Iklim di Dunia
Penipisan lapisan ozon menjadi salah satu isu kerusakan lingkungan hidup yang
sedang dihadapi oleh seluruh masyarakat dibelahan bumi ini. Penipisan lapisan ozon menjadi
perhatian masyarakat internasional berawal sejak tahun 1970-an, para ilmuwan sudah
mencurigai bahwa lapisan ozon stratosfer berada dalam bahaya. Menipisnya lapisan ozon
diduga ada kaitannya dengan gas CFC (Cholorofluorocarbon), dugaan tersebut ternyata benar
sejak Sherwood Rowland dan Mario Molina mengumumkan hasil penelitiannya. Kedua
ilmuwan dari Universitas California ini yang pertama kali menemukan bahwa 99 persen dari
gas CFC yang teremisi ke atmosfer akan mencapai stratosfer dan akan tetap tinggal di sana
sampai puluhan tahun, mereka juga menduga bahwa akumulasi gas CFC dan Halon inilah
yang menyebabkan kerusakan lapisan ozon.

Kerusakan lapisan ozon menyebabkan terjadinya pemanasan suhu di bumi,


mencairnya es di kutub, dan peningkatan permukaan air laut beberapa kali lipat. Menipisnya
lapisan ozon meningkatkan paparan radiasi sinar ultraviolet terutama UV-B yang masuk ke
permukaan bumi. Peningkatan radiasi sinar UV-B ini menyebabkan masalah pada kesehatan
manusia, antara lain, kerusakan jaringan kulit, seperti kanker kulit dan penuaan dini,
kerusakan pada mata seperti katarak, dan menurunnya daya tahan tubuh sehingga
mengakibatkan berbagai penyakit infeksi. Selain merusak bagian tubuh manusia, radiasi
ultraviolet juga dapat merusak sensitivitas tanaman dan mengurangi produksi tanaman.

Hal ini membuktikan bahwa apabila ozon semakin lama semakin menipis, maka akan
membahayakan semua makhluk hidup di belahan bumi ini. Untuk mengatasi masalah
penipisan lapisan ozon, pada tahun 1977 UNEP (United Nations Environtment Programme)
menyelenggarakan World Plan Of Action On The Ozone Layer, yang melaksanakan riset
skala internasional dan memonitor lapisan ozon. Pada tahun 1981, UNEP merancang
konvensi global framework tentang lapisan ozon, yakni The Vienna Convention For
Protection Of The Ozone Layer (Konvensi Wina 1985). Tujuan dari konvensi ini adalah
untuk melindungi lingkungan hidup dan kesehatan manusia dari kegiatan manusia itu sendiri
yang menyebabkan perubahan pada lapisan ozon. Dikarenakan konvensi ini tidak
menetapkan ukuran-ukuran tertentu yang menyebabkan kerusakan lapisan ozon, oleh karena
itu sebagai tindak lanjut dari Konvensi Wina 1985, akhirnya pada tahun 1989 lahirlah The
Montreal Protocol On Substances That Deplete The Ozone Layer, yang berisi tentang
larangan penggunaan bahan-bahan yang merusak lapisan ozon.
Dalam rangka melaksanakan kewajibannya setelah meratifikasi Protokol Montreal
1989, Pemerintah Indonesia mengeluarkan berbagai peraturan untuk melarang adanya
penggunaan bahan-bahan perusak ozon. Untuk mengeluarkan peraturan-peraturan tersebut,
Pemerintah Indonesia bekerjasama dengan Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian
Perdagangan, dan Kementerian Perindustrian. Di samping itu, berdasarkan Pasal 5 Protokol
Montreal 1989 disebutkan bahwa sebagai negara dengan konsumsi BPO kurang dari 0,03
kg/kapita/tahun, Pemerintah Indonesia memiliki kewajiban, yakni mengurangi impor bahan
perusak ozon secara bertahap, melakukan alih teknologi untuk menghentikan penggunaan
bahan perusak ozon, mengelola bahan perusak ozon yang telah beredar di Indonesia, dan
mencegah emisi bahan perusak ozon terlepas ke atmosfir.

