Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH HUKUM LINGKUNGAN

“BAKU MUTU UDARA AMBIEN”


Dosen Pengampu : Prof. Dr. H. Lauddin Marsuni, S.H.M.H

Oleh:

NAMA : SAMIDA
NIM : 000802562022
KELAS : MH-2

PASCASARJANA UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM

MAKASSAR

2022
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dengan semua rahmatnya, penulis akhirnya bisa menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya.
Tak lupa, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Lauddin
Marsuni, S.H,M.H. selaku Dosen pengampu Mata Kuliah Hukum Lingkungan, yang
sudah memberikan banyak bantuan untuk menyusun makalah ini. Penulis juga ingin
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang sudah membantu penyusunan
makalah ini.
Makalah berjudul “Baku Mutu Udara Ambien” disusun untuk memenuhi tugas
mata kuliah Hukum Lingkungan. Melalui tugas ini, penulis mendapatkan banyak ilmu
baru tentang memahami Hukum Lingkungan dengan baik.
Tentu penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Meskipun begitu,
penulis berharap bahwa makalah ini bisa bermanfaat untuk orang lain.
Apabila ada kritik dan saran yang ingin disampaikan, penulis sangat terbuka dan
dengan senang hati menerimanya.

Makassar, 17 Oktober 2022

Samida
DAFTAR ISI

Hala man

KAT A PENG ANT AR ................................................................... i

DAFT AR ISI .............................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ..................................................................... 1


B. Ru musan Masalah ................................................................ 2
C. Tujuan Masalah .................................................................... 3
D. Manfaat ............................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN

A. Baku mu tu udara a mbien ....................................................... 4


1. Pengertian baku mutu udara a mbien ................................... 4
2. Standar baku mutu udara a mbien ....................................... 4
3. Status mutu udara a mbien daerah ...................................... 7
4. Indeks standar pence mar udara (ISPU) ............................... 8
B. Pence maran udara a mbien .................................................... 9
C. Pengendalian pencemaran udara ........................................... 10
D. Emisi ................................................................................... 11

BAB III PENUT UP

A. Kesimpulan ............................................................................ 22

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semakin bertambahnya aktivitas manusia membawa dampak akan
sulitnya pemenuhan tuntutan masyarakat akan kesejahteraan, ketentraman,
ketertiban dan kenyamanan. Pemerintah harus menyadari bahwa kota yang
menjadi hunian dan tempat mencari kehidupan sehari-hari harus bisa memenuhi
setiap kepentingan masyarakat dan memenuhi tuntutan masyarakat akan
perkembangan dan kemajuan kota. Perkembangan kota dapat menimbulkan
dampak negatif bagi masyarakat jika kebutuhan masyarakat tidak seimbang
dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan sehingga menimbulkan
masalah, yaitu menurunnya tingkat kesehatan masyarakat akibat pencemaran
atau polusi udara, serta menurunnya kualitas lingkungan hidup karena
pencemaran udara sebagai salah satu contohnya
Udara mempunyai arti yang sangat penting didalam kehidupan makhluk
hidup. Sehingga udara merupakan sumber daya alam yang harus dilindungi
untuk hidup dan kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Hal ini
menunnjukkan bahwa pemanfaatannya harus dilakukan secara bijaksana
dengan memperhitungkan kepentingan generasi sekarang dan yang akan
datang. Untuk mendapatkan udara sesuai dengan tingkat kualitas yang
diinginkan, maka pengendalian pencemaran udara menjadi sangat penting untuk
dilakukan.
Pencemaran udara diartikan dengan turunnya kualitas udara sehingga
udara mengalami penurunan mutu dalam penggunaannya yang akhirnya tidak
dapat digunakan lagi sebagaimana mestinya sesuai dengan fungsinya. Dalam
pencemaran udara selalu terkait dengan sumber yang menghasilkan
pencemaran udara yaitu sumber yang bergerak (umumnya kendaraan bermotor)
dan sumber yang tidak bergerak (umumnya kegiatan industri) sedangkan
pengendalian selalu terkait dengan serangkaian kegiatan pengendalian yang
bermuara dari batasan baku mutu udara. Dengan adanya tolok ukur baku mutu

