Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sengketa antara para pihak dapat diselesaikan melalui jalur litigasi

(lembaga peradilan) ataupun non litigasi (di luar pengadilan). Penyelesaian

sengketa melalui jalur litigasi yaitu penyelesaian sengketa diantara para pihak

yang dilakukan melalui pemeriksaan di hadapan hakim dalam sebuah lembaga

peradilan. Litigasi (pengadilan) adalah metode penyelesaian sengketa paling lama

dan lazim digunakan dalam menyelesaikan sengketa, baik sengketa yang bersifat

public maupun yang bersifat privat. Seiring berjalannya waktu dan perkembangan

zaman, kebutuhan masyarakat akan keadilan dan kesejahteraan semakin besar,

maka penyelesaian sengketa melalui litigasi lambat laun dirasakan kurang efektif

lagi. Penyelesaian sengketa melalui litigasi dirasakan terlalu lama dan memakan

biaya yang cukup besar. Kondisi demikian menyebabkan pencari keadilan

mencari alternatif lain yaitu penyelesaian segketa diluar proses peradilan formal,1

yang biasa dikenal dengan penyelesaian sengketa non litigasi. Penyelesaian

sengketa non litigasi merupakan mekanisme penyelesaian sengketa diluar

pengadilan dan tidak menggunakan pendekatan hukum formal. Penyelesaian

sengketa non litigasi juga dikenal dengan istilah ADR (Alternative Dispute

Resolution).2

Penyelesaian sengketa di luar pengadilan bagi bangsa Indonesia

merupakan hal yang menjadi falsafah bangsa Indonesia sejak dahulu kala, hanya
1
Nurnaningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan,
Rajawali Pers, Jakarta, 2011, hlm. 19-20
2
Frans Hendra Winata, Hukum Penyelesaian Sengketa, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hlm. 25

1
penamaannya tidak memakai kalimat Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan.

Penyelesaian sengketa ini merupakan falsafah nenek moyang bangsa Indonesia

yang telah berkembang di tengah-tengah masyarakat, misalnya masyarakat antar

daerah yang bertikai lebih mengutamakan menyelesaikannya dalam bentuk

“musyawarah”. Musyawarah ini telah diangkat ke permukaan oleh pendiri bangsa

Indonesia dengan mencantumkannya dalam UUD 1945.3

Di Indonesia, perkembangan atau usaha memperkenalkan ADR baru

muncul kepermukaan pada pertengahan dekade 1990 an. Salah satu usaha

dimaksud adalah apa yang dilakukan oleh Bappenas RI dengan bantuan Bank

Dunia dengan menyelenggarakan suatu proyek “Diagnostic Assessment of Legal

Developtment in Indonesia” yang mencakup bidang-bidang kajian sumber daya

manusia hukum, lembaga hukum (termasuk penyelesaian sengketa alternative),

dan sistem peradilan.4

Menurut Undang-Undang nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan


Alternatif Penyelesaian Sengketa, pada pasal 1 angka 10, alternatif penyelesaian
sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui
prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian diluar pengadilan dengan
cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.

Pada umumnya penyelesaian sengketa di luar pengadilan hanya ada dalam


sengketa perdata, namun dalam praktek sering juga kasus pidana diselesaikan di
luar pengadilan melalui berbagai diskresi aparat penegak hukum atau melalui
mekanisme musyawarah/perdamaian atau lembaga permaafan yang ada di dalam
masyarakat (musyawarah keluarga; musyawarah desa; musyawarah adat dsb.).
Praktek penyelesaian perkara pidana di luar pengadilan selama ini tidak ada
landasan hukum formalnya, sehingga sering terjadi suatu kasus yang secara

3
Supriadi, Hukum Lingkungan di Indonesia Sebuah Pengantar, Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hlm.
213.
4
I Made Idnyana, Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Arbitrase. Cetakan III, Jakarta :
PT. Fikahati Aneska, 2014, hlm.47.

2
informal telah ada penyelesaian damai (walaupun melalui mekanisme hukum
adat), namun tetap saja diproses ke pengadilan sesuai hukum yang berlaku.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, menarik untuk dikaji secara


akademik yang akan penulis tuangkang kedalam sebuah makalah yang berjudul
“Arti Penting Alternatif Penyelesaian Sengketa”.

