Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

HUKUM LINGKUNGAN

Oleh:

NAMA : SAHRUL
NIM : D10120797
KELAS :D

FAKULTAS HUKUM
UNIVESITAS TADULAKO
PALU
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
saya tentang “HUKUM LINGKUNGAN”
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah
ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami.
Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah

Palu, 04 juni 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3Tujuan Penulisan Makalah
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Perkembangan Hukum Lingkungan Indonesia
2.2 Jenis-Jenis Pelanggaran Hukum Lingkungan
2.3 Aspek Pidana dan Perdata dalam Hukum Lingkungan
2.4 Hasil Penelitian
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada abad ke-21 serta seiring berkembangnya zaman dari zaman modern pada
abad ke-20 sampai pada zaman postmodern pada saat ini yaitu abad ke-21 banyaknya
perkembangan yang berdampak positif maupun negatif kepada manusia.
Perkembangan positif yaitu pada bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi dan
juga infrastruktur yang mempermudah manusia dalam kehidupan sedangkan dampak
negatif yang dapat dilihat adalah dampak daripada polusi pabrik-pabrik ke
lingkungan sekitar sehingga berdampak buruk terhadap kesehatan sehingga
diperlukannya regulasi dan peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh
Pemerintah serta penegakan hukum yang tegas dalam hal pelanggaran yang diperbuat
oleh para korporasi atau para pengusaha yang secara sengaja maupun tidak sengaja
dibuat. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang polusi terhadap
lingkungan dapat dikatakan cukup besar seperti Polusi Udara yang disebabkan oleh
pabrik-pabrik, kendaraan bermotor seperti mobil,sepeda motor,pesawat terbang,
Polusi Suara yang disebabkan oleh suara-suara kendaraan bermotor,pesawat terbang
dan pabrik-pabrik, Polusi Lingkungan yang disebabkan oleh Manusia dan dampaknya
akan kembali kepada Manusia yaitu dengan cara membuang sampah sembarangan
dan kurangnya kesadaran akan membuang sampah pada tempatnya. Maka dapat
dilihat karena Indonesia merupakan negara dengan penduduk tertinggi dan terpadat
nomor 4 di dunia serta penyumbang sampah dan polusi terbesar setelah negara China
bahwasanya hal ini telah menjadi urgensi agar pemerintah dapat membentuk regulasi
serta peraturan peraturan meliputi lingkup perdata dan pidana dan penegakan yang
tegas serta dengan sanksi sanksi yang harus diterapkan jugalah harus tegas.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa penyebab masyarakat kurang peka akan membuang sampah pada
tempatnya?
b. Apakah sudah ada regulasi yang tegas dalam mengatur pencemaran
lingkungan?

1.3 Tujuan Penulisan

Membantu mengedukasi masyarakat atau mahasiswa Fakultas Hukum dalam


penanggulangan pencemaran lingkungan serta membantu mahasiswa Fakultas
Hukum memahami apa yang sebenarnya terdapat dalam peraturan perundang-
undangan dalam penegakan hukum pencemaran lingkungan.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Perkembangan Hukum Lingkungan di Indonesia

Perkembangan Hukum Lingkungan di Indonesia berawal dari Konferensi


Stockholm pada tahun 1972 serta menjadi cikal bakal daripada hukum lingkungan
internasional yang diratifikasi menjadi UUPPLH dan Konferensi Stockholm
mempunyai hasil sebuah dokumen yaitu: Deklarasi tentang Lingkungan Hidup
Manusia serta dalam konferensi itu juga menetapkan bahwa pada tanggal 5 Juni
sebagai “Hari Lingkungan Hidup Sedunia”. Pada tahun 1983 dibentuklah sebuah
badan oleh Majelis Umum PBB yaitu The World Commision on Environment and
Development (WCED) yang diketuai oleh Perdana Menteri Norwegia Groharlem
Bruntland dan Komisi Bruntland menghasilkan sebuah laporan yang kemudian
dipublikasikan dengan judul “Our Common Future”.

