Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH DASAR KESEHATAN LINGKUNGAN

“PRINSIP PENGGUNAAN INSTRUMENT PENGAWASAN UDARA”

Oleh

Kelompok 3

A.SYAUQI ( 211110001 )
FRISKA NUR‘AINI F.C ( 211110008 )
KHAIRUN NISHA ALYAFASI ( 211110012 )
SARAH EDISTI ( 211110032 )
YOGA AFRIANDA ( 211110039 )
ZACKY FAJAR MAULANA ( 211110040 )

Dosen Pembimbing
Mahaza, SKM. MKM
Sejati, SKM, M.Kes
Rahmi Hidayanti,SKM, M.Kes

POLTEKES KEMENKES PADANG


PRODI DIII KESEHATAN LINGKUNGAN
2021/2022

1
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan Puji dan Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa,atas segala

limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah

ini yang berjudul “Prinsip Penggunaan Instrument Pengawasan Udara”

Kami menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini tidak lepas dari bantuan

berbagai pihak dan dosen pembinbing mata kuliah, untuk itu dalam kesempatan ini kami

menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang

membantu dalam pembuatan makalah ini.

Kami menyadari dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan

baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian,kami telah berupaya dengan segala

kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat menyelesaikannya dengan baik.

Oleh karena itu kami dengan rendah hati dan tangan terbuka menerima masukan,saran dan

usul guna penyempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi seluruh

pembaca dan kawan-kawan.

Padang, 15 Agustus 2021

Kelompok 3

2
DAFTAR ISI

JUDUL DAN TIM PENYUSUN

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………….. 2

DAFTAR ISI………………………………………………………………………….. 3

BAB I PENDAHULUAN..…………………………………………………………… 4

1.1 Latar Belakang……………………………………………………………….. 4

1.2 Tujuan………………….…………………………………………………….. 5

BAB II PEMBAHASAN……….…………………………………………………….. 6

1.1 Pencemaran Udara…………………………………………………………... 6

1.2 Dampak Pencemaran Udara………………………………………………… 10

1.3 Prinsip Penggunaan Instrumen Pengawasan………………………………... 13

BAB III PENUTUP…………………………..……………………………………… 20

3.1 Kesimpulan………………………………………………………….……….. 20

DAFTAR PUSTAKA……………………………….……………………………...... 21

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1. UDARA

Udara merujuk kepada campuran gas yang terdapat pada permukaan bumi. Sifat udara

tidak tampak mata, tidak berbau dan tidak berasa. Kehadiran udara hanya dapat dilihat dari

adanya angin yang menggerakkan benda. Udara termasuk salah satu jenis sumber daya alam

karena memiliki banyak fungsi bagi makhluk hidup.

Kandungan elemen senyawa gas dan partikel dalam udara akan berubah-ubah dengan

ketinggian dari permukaan tanah. Demikian juga massanya, akan berkurang seiring dengan

ketinggian. Apabila udara semakin dekat dengan lapisan troposfer maka udara udara tersebut

akan semakin tipis, sehingga apabila melewati batas gravitasi bumi maka udara akan hampa

sama sekali.

Begitu juga hal nya dengan proses kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya,

apabila makhluk hidup bernafas dan menghirup oksigen di udara, maka kandungan oksigen

di udara akan berkurang, sementara kandungan kanbondioksida akan bertambah, maka ketika

itulah proses fotosintesa berperan untuk memulihkan kandungan oksigen di udara (oksigen

kembali dibebaskan)

4
2. KANDUNGAN UDARA

Udara terdiri dari 3 unsur utama, yaitu udara kering, uap air dan aerosol. Kandungan

udara kering adalah 78% Nitrogen, 20% Oksigen, 0,93% Argon, 0,03% Karbon Dioksida,

0,003% gas-gas lain (Neon, Helium, Metana, Kripton, Hidrogen, Xenon, Ozon, Radon). Uap

air yang ada pada udara berasal dari evaporasi (penguapan) pada laut, sungai, danau, dan

tempat berair lainnya. Aerosol adalah benda berukuran kecil, seperti garam, karbon, sulfat,

nitrat, kalium, serta partikel dari gunung berapi.

1.2 Tujuan

1) Untuk mengetahui pencemaran udara

2) Dampak pencemaran udara

3) Untuk mengetahui pengawasan pencemaran udara

4) Untuk mengetahui pengendalian pencemaran udara

5
BAB II

PEMBAHASAN

1.1 PENCEMARAN UDARA


Pencemaran udara adalah hadirnya kontaminan diruang terbuka dengan konsentrasi dan
durasi yang sedemikian rupa, sehingga mengakibatkan gangguan, merugikan atau berpotensi
merugikan kesehatan manusia atau hewan, tumbuhan atau benda-benda lainnya yang dapat
mempengaruhi kenyamanan.

Udara dikatakan tercemar apabila kualitasnya telah melampaui nilai ambang batas
(NAB) menurut baku mutu yang telah ditetapkan. Pengendalian pencemaran udara adalah
upaya pencegahan dan/atau penanggulangan pencemaran udara serta pemulihan mutu udara.
Pada umumnya pencemaran yang diakibatkan oleh sumber alami sukar diketahui besarnya,
walaupun demikian masih mungkin kita memperkirakan banyaknya polutan udara dari setiap
akitivitas.