B. Rumusan Masalah

Supaya pembahasan lebih terarah serta mencapai sasaran sebagai suatu

karya ilmiah, maka pembahasan dibatasi dengan perumusan masalah sebagai

berikut:

1. Bagaimana Peran Penting Alternatif Penyelesaian Sengketa?

2. Bagaimana Sejarah Penerapan Alternatif Penyelesaian Sengketa di Indonesia?

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Peran Penting Alternatif Penyelesaian Sengketa

Penyelesaian melalui non litigasi ialah penyelesaian sengketa yang

dilakukan menggunakan cara-cara yang ada di luar pengadilan atau menggunakan

lembaga alternatif penyelesaian sengketa. Di Indonesia, penyelesaian non litigasi

ada dua macam, yakni Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa sesuai

dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa (UU AAPS). Secara bahasa, Arbitrase berasal dari

kata arbitrare (latin) yang berarti kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu perkara

berdasarkan kebijaksanaan. Arbitrase merupakan penyerahan sengketa secara

sukarela kepada pihak ketiga yang netral, yaitu individu atau arbitrase sementara

(ad hoc).

Selain melalui proses arbitrasi, penyelesaian sengketa non litigasi dapat

juga dilakukan dengan cara alternatif penyelesaian sengketa atau alternative

dispute resolution (ADR). Alternatif penyelesaian sengketa adalah suatu bentuk

penyelesaian sengketa diluar pengadilan berdasarkan kata sepakat (konsensus)

yang dilakukan oleh para pihak yang bersengketa baik tanpa ataupun dengan

bantuan para pihak ketuga yang netral. Menurut Undang-Undang nomor 30 tahun

1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, pada pasal 1 angka

10, alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau

beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian

diluar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau

penilaian ahli.

4
Dalam ranah hukum positif, APS muncul sebagai alternatif penyelesaian

sengketa yang ditempatkan pararel atau preliminary dengan penyelesaian jalur

non-litigasi, diantaranya:5

UU No. 8/1999 Pasal 45 ayat (2)


tentang Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh
Perlindungan melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan
Konsumen pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.

UU No. 2/2017 Pasal 8 ayat (2) dan (4)


tentang Jasa (2) Dalam hal musyawarah para pihak sebagaimana
Konstruksi dimaksud pada ayat (1) tidak dapat mencapai suatu
kemufakatan, para pihak menempuh tahapan upaya
penyelesaian sengketa yang tercantum dalam Kontrak
Kerja Konstruksi.
(4) Tahapan upaya penyelesaian sengketa sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) meliputi: a. mediasi; b.
konsiliasi; dan c. arbitrase.

Penjelasan Pasal 47 huruf (h):


Penyelesaian perselisihan ditempuh melalui antara lain
musyawarah, mediasi, arbitrase, ataupun pengadilan

UU No.36/2009 Pasal 29
tentang Kesehatan Mediasi dilakukan bila timbul sengketa antara tenaga
kesehatan pemberi pelayanan kesehatan dengan pasien
sebagai penerima pelayanan kesehatan. Mediasi
dilakukan bertujuan untuk menyelesaikan sengketa di
luar pengadilan oleh mediator yang disepakati oleh para
pihak.

5
Siti Yuniarti, 2018, “Alternatif Penyelesaian Sengketa”, https://business law.binus.ac.id
/2018/06/30/alternatif-penyelesaian-sengketa/, Diakses pada tanggal 7 April 2022

5
UU No.2/2004 Pasal 4 ayat (3) dan (4)
tentang (3) Setelah menerima pencatatan dari salah satu atau para
Penyelesaian pihak, instansi yang bertanggung jawab di bidang
Hubungan ketenagakerjaan setempat wajib menawarkan kepada
Industrial para pihak untuk menyepakati memilih penyelesaian
melalui konsiliasi atau melalui arbitrase;
(4) Dalam hal para pihak tidak menetapkan pilihan
penyelesaian melalui konsiliasi atau arbitrase dalam
waktu 7 (tujuh) hari kerja, maka instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
melimpahkan penyelesaian perselisihan kepada
mediator;
Pasal 5
Dalam hal penyelesaian melalui konsiliasi atau mediasi
tidak mencapai kesepakatan, maka salah satu pihak dapat
mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan
Industrial.