1
udara akan dapat dilakukan penyusunan dan penetapan kegiatan pengendalian
pencemaran udara.
Penjabaran kegiatan pengendalian pencemaran udara nasional
merupakan arahan dan pedoman yang sangat penting untuk pengendalian
pencemaran udara di daerah. Disamping sumber bergerak dan sumber tidak
bergerak seperti yang telah disebutkan di atas, terdapat emisi yang spesifik yang
penanganan upaya pengendalian masih belum ada acuan baik di tingkat
nasional. Sumber emisi ini adalah pesawat terbang, kapal laut, kereta api, dan
kendaraan berat spesifik lainnya. Maka penggunaan sumber-sumber emisi
spesifik tersebut di atas harus tetap mempertimbangkan kaidah-kaidah
pengelolaan lingkung hidup
Dalam pengaturan pengendalian pencemaran udara, udara bebas yang
kita hirup disebut sebagai udara ambien. Baku mutu udara ambien secara
sederhana dapat diartikan sebagai batas maksimum bahan pencemar (zat,
senyawa) yang diperbolehkan ada di udara. Terdapat 13 (tiga belas) parameter
yang diatur dalam baku mutu udara ambien Indonesia yang berlaku secara
nasional, yaitu SO2 (Sulfur Dioksida), CO (Karbon Monoksida), NO2 (Nitrogen
Dioksida), O3 (Oksida), HC (Hidrokarbon), PM10 dan PM2,5 (Partikel), TSP
(Debu), Pb (Timah Hitam), Dustfall (Debu Jatuh), Total Fluorides, Fluor Indeks,
Khlorine dan Khlorine Dioksida, serta Sulphat Index. Ini mengacu pada
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.41 tahun 1999 tentang
pengendalian pencemaran udara.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang hendak dibahas dalam makalah ini
adalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan baku mutu udara ambien ?
2. Apa yang menyebabkan terjadinya pencemaran terhadap udara ambien ?
3. Bagaimana pengendalian baku mutu udara ambien ?

2
C. Tujuan Masalah
Dalam penulisan makalah ini, penulis memberikan permasalahan diatas
yang menjadikan tujuan dari makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan baku mutu udara ambien.
2. Untuk mengetahui bagaimana pengendalian baku mutu udara ambien.
3. Untuk mengetahui penyebab terjadinya pencemaran terhadap udara ambien.

D. Manfaat
Penulis berharap hasil dari makalah ini dapat memberikan manfaat baik
bersifat teoritis maupun bersifat praktis.
1. Secara teoritis
a) Diharapkan dapat memberikan tambahan wawasan dibidang hukum
lingkungan khususnya dalambaku mutu lingkungan (baku mutu udara
ambien).
b) Dapat memahami penerapan ilmu dibidang hukum lingkungan dalam baku
mutu udara ambien.
2. Secara praktis
a) Dapat mengembangkan kemampuan berpikir penulis dalam menerapkan
ilmu yang didapat.
b) Mengembangkan penalaran dan membentuk pola pikir penulis.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Baku Mutu Udara Ambien


1. Pengertian Baku Mutu Udara Ambien
Menurut PP No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran
Udara, udara ambien adalah udara bebas di permukaan bumi pada lapisan
troposfir yang berada di dalam wilayah yurisdiksi Republik Indonesia yang
dibutuhkan dan mempengaruhi kesehatan manusia, makhluk hidup, dan
unsur lingkungan hidup lainnya. Mutu udara ambien adalah kadar zat, energi,
dan/atau komponen lain yang ada di udara bebas. Status mutu udara ambien
adalah keadaan mutu udara di suatu tempat pada saat dilakukan
inventarisasi. Baku mutu udara ambien adalah ukuran batas atau kadar zat,
energi, dan/atau komponen yang ada atau yang seharusnya ada dan/atau
unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam udara ambien.
Perlindungan mutu udara ambien adalah upaya yang dilakukan agar udara
ambiendapat memenuhi fungsi sebagaimana mestinya.

2. Standar Baku Mutu Udara Ambien


Di Indonesia, standar baku mutu udara ambien nasional telah diiatur
dalam PP No.41 tahun 1999.Baku mutu udara embien nasional ditetapkan
sebagai batas maksimum kualitas udara ambien nasional yang diperbolehkan
untuk di semua kawasan di seluruh Indonesia. Sehingga arah dan tujuan dari
penetapan baku mutu ini adalah untuk mencegah pencemaran udara dalam
rangka pengendalian pencemaran udara nasional. Dalam penetapan baku
mutu udara ambien nasional dilibatkan unsur-unsur instansi terkait dan
mempertimbangkan standar-standar internasional.
Mengacu kepada Undang-undang Pengelolaan Lingkungan Hidup
ditetapkan bahwa sasaran pengelolaan lingkungan hidup adalah tercapainya
keselarasan, keserasian dan keseimbangan antara manusia dan lingkungan
hidup dengan mempertimbangkan generasi kini dan yang akan datang serta

