Anda di halaman 1dari 3

2.

3 Solusi Dalam Proses Penyelesaian Kasus Tersebut


Suatu perjanjian kerjasama bisnis tidak akan jauh dari permasalahan sengketa bisnis.
Sengketa bisnis dapat diselesaikan melalui berbagai macam alternatif. Alternatif tersebut
dapat ditempuh melalui lembaga penyelesaian sengketa bisnis. Di Indonesia terdapat empat
lembaga penyelesaian sengketa bisnis, lembaga tersebut yaitu sebagai berikut:
1. Pengadilan Umum
Pegadilan umum merupakan lembaga pelaksana kekuasaan kehakiman di Indonesia.
Undang-undang Nomor 2 Tahun 1986 Pasal 50 tentang Peradilan umum menyatakan
bahwa “Pengadilan Negeri bertugas dan berwenang memeriksa, mengadili, memutus,
dan menyelesaikan perara pidana dan perkara perdata di tingkat pertama.”
Berdasarkan isi dari pasal tersebut, dapat dikatakan bahwa pengadilan negeri
berwenang dalam memeriksa sengketa bisnis.
2. Pengadilan Niaga
Pengadilan niaga adalah pengadilan khusus yang berada di lingkungan pengadilan
umum yang mempunyai kompetisi untuk memeriksa dan memutus permohonan
pernyataan pailit dan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU), serta sengketa
hak kekayaan intelektual (HKI) yang meliputi hak cipta, merek, dan paten.
3. Arbitrase
Arbitrase berasal dari kata arbiter yang berarti wasit. Menurut Undang-undang nomor
30 Tahun 1999, arbitrase didefinisikan sebagai cara penyelesaian suatu sengketa
perdata di luar peradilan umum yang di dasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat
secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.
4. Penyelesaian sengketa alternative
Pasal 1 angka 10 Undang-undang Arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa
merumuskan bahwa yang dimaksud dengan alternative penyelesaian sengketa adalah
“lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati
para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara negosiasi, mediasi,
konsiliasi, atau penilaian ahli.”
Didalam kasus yang sudah dijelaskan pada sub bab 2.1 dan 2.2 menyebutkan bahwa
Direktur utama rumah sakit anak dan bunda harapan kita telah memutuskan kontrak kerja
samanya secara sepihak kepada PT Radinas Ekasaputra perihal perjanjian kerja sama
renovasi dan pengelolaan Wisma Harapan Kita. Pemutusan kerja sama satu pihak tersebut
merupakan sebuah sengketa bisnis yang harus diselesaikan. Sengketa bisnis tersebut harus
diselesaikan agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan dengan adanya kerja sama tersebut.
Dalam hal ini pihak yang dirugikan yaitu pihak PT Radinas Ekasaputra karena sudah
menggelontorkan sejumlah dana untuk merenovasi dan mengelola Wisma Harapan kita, dana
tersebut sebesar Rp19,1 milyar. Oleh karena itu, PT Radinas Ekasaputra dapat mengambil
beberapa alternatif untuk menyelesaikan sengketa bisnis tersebut agar tidak dirugikan.
Menurut Surat perjanjian kerja sama yang bernomor 02.02.120 yang ditandatangani
pada 21 juni 2013, pemutusan kerja sama secara sepihak dapat diadukan ke Bareskrim Mabes
Polri. PT Radinas Ekasaputra dapat melaporkan Pihak Direktur utama rumah sakit anak dan
bunda harapan kita ke Bareskrim Mabes dengan kasus melakukan serangkaian perbuatan
melawan hukum berupa tindak pidana penipuan dan perbuatan curang terhadap hasil
pelaksanaan perjanjian kerja sama renovasi dan pengelolaan Wisma Harapan Kita. Hal
tersebut hanya merupakan salah satu alternatif untuk menyelesaikan sengketa bisnis tersebut.
Terdapat dua alternatif lagi yang dapat dilakukan oleh PT Radinas Ekasaputra untuk
menyelesaikan sengketa bisnis mereka.
Alternatif yang kedua yaitu dengan membawa masalah pemutusan kerja sama tersebut
ke Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI). Sesuai dengan "Pasal 17 ayat 2 dari
perjanjian kerja sama mewajibkan kedua belah pihak menempuh jalur arbitrase jika terjadi
perselisihan dalam kerja sama tersebut.” Dengan pasal tersebut sudah jelas bahwa kasus
pemutusan kerja sama sepihak tersebut seharusnya menempuh jalur arbitrase yaitu cara
penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang di dasarkan pada perjanjian
arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Namun, menurut
artikel yang kami baca, proses hukum tersebut berjalan di tempat karena DD selaku direktur
utama rumah sakit anak dan bunda harapan kita enggan membayar biaya administrasi,
pemeriksaan dam arbiter. Padahal pembayaran biaya-biaya yang dibebankan kepada kedua
belah pihak yang berperkara merupakan syarat mutlak pelaksanaan persidangan.
Alternatif yang ketiga yaitu dengan mengadukan persoalan pemutusan kerja sama ini
kepada Menteri Kesehatan Nila F Moeloek. PT Radinas Ekasaputra dapat mengirim surat
kepada menteri kesehatan dengan meminta agar menteri mengambil tindakan tegas untuk
menertibkan aparaturnya, serta memberikan arahan penyelesaian permasalahan kerja sama
guna menyelesaikan perselisihan terkait dengan pelaksanaan perjanjian kerja sama nomor
HK.02.02.120. Jadi, dalam kasus ini terdapat tiga alternatif yang dapat diambil oleh pihak
pihak yang bersangkutan untuk menyelesaikan sengketa pemutusan kerja sama secara
sepihak tersebut.
Setelah membaca berbagai macam artikel mengenai kasus sengketa bisnis pemutusan
kerja sama secara sepihak antara Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita dengan PT
Radinas Ekasaputra, ternyata pihak PT Radinas Ekasaputra mengambil alternatif yang
pertama dan yang ketiga. Mereka tidak mengambil alternatif yang kedua karena DD selaku
direktur utama rumah sakit anak dan bunda harapan kita enggan membayar biaya
administrasi, pemeriksaan dam arbiter. Jadi, alternatif yang diambil dari sengketa pemutusan
kerja sama sepihak yaitu dengan melaporkan pihak Direktur Utama Rumah Sakit Anak dan
Bunda Harapan kepada Bareskrim Mabes Polri dan mengadukan kepada menteri kesehatan
republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai