Anda di halaman 1dari 15

ARBITRASE SEBAGAI POLA PENYELESAIAN SENGKETA DI

BIDANG KONTRAK

A. Latar Belakang Masalah

Interaksi-interaksi antara manusia dalam kehidupannya telah, terutama

dalam suatu hubungan bisnis telah melahirkan berbagai macam perjanjian dan

kontrak. Namun dalam pelaksanaannya tidak sedikit pula sengketa yang

timbul dalam pelaksanaan kontrak tersebut.1 Baik sengketa tersebut muncul

karena adanya perbuatan melawan hukum oleh salah satu pihak maupun

perbuatan wanprestase / cidera janji terhadap pelaksanaan kontrak.

Selama ini dalam penyelesaian suatu sengketa khususnya di bidang

kontrak dikenal 2 mekanisme penyelesaian, yakni: Pertama, penyelesaian

sengketa melalui Pengadilan (Litigasi) dan kedua, penyelesaian sengketa

melalui jalur di luar pengadilan (Non Litigasi). Penyelesaian sengketa melalui

jalur pengadilan bersandar pada hukum acara yang mengatur bagaimana

proses dan mekanisme beracara di Pengadilan dan tentunya memakan waktu

yang lama. Hasil akhir dari suatu proses peradilan adalah para pihak akan

diberikan Putusan oleh Majelis Hakim yang tentu saja putusan tersebut adalah

putusan win-lose solution,2 dengan kata lain sudah dapat dipastikan bahwa

salah satu pihak pasti akan menang dan satu pihak lainnya pasti akan kalah.

Sementara itu penyelesaian sengketa melalui jalur di luar pengadilan

dikenal dengan istilah Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 30 Tahun 1999

1
Anik Entriani, Arbitrase dalam Sistem Hukum di Indonesia, Jurnal An-Nisbah, Vol. 03,
No. 02, April 2017, hlm. 217
2
Indah Sari, Keunggulan Arbitrase Sebagai Forum Penyelesaian Sengketa di Luar
Pengadilan, Jurnla Ilmu Hukum Dirgantara, Vol. 9, No. 2, Maret 2019, hlm. 48
tentang Arbitrase, menyebutkan bahwa Arbitrase adalah cara penyelesaian

suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada

perjanjian arbitrasi yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang

bersengketa. Sedangkan Alternatif Penyelesaian Sengketa menurut Pasal 1

angka 10 adalah Lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui

prosedur yang diseakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan

dengan cara konsultasi, mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli.

Pilihan penggunaan jalur penyelesaian sengeketa oleh para pihak

didasari dan diatur secara terang di dalam Pasal 48 Undang-Undang No. 48

Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menyebutkan: upaya

penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan di luar pengadilan negara

melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa.

Hadirnya alternatif penyelesaian sengketa melalui arbitrasi

dilatarbelakangi oleh realitas bahwa penyelesaian sengketa bisnis melalui

Lembaga peradilan banyak menuai kritikan kritis dari berbagai kalangan,

tidak terkecuali dari pelaku bisnis itu sendiri. Eksistensi badan peradilan

dipandang sudah syarat beban (overload). Pada satu sisi, jumlah, bentuk, serta

jenis perkara yang masuk ke badan peradilan terus mengalami peningkatan,

sedangkan pada lain sisi kemampuan badan peradialn untuk menyelesaikan

perkara tidak mampu mengimbangi sengketa yang masuk, dan tidak jarang

terjadi penumpukan perkara tahun sebelumnya. Ditambah lagi dengan proses

peradilan yang berlangsung rumit, birokratis, bahkan terkadang bertele-tele,

jelas akan berdampak pada panjangnya waktu, tenaga dan biaya yang mahal.
Hal tersebut tentu saja bertentangan dengan asas peradilan dilakukan dengan

sederhana, cepat dan biaya ringan.3

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka disusunlah makalah ini untuk

lebih mendalami arbitrase sebagai pola penyelesaian sengketa di bidang

kontrak.

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimanakah ketentuan hukum penyelesaian sengketa di bidang kontrak

melalui arbitrase?

2. Bagaimanakah mekanisme penyelesaian sengekta melalui jalur arbitrase?

3. Bagaimanakah kelebihan penggunaan arbitrase dalam dalam penyelesaian

sengketa di bidang kontrak?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:

1. Untuk mengetahui ketentuan hukum penyelesaian sengketa di bidang

kontrak melalui arbitrase.

