Anda di halaman 1dari 5

PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI (ADR)

(Alternative Dispute Resolution)

Alternative Dispute Resolution (ADR) merupakan konsep


penyelesaian konflik atau sengketa di luar pengadilan secara
kooperatif yang diarahkan pada suatu kesepakatan atau solusi
terhadap suatu konflik atau sengketa yang bersifat “menang-
menang” (win-win).
Konflik atau sengketa merupakan suatu hal yang sangat
lumrah terjadi dalam kehidupan ini. Konflik merupakan sebuah
situasi dimana dua pihak atau lebih dihadapkan pada
perbedaan kepentingan. Konflik akan berkembang menjadi
sebuah sengketa apabila pihak yang merasa dirugikan telah
menyatakan rasa tidak puas atau keperihatinannya secara
langsung kepada pihak yang dianggap sebagai penyebab
kerugian ataupun kepada pihak lain.
Sengketa sebagai bentuk aktualisasi dari suatu konflik atau
pertentangan diantara dua pihak atau lebih tidak mungkin
dibiarkan begitu saja, melainkan harus dicarikan jalan keluar
atau penyelesaiannya sehingga tidak berkepanjangan dan
menimbulkan kerugian yang lebih besar.

Berkenaan dengan hal ini, pada dasarnya terdapat berbagai


model penyelesaian sengketa, baik yang bersifat formal mapun
informal, yang secara umum dapat dibedakan menjadi tiga
macam, yaitu:

1.secara adjudikatif,
Penyelesaian sengketa secara adjudikatif ditandai dengan
adanya kewenangan pengambilan putusan yang bersifat win-
lose solution oleh pihak ketiga atas sengketa yang
berlangsung diantara para pihak. Penyelesaian adjudikatif
dapat dilakukan melalui institusi Pengadilan.

2.konsensual,
Penyelesaian sengketa secara konsensual ditandai dengan
cara penyelesaian sengketa secara kooperatif dan kompromi
untuk mencapai solusi yang bersifat win-win solution. Pihak
ketiga dapat dilibatkan dalam proses penyelesaian sengketa
jika diperlukan, namun tanpa kewenangan untuk mengambil
putusan. Termasuk bentuk penyelesaian konsensual ini
diantaranya adalah negosiasi, mediasi, dan konsiliasi

3.quasi adjudikatif.
Sementara itu penyelesaian sengketa secara quasi
adjudikatif merupakan kombinasi antara unsur konsensual
dan adjudikatif. Disamping bentuk-bentuk tersebut di atas,
juga terdapat dua bentuk penyelesaian sengketa perdata
yang diakui dan dikembangkan di Indonesia, yaitu
penyelesaian secara litigasi dan nonlitigasi. Penyelesaian
secara litigasi merupakan penyelesaian sengketa yang
dilakukan melalui lembaga Pengadilan. Sedangkan
penyelesaian sengketa secara nonlitigasi adalah
penyelesaian sengketa di luar Pengadilan yang dilaksanakan
berdasarkan ketentuan hukum serta kehendak dan itikad baik
dari para pihak untuk menyelesaikan sengketa.

Seiring dengan semakin tingginya kesadaran hukum


masyarakat, terdapat kecenderungan dari para pihak untuk
menempuh jalur litigasi dalam menyelesaikan sengketa yang
terjadi. Hal ini berimplikasi pada semakin banyaknya perkara
yang ditangani oleh Pengadilan sehingga penyelesaian suatu
sengketa membutuhkan waktu yang lebih lama. Disamping
itu, faktor besarnya biaya berperkara di Pengadilan juga
menjadi hambatan tersendiri bagi para pihak dalam
penyelesaian suatu sengketa.

Dengan demikian asas peradilan yang sederhana, cepat dan


biaya ringan menjadi semakin sulit untuk diterapkan. Oleh
sebab itu, kini mulai digalakkan alternatif lain untuk
menyelesaikan sengketa secara nonlitigasi di luar
Pengadilan, yakni melalui mekanisme Alternative Dispute
Resolution (ADR) atau dikenal juga dengan istilah Alternatif
Penyelesaian Sengketa (APS). ADR adalah lembaga
penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur
yang disepakati oleh para pihak. Namun demikian,
penyelesaian melalui mekanisme ADR ini pada umumnya
hanya diterapkan pada sengketa keperdataan saja.

Merujuk pada ketentuan UU Nomor 30 Tahun 1999 Tentang


Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, terdapat
beberapa bentuk ADR yang dapat dipilih oleh para pihak
yang bersengketa, antara lain sebagai berikut:

1. Konsultasi, yaitu upaya penyelesaian sengketa dengan


cara meminta masukan dari pihak yang diyakini mampu
memberikan solusi berdasarkan pengetahuan dan
pengalamannya serta dapat memfasilitasi penyelesaian
sengketa untuk mencapai tujuan bersama. Konsultasi
merupakan suatu tindakan yang bersifat personal antara
suatu pihak tertentu (klien) dengan pihak lain yang
merupakan pihak konsultan, dimana pihak konsultan
memberikan pendapatnya kepada klien sesuai dengan
keperluan dan kebutuhannya.

2. Negosiasi, yaitu upaya penyelesaian sengketa para pihak


dengan cara berhadapan langsung melakukan perundingan
dan mendiskusikan secara transparan suatu masalah yang
menjadi sumber sengketa untuk mencapai kesepakatan
bersama, yang dilaksanakan secara mandiri oleh para pihak
tanpa keterlibatan pihak ketiga sebagai penengah.

3. Mediasi, yakni suatu proses penyelesaian sengketa antara


dua pihak atau lebih melalui perundingan atau cara mufakat
dengan bantuan pihak netral sebagai penengah (mediator)
yang bertugas untuk memberikan bantuan yang bersifat
prosedural maupun substansial guna mencari penyelesaian
yang dapat diterima oleh para pihak.

4. Konsiliasi, yaitu upaya penyelesaian sengketa yang


dilakukan dengan caramelibatkan pihak ketiga yang bersifat
netral (konsiliator) yang berfungsi memperjelas fakta-fakta,
membuat usulan-usulan penyelesaian, serta memiliki
kewenangan untuk memaksa para pihak agar mematuhi dan
menjalankan hal yang diputuskan oleh pihak ketiga tersebut.

5. Penilaian Ahli, yakni suatu upaya mempertemukan pihak


yang berselisih dengan cara menilai pokok sengketa yang
dilakukan oleh seorang atau beberapa orang ahli di bidang
terkait dengan pokok sengketa untuk mencapai persetujuan.

Penilaian ahli berupa keterangan tertulis yang merupakan


hasil kajian ilmiah berdasarkan keahlian yang dimiliki untuk
membuat keterangan mengenai pokok sengketa yang
sedang dalam proses. Penilaian ahli ini dapat diperoleh dari
seseorang atau Tim ahli yang dipilih secara adhoc.

Berbeda halnya dengan arbitrase atau pengadilan, dimana


ada pihak ketiga yang mengambil keputusan, yang menjadi
titik tekan dalam mekanisme ADR adalah penyelesaian
sengketa berdasarkan kesepakatan. Dalam konteks ini maka
perlu adanya kekuatan mengikat dari kesepakatan APS. Oleh
karena itu hasil kesepakatan ADR perlu mendapatkan
penetapan Pengadilan kesepakatan tersebut dapat
mempunyai kekuatan eksekutorial, sehingga tidak perlu lagi
diulang atau diperiksa oleh Pengadilan atau Arbitrase.

Anda mungkin juga menyukai