4
terkendalinya pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana.
Pengendalian pencemaran udara mengacu kepada sasaran tersebut
sehingga pola kegiatannya terarah dengan tetap mempertimbangkan hak dan
kewajiban serta peran serta masyarakat.
Selanjutnya ditegaskan pula bahwa hak setiap anggota masyarakat
atas lingkungan hidup yang baik dan sehat yang diikuti dengan kewajiban
untuk memelihara dan melestarikan fungsi lingkungan hidup. Sehingga setiap
orang mempunyai peran yang jelas di dalam hak dan kewajibannya
mengelola lingkungan hidup. Dalam peraturan pemerintah ini juga diatur hak
dan kewajiban setiap anggota masyarakat serta setiap pelaku usaha
dan/atau kegiatan agar dalam setiap langkah kegiatannya tetap menjaga dan
memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup.
Pengedalian pencemaran udara mencakup kegiatan-kegiatan yang
berintikan:
a) Inventarisasi kualitas udara daerah dengan mempertimbangkan berbagai
kriteria yang ada dalam pengendalian pencemaran udara
b) Penetapan baku mutu udara ambien dan baku mutu emisi yang
digunakan sebagai tolak ukur pengendalian pencemaran udara
c) Penetapan mutu kualitas udara di suatu daerah termasuk perencanaan
pengalokasian kegiatan yang berdampak mencemari udara
d) Pemantauan kualitas udara baik ambien dan emisi yang diikuti dengan
evaluasi dan analisis
e) Pengawasan terhadap penaatan peraturan pengendalian pencemaran
udara
f) Peran masyarakat dalam kepedulian terhadap pengendalian pencemaran
udara
g) Kebijaksan bahan bakar yang diikuti dengan serangkaian kegiatan
terpadu dengan mengacu kepada bahan bakar bersih dan ramah
lingkungan
h) penetapan kebijaksan dasar baik teknis maupun non teknis dalam
pengendallian pencemaran udara secara nasional.

5
Adapun standar baku mutu udara ambien yang terbaru adalah diatur
dalam Lampiran VII Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22
Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Perlindungan Dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.

Gambar II.I.Baku Mutu Udara Ambien PP No.22 Tahun 2021

6
3. Status Mutu Udara Ambien Daerah
Status mutu udara ambien daerah adalah mutu udara ambien yang
menggambarkan keadaan kualitas udara ambien di suatu lokasi pada waktu
tertentu. Langkah untuk penetapan status mutu udara ambien daerah adalah
dengan mempertimbangkan kondisi-kondisi teknis tertentu saat dilakukannya
pengambilan sampel udara ambien. Dalam penetapan status mutu udara
ambien daerah terdapat beberapa kegiatan pokok yang harus diperhatikan,
diantaranya adalah:
a) Inventarisasi data-data Indeks Standar Pencemar Udara atau data-data
kualitas udara ambien daerah. Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU)
merupakan angka yang menggambarkan kualitas udara ambien di suatu
area pada waktu tertentu dengan peralatan pemantau kualitas udara
secara kontinyu dan otomatis. Dengan analisis data ini (bulanan dan
tahunan) akan diketahui kecenderungan tentang kualitas udara di daerah
yang bersangkutan. Sedangkan data-data kualitas udara ambien
diperoleh dari pengambilan sampel secara manual.
b) Inventarisasi sumber-sumber pencemar dan potensi emisinya. Pada
dasarnya pencemaran yang terjadi ditimbulkan oleh berbagai aktivitas.
Aktivitas utama yang sangat berpengaruh bagi timbulnya pencemaran
adalah industri, transportasi, rumah tangga, pembakaran buangan padat
(sampah), pembukaan lahan-lahan lain-lain. Potensi masing-masing
sumber dalam mengemisikan pencemar perlu diketahui agar dapat
dihitung besarnya emisi yang timbul serta kontribusi yang diberikan oleh
masing-masing aktivitas di setiap kota.
c) Inventarisasi kondisi atmosfir di daerah. Kondisi ini meliputi meteorologi
dan topografi dari daerah yang bersangkutan. Meteorologi memungkinkan
terjadinya berbagai pergerakan dan reaksi polutan di atmosfer.
Sedangkan topografi berpengaruh terhadap sifat penyebaran pencemar.
Sehingga secara tidak langsung hal ini akan mempengaruhi dalam
penentuan status mutu udara ambien.

7
4. Indeks standar pencemar udara (ISPU)
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) berkomitmen
untuk memberikan informasi mutu udara yang tepat dan akurat kepada
masyarakat dalam rangka upaya pengendalian pencemaran udara. Hal ini
dibuktikan dengan terus meningkatnya jumlah stasiun pemantauan otomatis
kontinu yang dimiliki KLHK yaitu ditargetkan mencapai 38 stasiun pada tahun
2020. Agar informasi tentang mutu udara mudah dipahami oleh masyarakat,
hasil pemantauan mutu udara dari stasiun pemantauan otomatis kontinu
disampaikan dalam bentuk Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU).
ISPU merupakan angka tanpa satuan, digunakan untuk
menggambarkan kondisi mutu udara ambien di lokasi tertentu dan didasarkan
kepada dampak terhadap kesehatan manusia, nilai estetika dan makhluk
hidup lainnya. Khusus untuk daerah rawan terdampak kebakaran hutan dan
lahan, informasi ini dapat digunakan sebagai early warning system atau
sistem peringatan dini bagi masyarakat sekitar. Tujuan disusunnya ISPU agar
memberikan kemudahan dari keseragaman informasi mutu udara ambien
kepada masyarakat di lokasi dan waktu tertentu serta sebagai bahan
pertimbangan dalam melakukan upaya-upaya pengendalian pencemaran
udara baik bagi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Pada tahun 2020, KLHK telah mengeluarkan Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor 14 tahun 2020 tentang Indeks
Standar Pencemar Udara yang merupakan pengganti dari Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup No. 45 tahun 1997 tentang Perhitungan dan
Pelaporan serta Informasi Indeks Standar Pencemar Udara. Pada peraturan
pengganti ini, tercantum bahwa perhitungan ISPU dilakukan pada 7 (tujuh)
parameter yakni PM10, PM2.5, NO2, SO2, CO, O3, dan HC. Terdapat
penambahan 2 (dua) parameter yakni HC dan PM2.5 dari peraturan
sebelumnya. Penambahan parameter tersebut didasari pada besarnya resiko
HC dan PM2.5 terhadap kesehatan manusia.