Polutan udara sebagai hasil aktivitas manusia, umumnya lebih mudah diperkirakan
banyaknya, terlebih jika diketahui jenis bahan, spesifikasi bahan, proses berlangsungnya
aktivitas tersebut, serta spesifikasi satuan yang digunakan dalam proses maupun pasca
prosesnya.

Sumber pencemaran udara dapat di golongkan menjadi 2 (dua), yaitu :

1. Sumber Pencemar udara alami, yaitu sumber pencemar udara yg terjadi akibat dari
alam seperti : akibat letusan gunung berapi, kebakaran hutan, nitrifikasi dan
denitrifikasi biologi
2. Sumber pencemar udara buatan (akibat perbuatan manusia) misalnya : dari kegiatan
transportasi, emisi pabrik, dll

Sedangkan jenis-jenis pencemaran udara dapat digolongkan menjadi 2 (dua), yaitu :

1. Pencemaran udara primer


Yaitu substansi pencemar ditimbulkan langsung dari sumber pencemar. Karbon
monoksida adalah salah satu contoh pencemar udara primer karena ia merupakan
hasil dari pembakaran.
2. Pencemaran udara sekunder
Yaitu substansi pencemar terbentuk dari reaksi pencemar-pencemar di atmosfer.
Pembentukan ozon dalam proses fotokimia adalah contoh pencemaran sekunder.
Atmosfer merupakan sebuah sistem yang kompleks, dinamik, dan rapuh.

Dalam hal ini industri selalu dikaitkan dengan sumber pencemar, karena industri
merupakan kegiatan yang sangat tampak dalam pembebasan berbagai senyawa kimia
kedalam lingkungan alam. Pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang No. 23 Tahun

6
1997 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pengawasan lingkungan
khususnya kualitas udara menjadi konsentrasi bagi perusahaan dan kegiatan yang
menghasilkan emisi pencemaran udara.

Prinsip pengawasan kualitas udara sudah tercantum didalam peraturan yang telah
ditetapkan didalam dokumen izin lingkungan hidup setiap perusahaan (AMDAL, UKL-UPL,
dll). Dalam hal sampling dan pengukuran, peran dan fungsi dari Laboratorium Lingkungan
sangat penting baik Pemerintah ataupun Swasta. Untuk memahami lebih dalam dampah
negatif cemaran udara terhadap lingkungan dan kesehatan maka yang harus di kaji terlebih
dahulu adalah kualitas udara.

Udara dapat di golongkan menjadi 2 (dua), yaitu udara ambien dan udara emisi.

A. Udara Ambien
Udara ambien merupakan udara bebas di permukaan bumi pada lapisan troposfir
yang dibutuhkan dan mempengaruhi kesehatan manusia, mahluk hidup dan unsur
lingkungan hidup lainnya. Dalam keadaan normal udara ambien ini akan terdiri dari

➢ Gas nitrogen (78%)


➢ Oksigen (20%)
➢ Argon (0,93%)
➢ Gas karbon dioksida (0,03%).

Baku mutu udara ambien merupakan ukuran batas atau kadar zat, energi, dan/atau
komponen yang ada atau seharusnya ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang
keberadaannya dalam udara ambien. Pemerintah menetapkan baku mutu udara ambien
sebagai batas maksimum kualitas udara ambien nasional yang diperbolehkan untuk di semua
kawasan di seluruh Indonesia. Arah dan tujuan dari penetapan baku mutu udara ambien
nasional adalah untuk mencegah pencemaran udara dalam rangka pengendalian pencemaran
udara nasional.

Baku mutu udara ambien adalah ukuran batas atau kadar zat, energi, dan/atau komponen
yang ada atau yang seharusnya ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya
dalam udara ambien. Tiap negara memiliki standar baku mutu udara yang berbeda

B. Udara Emisi

Udara emisi adalah udara yang langsung dikeluarkan oleh sumber emisi seperti
cerobong gas buang pabrik dan knalpot kendaraan bermotor. Kualitas udara di lingkungan
industri dalam hal ini udara emisi bisa mencemari udara ambien atau tidak mencemari
udara ambien tergantung dari pengelolaan lingkungannya,. Parameter-parameter kualitas
udara emisi yang dipantau umumnya hampir sama seperti gas SOx, CO, NO2, H2S, NH3
dan partikulat yang berbentuk padat.

Kendaraan bermotor adalah salah satu sumber pencemar udara yang berasal dari proses
pembakaran bahan bakar khususnya untuk daerah perkotaan. Emisi gas buang yang keluar
dari kendaraan bermotor pada umumnya mempunyai karakteristik bahan pencemar seperti:
7
Sulfur Dioksida (SO2), Nitrogen Dioksida (NO2), Karbon Monoksida (CO), Partikulat debu,
Hidro Karbon (NMHC) dan bahan-bahan organik lainnya. Disamping itu juga bisa
ditetapkan parameter lainnya tergantung dari hasil inventarisasi sumber emisi yang ada.