Setelah itu diadakan Konferensi di Rio de Janeiro, Brazil pada tahun 1992 tentang
Lingkungan Hidup dan Pembangunan atau disebut dengan Earth Charter yang
merupakan Soft Agreements yang memuat 27 prinsip yaitu:

1) Prinsip Kedaulatan dan tanggung jawab negara


2) Prinsip Keadilan antargenerasi
3) Prinsip Keadilan Intergenerasi
4) Prinsip tindakan Pencegahan
5) Prinsip Kehati-hatian
6) Prinsip pencemaran membayar

Dan lain sebagainya yang terdapat pada Deklarasi Rio 1992

Setelah itu dibentuklah UU No.4 tahun 1982 tentang Ketentuan- Ketentuan Pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup atau disebut dengan UULH Tahun 1982 dan UU ini
memang tidak berlaku lagi karena telah digantikan dengan UU No.32 Tahun 1997
atau UULH Tahun 1997 dan diganti lagi dan dinyatakan tidak berlaku lagi karena
telah dibentuk UU No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (UUPPLH).

UULH 1982 adalah sumber hukum formal tingkat undang undang pertama dalam
konteks hukum lingkungan modern di Indonesia serta UULH 1982 memuat
ketentuan-ketentuan hukum yang menandai lahirnya suatu bidang hukum baru yaitu
bidang hukum lingkungan. UULH 1982 yang berlaku selama sebelas tahun ternyata
dipandang tidak efektif oleh para pemerhati lingkungan hidup dan para pengambil
kebijakan lingkungan hidup karena masih dianggap pengaturannya yang lemah maka
atas dasar itulah UULH 1982 perlu disempurnakan maka dibentuklah UU 1997
tentang Lingkungan Hidup serta pada UULH 1997 masih tetap memuat konsep
UULH 1982 seperti Kewenangan Negara,Pemberian Izin,Amdal selain itu pada
UULH 1997 memuat konsep konsep yang sebelumnya tidak ada pada UULH 1982
yaitu konsep dibidang hak masyarakat.

Dalam hal penyelesaian sengketa, UULH 1997 mengatur penyelesaian sengketa


melalui pengadilan dan penyelesaian sengketa diluar pengadilan atas dasar kebebasan
memilih para pihak. Dibandingkan UULH tahun 1982 dan UULH 1997, UUPPLH
yang terbaru yaitu memuat bab dan pasal lebih banyak yaitu XVII bab dan 127 pasal.

2.2 Jenis-Jenis Pelanggaran Hukum Lingkungan

A) Pencemaran Udara

Pencemaran udara terjadi karena adanya zat-zat polutan yang mengotori


udara. Zat-zat polutan ini dapat dihasilkan dari penggunaan alat-alat tertentu, seperti
AC, kendaraan bermotor, dan hair dryer. Selain itu, zat-zat pencemar atau polutan
juga dapat dihasilkan dari aktivitas yang dilakukan oleh manusia, seperti membakar
sampah, menggunakan pestisida untuk membunuh hama di lahan pertanian, dan
aktivitas pabrik yang menimbulkan asap.
B) Pencemaran Air

Pencemaran air terjadi karena adanya zat-zat polutan yang masuk ke dalam
sumber air, seperti insektisida, kotoran, limbah, pupuk, dan sampah. Air yang
tercemar akan berbau, keruh, dan berwarna, sehingga tidak layak untuk dikonsumsi.

C) Pencemaran Tanah

Pencemaran tanah disebabkan akibat resapan zat-zat polutan kedalam tanah


yang biasanya adalah zat kimia yang menyebabkan kualitas tanah turun

2.3 Aspek Pidana dan Perdata

Hukum Lingkungan mempunyai aspek pidana dan perdata,yaitu:

Aspek pidana dalam hukum lingkungan mempunyai 2 aspek delik yaitu delik formil
dan delik materiil

Delik Materil : Perbuatan melawan hukum yang menyebabkan pencemaran


atau perusakan lingkungan hidup yang tidak perlu memerlukan pembuktian
pelanggaran aturan-aturan hukum administrasi seperti izin.

Delik Formil : Perbuatan yang melanggar hukum terhadap aturan-aturan hukum


administrasi, jadi untuk pembuktian terjadinya delik formil tidak diperlukan
pencemaran atau perusakan lingkungan hidup seperti delik materil, tetapi cukup
dengan membuktikan pelanggaran hukum administrasi.