Penyelesaian sengketa melalui ADR mempunyai keungulan-keunggulan


dibandingkan dengan penyelesaian sengketa melalui litigasi, diantaranya
ialah adanya sifat kesukarelaan dalam proses karena tidak adanya unsur
pemaksaan, prosedur yang cepat, keputusannya bersifat non judicial, prosedur
rahasia, fleksibilitas dalam menentukan syarat-syarat penyelesaian masalah, hemat
waktu dan hemat biaya. Hal tersebut menunjukkan bahwa Alternatif Penyelesaian
Sengketa sangat penting untuk dapat dipilih sebagai langkah pertama dalam
penyelesaian permasalahan sebelum menempuh jalur litigasi di Pengadilan.

6
Lembaga alternatif penyelesaian sengketa dibagi menjadi beberapa jenis,
diantaranya ialah sebagai berikut:6

1. Konsultasi
Konsultasi merupakan suatu tindakan yang bersifat personal antara suatu pihak
tertentu, yang disebut dengan klien dengan pihak lain yang merupakan pihak
konsultan, yang memberikan pendapatnya kepada klien tersebut untuk
memenuhi keperluan dan kebutuhan kliennya tersebut. Peran dari konsultan
dalam penyelesaian sengketa tidaklah dominan, konsultan hanya memberikan
pendapat (hukum), sebagaimana yang diminta oleh kliennya, yang untuk
selanjutnya keputusan mengenai penyelesaian sengketa tersebut akan diambil
sendiri oleh para pihak, meskipun adakalanya pihak konsultan diberi
kesempatan untuk merumuskan bentuk-bentuk penyelesaian sengketa yang
dikehendaki oleh para pihak yang bersengketa tersebut.
Dengan adanya perkembangan zaman, konsultasi dapat dilakukan dengan
secara langsung maupun dengan menggunakan teknologi komunikasi yang
telah ada. Konsultasi dapat dilakukan dengan cara klien mengajukan sejumlah
pertanyaan kepada konsultan. Hasil konsultasi berupa saran yang tidak
mengikat secara hukum, artinya saran tersebut dapat digunakan atau tidak oleh
klien, tergantung kepentingan masing-masing pihak.

2. Negoisasi
Negosiasi adalah sarana bagi pihak-pihak yang bersengketa untuk
mendiksusikan penyelesaiannya tanpa keterlibatan pihak ketiga. Menurut
KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), negosiasi diartikan sebagai
penyelesaian sengketa secara damai melalui perundingan antara pihak-pihak
yang bersengketa. Melalui negosiasi para pihak yang bersengketa dapat
melakukan suatu proses penjajakan kembali akan hak dan kewajiban para
pihak yang bersengketa dengan suatu situasi yang sama-sama menguntungkan,
dengan melepaskan atau memberikan kelonggaran atas hak-hak tertentu
berdasarkan pada asas timbal balik. Kesepakatan yang telah dicapai kemudian

6
Rifqani Nur Fauizah Hanif, 2020, “Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa”,
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-manado/baca-artikel/13628/Arbitrase-Dan-Alternatif-
Penyelesaian-Sengketa.html, Diakses pada tanggal 7 April 2022

7
dituangkan secara tertulis untuk ditandatangani dan dilaksanakan oleh para
pihak.
Namun proses negosiasi dalam penyelesaian sengketa terdapat beberapa
kelemahan. Yang pertama ialah ketika kedudukan para pihak yang tidak
seimbang. Pihak yang kuat akan menekan pihak yang lemah. Yang kedua ialah
proses berlangsungnya negosiasi acap kali lambat dan bisa memakan waktu
yang lama. Yang ketiga ialah ketika suatu pihak terlalu keras dengan
pendiriannya.

