Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH FARMASI FORENSIK

DISUSUN OLEH:

INTANIA MAHARANI / 1613015003


FADHILA ANNISA BUDIYONO / 1613015054
WA ODE RUNGAYA NINGSIH K. / 1613015063
RANY SILVI MOVA K. / 1613015075
FIDHIA RARA LANDE / 1613015084
NOVIA ANGGRAINI / 1613015126
M. RAHMAT HIDAYAT / 1613015150

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MULAWARMAN

SAMARINDA

2019

i
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1


BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 3
A. Pengertian .............................................................................................................. 3
B. Deskripsi Kasus ..................................................................................................... 4
C. Pemeriksaan Toksikologi Forensik ..................................................................... 5
D. Metode Pemeriksaan ............................................................................................ 6
E. Hasil ....................................................................................................................... 8
BAB III PENUTUP ......................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................... 11

i
BAB I

PENDAHULUAN

Makanan adalah kebutuhan pokok manusia yang diperlukan setiap saat dan
memerlukan pengolahan yang baik dan benar agar bermanfaat bagi tubuh. Produk
makanan atau pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati atau
air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan untuk makanan
atau minuman bagi konsumsi manusia. Minuman adalah segala sesuatu yang
dikonsumsi dan dapat menghilangkan rasa haus. Air minum yang ideal
seharusnya jernih, tidak berasa dan tidak berbau. Air minum pun seharusnya tidak
mengandung kuman patogen yang dapat membahayakan kesehatan manusia.
Tidak mengandung zat kimia yang dapat mengubah fungsi tubuh, tidak korosif,
dan tidak merugikan secara ekonomis (Saparinto & Hidayati, 2010).
Penyakit melalui makanan (food borne disease) dapat berasal dari berbagai
sumber yaitu organisme pathogen termasuk bakteri, kapang, parasit dan virus,
logam berat, pestisida, hormon, antibiotik, bahan tambahan berbahaya dan bahan-
bahan pertanian lainnya (Agustina, 2014).
Tembaga dengan nama kimia cuprum dilambangkan dengan Cu, adalah
unsur berbentuk kristal dan berwarna kemerahan. Unsur tembaga di alam dapat
ditemukan dalam bentuk logam bebas, akan tetapi banyak ditemukan dalam 2
bentuk persenyawaan atau sebagai senyawa padat berbentuk mineral (Palar,
2004).
Adanya tembaga (Cu) dalam jumlah yang besar dalam tubuh dapat
menyebabkan gejala-gejala yang akut. Keracunan tembaga dapat menyebabkan
gangguan pencernaan seperti sakit perut, mual, muntah, dan diare, serta gangguan
sistem peredaran darah. Gejala-gejala yang dapat dideteksi sebagai akibat
keracunan akut dari tembaga (Cu) yaitu adanya rasa logam di pernapasan
penderita, dan adanya rasa terbakar pada epigastrum dan muntah yang terjadi
secara berulang-ulang (Palar, 2004).

1
Tembaga adalah logam yang secara jelas mengalami proses akumulasi
dalam tubuh hewan seiring dengan pertambahan umurnya, dan ginjal merupakan
bagian tubuh ikan yang paling banyak terdapat akumulasi Tembaga. Paparan
Tembaga dalam waktu yang lama pada manusia akan menyebabkan terjadinya
akumulasi bahan-bahan kimia dalam tubuh manusia yang dalam periode waktu
tertentu akan menyebabkan munculnya efek yang merugikan kesehatan penduduk
(Widowati, 2008).
Logam Cu yang masuk ke dalam tatanan lingkungan perairan dapat terjadi
secara alamiah maupun sebagai efek samping dari kegiatan manusia. Secara
alamiah Cu masuk ke dalam perairan dari peristiwa erosi, pengikisan batuan
ataupun dari atmosfer yang dibawa turun oleh air hujan. Sedangkan dari aktifitas
manusia seperti kegiatan industri, pertambangan Cu, maupun industri galangan
kapal beserta kegiatan di pelabuhan merupakan salah satu jalur yang mempercepat
terjadinya peningkatan kelarutan Cu dalam perairan (Palar, 1994).