8
B. Pencemaran Udara Ambien
Pencemaran Udara adalah masuk atau dimasukkannya zat, energi,
dan/atau komponen lainnya ke dalam UdaraAmbien oleh kegiatan manusia
sehingga melampaui BakuMutu Udara Ambien yang telah ditetapkan. Adapun
yang menyebabkan terjadinya pencemaran udara ambien adalah udara emisi.
Udara emisi adalah udara yang langsung dikeluarkan oleh sumber emisi seperti
knalpot kendaraan bermotor dan cerobong gas buang pabrik. Kendaraan
bermotor merupakan salah satu sumber pencemar udara yang berasal dari
proses pembakaran bahan bakar khususnya untuk daerah perkotaan. Emisi gas
buang yang keluar dari kendaraan bermotor pada umumnya mempunyai
karakteristik bahan pencemar seperti: Sulfur Dioksida (SO2), Nitrogen Dioksida
(NO2), Karbon Monoksida (CO), Partikulat debu, Hidro Karbon (NMHC) dan
bahan-bahan organik lainnya yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia.
Penyebab dan dampak pencemaran udara yang paling utama selalu
terkait dengan manusia. Manusia menjadi penyebab utama dan terbesar
terjadinya pencemaran udara. Pun manusia pula yang merasakan dampak
terburuk dari terjadinya pencemaran udara.Pencemaran udara merupakan salah
satu kerusakan lingkungan, berupa penurunan kualitas udara karena masuknya
unsur-unsur berbahaya ke dalam udara atau atmosfer bumi. Masuknya polutan
kedalam atmosfer yang menjadikan terjadinya pencemaran udara bisa
disebabkan dua faktor, yaitu:
a) faktor alam. Penyebab pencemaran udara dari faktor alam contohnya adalah
aktivitas gunung berapi yang mengeluarkan abu dan gas vulkanik, kebakaran
hutan, dan kegiatan mikroorganisme. Polutan yang dihasilkan biasanya
berupa asap, debu, dan gas.
b) Penyebab polusi udara yang kedua adalah faktor manusia dengan segala
aktifitasnya. Berbagai kegiatan manusia yang dapat menghasilkan polutan
antara lain:
 Pembakaran. Semisal pembakaran sampah, pembakaran pada kegiatan
rumah tangga, kendaraan bermotor, dan kegiatan industri. Polutan yang
dihasilkan antara lain asap, debu, grit (pasir halus), dan gas (CO dan NO).

9
 Proses peleburan. Semisal proses peleburan baja, pembuatan soda,
semen, keramik, aspal. Polutan yang dihasilkannya meliputi debu, uap,
dan gas.
 Pertambangan dan penggalian. Polutan yang dihasilkan terutama adalah
debu.
 Proses pengolahan dan pemanasan. Semisal proses pengolahan
makanan, daging, ikan, dan penyamakan. Polutan yang dihasilkan
meliputi asap, debu, dan bau.
 Pembuangan limbah. Baik limbah industri maupun limbah rumah tangga.
Polutannya adalah gas H2S yang menimbulkan bau busuk.
 Proses kimia. Semisal pada pemurnian minyak bumi, pengolahan mineral,
dan pembuatan keris. Polutan yang dihasilkan umunya berupa debu, uap
dan gas.
 Proses pembangunan. Semisal pembangunan gedung-gedung, jalan dan
kegiatan yang semacamnya. Polutannya seperti asap dan debu.
 Proses percobaan atom atau nuklir. Polutan yang dihasilkan terutama
adalah gas dan debu radioaktif.

C. Pengendalian pencemaran udara


Pemerintah telah melakukan upaya untuk menjaga dan menjamin mutu
udara ambien yang telah dituangkan dalamPeraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran udaradan
PP No.22 tahun 2021 tentang penyelenggaraan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup. Bahwa udara sebagai sumber daya alam yang mempengaruhi
kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya harus dijaga dan dipelihara
kelestarian fungsinya untuk pemeliharaan kesehatan dan kesejahteraan manusia
serta perlindungan bagimakhluk hidup lainnya. bahwa agar udara dapat
bermanfaat sebesar-besarnya bagi pelestarian fungsi lingkungan hidup, maka
udara perlu pelihara, dijaga dan dijamin mutunya melaluipengendalian
pencemaran udara.