Sedangkan debu (partikulat) dapat berasal dari alam ataupun kegiatan manusia. Sumber
alam, contoh: letusan gunung berapi dan dekomposisi material. Sedangkan dari kegiatan
manusia berasal dari pembakaran bahan bakar fossil. Ukuran partikel bervariasi mulai dari
yang kasat mata hingga yang tidak terdeteksi sehingga harus memerlukan peralatan khusus.
Dalam konteks udara maka ukuran partikel dibedakan antara PM10, PM2.5 serta TSP. Angka
10 dan 2.5 menunjukkan diameter partikel dalam mikron (µ).

Untuk menguji partikel dengan ukuran ≤ 2,5 μm dan ukuran ≤ 10 μm, BSN melalui
Komitek Teknis 13-03 Kualitas Lingkungan sedang merumuskan SNI 7119.14:201X dengan
judul: Udara ambien – Bagian 14 : Cara uji partikel dengan ukuran ≤ 2,5 μm (PM2,5)
menggunakan peralatan high volume air sampler (HVAS) dengan metode gravimetric dan
juga SNI 7119.15:201X Udara ambien – Bagian 15 : Cara uji partikel dengan ukuran ≤ 10 μm
(PM10) menggunakan peralatan high volume air sampler (HVAS) dengan metode
gravimetric dan Standar ini digunakan untuk penentuan partikel dengan ukuran ≤ 2,5 μm dan
ukuran ≤10 μm (PM10) dalam udara ambien di lingkungan hidup, menggunakan alat High
Volume Air Sampler (HVAS) dengan nilai rata-rata laju alir 1,1 m3/menit sampai dengan 1,7
m3/menit selama 24 jam pada konsentrasi minimum 5 μg/Nm3.

Sebagian jenis gas dapat dipandang sebagai pencemar udara (terutama jika konsentrasi
gas itu melebihi dari tingkat konsentrasi latar normal) baik gas yang berasal dari sumber
alami atau sumber yang berasal dari kegiatan manusia (anthropologic sources). Untuk
mengatahui standart konsentrasi kandungan gas di atmosfer dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1. Konsentrasi gas di dalam atmosfer bersih dan kering

Jenis Gas Rumus Konsentrasi Konsentrasi


Kimia
(ppm Volume) (% Volume)

Nitrogen N2 780900 78.09

Oksigen O2 209500 20.95

Argon Ar 9300 0.93

Karbondioksida CO2 320 0.032

Neon Ne 18 0.0018

Helium He 5.2 0.00052

Metan CH4 1.5 0.00015

Krypton Kr 1.0 0.0001

8
Hydrogen H2 0.5 0.00005

Dinitrogen Oksida N2O 0.2 0.00002

Karbonmonoksida CO 0.1 0.00001

Xenon Xe 0.08 0.000008

Ozon O3 0.02 0.000002

Ammonia NH3 0.006 0.0000006

Nitrogen Dioksida NO2 0.001 0.0000001

Sulfur Dioksida SO2 0.0002 0.00000002

Hydrogen Sulfida H2S 0.0002 0.00000002

Lapisan udara yang menjadi perhatian utama dalam kaitan dengan pencemaran adalah
troposfer. Pada lapisan inilah terjadi peristiwa hujan asam. Hujan asam ini diakibatkan oleh
reaksi dari gas SOx dan NOx dengan H2O di dalam atmosfer serta sinar matahari yang
menghasilkan asam kuat seperti asam sulfat (H2SO4) dan asam nitrat (H2NO3). Asam ini
dapat merusak/mematikan tumbuhan, hewan bahkan manusia serta mmerusak bangunan.
(Peave et al, 1986)

1. Faktor Emisi

Apabila sejumlah tertentu bahan bakar dibakar, maka akan keluar sejumlah tertentu gas
hasil pembakarannya. Misalnya, batu bara (C), jika dibakar sempurna dengan O2 (Oksigen)
akan dihasilkan CO2 (karbon dioksida). Namun pada kenyataannya tidaklah demikian, setiap
batu bara yang dibakar dihasilkan pula produk lain selain CO2, yaitu CO (karbon
monoksida), HCHO (aldehida), CH4 (metana), NO2 (nitrogen dioksida), SO2 (sulfur
dioksida) maupun abu. Produk hasil pembakaran selain CO2 disebut sebagai Pollutan (zat
pencemar).

Faktor emisi didefinisikan sebagai sejumlah berat tertentu polutan yang dihasilka oleh
terbakarnya sejumlah tertentu bahan bakar selama kurun waktu tertentu. Jika faktor emisi
suatu polutan diketahui, maka banyaknya polutan yang lolos dari proses pembakaran dapat
diketahui jumlahnya persatuan waktu. Faktor emisi berbagai jenis bahan bakar diperoleh atas
hasil pengukuran berulang-ulang pada berbagai sumber emisi dengan tipe sistem yang sama.
Oleh karena itu walaupun bahan bakarnya sama, jika tipe sistemnya berbeda, maka emisi
polutannya akan berbeda besarnya.