3. Mediasi
Mediasi adalah intervensi terhadap suatu sengketa oleh pihak ketiga (mediator)
yang dapat diterima, tidak berpihak dan netral serta membantu para pihak yang
berselisih mencapai kesepakatan secara sukarela terhadap permasalahan yang
disengketakan. Menurut Rachmadi Usman, mediasi adalah cara penyelesaian
sengketa diluar pengadilan melalui perundingan yang melibatkan pihak ketiga
(mediator) yang bersikap netral dan tidak berpihak kepada pihak-pihak yang
bersengketa serta diterima kehadirannya oleh pihak-pihak yang bersengketa.
Mediator bertindak sebagai fasilitator. Hal ini menunjukkan bahwa tugas
mediator hanya membantu para pihak yang bersengketa dalam menyelesaikan
masalah dan tidak mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan.
Mediator berkedudukan membantu para pihak agar dapat mencapai
kesepakatan yang hanya dapat diputuskan oleh para pihak yang bersengketa.
Mediator tidak memiliki kewenangan untuk memaksa, tetapi berkewajiban
untuk mempertemukan para pihak yang bersengketa. Mediator harus mampu
menciptakan kondisi yang kondusif yang dapat menjamin terciptanya
kompromi diantara pihak-pihak yang bersengketa untuk memperoleh hasil
yang saling menguntungkan.

4. Konsiliasi
Penyelesaian melalui konsiliasi dilakukan melalui seorang atau beberapa orang
atau badan (komisi konsiliasi) sebagai penegah yang disebut konsiliator dengan
mempertemukan atau memberi fasilitas kepada pihak-pihak yang berselisih

8
untuk menyelesaikan perselisihannya secara damai. Konsiliator ikut serta
secara aktif memberikan solusi terhadap masalah yang diperselisihkan.

Lalu apa perbedaan antara Arbitrasi, mediasi dan konsiliasi? Arbitrasi


adalah penyelesaian dengan menggunakan bantuan pihak ketiga (arbiter), dimana
para pihak menyatakan akan menaati putusan yang diambil oleh arbiter.
Sedangkan mediasi juga menggunakan bantuan dari pihak ketiga (mediator),
namun mediator hanya bertugas menjembatani para pihak tanpa memberikan
pendapat-pendapat mengenai penyelesaian sengketa. Meskipun sama-sama
menggunakan bantuan dari pihak ketiga (konsiliator), namun untuk konsiliasi
bersifat lebih formal dari pada mediasi. Konsiliator dapat memberikan pendapat-
pendapat kepada para pihak terhadap masalah yang diperselisihkan, namun
pendapat tersebut tidak mengikat para pihak.

Masing-masing penyelesaian sengketa non litigasi maupun litigasi


memiliki ciri khas atau karakteristik yang berbeda-beda. Setiap metode juga
memiliki kekurangan serta kelebihan. Hal tersebut dapat disesuaikan oleh para
pihak dengan memilih lembaga penyelesaian sengketa yang paling efektif dalam
menyelesaikan sengketa dan menguntungkan bagi para pihak.

B. Sejarah Penerapan Alternatif Penyelesaian Sengketa di Indonesia7


Penyelesaian Sengketa Alternatif (ADR) merupakan mekanisme
penyelesaian sengketa diluar pengadilan dengan mempertimbangkan segala
bentuk efisiensiya dan untuk tujuan yang akan datang sekaligus
menguntungkan bagi para pihak yang bersengketa. Amerika serikat (AS)
dianggap sebagai negara tempat awal berkembangnya ADR yang kemudian
berkembang ke berbagai negara termasuk asia tenggara dan kemudian
berkembang di Indonesia.
Adapun latar belakang berkembangnya ADR adalah atas dasar
kebutuhan yaitu :
1. Untuk mengurangi kemacetan penyelesaian perkara di pengadilan, sering
berkepanjangan, lama biaya tinggi dan hasilnya sering tidak memuaskan.