10
Sebagaimana yang telah diatur dalam PP No.41 tahun 1999 tentang
Pengendalian pencemaran udara dan undang-undang yang terbaru adalah PP
No.22 tahun 2021 tentang penyelenggaraan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup,meliputi pengendalian dari usaha dan/atau kegiatan sumber
bergerak, sumber bergerak spesifik, sumber tidak bergerak, dan sumber tidak
bergerak spesifik yang dilakukan dengan upaya pengendalian sumber emisi
dan/atau sumber ganggunan yang bertujuan untuk mencegah turunnya mutu
udara ambien.

D. Emisi
Emisi adalah zat, energi dan/atau komponen lain yang dihasilkan dari
suatu kegiatan yang masuk dan/atau dimasukkannya ke dalam udara ambien
yang mempunyai atautidak mempunyai potensi sebagai unsur pencemar. Mutu
emisi adalah emisi yang boleh dibuang oleh suatu kegiatan ke udara ambien.
Sumber emisi adalah setiap usaha dan/atau kegiatan yang mengeluarkan emisi
dari sumber bergerak, sumber bergerak spesifik, sumber tidak bergerak maupun
sumber tidak bergerak spesifik. Sumber bergerak adalah sumber emisi yang
bergerak atau tidak tetap pada suatu tempat yang berada dari kendaraan
bermotor. Sumber bergerak spesifik adalah sumber emisi yang bergerak atau
tidak tetap pada suatu tempat yang berasal dari kereta api, pesawat terbang,
kapal laut dan kendaraan berat lainnya.
Sumber tidak bergerak adalah sumber emisi yang tetap pada suatu
tempat. Sumber tidak bergerak spesifik adalah sumber emisi yang tetap pada
suatu tempat yang berasal dari kebakaran hutan dan pembakaran sampah. Baku
mutu emisi sumber tidak bergerak adalah batas kadar maksimum dan/atau
beban emisi maksimum myang diperbolehkan masuk atau dimasukkan ke dalam
udara ambien. Ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor adalah batas
maksimum zat atau bahan pencemar yang boleh dikeluarkan langsung dari pipa
gas buang kendaraan bermotor. Sumber gangguan adalah sumber pencemar
yang menggunakan media udara atau padat untuk penyebarannya, yang berasal

11
dari sumber bergerak, sumber bergerak spesifik, sumber tidak bergerak, atau
sumber tidak bergerak spesifik.
Sebagaimana telah dijelaskan diatas, maka dapat diambil salah satu
contoh yaitu baku mutu emisi dengan pembakaran dalam sesuai dengan
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia No.11
Tahun 2021 Tentang Baku Mutu Emisi Dengan Pembakaran Dalam. Mesin
Dengan Pembakaran Dalam atau Genset adalah mesin berbahan bakar minyak
maupun gas yang mengubah energi panas menjadi energi mekanis
denganmenggunakan mesin timbal balik secara pengapiandengan percikan atau
pengapian dengan tekanan. Bahan Bakar Minyak adalah bahan bakar yang
berasal dari semua cairan organik yang tidak larut atau bercampur dalam air baik
yang dihasilkan dari tumbuh– tumbuhan dan/atau hewan maupun yang diperoleh
dari kegiatan penambangan minyak bumi.
bahwa usaha dan/atau kegiatan yang menggunakan mesin dengan
pembakaran dalam atau genset berpotensi menimbulkan pencemaran udara,
perlu dilakukan pencegahan pencemaran udara melalui penerapan baku mutu
emisi. Dengan ini akan diuraikan melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
Dan Kehutanan No.11 Tahun 2021 Tentang Baku Mutu Emisi Dengan
Pembakaran Dalam.
Pasal 3
Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang mengoperasikan Mesin
Dengan Pembakaran Dalam atau Genset berkewajiban melakukan:
a. pemantauan Emisi;
b. pengelolaan data dan informasi pemantauan Emisi; dan
c. pengelolaan Emisi Fugitif.
Pasal 4
Pemantauan Emisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a dilakukan
dengan tahapan:
a. penyusunan rencana pemantauan Emisi;
b. pengukuran Emisi;
c. penghitungan beban Emisi dan kinerja pembakaran; dan

12
d. penyusunan laporan pemantauan Sumber Emisi.
Pasal 5
(1) Penyusunan rencana pemantauan Emisi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 huruf a paling sedikit meliputi:
a. identifikasi, penamaan, dan pemberian kodeseluruh Sumber Emisi;
b. pengadaan, pengoperasian, pemeliharaan,perbaikan sarana dan
prasarana pemantauan Emisi; dan
c. penyusunan detil pengambilan sampel Emisi.
(2) Penyusunan rencana pemantauan Emisi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan oleh penanggungjawab pengendalian Pencemaran Udara yang
memilikikompetensi yang memenuhi standar di bidangpengelolaan kualitas
udara.
Pasal 6
(1) Identifikasi, penamaan, dan pemberian kode seluruh Sumber Emisi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5ayat (1) huruf a paling sedikit terdiri
atas:
a. parameter utama, dan parameter pendukung yang dihasilkan dari
Sumber Emisi;
b. Sumber Emisi;
c. Emisi Fugitif; dan
d. pencatatan data aktivitas, faktor Emisi, faktor oksidasi, dan konversi
Emisi.
(2) Parameter utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. Partikulat (PM);
b. Sulfur Dioksida (SO2);
c. Nitrogen Oksida (NOx); dan
d. Karbon Monoksida (CO).
(3) Parameter pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri
atas:
a. Karbon Dioksida (CO2);
b. Oksigen (O2);