9
Beberapa Faktor Emisi (FE) berbagai bahan bakar maupun tipe sistem yang digunakan,
disajikan pada tabel di bawah ini :

FAKTOR EMISI POLUTAN PADA PEMBAKARAN BATU BARA (lb/ton coal)

POLUTAN POWER PLANT INDUSTRI RT/KANTOR

Aldehid (HCHO) 0,005 0,005 0,005

CO 0,5 3 50

CH4 0,2 1 10

NO2 20 20 8

SO2 38S 38S 38S

Partikulat 16A 16A 16A

Sumber : Perkins. 1974

Keterangan :

S : % sulfur dalam batu bara

A : % abu dalam batu bara

1.2 DAMPAK PENCEMARAN UDARA

Alam dan kegiatan manusia serta industri membebaskan senyawa kimia ke lingkungan
udara. Jika senyawa itu adalah asing untuk komposisi udara atau konsentrasi suatu jenis
senyawa itu melebihi nilai ambang batas (TLV: threshold limit value), maka udara itu
mengalami pencemaran. Dampak pencemaran udara dapat menyerang berbagai sektor
kehidupan manusia dan makhluk hidup di bumi, adapun dampak pencemaran udara terhadap
kehidupan manusia dan lingkungan sebagai berikut :

a. Dampak Terhadap Kesehatan

Dampak pencemaran debu bisa menyebabkan penyakit paru-paru (bronchitis) serta


penyakit saluran pernafasan lainnya. Sedangkan dampak pencemaran oleh zat kimia seperti
karbon monoksida dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada hemoglobin.

Dalamnya penetrasi polutan polusi udara ke dalam tubuh tergantung kepada jenis zat
pencemar. Partikulat berukuran besar dapat tertahan di saluran pernafasan bagian atas,
sedangkan partikulat berukuran kecil dan gas dapat mencapai paru-paru bagian dalam
(bahkan sampai ke alveolus). Dari paru-paru, zat pencemar diserap oleh sistem peredaran
darah, kemudian menyebar ke seluruh tubuh.

10
b. Dampak Terhadap Ekonomi

Hasil kajian Bank Dunia menemukan bahwa dampak ekonomi akibat dari pencemaran
udara di indonesia sebesar Rp. 1,8 Trilyun dan meningkat menjadi 4,3 trilyun pada tahun
2015.

c. Dampak Terhadap Sosial

Dampak sosial akibat dari pencemaran udara adalah manusia dan makhluk hidup
lainnya akan tidak dapat lagi menikmati udara segar dan sehat, karena setiap harinya akan
terus melihat dan menghirup asap, akibatnya aktifitas sosial menjadi terhambat

d. Dampak Terhadap Pendidikan

Dampak dari segi pendidikan adalah pencemaran udara dapat mempengaruhi tingkat
belajar para siswa.mereka akan terhambat dalam hal berfikir, dan terhambat pula dalam
menyelesaikan permasalahan

e. Dampak Terhadap Pertanian

Pencemaran udara sangat berpengaruh pada sektor pertanian. Kurangnya lahan hijau
tempat pohon melakukan proses fotosintesis karena dapat mengganggu pertumbuhan pohon.
Tanaman juga akan rawan penyakit diantaranya klorosis, nekrosis, hal ini akan menyebabkan
sirkulasi udara sehat berkurang sehingga udara menjadi kotor dan tidak baik untuk dihirup.

f. Terjadinya Hujan Asam

Tingkat keasaman (pH) normail air hujan adalah 5,6. Jika polusi akibat SO2 dan NO2
yang bereaksi dengan air hujan maka akan dapat membentuk asam dan menurunkan pH air
hujan. Dampak dari hujan asam ini mempengaruhi kualitas air permukaan. Hujan asam juga
dapat melarutkan logam-logam berat yang terdapat dalam tanah sehingga mempengaruhi
kualitas air tanah dan air permukaan.

g. Efek Rumah Kaca

Efek rumah kaca disebabkan oleh keberadaan CO2, CFC, metana, ozon, dan N2O
dilapisan troposfer. Keseluruhan gas ini menyerap radiasi panas matahari yang dipantulkan
oleh permukaan bumi. Akibatnya panas akan terperangkap dalam lapisan troposfer sehingga
menimbulkan fenomena pemanasan global. Dampak dari pemanasan global tersebut
diantaranya adalah terjadinya pencairan es di kutub utara, naiknya permukaan air laut,
perubahan iklim, perubahan siklus hidup flora dan fauna.

h. Kerusakan Lapisan Ozon

Lapisan ozon yang berada di stratosfer (ketinggian 20-35 km) dari permukaan bumi
merupakann pelindung alami bumi. Lapisan ini berfungsi memfilter radiasi ultraviolet B dari
matahari. Pembentukan dan penguraian molekul-molekul ozon (O3) terjadi secara alami di
stratosfer. Emisi CFC yang mencapai stratosfer dan bersidat sangat stabil menyebabkan laju

11
penguraian molekul-molekul ozon lebih cepat dari pembentukannya. Hal ini menyebabkan
terbentuknya lubang-lubang pada lapisan ozon. Kerusakan lapisan ozon menyebabkan sinar
UV-B matahari tidak terfilter dan akhirnya dapat mengakibatkan kanker kulit serta penyakit
pada tanaman.