Di Indonesia sendiri, Pemerintah telah melaksanakan berbagai upaya untuk melarang


adanya penggunaan bahan perusak ozon tersebut, salah satunya menurut Kementerian
Lingkungan Hidup, saat ini Pemerintah tengah berupaya untuk mengurangi penggunaan zat
BPO berjenis Hydrocholorfluorocarbon (HCFC) sebagai bahan pengganti sementara
Cholorofluorocarbon (CFC), yang mana sejak tanggal 30 Juni 2008 Pemerintah telah
melarang penggunaan bahan perusak ozon. Namun kenyataannya, masih banyak beredar
barang-barang yang mengandung bahan-bahan kimia perusak ozon dan sampai saat ini masih
banyak masyarakat menggunakannya, yakni air conditioner (AC), lemari es atau kulkas,
bahan pelarut seperti kilang-kilang elektronik sebagai pelarut untuk pembersih dan
pengeringan minyak, bahan dorong dalam penyembur (aerosol) seperti kaleng pengharum
ruangan, penyemprot rambut (hairspray), semprot nyamuk, minyak wangi (parfum),
bodyspray, deodorant, plastik, busa (foam), alat pemadam kebakaran, peralatan pemeliharaan
otomotif, cat semprot, alat kesehatan, busa sol sepatu, jok kursi, sterofom sebagai tempat
wadah makanan, barang-barang elektronik seperti televisi, komputer, dan radio, serta masih
banyak lagi barang-barang yang mengandung bahan perusak ozon yang dengan mudah
ditemukan dalam kehidupan kita seharihari.

Implementasi Protokol montreal 1987 di Indonesia telah meratifikasi Konvensi Wina


dan Protokol montreal 1987 berdasarkan Keputusan Presiden No. 23 Tahun 1992 yang
berisikan mengenai:

a. Bahwa lapisan ozon sangat bermanfaat bagi perlindungan kehidupan di bumi karena
dapat melestarikan lingkungan hidup, melindungi kesehatan manusia, kehidupan
hewan dan tumbuh-tumbuhan, serta mencegah kerusakan atas benda-benda berharga
dan bersejarah;

b. Bahwa perusakan dan penipisan lapisan ozon yang disebabkan oleh zat-zat perusak
ozon (ozone depleting substances) akan sangat membahayakan kelestarian kehidupan
di bumi;

c. Bahwa di Wina, Austria, pada tanggal 22 Maret 1985 dan di Montreal, Kanada, pada
tanggal 16 September 1987 masing-masing telah diterima Vienna Convention for the
Protection of the Ozone Layer dan Montreal Protokol on Substances that Deplete the
Ozone Layer as Adjusted and Amended by the Second Meeting of the Parties London,
27-29 June 1990 yang bertujuan menggalang kesepakatan dan kerjasama internasional
guna mencegah perusakan dan penipisan lapisan ozon;

d. Bahwa Indonesia sebagai anggota masyarakat internasional memandang perlu ikut


aktif di dalam kegiatan bersama yang bertujuan mencegah perusakan dan penipisan
lapisan ozon tersebut;

e. Bahwa sehubungan dengan itu, dan sesuai dengan Amanat Presiden Republik
Indonesia kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong Nomor
2826/HK/1960 tangal 22 Agustus 1960 tentang Pembuatan Perjanjianperjanjian
dengan Negara Lain, dipandang perlu untuk mengesahkan Konvensi Wina dan
Protokol montreal 1987 tersebut di atas dengan Keputusan Presiden.