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari sumber, sifat serta khasiat racun,
gejala-gejala dan pengobatan pada keracunan, serta kelainan yang didapatkan
pada korban yang meninggal. Toksikologi merupakan ilmu yang sangat luas yang
mencakup berbagai disiplin ilmu yang sudah ada seperti ilmu kimia, farmakologi,
biokimia, forensik medicine dan lain-lain. Disamping itu ilmu ini terus
berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu-ilmu lainnya, dan ini semua pada
gilirannya akan menyulitkan kita dalam membuat definisi yang singkat dan tepat
mengenai toksikologi. Sebagai contoh, menurut ahli kimia, toksikologi adalah
ilmu yang bersangkutan dengan efek-efek dan mekanisme kerja yang merugikan
dari agen-agen kimia terhadap binatang dan manusia. Sedangkan dari para ahli
farmakologi toksikologi merupakan cabang farmakologi yang berhubungan
dengan efek samping zat kimia didalam sistem biologik. Dengan keluasan
toksikologi maka sejumlah besar ahli-ahli dibidang yang masing-masing turut
terlibat dalam toksikologi dalam bidang yang sesuai dengan keahliannya.
Menurut Taylor, racun adalah suatu zat yang dalam jumlah relatif kecil (bukan
minimal), yang jika masuk atau mengenai tubuh seseorang akan menyebabkan
timbulnya reaksi kimiawi (efek kimia) yang besar yang dapat menyebabkan sakit,
bahkan kematian. Menurut Gradwohl racun adalah substansi yang tanpa kekuatan
mekanis, yang bila mengenai tubuh seorang (atau masuk), akan menyebabkan
gangguan fungsi tubuh, kerugian, bahkan kematian. Sehingga jika dua definisi di
atas digabungkan, racun adalah substansi kimia, yang dalam jumlah relatif kecil,
tetapi dengan dosis toksis, bila masuk atau mengenai tubuh, tanpa kekuatan
mekanis, tetapi hanya dengan kekuatan daya kimianya, akan menimbulkan efek
yang besar, yang dapat menyebabkan sakit, bahkan kematian.

3
B. Deskripsi Kasus
Keracunan Ikan dan Siput di Buton Meluas Diteliti dugaan adanya
kandungan arsenik dan sianida. Korban akibat mengonsumsi siput dan ikan di
Kabupaten Buton dan Kota Bau bau, Sulawesi Tenggara (Sul tra), terus meluas.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Kendari, kini sedang meneliti
dugaan kandungan arsenik dan sianida dalam tubuh siput dan ikan. Kantor berita
Antara menyebutkan, kasus keracunan setelah mengonsumsi ikan dan siput di
wilayah Buton dan Kota Bau bau, sudah meluas ke wilayah kabupaten lain di
Sulawesi Tenggara (Sultra).
Musibah keracunan ini telah menelan empat korban tewas di Kabupaten
Buton, Kabupaten Muna, serta ratusan orang lainnya menjalani perawatan medis.
Pekan lalu, dua warga dalam satu keluarga di Desa Laka pera, Kecamatan Gu,
Buton, meninggal dunia setelah mengkonsumsi siput. Pada Ahad (1/8), satu
keluarga di Kelurahan Tampo, Kabupaten Muna, juga dilaporkan ke racunan
setelah mengonsumsi ikan. Kasus keracunan setelah mengonsumsi ikan di Bu ton,
awalnya menimpa warga Pulau Kadatua. Belakangan, kasus tersebut meluas
hingga ke sejumlah kecamatan di Buton termasuk Kota Baubau.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Kendari, Mohammad
Guntur, mengatakan, pihaknya masih perlu waktu untuk memastikan kandungan
arsen dan racun sianida di dalam tubuh siput penyebab keracunan di Buton dan
Kota Baubau. “Pengujiannya di laboratorium harus ekstra hati-hati dan teliti,”
kata Gun tur, di Kendari, Senin (2/8). Berdasarkan hasil uji laboratorium, dalam
tubuh siput yang dikonsumsi warga Kota Baubau dan Buton positif mengandung
logam berat berupa Cu atau tembaga. Meskipun demikian, ia tidak dapat
memastikan, apakah warga keracunan karena logam berat tersebut atau bukan.
“Kami bisa memastikan penyebab keracunan itu bersumber dari siput, kalau
semua makanan termasuk air minum yang dikonsumsi saat warga keracunan,
diteliti di laboratorium,” katanya.

4
C. Pemeriksaan Toksikologi Forensik
Korban mati akibat keracunan umumnya dapat dibagi menjadi 2
golongan, yang sejak semula sudah dicurigai kematian akibat keracunan dan
kasus yang sampai saat sebelum di autopsi dilakukan, belum ada kecurigaan
terhadap kemungkinan keracunan. Harus dipikirkan kemungkinan kematian
akibat keracuan bila pada pemeriksaan setempat (scene investigation)
terdapat kecurigaan akan keracunan, bila pada autopsi ditemukan kelainan
yang lazim ditemukan pada keracunan dengan zat tertentu, misalnya lebam
mayat yang tidak biasa.
Dalam menangani kasus kematian akibat keracunan perlu
dilakukan beberapa pemeriksaan penting, yaitu :
1. Pemeriksaan di tempat kejadian perkara (TKP)
Pemeriksaan di tempat kejadian perkara perlu dilakukan untuk
membantu penentuan penyebab kematian dan menentukan cara
kematian. Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengumpulkan keterangan
sebanyak mungkin tentang perkiraan saat kematian serta mengumpulkan
barang bukti.
2. Pemeriksaan luar
Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk pemeriksaan luar kasus
keracunan diantaranya:
a. Bau.
Dari bau yang tercium dapat diperoleh petunjuk racun apa yang
kiranya ditelan oleh korban. Segera setelah pemeriksa berada di
samping mayat ia harus menekan dada mayat untuk menentukan
apakah ada suatu bau yang tidak biasa keluar dari lubanglubang
hidung dan mulut.
b. Segera.
Pemeriksa harus segera berada di samping mayat sesegera mungkin
dan pemeriksa juga harus menekan dada mayat dan menentukan
apakah ada suatu bau yang tidak biasa keluar dari lubang hidung dan
mulut.