Beberapa Contoh Pasal dalam UUPPLH yang mengatur pemidanaan atas


pelanggaran hukum lingkungan:

Pasal 105

Setiap orang yang memasukkan limbah ke dalam wilayah Negara kesatua republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat 1 huruf c dipidana dengan
penjara paling singkat empat tahun dan paling lama dua belas tahun dan denda paling
sedikit Rp 4.000.000.000 dan paling banyak Rp. 12.000.000.000.

Pasal 106

Setiap orang yang memasukkan limbah B3 kedalam wilayah Negara kesatuan


republik Indonesia sebagaimana dimaksud Pasal 69 ayat 1 huruf d dipidana dengan
penjara paling singkat lima tahun dan paling lama lima belas tahun dan denda paling
sedikit Rp 5.000.000.000 dan paling banyak Rp. 15.000.000.000.

Pasal 107

Setiap orag yang memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan perundang-


undangan kedalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud pasal 69 ayat 1 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling singkat lima
tahun dan paling lama lima belas tahun dan denda paling sedikit Rp 5.000.000.000
dan paling banyak Rp. 15.000.000.000.

Pasal 108

Setiap orang yang melakukan pembakaran lahan sebagaimana dimaksud dalam pasal
69 ayat 1 huruf h, dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu tahun dan
paling lama tiga belas tahun dan denda paling sedikit Rp 3.000.000.000 dan paling
banyak Rp. 10.000.000.000.

Aspek Perdata dalam Hukum Lingkungan :

Berdasarkan Pasal 34 ayat (1) penggugatan lingkungan untuk mendapatkan ganti


rugi dan/atau tindakan tertentu haruslah memenuhi persyaratan yang menjadi unsur
Pasal 34 ayat (1) yaitu :

 perbuatan melanggar hukum


 pencemaran dan/atau perusakan lingkungan

 kerugian pada orang lain atau lingkungan

 penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.

Hal tersebut dapat menjadi acuan dasar pengajuan gugatan lingkungan.

Hal ini berkaitan dengan juga dengan Hukum Perdata seperti yang tercantum dalam
beberapa pasal di KUHPerdata yaitu :

Pasal 1365 KUHPerdata:

“Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain,
mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti
kerugian tersebut”

Pasal 1366 KUHPerdata:

“Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian ynag disebabkan
perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkankelalaian atau kurang hati-
hatinya”

Hasil Penelitian kami yang bertempat pasar masomba adalah bahwasanya


sebenarnya pasar
tersebutdapat kita lihat masih kurangnya tempat pembuangan sampah yang disediaka
n oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota palu sehingga sampah menumpuk dan
sudah tidak dapat menampung sampah lagi walaupun telah diangkat beberapa kali
sehari.
tempat pembuangan sampah ada beberapa pedagang yang menjual barang dagangann
ya dan dapat kita bayangkan bahwa sebenarnya hal ini tidak baik bagi para pembeli
maupun para penjual atau dapat kita katakan sama sama rugi yaitu kesehatan kita men
jaditerganggu dan juga seharusnya Dinas Kebersihan Kota palu menambah beberapa
unit tempat sampah lagi agar sampah tidak menumpuk.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dapat disimpulkan bahwa sebenarnya UUPPLH tahun 2009 telah mengatur


segala aspek lingkungan dan penegakannya akan tetapi masyarakat masih belum
dapat mematuhi UUPPLH tahun 2009 dikarenakan mindset atau gaya pemikiran
masyarakat masih konservatif yaitu dengan berpikir tidak masalah hanya membuang
sampah sembarangan akan tetapi hal tersebut tidak benar dan tidak patut dilakukan.
Maka sudah seharusnya kita mengubah cara kita berpikir tentang sampah atau polutan
terhadap lingkungan.

3.2 Saran

Sudah sepatutnya Pemerintah Kota Palu melalui Dinas Kebersihan Kota palu
menambah unit tempat pembuangan sampah agar tidak lagi mencemari tempat-
tempat disekitar lingkungan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

1) Takdir Rahmadi, Jakarta: PT.Rajagrafindo Persada,2015


2) Dinas Lingkungan Hidup Semarang
3) Burgerlijk Wetboek (KUHPerdata)

Anda mungkin juga menyukai