2. Untuk mengetahui mekanisme penyelesaian sengekta melalui jalur

arbitrase.

3. Untuk mengetahui kelebihan penggunaan arbitrase dalam dalam

penyelesaian sengketa di bidang kontrak.

D. Metode Penulisan

Makalah ini disusun menggunakan pendekatan yuridis normative

dengan mengkaji peraturan perundang-undangan, buku-buku, jurnal dan hasil

3
Rahmadi Indra Tektona, Arbitras sebagai Alternatif Solusi Penyelesaian Sengketa
Bisnis di Luar Pengadilan, Jurnal Pandecta, Vol. 6, No. 1, Januari 2011, hlm. 87-88
penelitian tentang Arbitrase. Bahan hukum yang terkumpul kemudian

dianalisis dan kemudian disajikan secara deskriptif.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Arbitrase

Arbitrase adalah sebuah metode penyelesaian sengketa yang seringkali

disebut dengan pengadilan wasit. Arbiter dalam pengadilan arbitrese

mengambil peran layaknya seorang wasit (referee).4 Menurut Reglement op

de Burgerlijke Rechtsvordering (BRV) atau Rv, arbitrase merupakah istilah

dalam Bahasa Belanda yakni “Arbritrage”, dalam Bahasa Inggris disebut

“Arbitration”, yang didedenisikan sebagai the submission for determination

of disputed matter to private unofficial person selected in manner provide by

law or agreement.5 Sementara itu Yahya Harahap berpendapat bahwa

arbitrase merupakan salah satu metode penyelesaian sengketa. Sengketa yang

harus diselesaikan tersebut berasal dari sengketa yang timbul dari sebuah

kontrak dalam bentuk sebagai berikut:6

1. Perbedaan penafsiran (disputes) mengenai pelaksanaan perjanjian, berupa:

a. Kontroversi pendapat (controversy).

b. Kesalahan pengertian (misunderstanding).

c. Ketidaksepakatan (disagreement).

2. Pelanggaran terhadap perjanjian (breach of contract), termasuk di

dalamnya adalah:

a. Sah atau tidaknya sebuah kontrak.

b. Berlaku atau tidaknya sebuah kontrak.

4
Akhmad Ichsan, Kompendium Tentang Arbitrase Perdagangan Internasional (Luar
Negeri), Pradnya Paramita, Jakarta, 1992, hlm. 10
5
Munir Fuady, Arbitrase Nasional (Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis), Citra
Aditya Bakti, Bandung, 2000, hlm. 17
6
M. Yahya Harahap, Arbitrase, Pustaka Kartini, Jakarta, 1991, hlm. 108
3. Pengakhiran sebuah kontrak (termination of contract).

4. Klaim mengenai ganti rugi atas wanprestasi atau perbuatan melawa

hukum.

Sedangkan A. Abdurrachman memberikan pengertian arbitrase sebagai

memeriksa sesuatu, atau mengabmil keputusan mengenai faedahnya. Proses

yang oleh suatu perselisihan antara dua pihak yang bertentangan yang

diserahkan kepada satu pihak atau lebih yang tidak berkepentingan untuk

mengadakan pemeriksaan dan mengambil suatu keputusan terakhir. Pihak

yang tidak berkepentingan atau arbitrator tersebut dapat dipilih dari pihak-

pihak itu sendiri, atau boleh ditunjuk oleh suatu badan yang lebih tinggi yang

kekuasaannya diakui oleh pihak-pihak itu. Dalam prosedur arbitration, kedua

belah pihak yang bertentangan itu sebelumnya telah menyetujui akan

menerima keputusan arbitrator.

B. Sengketa di Bidang Kontrak

Sengketa menurut Nurnaningsih Amriani adalah perselisihan yang

terjadi antara para pihak dalam perjanjian karena adanya wanprestasi yang

dilakukan oleh salah satu pihak dalam perjanjian tersebut.7 Sedangkan

menurut Takdir Rahmadi, sengketa adalah situasi dan kondisi dimana orang-

orang saling mengalami perselisihan yang bersifat faktual maupun

perselisihan menurut persepsi mereka saja.8

Sengketa adalah kondisi dimana ada pihak yang merasa dirugikan oleh

pihak lain, yang kemudian pihak tersebut menyampaikan ketidakpuasan

7
Nurnaningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di
Pengadilan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012, hlm. 13
8
Takdri Rahmadi, Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat, PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2017, hlm. 1
tersebut kepada pihak kedua. Apabila suatu kondisi menunjukkan perbedaan

pendapat, maka terjadilah apa yang dinamakan sengketa tersebut. Dalam

konteks hukum khususnya hukum kontrak, yang dimaksud dengan sengketa

adalah perselisihan yang terjadi antara para pihak karena adanya pelanggaran

terhadap kesepakatan yang telah dituangkan dalam suatu kontrak, baik

sebagian maupun keseluruhan. Sehingga dengan kata lain telah terjadi

wanprestasi oleh pihak-pihak atau salah satu pihak, karena tidak dipenuhinya

kewajiban yang harus dilakukan atau dipenuhi namun kurang atau berlebihan

yang akhirnya mengakibatkan pihak satunya dirugikan.9

9
Nurnaningsih Amriani, Op. Cit, hlm. 12
BAB III

PEMAHASAN

A. Ketentuan Hukum Hukum Penyelesaian Sengketa Di Bidang Kontrak


Melalui Arbitrase

Arbitrase, dalam system hukum Indonesia memiliki landasan hukum

yang tetap. M. Yahya Harahap menyebutkan tiga dasar hukum pelaksanaan

arbitrase, yakni:10

1. Pasal 377 HIR atau Pasal 705 RBg, menyebutkan: jika orang Indonesia

atau orang Timur Asing menghendaki perselisihan mereka diputuskan

oleh juru pisah, maka mereka wajib menuruti peraturan pengadilan

perkara yang berlaku bagi bangsa Eropa;

2. Pasal 615 s/d Pasal 651 Rv. Ketentuan arbitrase yang diatur di dalam Rv

sama sekali tidak mengyinggung tentang arbitrasi asing. Seolah-olah

peraturan ini mengucilkan bangsa Indonesia dari lingkungan kehidupan

hubungan antar negara di bidang arbitrase. Untuk mengisi kekosongan

arbitrase asing ini, pemerintah memotivasi untuk mengaturnya yang dapat

dilihat dari konvensi-konvensi internasional dimana Indonesia telah

meratifikasinya seperti International Center for the Sattelment of

Investment Dispute (ICSID) dengan Undang-Undang Nomor 5 tahun

1968.

3. Pasal 58 Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman, yang menyebutkan: upaya penyelesaian sengketa perdata

dapat dilakukan di pengadilan negara melalui arbitrase atau alternatif

penyelesaian sengketa.

10
Anik Entriani, Op. Cit, hlm. 281
4. Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrasi. Undang-Undang

ini mengatur secara khusus tentang pelaksanaan arbitrase.11

B. Mekanisme Penyelesaian Sengekta Melalui Jalur Arbitrase

Seperti yang kita ketahui, untuk menyelesaikan persengketaan,

arbitrase adalah cara alternatif dari berbagai penyelesaian lainnya saat

biasanya digunakan ketika sengketa perdagangan dan bisnis. Sebab itu

penanganan sengketa atau persoalan perkara melalui arbiter tidak di ibaratkan

sebagai lembaga pengadilan, tetapi sebagai salah satu cara peleraian dengan

damai di luar pengadilan yang berarti diperbolehkan jika terjadi

persengketaan alangkah baiknya diselesaikan diluar pengadilan sebelum

memasuki pengadilan umum. Jadi menyelesaikan persengketaan keperdataan

lewat pengadilan negeri pada umumnya adalah alternatif akhir untuk para

kedua belah pihak ketika mengalami perselisihan. 03 Desember 1997, Badan

Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) telah didirikan adalah institusi arbitrase

di indonesia pertama berdasarkan Prakarsa Indonesian Chamber Of

Commerce and Industry (Kamar Dagang dan Industri Indonesia) agar

mengajukan kesepakatan penanganan Keadilan dengan Efisiensi ketika

munculnya perselisihan perdata tentang hal-hal dengan kaitannya perniagan

industri dan anggaran nasional sampai internasional.12

Melihat prosedur arbitrase, maka setidaknya terdapat tiga tahapan yang harus

dilalui, yakni:

1. Negosiasi, yakni menghasilkan penyusunan perjanjian arbitrase dagang.

11
Yusna Zaidah, Penyelesaian Sengketa Melalui Peradilan dan Arbitrase Syari’ah di
Indonesia, Aswaja Pressindo, Yogyakarta, 2015, hlm. 39
12
Meli Andriani, Rani Apriani, Arbitrase Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa,
Justitia: Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora, Vol. 9 No. 5, 2022, hlm. 2403
2. Pengangkatan para arbiter (siding-sidang) arbitrase.