5
c. Pakaian.
Pada pakaian dapat ditemukan bercak-barcak yang disebabkan oleh
tercecernya racun yang ditelan atau oleh muntahan. Misalnya bercak
berwarna coklat karena asam sulfat atau kuning karena asam nitrat.
d. Lebam mayat.
Warna lebam mayat yang tidak biasa juga mempunyai makna,
karena warna lebam mayat pada dasarnya adalah manifestasi warna
darah yang tampak pada kulit.
e. Perubahan warna kulit.
Pada hiperpigmentasi atau melanosis dan keratosis pada telapak
tangan dan kaki pada keracunan arsen kronik. Kulit berwarna kelabu
kebirubiruan akibat keracunan perak (Ag) kronik (deposisi perak
dalam jaringan ikat dan korium kulit). Kulit akan berwarna kuning
pada keracunan tembaga (Cu) dan fosforakibat hemolisis juga pada
keracunan insektisida hidrokarbon dan arsen karena terjadi gangguan
fungsi hati.

D. Metode Pemeriksaan
1. Pemerisaan Forensik Keracunan Sianida
Pada pemeriksaan korban mati, pada pemeriksaan bagian luar
jenazah, dapat tercium bau amandel yang patognomonig untuk
keracunan CN, dapat tercium dengan cara menekan dada mayat
sehingga akan keluar gas dari mulut dan hidung. Bau tersebut harus
cepat dapat ditentukan karena indra pencium kita cepat teradaptasi
sehingga tidak dapat membaui bau khas tersebut. Harus dingat bahwa
tidak semua orang dapat mencium bau sianida karena kemampuan untuk
mencium bau khas tersebut bersifat genatik sex-linked trait. Sianosis
pada wajah dan bibir, busa keluar dari mulut, dan lebam mayat berwarna
terang, karena darah vena kaya akan oksi-Hb. Tetapi ada pula yang
mengatakan karena terdapat Cyanmet-Hb. Pada pemeriksaan bedah
jenazah dapat tercium bau amandel yang khas pada waktu membuka

6
rongga dada, perutdan otak serta lambung(bila racun melalui mulut)
darah, otot dan penampang tubuh dapat berwarna merah terang.
Selanjutnya hanya ditemukan tanda-tanda asfiksia pada organ tubuh.
Pada korban yang menelan garam alkalisianida, dapat ditemukan
kelainan pada mukosa lambung berupa korosi dan berwarna merah
kecoklatan karena terbentuk hematin alkali dan pada perabaan mukosa
licin seperti sabun. Korosi dapat mengakibatkan perforasi lambung yang
dapat terjadi antemortal atau posmortal.

2. Pemeriksaan Forensik Keracunan Arsenik


Korban meninggal mengalami keracunan akut. Pada pemeriksaan
luar ditemukan tanda-tanda dehidrasi. Pada pembedahan jenazah
ditemukan tanda-tanda iritasi lambung, mukosa berwarna merah,
kadang-kadang dengan pendarahan (flea bitten appearance). Iritasi
lambung dapat menyebabkan produksi musin yang menutupi mukosa
dengan akibat partikel-partikel As berwarna kuning sedangkan As2O3
tampak sebagai partikel berwarna putih. Pada jantung ditemukan
perdarahan sub-endokard pada septum. Histologik jantung menunjukkan
infiltrasi sel-sel radang bulat pada miokard. Sedangkan organ lain
parenkimnya berwarna putih.
Korban meninggal akibat keracunan arsen. Bila korban cepat
meninggal setelah menghirup arsin, akan terlihat tanda-tanda kegagalan
kardiorespirasi akut. Bila meninggalnya lambat, dapat ditemukan ikterus
dengan anemia hemolitik, tanda-tanda kerusakan ginjal berupa
degenerasi lemak dengan nekrosis fokal serta nekrosis tubuli. Korban
mati akibat keracunan kronik. Pada pemeriksaan luar tampak keadaan
gizi buruk. Pada kulit terdapat pigmentasi coklat (melanosis arsenik).