13
c. temperatur; dan
d. kecepatan alir.
(4) Identifikasi, penamaan, dan pemberian kode seluruh Sumber Emisi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)disusun dengan menggunakan format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagiantidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini
Pasal 7
(1) Sumber Emisi yang sudah diidentifikasi, diberi penamaan, dan pengkodean
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b dilakukan
pemantauan Emisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a.
(2) Pemantauan Emisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
cara manual.
Pasal 8
(1) Pemantauan Emisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dikecualikan
terhadap Sumber Emisi dari Mesin Dengan Pembakaran Dalam atau Genset
denganketentuan:
a. mempunyai kapasitas ≤100 KW (kurang dari atau sama dengan seratus)
kilowatt jam per tahun
b. beroperasi secara kumulatif <1.000 (kurang dari seribu) jam per tahun;
c. digunakan untuk kepentingan darurat, kegiatan perbaikan atau kegiatan
pemeliharaan yang secara kumulatif berlangsung selama ≤200 (kurang
dari atau sama dengan dua ratus) jam pertahun; atau
d. digunakan untuk menggerakkan peralatan las.
(2) Dalam hal waktu operasi Mesin Dengan Pembakaran Dalam atau Genset
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)huruf b secara kumulatif telah
mencapai ≥ 1.000 (lebihbesar dari atau sama dengan seribu) jam,
wajibdilakukan pemantauan Emisi.
(3) Mesin Dengan Pembakaran Dalam atau Genset yang digunakan sebagai
alat penggerak derek wajibmelakukan pengukuran Emisi.

14
(4) Setiap Mesin Dengan Pembakaran Dalam atau Genset sebagai cadangan
wajib memiliki data hasil pengukuranberdasarkan kapasitas dan spesifikasi
sesuai denganBaku Mutu Emisi.
(5) Pemantauan Emisi terhadap Sumber Emisi sebagaimanadimaksud pada ayat
(1) dilakukan paling sedikit:
a. 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) tahun, untuk Mesin Dengan Pembakaran
Dalam atau Gensetberkapasitas 101 KW (seratus satu) kilowatt
sampaidengan 500 KW (lima ratus) kilowatt;
b. 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun, untuk Mesin Dengan Pembakaran
Dalam atau Genset berkapasitas 501 KW (lima ratus satu) kilowatt
sampai dengan 1000 KW (seribu) kilowatt; dan
c. 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan, untuk Mesin Dengan Pembakaran
Dalam atau Genset berkapasitas ≥1001 KW (lebih dari atau sama dengan
seribu satu) kilowatt.
Pasal 9
(1) Pemantauan Emisi dengan cara manual sebagaimana dimaksud pada Pasal
7 ayat (2) untuk parameter Partikulat dilakukan menggunakan metode:
a. Isokinetik; dan
b. Populasi.
(2) Pemantauan Emisi dengan menggunakan metode Isokinetik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan ketentuan:
a. Bentuk cerobong bulat:
1. jumlah lubang sampling berbentuk bulat untuk diameter lebih dari 20
cm (dua puluh)sentimeter sampai dengan 30 cm (tiga puluh)sentimeter
sebanyak 1 (satu) buah dengan titiklintas 2 (dua) sampai 4 (empat);
2. jumlah lubang sampling berbentuk bulat untuk diameter 30 cm (tiga
puluh) sentimeter sampaidengan 61 cm (enam puluh satu)
sentimetersebanyak 2 (dua) buah dengan titik lintas 8 (delapan)
sampai 32 (tiga puluh dua); dan
3. jumlah lubang sampling berbentuk bulat untuk diameter di atas 61
cm (enam puluh satu) sentimeter sebanyak 2 (dua) atau 4

15
(empat)buah dengan titik lintas 8 (delapan) sampai 48(empat puluh
delapan);
b. Bentuk cerobong empat persegi panjang:
1. jumlah lubang sampling berbentuk empatpersegi panjang untuk
diameter ekuivalen 20cm (dua puluh) sentimeter sampai dengan
29,9cm (dua puluh sembilan koma sembilan) sentimeter sebanyak 1
(satu) buah dengan titiklintas 2 (dua) sampai 4 (empat);
2. jumlah lubang sampling berbentuk empatpersegi panjang untuk
diameter ekuivalen 30cm (tiga puluh) sentimeter sampai dengan 61cm
(enam puluh satu) sentimeter sebanyak 3(tiga) sampai 6 (enam) buah
dengan titik lintas 9 (sembilan) sampai 36 (tiga enam); dan
3. jumlah lubang sampling berbentuk empat persegi panjang untuk
diameter ekuivalen diatas 61 cm (enam puluh satu)
sentimetersebanyak 3 (tiga) sampai 7 (tujuh) buah dengantitik lintas 9
(sembilan) sampai 49 (empat puluh sembilan).
(3) Pemantauan Emisi dengan menggunakan metode Populasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan ketentuan untuk cerobong
dengan diameter kurang dari 20 cm (dua puluh) sentimeter.
(4) Tata cara penentuan lubang pengambilan sampel sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dilakukan dengan menggunakan format sebagaimana
tercantum Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.
Pasal 10
(1) Pemantauan Emisi dengan cara manual sebagaimana dimaksud dalam Pasal
9 wajib:
a. menggunakan metode pemantauan sesuai dengan Standar Nasional
Indonesia (SNI) atau metode lain yang setara dan tervalidasi; dan
b. dilakukan oleh laboratorium yang sudah memiliki identitas registrasi dari
Menteri.