Montreal Protocol menetapkan pedoman pelaksanaan bagi negara negara peserta


Yienna Convention dalam membatasi produksi ataupun penggunaar ODS.2s Dengan jumlah
konsumsi perkapita pertahun yang relatif kecil (0,03 kg),Indonesia termasuk dalam daftat
Article 5 Paragraph I Montreal Protoco' sebagai bagian dari "developing countri.es" yang
mempunyai hak untuk:

I. Melakukan penghapusan ods sepuluh tahun lebih lambat dari negara negari maju, dan

I. Mendapatkan dana hibah dari multilateral fund maupun bantuat pengembangan


teknologi bahan pengganti ods serta alih teknologi dalan proses penghapusan
penggunaan ods.
2.4 Komitmen Indonesia dalam Montreal Protocol – Ozone Layer
Ozon adalah suatu gas yang secara alami telah ada di atmosfer dunia (suatu molekul
yang terbentuk secara alami). Setiap molekul ozon memiliki tiga atom oksigen (oxygen) dan
dikenal secara kimiawi sebagai O3. Ozon pertama kali ditelaah keberadaannya pada suatu
eksperimen laboratorium pada era tahun 1800- an. Keberadaan ozon sendiri di atmosfer
kemudian diungkap melalui metode penggunaan zat kimia dan metode pengukuran optikal.

Indonesia menjadi salah satu negara yang telah meratifikasi Protocol Montreal sejak


1992. Pada Meeting of Parties ke-28, seluruh negara anggota sepakat mengamandemen
Protokol Montreal demi memasukkan pengaturan tentang pengurangan HFC yang merupakan
bahan pengganti HCFC. Protokol montreal 1987 (Montreal Protokol on Substance that
Deplete the Ozone Layer atau Protokol montreal 1987 tentang zat yang Mengurangi Lapisan
Ozon) adalah sebuah kesepakatan internasional yang bertujuan untuk melindungi lapisan
ozon di atmosfer dengan menghentikan secara bertahap produksi zat-zat yang dapat merusak
lapisan ozon. Kesepakatan itu dibuat tanggal 16 September 1987 dan mulai berlaku tanggal 1
Januari 1989. Sebanyak 196 negara telah meratifikasi kesepakatan itu Negara negara yang
meratifikasi kesepakatan ini sepakat untuk mengurangi secara bertahap dan akhirnya
menghentikan produksi dan konsumsi:

1) Cholorofluorcarbon yang termasuk dalam Grup I Annex A, yaitu CFCI3, CI2, C2F3CI3,
C2F4CI2, C2F5CI mulai dikurangi tahun 1991 dan dihentikan pada tahun 1996.
2) Senyawa yang agak kurang aktif, yaitu holon dan beberapa senyawa CFC lain dihentikan
pada tahun 2010.
3) Senyawa HCFC mulai dikurangi tahun 1996 dan dihentikan pada tahun 2030.

Protokol Montreal 1987 termasuk kesepakatan internasional yang sukses. Riset


menunjukkan bahwa bahaya perusakan lapisan ozon di atmosfer telah berkurang dan ada
tanda-tanda lapisan ozon mengalami pemulihan. Namun karena Pemerintah Indonesia sudah
meratifikasi Konvensi Wina dan Protokol Montreal 1987 dengan Kepres No. 23/1992. Selain
itu juga sudah meratifikasi amandemen Protokol Montreal 1987 sehingga Indonesia wajib
mematuhi ketentuan dalam Konvensi Wina dan Protokol Montreal. Mengesahkan Montreal
Protocol on Substances that Deplete the Ozone Layer, Copenhagen, 1992 (Protokol montreal
1987 tentang Zat-zat yang Merusak Lapisan Ozon, Copenhagen, 1992), sebagai hasil
persidangan Negara-negara Anggota The Vienna Convention for the Protection of the Ozone
Layer sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir pada sidang Ke-IV, tanggal 23-25
Nopember 1992 di Copenhagen, Denmark, 1992, yang naskah aslinya dalam bahasa Inggris
dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia sebagaimana terlampir pada Keputusan Presiden.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Montreal Protocol-Ozone Layer atau dikenal juga dengan Protokol Montreal 1987
merupakan sebuah perjanjian internasional yang bertujuan untuk mengurangi penipisan
lapisan ozon. Mengenai bahan perusak lapisan ozon (sebuah protokol pada Konvensi Wina
untuk pelindung ozon) adalah sebuah perjanjian internasional yang dirancang untuk
melindungi lapisan ozon dengan petahapan keluarnya produksi berbagai alat yang diyakini
bertanggung jawab untuk penipisan ozon.