3. Putusan arbitrase.13

Pelaksanaan Arbitrase, sebagaimana diatur di dalam Pasal 8 Undang-

Undang No. 30 Tahun 1999 adalah sebagai berikut:

1. Dalam hal timbul sengketa, pemohon harus memberitahukan dengan surat

tercatat, telegram, email atau dengan buku ekspedisi kepada termohon

bahwa syarat arbitrase yang diadakan oleh pemohon atau termohon

berlaku.

2. Surat pemberitahuan untuk mengadakan arbitrase memuat:

a. Nama dan alamat para pihak.

b. Penunjukkan kepada klausula atau perjanjian arbitrase yang berlaku.

c. Perjanjian atau masalah yang menjadi sengketa.

d. Dasar tuntutan dan jumlah yang dituntut, apabila ada.

e. Cara penyelesaian yang dikehendaki, dan

f. Perjanjian yang diadakan oleh para pihak tentang yang jumlah arbiter

kehendaki dalam jumlah ganjil.

C. Kelebihan Penggunaan Arbitrase Dalam Dalam Penyelesaian Sengketa

Di Bidang Kontrak

Penjelasan Umum Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang

Arbitrase menjelaskan, pada umumnya Lembaga arbitrase mempunyai

kelebihan dibandingkan dengan Lembaga peradilan, antara lain:

a. dijamin kerahasiaan sengketa para pihak;

13
Sri Retno Widyorini, Penyelesaian Sengketa Dengan Cara Arbitrase, Jurnal Hukum
dan Dinamika Masyarakt Edisi Oktober 2006, hlm. Hlm. 63
b. dapat dihindari kelambatan yang diakibatkan karena hal prosedural dan

administratif;

c. para pihak dapat memilih arbiter yang menurut keyakinannya mempunyai

pengetahuan, pengalaman serta latar belakang yang cukup mengenai

masalah yang disengketakan, jujur dan adil;

d. para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk menyelesaikan

masalahnya serta proses dan tempat penyelenggaraan arbitrase; dan

e. putusan arbiter merupakan putusan yang mengikat para pihak dan dengan

melalui tata cara (prosedur) sederhana saja ataupun langsung dapat

dilaksanakan.

Terdapat banyak pertimbangan yang biasanya diperhatikan dalam

memilih salah satu dari forum penyelesaian sengketa, termasuk hukum yang

mengatur serta penerapan dari keduanya. Hukum adalah suatu sistem yang

terdiri dari seperangkat kaidah (legal substance), tetapi meliputi pula

keseluruhan proses hukum yang mencangkup struktur hukum (legal structure)

dan budaya hukum (legal culture). Komponen sistem hukum ini akan

mempengaruhi pilihan pelaku bisnis mengenai forum penyelesaian sengketa

yang akan digunakan.14

Alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan menjanjikan

beberapa keunggulan lan daripada melalui pengadilan. Beberapa keunggulan

yang dapat dikemukakan yakni: Arbiter yang dipilih para pihak adalah ahli di

bidangnya sehingga mereka memahami permasalahan yang dipersengketakan.

Unsur spesialisasi memegang peranan penting dalam arbitrase, dan keahlian

merupakan salah satu jaminan terhadap adanya kepercayaan, yang kedua


14
Rahmadi Indra Tektona, Op. Cit, hlm. 4
Konfidensialitasi Sebagaimana dikemukakan di atas arbitrase merupakan

forum penyelesaian sengketa yang bersifat privat. Para pihak pada umumnya

tidak ingin bahwa publik, lebih-lebih para pesaingnya dapat mengetahui

rahasia “dapur” perusahaannya sehingga merugikan reputasi perusahaan yang

bersangkutan.15

Di samping kelebihan di atas, beberapa keuntungan lain penyelesaian

sengketa melalui arbitrase adalah yang pertama penyelesaian sengketa

melalui arbitrase relative lebih cepat jika dibandingkan dengan melalui

pengadilan. Ketentuan engenai jangka waktu seperti dalam pemilih arbitrasan

arbiter dan penyelesaian sengketa yang disepakati para pihak atau yang

ditentukan dalam rules arbitrase institusional di mana para pihak

menundukkan diri, mempunyai sifat mengikat bagi arbiter atau para arbitor.

Karena itu pengabdian trehadap jangka-jangka waktu ini menghadapi klaim

dari pihak yang merasa dirugikan yang kedua Mekanisme penyelesaian

sengketa melalui pengadilan memposisikan para pihak saling berhadapan satu

dengan lainnya (adversabiality). Sebaliknya penyelesaian sengketa melalui

arbitrase lebih menekankan akan pentingnya tetap dijaga hubungan bisnis di

masa mendatang.16

Salah satu keunggulan yang dimiliki penyelesaian sengketa melalui

Arbitrase adalah adanya jaminan kerahasiaan (confidentialy). Sifat

konfidensial dalam prosedur arbitrase dikenal dengan “the right to privacy”.

Jaminan kerahasiaan ini tidak hanya berlaku terhadap arbitrase ad hoc (ad

hock arbitration), tetapi juga pada arbitrase institusional (institutional

15
Ibid
16
Ibid
arbitration), seperti dikatakan Michael Collins Q.C “It is commonly provided

by institutional arbitration rules that an arbitration conducted under those

particular rules shall be held in private. The parties must be under a duty not

to disclose to strangers what has occurred in the course of the arbitration”17

17
Ibid
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Ketentuan hukum penyelesaian sengketa di bidang kontrak melalui

arbitrase, diatur melalui Pasal 377 dan 705 RBg, Pasal 615 s/d 651 Rv,

Pasal 58 Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang

No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase.

2. Mekanisme penyelesaian sengekta melalui jalur arbitrase terbagi kedalam

3 (tiga) tahapan, yakni: negosiasi, pengangkatan para arbiter dan putusan

arbitrase.

3. Kelebihan penggunaan arbitrase dalam dalam penyelesaian sengketa di

bidang kontrak adalah: dijamin kerahasiaan sengketa para pihak; dapat

dihindari kelambatan yang diakibatkan karena hal prosedural dan

administratif; para pihak dapat memilih arbiter yang menurut

keyakinannya mempunyai pengetahuan, pengalaman serta latar belakang

yang cukup mengenai masalah yang disengketakan, jujur dan adil; para

pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk menyelesaikan masalahnya

serta proses dan tempat penyelenggaraan arbitrase; dan putusan arbiter

merupakan putusan yang mengikat para pihak dan dengan melalui tata

cara (prosedur) sederhana saja ataupun langsung dapat dilaksanakan.


DAFTAR PUSTAKA

Akhmad Ichsan, Kompendium Tentang Arbitrase Perdagangan Internasional


(Luar Negeri), Pradnya Paramita, Jakarta, 1992

Anik Entriani, Arbitrase dalam Sistem Hukum di Indonesia, Jurnal An-Nisbah,


Vol. 03, No. 02, April 2017

Indah Sari, Keunggulan Arbitrase Sebagai Forum Penyelesaian Sengketa di Luar


Pengadilan, Jurnla Ilmu Hukum Dirgantara, Vol. 9, No. 2, Maret 2019

M. Yahya Harahap, Arbitrase, Pustaka Kartini, Jakarta, 1991

Meli Andriani, Rani Apriani, Arbitrase Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa,


Justitia: Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora, Vol. 9 No. 5, 2022

Munir Fuady, Arbitrase Nasional (Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis), Citra


Aditya Bakti, Bandung, 2000

Nurnaningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di


Pengadilan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012

Rahmadi Indra Tektona, Arbitras sebagai Alternatif Solusi Penyelesaian Sengketa


Bisnis di Luar Pengadilan, Jurnal Pandecta, Vol. 6, No. 1, Januari 2011

Sri Retno Widyorini, Penyelesaian Sengketa Dengan Cara Arbitrase, Jurnal


Hukum dan Dinamika Masyarakt Edisi Oktober 2006

Takdri Rahmadi, Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat,


PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2017

Yusna Zaidah, Penyelesaian Sengketa Melalui Peradilan dan Arbitrase Syari’ah


di Indonesia, Aswaja Pressindo, Yogyakarta, 2015

Anda mungkin juga menyukai