Ross [1972] menyatakan bahwa pencemaran udara yang merupakan akibat dari kegiatan
manusia dibangkitkan oleh enam sumber utama:

1) Pengangkutan
2) Kegiatan rumah tangga
3) Pembangkitan daya yang menggunakan bahan bakar minyak atau batubara
4) Pembakaran sampah
5) Pembakaran sisa pertanian dan
6) Kebakaran hutan

Dalam hal ini industri memberikan bagian yang relative kecil pada pencemaran
atmosferik jika dibandingkan dengan pengangkutan. Meskipun industri dalam kenyataannya
memberikan bagian yang kecil dalam emisi senyawa pencemar, tetapi sumber ini mudah
diamati, karena industri merupakan sumber pencemaran tiitik (point source of pollution).
Bagian paling besar yang dibebaskan oleh industri adalah padatan renik atau debu. Debu ini
memberikan dampak negative bagi lingkungan biotik dan fisik.

Meskipun industri memberikan sumbangan pada pencemaran atmosferik yang relative


rendah, namun industri harus dan wajib melakukan penanggulangan pencemaran.
Pengendalian pencemaran ini akan mengakibatkan tingkat :

1) Kesehatan masyarakat lebih baik


2) Kenyamanan hidup yang lebih tinggi
3) Resiko lebih rendah
4) Kerusakan meteri yang rendah
5) Kerusakan lingkungan lebih rendah atau menurun

Kendala yang harus dipertimbangkan dalam hal pencemaran udara adalah watak
pencemaran itu sendiri. Watak ini tergantung:

1) Jenis dan konsentrasi senyawa yang dibebaskan ke lingkungan,


2) Kondisi geografik, dan
3) Kondisi meteorologik.

12
1.3 PRINSIP PENGGUNAAN INSTRUMEN PENGAWASAN

A. PENGAWASAN PENCEMARAN UDARA

Pengawasan pencemaran udara yang diakibatkan oleh kegiatan industri dapat


dilakukan dengan selau melakukan pemeriksaan sampel udara ambien di lingkungan industri
dengan rujukan nilai kualitas udara ambien tidak boleh melebihi nilai ambang batas (NAB)
nasional yang sudah ditetapkan oleh pemerintah, pengawasan wajib dilakukan secara berkala
sesuai dengan rujukan pada peraturan pemerintah daerah, dapat dilakukan 6 bulan sekali atau
pertahun. adapun nilai ambang batas (NAB) udara ambien adalah sebagai berikut :

1) Udara Ambien

Kualitas udara ambien merupakan tahap awal untuk memahami dampak negatif
cemaran udara terhadap lingkungan. Kualitas udara ambien ditentukan oleh :

➢ Kualitas emisi cemaran dari sumber cemaran


➢ Proses transportasi, konversi dan penghilangan cemaran di atmosfir

Fungsi dari nilai ambang batas Baku mutu udara ambien dapat dibagi menjadi 2, yaitu
sebagai berikut :

➢ Baku Mutu Primer

Untuk melindungi pada batas keamanan yang mencukupi (adequate margin safety)
kesehatan masyarakat dimana secara umum ditetapkan untuk melindungi sebagian
masyarakat (15-20%) yang rentan terhadap pencemaran udara

➢ Baku Mutu Sekunder

Untuk melindungi kesejahteraan masyarakat (material, tumbuhan, hewan, dll) dari


setiap efek negatif pencemaran udara yang telah diketahui atau yang dapat diantisipasi.

Berikut disajikan standart Baku Mutu Udara Ambien Nasional :

PARAMETER WAKTU BAKU MUTU METODE PERALATAN


PENGUKURAN ANALISA

SO2 1 Jam 900 µg/Nm3 Para-rosanilin Spektrofotometer

(Sulfur 24 Jam 365 µg/Nm3


Dioksida)
1 Tahun 365 µg/Nm3

CO 1 Jam 30.000 µg/Nm3 Non Dispersive NDIR Analyzer


Infrared (NDIR)
(Karbon 24 Jam 10.000 µg/Nm3
Monoksida)
1 Tahun

13
NO2 1 Jam 400 µg/Nm3 Saltzman Spektrofotometer

(nitrogen 24 Jam 150 µg/Nm3


dioksida)
1 Tahun 100 µg/Nm3

O3 (Oksida) 1 Jam 235 µg/Nm3 Chemilumi- Spektrofotometer


nescent
1 Tahun 50 µg/Nm3

Hc (Hidro 3 Jam 160 µg/Nm3 Flamed Ionization Gas


Carbon)
Chromatografi

PM10 (Partikel 24 Jam 150 µg/Nm3 Gravimetrik Hi – Vol


< 10 mm)

PM2,5 (*) 24 Jam 65 µg/Nm3 Gravimetrik Hi – Vol


(Partikel
<2,5mm) 1 Tahun 15 µg/Nm3 Gravimetrik Hi – Vol

TSP (Debu) 24 Jam 230 µg/Nm3 Gravimetrik Hi – Vol

1 Tahun 90 µg/Nm3

Pb (Timah 24 Jam 2 µg/Nm3 Gravimetrik Hi – Vol


Hitam)
1 Tahun 1 µg/Nm3 Ekstraktif

Pengabuan AAS

Dustfall (Debu 30 Hari 10 Gravimetrik Cannister


Jatuh) Ton/km2/Bulan
(Pemukiman)

