Anda di halaman 1dari 9

TUGAS MATA KULIAH : FILSAFAT HUKUM

DOSEN PENGAMPU : Prof. Dr. Hj. MULYATI PAWENNEI, SH, MH.

RESUME
ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT HUKUM

OLEH :

NAMA : SAMIDA
NIM : 000802562022
KELAS : MH2/No. Urut 05

PROGRAM PASCA SARJANA


PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2022

i
ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT HUKUM

Sejarah perkembangan filsafat memberikan sumbangsih dalam

menjamurnya aliran-aliran filsafat berdasarkan tahapan periode

perkembangan filsafat itu sendiri. Aliran-aliran filsafat hukum yang

dimaksud meliputi: (1) Aliran Hukum Alam; (2) Positivisme Hukum; (3)

Utilitirianisme; (4) Mazhab Sejarah; (5) Sociological Jurisprudence; (6)

Realisme Hukum dan (7) Freirechtslehre. Berikut merupakan

penjabarannya masing-masing secara singkat.

1) Aliran Hukum Alam

Perkembangan aliran hukum alam dimulai sejak 2.500 tahun yang

lalu, yang berangkat pada pencarian cita-cita pada tingkatan yang

lebih tinggi. Dalam konteks lintas sejarah, Friedman, menyatakan

bahwa aliran ini lahir karena kegagalan umat manusia dalam mencari

keadilan yang absolut. Hukum alam ini dipandang sebagai hukum

yang berlaku universal dan abadi. Aliran hukum alam pada dasarnya

dibedakan menjadi dua macam: (1) aliran hukum alam irrasional, yang

berpandangan bahwa segala bentuk hukum yang berbentuk universal

dan abadi bersumber Tuhan secara langsung, dan (2) aliran hukum

alam rasional, yang berpendapat bahwa sumber dari hukum yang

universal dan abadi itu adalah rasio manusia.

Diskursus tentang hukum alam irrasional dengan hukum alam

rasional pada dasarnya tetap berada pada satu jalur yang sama,

dimana hakikat alam menjadi tema sentral dalam menemukan hakikat

1
hukum alam itu sendiri. Friedman mencoba mengkonstruksi hukum ala

mini dengan memandang dari sudut fungsi yang dimilikinya.

Menurutnya, hukum alam memiliki sifat jamak, yakni:

1. Sebagai instrumen utama dalam transformasi dari hukum sipil kuno

pada zaman Romawi ke suatu sistem yang luas dan kosmopolitan

2. Sebagai senjata oleh kedua belah pihak dalam pertikaian antara

gereja pada Abad Pertengahan dan para Kaisar Jerman.

3. Sebagai latar belakang pemikiran untuk mendukung berlakunya

hukum internasional dan menuntut kebebasan individu terhadap

absolutisme.

4. Sebagai dasar bagi para hakim Amerika (yang berhak untuk

menafsirkan konstitusi) dalam menentang usaha-usaha perundang-

undangan negara untuk memodifikasi dan mengurangi kebebasan

mutlak individu dalam bidang ekonomi dengan menerapkan prinsip-

prinsip hukum alam.

Berikut merupakan para tokoh yang mengawal perkembangan

aliran hukum alam, yaitu: Untuk Hukum Alam Klasik Irrasional,

Thomas Aquinas, John Salisbury (1115-1180), Dante Alighieri

(1269-1321), Piere Dubois, Marsilius Padua (1270-1340), William

Occam (1280-1317), Jhon Wyclife (1320-1384), dan Johannes

Huss (1369-1415), sedangkan untuk Hukum Alam Klasik Rasional,

tokohnya adalah Hugo de Groot alias Grotius (1583-1645), Samuel

2
van Pufendorf (1632-1694), Christian Thomasius (1655-1728), dan

Immanuel Kant (1724-1804).