Karena semakin banyaknya masalah yang menimbulkan dampak buruk terhadap


lingkungan, maka terjadilan suatu kesepakatan antar beberapa negara yang tergabung dalam
PBB yang disebut dengan Protocol Montreal 1987, yang merupakan perjanjian mengenai
perlindungan ozon. Sejak dimulainya perjanjian ini, negara-negara yang telah sepakat mulai
mengurangi hingga akhirnya menghentikan secara total penggunan beberapa zat yang dapat
menyebabkan terjadinya pengurangan ozon seperti C2F5CI.

Dalam proses pelaksanaan kewajibannya setelah meratifikasi Protokol Montreal


1989, Pemerintah Indonesia mengeluarkan berbagai peraturan untuk melarang adanya
penggunaan bahan-bahan perusak ozon. Untuk mengeluarkan peraturan-peraturan tersebut,
Pemerintah Indonesia melakukan kerjasama dengan beberapa instansi pemerintahan terkait
seperti, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian
Perindustrian. Dukungan Indonesia sendiri diwujudkan dengan penggunaan HFC yang
merupakan pengganti HCFC dan upaya untuk menghambat menipisnya lapisan ozon.

Protokol Montreal 1987 merupakan traktat Internasional yang dirancang untuk


melindungi lapisan ozon dengan meniadakan produksi sejumlah zat yang diyakini dapat
bertanggung jawab atas berkurangnya lapisan ozon. Pelaksanaan Protokol Montreal 1987
telah sangat berjaya karena beberapa sebab. Bahan kimia dan sektor (penyejukan,
terutamanya) yang terlibat adalah jelas dinyatakan. Ini membolehkan kerajaan
mengutamakan sektor utama lebih awal. Protokol Montreal 1987 juga menyediakan rangka
kerja yang stabil yang membolehkan industri merancang penyelidikan dan inovasi jangka
panjang.
3.2 Saran
Dalam pembahasan yang penulis lakukan banyak mengandung kekurangan, karena penulis
menyadari bahwa manusia tidak ada yang terlepas dari kekurangan maupun kesalahan. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang mnedukung dan membangun dari pembaca sangat penulis harapkan sebagai
bahan evaluasi dan pelengkap untuk kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA

Daud Silalahi. (1992). Hukum Lingkungan Dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia.
Internasional, D. H. 2020. Peranan Protokol Montreal 1987 Dalam Menanggulangi Efek
Rumah Kaca Di Indonesia. Journal of USU International Law, 8(2).

Hutasoit, G. U. (2017). Pelaksanaan Kewajiban Pemerintah Indonesia Dalam rangka


Perlindungan Lapisan Ozon Berdasarkanprotokol Montreal 1989 (Doctoral d
issertation, UAJY).

Muhammad Erwin. (2015). Hukum Lingkungan Dalam Sistem Perlindungan dan Pengolahan
Lingkungan Hidup di Indonesia. Bandung.

Silalahi, Tania yosefin agustina. (2020). Implementasi Protokol Montreal, 1987 Dalam
Menanggulangi Efek Rumah Kaca Di Indonesia. Fakultas Hukum. Universitas sumatera utara

Sylviera Rdita. (2017). Implikasi Ratifikasi Protokol Kyoto Terhadap Politik Internasional dan
Domestik Indonesia. Jurnal Analisis Hubungan Internasional, 6 No. 1, 1

Anda mungkin juga menyukai