10
Ton/km2/Bulan
(industri)

Total Fluorides 24 Jam 3 µg/Nm3 Spesific Ion Impinger atau


(as F) Countinous
90 Hari 0,5 µg/Nm3 Electrode Analyzer

Flour Indeks 30 Hari 40 µg/100 cm2 Colourimetric Limed Filter paper

Dari kertas
limed filter

Khlorine & 24 Jam 150 µg/Nm3 Spesific Ion Imping atau


Khlorine Countinous

14
Dioksida Electrode Analyzer

Sulphat Indeks 30 Hari 1 mg SO3/100 Colourimetric Lead


cm3 dari lead
peroksida Peroxida Candle

Catatan : Flour Indeks dan Sulphat Indeks hanya diberlakukan untuk daerah/kawasan industri
kimia dasar seperti : Industri petrokimia, Industri pembuatan asam sulfat

B. PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA

Jika pengendalian pencemaran ingin diterapkan, maka berbagai pendekatan dapat


dipilih untuk menentukan metoda pengendalian pencemaran udara. Pengendalian pencemaran
yang dapat dilakukan meliputi pengendalian pada sumber pencemar dan pengenceran
sehingga senyawa pencemar itu tidak berbahaya lagi baik untuk lingkungan fisik dan biotik
maupun untuk kesehatan manusia.

Pengendalian senyawa pencemar pada sumber merupakan upaya yang paling berhasil-
guna bahkan pengendalian ini dapat mengghilangkan atau paling sedikit mengurangi kadar
senyawa pencemar dalam aliran udara atau fasa yang dibebaskan ke lingkungan.
Pengendalian pencemaran dapat dicapai dengan pengubahan:

• Jenis senyawa pembantu yang digunakan dalam proses industry


• Jenis peralatan proses industry
• Kondisi operasi, dan
• Keseluruhan proses produksi itu sendiri.

Pemilihan tingkat kerja (actions) itu selalu dikaitkan dengan penilaian ekonomik
seluruh produksi. Hal-hal yang menyulitkan adalah proses produksi yang berada di bawah
lisensi. Jika pembentukan senyawa pencemar ini tidak dapat dihindarkan lagi, maka
pemasangan alat untuk menangkap senyawa ini harus dilakukan. Secara umum penghilangan
senyawa pencemar yang akan memasuki atmosfer adalah metoda yang didasarkan atas
pengurangan (reduction) senyawa pencemar.

Berbagai jenis alat pengumpul (collectors) didasarkan atas pengurangan kadar debu
saja atau kadar debu dan gas. Prinsip pengurangan kadar debu dalam aliran gas yang
dibebaskan ke lingkungan diantaranya:

a) Pemisah Brown

Pemisahan jenis ini menerapkan gerakan partikel menurut Brown. Alat ini dapat
memisahkan debu dengan rentang ukuran 0.01-0.05 mikron. Alat yang dipatenkan dibentuk
dengan susunan filament gelas dengan jarak antar filament yang lebih kecil dari lintasan
bebas rata-rata partikel.

15
b) Penapisan

Deretan penapis atau penapis kantung (filter bag) akan dapat menghilangkan debu
hingga ukuran diameter 0.1 mikron. Penapis ini dibatasi oleh pembebanan yang rendah,
karena pembersihan membutuhkan waktu dan biaya yang tinggi. Susunan penapis yang bias
digunakan untuk gas buang yang mengandung minyak atau debu higroskopik. Temperature
gas buang dibatasi oleh komposisi bahan penapis.

c) Pengendap elektrostatik

Alat ini memberikan tegangan tinggi pada aliran gas berkecepatan rendah. Debu yang
telah menempel dapat dihilangkan secara beraturan dengan cara getaran. Keuntungan yang
diperoleh adalah debu yang kering dengan ukuran rentang 0.3-0.5 mikron. Tetapi secara
teoritik ukuran partikel yang dapat dikumpulkan tidak memiliki batas minimum.

d) Pengumpul sentrifugal

Pemisah debu dari aliran gas didasarkan atas gaya sentrifugal yang dibangkitkan oleh
bantik saluran masuk alat. Gaya ini melemparkan partikel ke dinding dan gas berputar
(vortex) sehingga debu akan menempel di dinding serta terkumpul di dasar alat. Alat yang
menggunakan prinsip ini dapat digunakan untuk pemisahan partikel besar dengan rentang
ukuran diameter hingga 10 mikron.

e) Pemisah inersia

Pemisah ini bekerja atas gaya inersia yang dimiliki oleh partikel di dalam aliran gas.
Pemisahan ini menggunakan susunan penyekat, sehingga partikel akan bertumbukan dengan
penyekat ini dan akan dipisahkan dari aliran fasa gas. Kendala daya guna ditentukan oleh
jarak antar penyekat. Alat yang didasarkan atas prinsip gaya inersia bekerja dengan baik
untuk partikel yang memiliki ukuran diameter lebih besar dari pada 20 mikron. Rancangan
yang baru dapat memisahkan partikel yang berukuran hingga 5 mikron.