2) Positivisme Hukum

Positivisme sebagai sistem filsafat muncul pada kisaran abad ke-

19. Sistem ini didasarkan pada beberapa prinsip bahwa sesuatu

dipandang benar apabila ia tampil dalam bentuk pengalaman, atau

apabila ia sungguh-sungguh dapat dipastikan sebagai kenyataan, atau

apabila ia ditentukan melalui ilmu-ilmu pengetahuan apakah sesuatu

yang dialami merupakan sungguh-sungguh suatu kenyataan. Dalam

kaitannya dengan positivisme ini, maka dipandang perlu ada

pemisahan secara tegas antara hukum dan moral (antara hukum yang

berlaku dan hukum yang seterusnya, antara das sein dan das sollen).

o Aliran Positivisme Sosiologis : John Austin (1790-1859)

Hukum adalah perintah dari penguasa negara. Begitulah kira-kira

yang digambarkan Austin, hukum dipandang sebagai sesuatu sistem

yang tetap, logis, dan tertutup. Austin juga membedakan hukum dalam

dua jenis: (1) Hukum dari Tuhan untuk manusia (The Divine Laws) dan

(2) Hukum yang dibuat oleh manusia. Berikutnya dia membagi lagi

hukum yang dibuat oleh manusia dalam dua bagian, yaitu: 1. Hukum

yang sebenarnya dan 2. Hukum yang tidak sebenarnya. Dimana

hukum yang sebenarnya yang lebih kita kenal dengan hukum positif.

Dimana hukum yang sebenarnya memiliki empat unsure, yaitu:

3
perintah (command), sanksi (sanction), kewajiban (duty), dan

kedaulatan (sovereighnty).

o Aliran Positivisme Yuridis : Hans Kelsen (1881-1973)

Menurut Kelsen, hukum harus dibersihkan dari anasir-anasir yang

non-yuridis, seperti unsur sosiologis, politis, historis, bahkan etis.

Pemikiran inilah yang kemudian dikenal dengan Teori Hukum Murni

(Reine Rechtlehre) dari Kelsen. Jadi, hukum adalah suatu

Sollenskategorie (kategori keharusan/ideal), bukan Seins Kategorie

(kategori faktual).

Baginya, hukum adalah suatu keharusan yang mengatur tingkah

laku manusia sebagai makhluk rasional. Dalam hal ini yang

dipersoalkan oleh hukum bukanlah bagaimana hukum itu seharusnya

(what the law ought to be). Tetapi apa hukumnya itu Sollenkategorie,

yang dipakai adalah hukum positif (ius consitusium), bukan yang dicita-

citakan (ius constituendum).

3) Utilitarianisme

Utilitarianisme atau utilism lahir sebagai reaksi terhadap ciri-ciri

metafisis dan abstark dari filsafat hukum dan politik pada abad ke-18.

Aliran ini adalah aliran yang meletakkan kemanfaatan sebagai tujuan

hukum. Kemanfaatan disini diartikan sebagai kebahagiaan

(happiness). Jadi baik buruknya hukum itu bergantung kepada apakah

hukum itu memberikan kebahagiaan kepada manusia atau tidak.

4
Paham ini pada akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa tujuan

hukum adalah menciptakan ketertiban masyarakat, disamping untuk

memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada jumlah orang

yang terbanyak. Ini berarti hukum merupakan pencerminan perintah

penguasa juga, bukan pencerminan dari rasio saja. Beberapa tokoh

yang mengawal perkembangan aliran ini adalah Jeremy Bentham

(1748-1832), John Stuart Mill (1806-1873), dan Rudolf von Jhering.

4) Mashab Sejarah

Mashab Sejarah (Historische Rechtsschule) merupakan reaksi

terhadap tiga hal, yaitu:

1. Rasinalisme abad ke-18 yang didasarkan atas hukum alam,

kekuatan akal, dan prinsip-prinsip dasar yang semuanya berperan

pada filsafat hukum, dengan terutama mengandalkan jalan pikiran

deduktif tanpa memperhatikan fakta sejarah, kekhususan dan

kondisi nasional.

2. Semangat Revolusi Prancis yang menentang wewenang tradisi

dengan misi kosmopolitannya (kepercayaan kepada rasio dan daya

kekuatan tekad manusia untuk mengatasi lingkungannya),

seruannya ke segala penjuru dunia.