16
(2) Dalam hal metode pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a belum ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia dapat menggunakan
metode lain yang setara dan tervalidasi.
(3) Tata cara mendapatkan identitas registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 11
(1) Hasil pemantauan Emisi dengan cara manual sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 sampai dengan Pasal 10 disusun dalam bentuk laporan dengan
melampirkan:
a. nilai konsentrasi yang telah dikoreksi Oksigen (O2)
b. nilai kecepatan alir di setiap cerobong;
c. foto pengambilan contoh Emisi di setiap cerobong oleh petugas
laboratorium yang beratribut lengkap;
d. foto cerobong Emisi dan kelengkapan sarana teknis cerobong yang
dipantau;
e. foto lubang contoh Emisi cerobong yang diambil Emisinya dengan
dilengkapi peralatan pengambilan uji Emisi; dan
f. tanggal pengambilan contoh Emisi yang tertera disetiap foto.
(2) Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib melakukan
pencatatan waktu operasi dan penggunaan bahan bakar Mesin Dengan
Pembakaran Dalam atau Genset disusun dengan menggunakan format
sebagaimana tercantum Lampiran IV yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(3) Laporan hasil pemantauan Emisi dengan cara manual sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disusun dengan menggunakan format sebagaimana
tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.
Pasal 12
(1) Terhadap hasil pemantauan Emisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
sampai dengan Pasal 11dilakukan penghitungan:

17
a. beban Emisi; dan
b. kinerja pembakaran, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c.
(2) Hasil pemantauan Emisi dapat digunakan untuk menghitung beban Emisi jika
hasil pemantauannya memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud didalam
Pasal 9.
Pasal 13
(1) Penghitungan beban Emisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1)
huruf a dilakukan terhadap parameter utama sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6ayat (2).
(2) Parameter utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan
parameter pada Baku Mutu Emisi masing-masing usaha dan/atau kegiatan.
(3) Perhitungan beban Emisi sebagaimana dimaksud padaayat (1) untuk
pemantauan secara manual dilakukan pada parameter utama sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) berdasarkan hasil pemantauan Emisi.
(4) Hasil perhitungan beban Emisi sebagaimana dimaksudpada ayat (1)
dilakukan pendokumentasian bukti-bukti yang dapat menunjukkan kebenaran
perhitungan data aktivitas yang digunakan sebagai pendukung untuk
perhitungan beban Emisi.
(5) Tata cara perhitungan beban Emisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tercantum dalam Lampiran VIyang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.
Pasal 14
(1) Perhitungan kinerja pembakaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
ayat (1) huruf b meliputi:
a. perhitungan Karbon Dioksida (CO2) dan KarbonMonoksida (CO) dari
Sumber Emisi yang berada dalam area usaha dan/atau kegiatannya;
b. perhitungan rata hasil pemantauan Emisi dalam rata jam dengan satuan
ukur sesuai dengan ketentuan Baku Mutu Emisi dalam Peraturan Menteri
ini; dan

18
c. pendokumentasian bukti yang dapat menunjukkan kebenaran perhitungan
data aktivitas yang digunakan sebagai pendukung untuk perhitungan
kinerja pembakaran.
(2) Penghitungan kinerja pembakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan rumus berdasarkan hasil:
a. uji laboratorium; atau
b. perhitungan langsung.
(3) Tata cara perhitungan kinerja pembakaran sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.
Pasal 15
(1) Laporan pemantauan Sumber Emisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
huruf d paling sedikit memuat:
a. hasil pemantauan Emisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 sampai
dengan Pasal 12;
b. hasil perhitungan beban Emisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
ayat (1); dan
c. hasil perhitungan kinerja pembakaran sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14 ayat (1).
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun paling sedikit:
a. 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun untuk perencanaan pemantauan Emisi;
dan
b. 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan untuk hasil pemantauan Emisi.
Pasal 16
(1) Laporan pemantauan Sumber Emisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
wajib disampaikan kepada pejabat pemberi persetujuan lingkungan.
(2) Data laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. data perencanaan pemantauan Emisi;
b. data pemantauan Emisi dengan cara manual oleh laboratorium yang
sudah mendapat identitas registrasi dari Menteri;