f) Pengendapan akibat gaya gravitasi

Rancangan alat ini didasarkan perbedaan gaya gravitasi dan kecepatan yang dialami
oleh partikel. Alat ini akan bekerja dengan baik untuk partikel dengan ukuran diameter yang
lebih besar dari pada 40 mikron dan tidak digunakan sebagai pemisah debu tingkat akhir.
(Teller, 1972)

Dan untuk prinsip pengurangan kadar debu dan gas secara simultan hasil dari kegiatan
industri adalah:

1. Menara percik

Prinsip kerja pada menara percik ini adalah aliran gas yang berkecepatan rendah
bersentuhan dengan aliran air yang bertekanan tinggi dalam bentuk butir. Alat ini merupakan
alat yang relative sederhana dengan kemampuan penghilangan pada tingkat sedang

16
(moderate). Alat dengan prinsip ini dapat mengurangi kandungan debu dengan rentang
ukuran diameter 10-20 mikron dan gas yang larut dalam air.

2. Siklon basah

Modifikasi siklon ini menangani gas yang berputar lewat percikan air. Butiran air
yang mengandung dan gas yang terlarut akan dipisahkan dengan aliran gas utama atas dasar
gaya sentrifugal. Slurry ini dikumpulkan di bagian bawah siklon. Siklon jenis ini lebih efektif
daripada menara percik. Rentang ukuran diameter debu yang dapat dipisahkan adalah 3-5
mikron.

3. Pemisahan venturi

Rancangan pemisahan venturi ini didasarkan atas kecepatan gas yang tinggi dan
berkisar antara 30-150 meter per detik pada bagian yang disempitkan dan gas bersentuhan
dengan butir air yang dimasukan di daerah itu. Alat ini dapat memisahkan partikel hingga
ukuran 0.1 mikron dan gas yang larut dalam air.

4. Tumbukan pada piringan yang berlubang

Alat ini disusun oleh piringan yang berlubang dan gas yang lewat orifis ini
berkecepatan 10 hingga 30 meter per detik. Gas ini membentur lapisan air hingga membentuk
percikan air. Percikan ini akan bertumbukan dengan penyekat dan air akan meyerap gas serta
mengikat debu. Gas yang memiliki kelarutan sedang dapat diserap dengan air dalam alat ini.
Ukuran partikel paling kecil yang diserap adalah 1 mikron.

5. Menara dengan packing

Prinsip penyerapan gas dilakukan dengan cara persentuhan cairan dan gas di daerah
antara packing. Aliran gas dan cairan dapat searah arus maupun berlawanan arah arus atau
aliran melintang. Rancangan baru alat ini dapat menyerap debu yang lebih besar dari 10
mikron.

6. Pencuci dengan pengintian

Prinsip yang diterapkan adalah pertumbuhan inti dengan kondensasi dan partikel yang
dapat ditangani berukuran hingga 0.01 mikron serta dikumpulkan pada permukaan filament.

7. Pembentur turbulen

Penyerapan partikel dilakukan dengan cara mengalirkan aliran gas lewat cairan yang
berisi bola-bola berdiameter 1-5 cm. Partikel dapat dipisahkan dari aliran gas, karena debu
bertumbukan dengan bola-bola itu. Efisiensi penyerapan gas bergantung pada jumlah tahap
yang digunakan.

Upaya pembersihan aliran gas atau udara sebelum dibebaskan ke lingkungan dapat
dihubungkan dengan kebutuhan proses produksi, perolehan produk samping atau

17
perlindungan lingkungan. Seringkali alat ini merupakan bagian integral dari suatu proses, jika
sasaran utama adalah penghilangan gas yang beracun atau mudah terbakar.

Debu ditemui dalam berbagai ukuran, bentuk, komposisi kimia, densitas (trace,
apparent, bulk density), daya kohesi, sifat higroskopik dan lain-lain. Variable yang aneka
ragam ini mengakibatkan pemilihan alat dan system pengendalian pencemaran udara oleh
debu dan gas harus berhubungan dengan sasaran masalah pembersihan gas dan watak kinerja
alat disamping penilaian ekonomik.

Penggunaan alat pengendalian pencemaran di dalam suatu system produksi harus


dikaji sesuai dengan watak proses, watak gas yang dibuang, kondisi operasi dan biaya.
Masalah rancangan proses pengendalian merupakan kegiatan yang menentukan dalam
pemilihan system dan teknologi pengendalian pencemaran udara dalam industry.

8. Teknologi Pengendalian Pencemaran Udara

Teknologi pengendalian pencemaran udara dalam suatu plant atau tahap proses
dirancang untuk memenuhi kebutuhan proses itu atau perlindungan lingkungan. Teknologi ini
dapat dipilih dengan penerapan susunan alat pengendali sehingga memenuhi persyaratan
yang telah disusun dalam rancangan proses.

Rancangan proses pengendalian pencemaran ini harus dapat memenuhi persyaratan


yang dicantumkan dalam peraturan pengelolaan lingkungan. Rancangan ini harus
mempertimbangkan factor ekonomi. Jadi penerapan peralatan pengendalian ini perlu
dikaitkan dengan perkembangan proses produksi itu sendiri sehingga memberikan nilai
ekonomik yang paling rendah baik untuk instalasi, operasi dan pemeliharaan. Nilai ekonomik
yang dihubungkan dengan biaya produksi ini masih sering dianggap cukup besar. Penilaian
ekonomik yang dihubungkan dengan kemaslahatan masyarakat kurang ditinjau, karena
analisis ini kurang dapat dipahami oleh pihak industriawan. Dengan demikian penerapan
peraturan harus dilaksanakan dan diawasi dengan baik, agar penerapan teknologi
pengendalian ini bukan hanya sekedar memasang alat pengendalian pencemaran udaram
tetapi kinerja alat ini tidak memenuhi persyaratan.