7
3. Pemeriksaan Forensik Keracunan Tembaga
Kulit warna kuning pada keracunan tembaga terjadinya
Hiperpigmentasi atau malanosis dan keratosis telapak tangan dan kaki
pada jenazah keracunan tembaga. Tembaga dalam dosis besar akan
merangsang muntah sehingga racun dikeluarkan dari dalam tubuh.
keracunan Cu secara kronis dapat dilihat dengan timbulnya penyakit
Wilson dan Kinsky.gejala dari penyakit Wilson ini adalah terjadi hepatic
cirrhosis, kerusakan pada otak, dan demyelinas, serta terjadinya
penurunan kerja ginjal dan pengendapan Cu dalam kornea mata.
Penyakit Kinsky dapat diketahui dengan terbentuknya rambut yang kaku
dan berwarna kemerahan pada penderita.

E. Hasil
Hasil pengkajian Badan Pegawas Obat dan Makanan (Balai POM)
Kendari menemukan kandungan logam berat dalam organ keong dan ikan
sehingga menyebabkan keracunan. Berdasarkan hasil uji laboratorium, dalam
tubuh siput yang dikonsumsi warga Kota Baubau dan Buton positif
mengandung logam berat berupa Cu atau tembaga.
Umumnya tembaga di dalam tubuh memiliki berat sekitar 50-80 mg.
Tembaga ini banyak ditemukan di otot dan juga hati. Kalau tubuh mengalami
kelebihan tembaga kemungkinan besar akan disaring dan dibuang menjadi
produk sisi ke urine atau feses sehingga ada perubahan warna pada dua produk
sisa itu. Selain muncul pada hati dan otot, tembaga juga akan muncul pada
darah. Kadar tembaga normal yang ada pada darah sekitar 70-140 mcg/dL.
Kalau kadarnya berada di atas itu bisa dipastikan mengalami kelebihan
tembaga dan kemungkinan besar akan menyebabkan keracunan.
Pada manusia, keracunan Cu secara kronis dapat dilihat dengan timbulnya
penyakit Wilson dan Kinsky.gejala dari penyakit Wilson ini adalah terjadi
hepatic cirrhosis, kerusakan pada otak, dan demyelinas, serta terjadinya
penurunan kerja ginjal dan pengendapan Cu dalam kornea mata. Penyakit
Kinsky dapat diketahui dengan terbentuknya rambut yang kaku dan berwarna

8
kemerahan pada penderita. Sementara pada hewan seperti kerang, bila
didalam tubuhnya telah terakumulasi dalam jumlah tinggi, maka bagian otot
tubuhnya akan memperlihatkan warna kehijauan. Hal ini dapat menjadi
petunjuk apakah kerang tersebut masih bisa dikonsumsi manusia atau tidak.

9
BAB III

PENUTUP

Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari sumber, sifat serta khasiat racun,
gejala-gejala dan pengobatan pada keracunan, serta kelainan yang didapatkan
pada korban yang meninggal. Racun adalah suatu zat yang dalam jumlah relatif
kecil (bukan minimal), yang jika masuk atau mengenai tubuh seseorang akan
menyebabkan timbulnya reaksi kimiawi (efek kimia) yang besar yang dapat
menyebabkan sakit, bahkan kematian.
Dalam menangani kasus kematian akibat keracunan perlu dilakukan
beberapa pemeriksaan penting, yaitu :
1. Pemeriksaan di tempat kejadian perkara (TKP)
2. Pemeriksaan luar
a. Bau
b. Lebam pada mayat
c. Pakaian
d. Perubahan warna kulit.
Hasil pengkajian Badan Pegawas Obat dan Makanan (Balai POM) Kendari
menemukan kandungan logam berat dalam organ keong dan ikan sehingga
menyebabkan keracunan. Berdasarkan hasil uji laboratorium, dalam tubuh siput
yang dikonsumsi warga Kota Baubau dan Buton positif mengandung logam berat
berupa Cu atau tembaga.

10
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, Titin. 2014. Kontaminasi Logam Berat Pada Makanan dan Dampaknya
Pada Kesehatan. Teknobuga Volume 1 No. 1.
Idries AM. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta Barat: Binarupa
Aksara.
Saparinto C, Hidayanti D. 2010. Bahan Tambahan Pangan. Yogyakarta:
Kanisius.
Palar. H. 2004. Pencemaran dan toksikologi logam berat. Jakarta: Rineka cipta.
Widowati. 2008. Efek Toksik Logam. Yogyakarta: ANDI.
Wirasuta, M.A.G. 2008. ANALISIS TOKSIKOLOGI FORENSIK DAN
INTERPRETASI TEMUAN ANALISIS. Universitas Udayana.

11

Anda mungkin juga menyukai