19
c. data waktu operasi penggunaan Mesin Dengan Pembakaran Dalam atau
Genset; dan
d. foto hasil pengambilan Emisi cerobong.
(3) Data laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan secara
elektronik sesuai dengan ketentuanperaturan perundang-undangan.
Pasal 17
(1) Pengelolaan data dan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf
b dilakukan melalui kegiatan penyusunan, pencatatan, penyimpanan,
penjaminan mutu data dan informasi pemantauan Emisi.
(2) Data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk pemantauan
Emisi paling sedikit berupa:
a. jam operasi produksi, kandungan parameter utamadalam bahan bakar
dan jumlah bahan bakar yangdigunakan, dan jadwal pemeliharaan;
b. nama laboratorium, tanggal pengambilan contoh,nama petugas
pengambil contoh, tanggal dilakukananalisis uji contoh, metode analisis
contoh, danhasil analisis laboratorium; dan
c. kejadian kondisi tidak normal, tanggal mulai kejadian, nama fasilitas atau
unit, penyebab kejadian, keluhan masyarakat dan upaya penanganan
yang dilakukan dalam jangka waktu3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam
setelah terjadinya kondisi tidak normal.
(3) Kondisi tidak normal sebagaimana dimaksud padaayat (2) huruf c jika bahan
bakar tidak sesuai spesifikasi.
(4) Data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)dan ayat (3) wajib
disimpan paling singkat selama 5(lima) tahun sejak data dan informasi
dihasilkan.
(5) Format pelaporan kondisi tidak normal sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dariPeraturan Menteri ini.
Pasal 18
(1) Pengelolaan Emisi Fugitif sebagaimana dimaksud dalamPasal 3 huruf c
dilakukan melalui:

20
a. pelaksanaan tata graha (house keeping) yang baik;
b. perawatan dan inspeksi peralatan secara berkala;dan
c. pencatatan upaya penanggulangan fugitif yang telahdilakukan.
(2) Pelaksanaan tata graha (house keeping) sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a dilakukan dengan carain ventarisasi Sumber Emisi sesuai dengan
ketentuan teknis.
(3) Pengelolaan Emisi Fugitif sebagaimana dimaksud padaayat (1) menjadi
bagian dari pelaksanaan keselamatandan kesehatan kerja usaha dan/atau
kegiatan operasional Mesin Dengan Pembakaran Dalam atau Genset.
Pasal 19
(1) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dalam melaksanakan
pengendalian Emisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sampai dengan
Pasal 18 wajib dilakukan oleh penanggung jawab yang memiliki kompetensi
di bidang pengendalian Pencemaran Udara.
(2) Pemenuhan penanggung jawab yang memiliki kompetensi di bidang
pengendalian Pencemaran Udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.

21
Gambar II.II. Baku Mutu Emisi Dengan Pembakaran Dalam Atau Genset

22
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada BAB sebelumnya, penulis dapat menarik
kesimpulan bahwa terdapat beberapa faktor penyebab terjadinya pencemeran
udara ambien, yaitu dari sumber emisi bergerak dan sumber emisi tidak
bergerak. Oleh karena itu perlu dilakukan pengukuran dan perhitungan emisi
untuk mendapatkan informasi tingkat, status, proyeksi emisi, gangguan dan mutu
udara yang dilakukan oleh personel yang memiliki kompetensi di bidang
perlindungan dan pengelolaan mutu udara agar memenuhi ketentuan baku mutu
emisi yang telah di tetapkan oleh pemerintah melalui undang-undang.
Pemerintah telah melakukan upaya pengendalian pencemaran udara
dengan membuat Peraturan, yakni peraturan pemerintah No.41 tahun 1999 dan
yang terbaru adalah peraturan pemerintah No.22 tahun 2021 agar mutu udara
tetap terjaga sebagaimana mestinya, disini dibutuhkan kesadaran hukum
masyarakat dan badan usaha untuk mentaati peraturan yang dibuat oleh
pemerintah ini, agar kita semua dapat menghirup udara yang sehat dan tercipta
lingkungan hidup yang baik dan sehat.

23
DAFTAR PUSTAKA

Internet:
http://www.bphn.go.id/data/documents/99pp041.pdf

https://hukumlingkungan.or.id/2020/02/08/baku-mutu-udara-ambien/

http://pengen-tau.weebly.com/uploads/1/7/9/2/17924153/8874221_orig.png

https://ditppu.menlhk.go.id/portal/read/indeks-standar-pencemar-udara-ispu-sebagai-
informasi-mutu-udara-ambien-di-indonesia

https://webicdn.com/sdirmember/37/36609/produk/8.%20Lampiran%20VII%20Salinan%
20PP%20Nomor%2022%20Tahun%202021.pdf

https://www.bsn.go.id/main/berita/berita_det/7812/RSNI3-Udara-Ambien---Berikan-
Pendapat-untuk-Udara-Sehat-

https://alamendah.org/2014/08/07/penyebab-pencemaran-udara/

https://peraturan.go.id/common/dokumen/bn/2021/bn548-2021.pdf

Anda mungkin juga menyukai