3. Pendapat yang berkembang saat itu yang melarang hakim

menafsirkan hukum karena undang-undang dianggap dapat

memecahkan semua masalah hukum. Code civil dinyatakan

5
sebagai kehendak legislatif dan harus dianggap sebagai suatu

yang suci karena berasal dari alasan-alasan yang murni.

Mazhab sejarah muncul untuk menentang universalisme, selain itu

juga timbul sejalan dengan gerakan nasionalisme di Eropa. Jika

sebelumnya para ahli hukum memfokuskan perhatiannya pada

individu, penganut Mazhab Sejarah sudah mengarah pada bangsa,

tepatnya jiwa dan bangsa (Volksgeist). Beberapa tokoh aliran ini

antara lain adalah Friedrich Karl von Savigny (1770-1861), Puchta

(1798-1846), dan Henry Summer (1822-1888) .

5) Sociological Jurisprudence

Perbedaan yang mendasar antara Sociological Jurisprudence dan

sosiologi hukum menurut Lili Rasjidi adalah pertama, Sociological

Jurisprudence adalah nama aliran dalam filsafat hukum, sedangkan

sosiologi hukum adalah nama cabang dari soskiologi. Kedua,

walaupun obyek yang dipelajari keduanya adalah tentang pengaruh

timbal balik antara hukum dan masyarakat, namun pendekatannya

berbeda. Sociological Jurisprudence menggunakan pendekatan hukum

ke masyarakat, sedangkan sosiologi hukum memilih pendekatan dari

masyarakat ke hukum.

Menurut aliran Sociological Jurisprudence ini, hukum yang baik

haruslah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup di

masyarakat. Aliran ini memisahkan secara tegas antara hukum positif

(the living law). Aliran ini timbul dari proses dialektika anatar (tesis)

6
Positivisme hukum dan (antitesis) Mazhab Sejarah. Beberapa

tokohnya antara lain adalah Eugen Ehrlich (1862-1922) dan Roscoe

Pound (1870-1964).

6) Realisme Hukum

Dalam pandangan penganut Realisme (para realis), hukum adalah

hasil dari kekuatan-kekuatan sosial dan alat kontrol sosial. Karena itu,

program ilmu hukum realis hampi tidak terbatas, kepribadian manusia

lingkungan sosial, keadaan ekonomi, kepentingan bisnis, gagasan

yang berlaku, emosi-emosi yang umum, semua ini adalah pembentuk

hukum dan hasil hukum dalam kehidupan.

Dalam realisme hukum dikenal pula dua aliran lainnya yaitu

Realisme Amerika dengan tokoh-tokohnya, Charles Sanders Peirce,

Johan Chipman Gray, Oliver Wendell Holmes, Jr., William James,

John Dwey, Benjamin Nathan Cardozo Jerome Frank. Berikutnya

adalah Realisme Skandinavia dengan tokohnya yaitu Axel

Hagerstom, Alf Ross, H.L.A. Hart, Julius Stone, dan John Rawls.

7) Freirechtslehre

Freirechtslehre (Ajaran Hukum Bebas) merupakan penentang

paling keras Positivisme Hukum itu, Freirechtslehre sejalan dengan

kaum Realis di Amerika. Aliran ini berbendapat bahwa hakim

mempunyai tugas menciptakan hukum. Penemu hukuman yang bebas

tugasnya bukanlah menerapkan undang-undang, tetapi menciptakan

7
penyelesaian yang tepat untuk peristiwa kongkret, sehingga peristiwa-

peristiwa berikutnya dapat dipecahkan menurut norma yang telah

diciptakan oleh hakim. Tidak mustahil penggunaan metode lainnya. Ini

adalah masalah titik tolak cara pendekatan problematik. Seorang yang

menggunakan penemuan hukum bebas tidak akan berpendirian: “saya

harus memutuskan demikian karena bunyi undang-undang demikian.”

Ia harus berdasarkan pada berbagai argumen, antara lain undang-

undang.

Anda mungkin juga menyukai