Kelas: C
Npm: 211000113
1. KONSULTASI
Konsultasi adalah suatu tindakan personal antara satu pihak yang disebut klien dengan pihak
lain konsultan yang memberikan nasihatnya kepada klien guna memenuhi kebutuhan dan
keinginan klien. Peran konsultan dalam penyelesaian sengketa tidak berlaku, konsultan hanya
memberikan nasihat (hukum), atas permintaan klien, setelah itu klien akan mengambil
keputusan terkait sengketa tersebut. konsultan terkadang diberi kesempatan untuk
mengembangkan bentuk penyelesaian sengketa yang diinginkan oleh para pihak yang
berselisih. Dengan perkembangan zaman, konsultasi dapat dilakukan secara langsung atau
menggunakan teknologi komunikasi yang ada. Konsultasi dapat dilakukan oleh klien dengan
mengajukan beberapa pertanyaan kepada konsultan. Hasil musyawarah tersebut berupa saran
yang tidak mempunyai akibat hukum, yaitu nasihat tersebut dapat digunakan oleh klien atau
tidak, tergantung kepentingan masing-masing pihak.
2. NEGOSIASI
Negosiasi adalah sarana bagi pihak-pihak yang bersengketa untuk mendiksusikan
penyelesaiannya tanpa keterlibatan pihak ketiga. Menurut KBBI negosiasi diartikan sebagai
penyelesaian sengketa secara damai melalui perundingan antara pihak-pihak yang
bersengketa. Melalui negosiasi para pihak yang bersengketa dapat melakukan suatu proses
penjajakan kembali akan hak dan kewajiban para pihak yang bersengketa dengan suatu
situasi yang sama-sama menguntungkan, dengan melepaskan atau memberikan kelonggaran
atas hak-hak tertentu berdasarkan pada asas timbal balik. Kesepakatan yang telah dicapai
kemudian dituangkan secara tertulis untuk ditandatangani dan dilaksanakan oleh para pihak.
3. MEDIASI
Mediasi adalah intervensi terhadap suatu sengketa oleh pihak ketiga (mediator) yang dapat
diterima, tidak berpihak dan netral serta membantu para pihak yang berselisih mencapai
kesepakatan secara sukarela terhadap permasalahan yang disengketakan. Menurut Rachmadi
Usman, mediasi adalah cara penyelesaian sengketa diluar pengadilan melalui perundingan
yang melibatkan pihak ketiga (mediator) yang bersikap netral dan tidak berpihak kepada
pihak-pihak yang bersengketa serta diterima kehadirannya oleh pihak-pihak yang
bersengketa.
4. KONSILIASI
Penyelesaian melalui konsiliasi dilakukan melalui seorang atau beberapa orang atau badan
(komisi konsiliasi) sebagai penegah yang disebut konsiliator dengan mempertemukan atau
memberi fasilitas kepada pihak-pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihannya
secara damai. Konsiliator ikut serta secara aktif memberikan solusi terhadap masalah yang
diperselisihkan.
Masing-masing penyelesaian sengketa non litigasi maupun litigasi memiliki ciri khas atau
karakteristik yang berbeda-beda. Setiap metode juga memiliki kekurangan serta kelebihan.
Hal tersebut dapat disesuaikan oleh para pihak dengan memilih lembaga penyelesaian
sengketa yang paling efektif dalam menyelesaikan sengketa dan menguntungkan bagi para
pihak.
Di berbagai daerah di Indonesia, realita menunjukkan masih eksisnya peradilan adat dalam
penyelesaian sengketa di luar pengadilan, bahkan pola tersebut telah lama melembaga dengan
kokoh. Dari berbagai hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh para penulis yang lain,
dapat diidentifikasikan bahwa pada beberapa masyarakat hukum adat masih menggunakan
lembaga peradilan adat dalam menyelesaikan sengketa. Masyarakat hukum adat meyakini
bahwa lembaga ini secara sederhana dan cepat dapat menyelesaikan sengketa dalam
masyarakat secara adil.
Di Kei Maluku Tenggara, juga dikenal hukum Lawur Ngabal yang berlaku di seluruh wilayah
kei. Lawur Nagabal terdiri dari tiga ketentuan hukum, yaitu : Nevnev, yang terdiri dari tujuh
pasal ketentuan yang melarang pikiran, perkataan dan tindakan yang menyakiti, mencelakai,
menghancurkan dan mematikan manusia; Hanlit yang terdiri dari tujuh pasal dan dua pasal
tambahan tentang kesusilaan, serta Hawaer batwirin yang terdiri dari tujuh pasal mengenai
kepemilikan. Dalam prateknya Lawur Ngabal mengandung dua jenis sanksi, yakni sanksi
yang bersifat kebendaan atau hukum Delyoan dan hukum Kevhuni, semacam hukum karma.
Sanksi ini tidak hanya berlaku terhadap pihak-pihak yang terlibat perkara, tetapi juga bagi
semua pihak yang ikut dalam proses persidangan.
Akan tetapi seiring perkembangan masyarakat wewenang dari lembaga adat dalam
penyelesaian sengketa di Maluku tengah mulai melemah dan menurun, saat ini sebagian
masyarakat lebih cenderung menyelesaikan sengketa yang ada melalui lembaga formal
seperti pengadilan negara dan kepolisian. Dalam Penyelesaian sengketa melalui pengadilan
negara, keadilan mungkin dapat terpenuhi namun keharmonisan dan keseimbangan hubungan
antara masyarakat yang bersengketa tidak dapat terwujud.