7
Buku Ajar, Alternatif Penyelesaian Sengketa, Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar,
2017.

9
2. Untuk meningkatkan ketertiban masyarakat dalam proses penyelesaian
sengketa.
3. Untuk memperlancar serta memperluas akses ke pengadilan.
4. Untuk memberi kesempatan bagi tercapainya penyelesaian sengketa yang
menghasilkan keputusan yang dapa diterima semua pihak (memuaskan).
Pengembangan Penyelesaian Sengketa Alternatif (ADR) di Indonesia
sendiri bukanlah hal baru, ADR sesuai dengan sistem sosial budaya tradisional
masyarakat indonesia yang mengedepankan penyelesaian dengan musyawarah
mufakat Alasan pengembangan APS di Indonesia:
1. Faktor ekonomis, biaya dan waktu yang sedikit
2. Faktor ruang lingkup yang dibahas luas (sesuai kebutuhan)
3. Faktor pembinaan hubungan baik antar manusia

Pada masa kolonial belanda lembaga peradilan diberikan kesempatan


untuk mendamaikan para pihak yang bersengketa:

1. Pasal 130 HIR / Pasal 154 Rbg pada sidang awal hakim mengusahakan
perdamaian (hakim mengusahakan perdamaian sebelum perkara mereka
diputuskan)
2. Pasal 20 HIR/154 Rbg/ 31 Rv penyelesaian sengketa melalui jalur damai
merupakan bagian dari proses penyelesaian sengketa dipengadilan

Perkembangan pengaturan :
1. UU No.30 Tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa
2. PP No.54 Tahun 2000 tentang lembaga penyedia jasa pelayanan sengketa
lingkungan hidup diluar pengadilan
3. Perma No.2 tahun 2003 tentang prosedur mediasi dipengadilan yang kemudian
digantikan oleh Perma no.1 tahun 2008 tentang prosedur mediasi dipengadilan
4. Perma No.1 Tahun 2016  Perubahan atas Perma 1/2008

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Penyelesaian sengketa melalui ADR mempunyai keungulan-keunggulan


dibandingkan dengan penyelesaian sengketa melalui litigasi, diantaranya
ialah adanya sifat kesukarelaan dalam proses karena tidak adanya unsur
pemaksaan, prosedur yang cepat, keputusannya bersifat non judicial,
prosedur rahasia, fleksibilitas dalam menentukan syarat-syarat
penyelesaian masalah, hemat waktu dan hemat biaya.
2. Alternatif Penyelesaian Sengketa sangat penting untuk dapat dipilih
sebagai langkah pertama dalam penyelesaian permasalahan sebelum
menempuh jalur litigasi di Pengadilan.
3. Lembaga alternatif penyelesaian sengketa dibagi menjadi beberapa jenis
yaitu Konsultasi, Negoisasi, Mediasi dan Konsiliasi.
4. Pengembangan Penyelesaian Sengketa Alternatif (ADR) di Indonesia
sendiri bukanlah hal baru, ADR sesuai dengan sistem sosial budaya
tradisional masyarakat indonesia yang mengedepankan penyelesaian
dengan musyawarah mufakat.

B. Saran
Mengingat betapa pentingnya penerapan Alternatif Penyelesaian Sengketa
sebagai upaya agar setiap permasalah atau sengketa tidak selalu harus ke
pengadilan. Melalui APS diharapkan para pihak yang bersengketa dapat
menyelesaikan dengan musyawarah dan mufakat tanpa harus bermusuhan dan
mengeluarkan biaya yang tidak sedikit.

11
DAFTAR PUSTAKA

Frans Hendra Winata, 2012, Hukum Penyelesaian Sengketa, Sinar Grafika,


Jakarta.

I Made Idnyana, 2014, Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Arbitrase. Cetakan


III, Jakarta : PT. Fikahati Aneska.

Nurnaningsih Amriani, 2011, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata


di Pengadilan, Rajawali Pers, Jakarta.

Supriadi, 2006, Hukum Lingkungan di Indonesia Sebuah Pengantar, Sinar


Grafika, Jakarta.

Rifqani Nur Fauizah Hanif, 2020, “Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian


Sengketa”https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-manado/bacaartikel/13628/
Arbitrase-Dan-Alternatif-Penyelesaian-Sengketa.html, Diakses pada tanggal 7
April 2022

Siti Yuniarti, 2018, “Alternatif Penyelesaian Sengketa”, https://business


law.binus.ac.id /2018/06/30/alternatif-penyelesaian-sengketa/, Diakses pada
tanggal 7 April 2022

Buku Ajar, Alternatif Penyelesaian Sengketa, Fakultas Hukum Universitas


Udayana, Denpasar, 2017.

Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa.

12

Anda mungkin juga menyukai