Teknologi pengendalian ini perlu dikaji dengan seksama, agar penggunaan alat tidak
berlebihan dan kinerja yang diajukan oleh pembuat alat dapat dicapai dan memenuhi
persyaratan perlindungan lingkungan. System pengendalian ini harus diawali dengan
memahami watak emisi senyawa pencemar dan lingkungan penerima. Teknologi
pengendalian yang sempurna akan membutuhkan biaya yang besar sekali sehubungan dengan
dimensi alat, kebutuhan energy, keselamatan kerja dan mekanisme reaksi.

18
Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pemilihan teknologi pengendalian atau rancangan
system pengendalian meliputi:

➢ Watak gas buang atau efluen


➢ Tingkat pengurangan yang dibutuhkan
➢ Teknologi komponen alat pengendalian pencemaran
➢ Kemungkinan perolehan senyawapencemar yang bernilai ekonomik.

Watak efluen merupakan faktor penentu dan tidak dapat digunakan untuk
penyelesaian semua jenis pengendalian pencemaran. Jadi watak fisik kimia dan efluen dan
lingkungan penerima harus di fahami dengan baik. Kemungkinan fenomena sinergetik yang
dapat berlangsung harus dapat di perkirakan, jika perubahan watak atau komposisi effluent
atau proses produksi dapat berlangsung dalam waktu yang akan datang.

Rancangan sistem pengelolaan udara di daerah industri meliputi semua langkah


perbaikan dan metode perlakuan yang menjamin hasil guna yang ekonomis untuk
penyelesaian masalah. Pengkajian yang rinci harus dilakukan untuk sistem yang lengkap.
Penilaian masalah pencemaran udara untuk sistem produksi meliputi tahap-tahap :

1. Rancangan dan konstruksi


2. Tahapan penilain masalah, meliputi :
- Penyajian plant
- Pengujian dan pengumpulan data
- Penentuan kriteria rancangan yang mencakup pengkajian watak efluaen
dengan baku mutu lingkungan udara
3. Tahap kajian teknis dan rekayasa, yaitu melaksanakan:
a. Penilaian sistem dan teknologi pengendalian pencemaran, yang meliputi:
- Sumber perbaikan
- Metode perlakuan yang memperhatikan cara pengumpulan, pendidikan,
disperse dan pembuangan, dan
- Perolehan kembali senyawa yang bernilai ekonomik.

b. Kajian ekonomik yang meliputi investasi dan operasi

4. Tahap rancangan dan konstruksi, meliputi:

a. Pemilihan system pengendalian

b. Rancangan proses dan rekayasa serta konstruksi

19
BAB III

PENUTUP

• Kesimpulan

Pengawasan pencemaran udara yang diakibatkan oleh kegiatan industri dapat
dilakukan dengan selau melakukan pemeriksaan sampel udara ambien di lingkungan
industri dengan rujukan nilai kualitas udara ambien tidak boleh melebihi nilai ambang
batas (NAB) nasional yang sudah ditetapkan oleh pemerintah, pengawasan wajib
dilakukan secara berkala sesuai dengan rujukan pada peraturan pemerintah daerah,
dapat dilakukan 6 bulan sekali atau pertahun. adapun nilai ambang batas (NAB) udara
ambien adalah sebagai berikut :
Pengawasan pencemaran udara yang diakibatkan oleh kegiatan industri dapat
dilakukan dengan selau melakukan pemeriksaan sampel udara ambien di lingkungan
industri dengan rujukan nilai kualitas udara ambien tidak boleh melebihi nilai ambang
batas (NAB) nasional yang sudah ditetapkan oleh pemerintah, pengawasan wajib
dilakukan secara berkala sesuai dengan rujukan pada peraturan pemerintah daerah,
dapat dilakukan 6 bulan sekali atau pertahun.Jika pengendalian pencemaran ingin
diterapkan, maka berbagai pendekatan dapat dipilih untuk menentukan metoda
pengendalian pencemaran udara. Pengendalian pencemaran yang dapat dilakukan
meliputi pengendalian pada sumber pencemar dan pengenceran sehingga senyawa
pencemar itu tidak berbahaya lagi baik untuk lingkungan fisik dan biotik maupun
untuk kesehatan manusia.Pengendalian senyawa pencemar pada sumber merupakan
upaya yang paling berhasil-guna bahkan pengendalian ini dapat mengghilangkan atau
paling sedikit mengurangi kadar senyawa pencemar dalam aliran udara atau fasa yang
dibebaskan ke lingkungan.

20
DAFTAR PUSTAKA

http://haklibatam2017.blogspot.com/2018/01/artikel-pengawasan-dan-
pengolahan.html?m=1

21

Anda mungkin juga menyukai