Anda di halaman 1dari 29

Analisis Hukum Tindak Pidana Pembunuhan Secara

Bersama-sama (Studi Kasus Putusan Nomor


08/Pid.B/2013/PN.GG)
Pembelajaran yang diampu oleh Ibu Dr.Kunthi Tridewiyanti, S.H., M.A.

Dibuat oleh :
Bryan Agung Raharjo (3016210069)

UNIVERSTAS PANCASILA
FAKULTAS HUKUM
S1 HUKUM
FEBRUARI 2022
Kata Pengantar
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kami mampu menyelesaikan tugas makalah mengenai ini Analisis
Hukum Tindak Pidana Pembunuhan Secara Bersama-sama (Studi Kasus Putusan
Nomor 08/Pid.B/2013/PN.GG) tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Ibu
Dr.Kunthi Tridewiyanti, S.H., M.A. pada mata kuliah Antropologi. Selain itu
makalah ini juga berjutuan untuk menambah wawasan bagi para pembaca dan penulis
juga diharapkan mampu memahami materi ini.
Makalah ini telah disusun dengan baik. hal tersebut tidak lepas dari kerja sama
berbagai pihak. Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr.Kunthi Tridewiyanti,
S.H., M.A. selaku dosen pengampu mata kuliah Antropologi yang telah memberikan
tugas ini sehingga kami dapat menambah wawasan baru. Serta kami juga berterima
kasih kepada semua pihak yang berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini sehingga
makalah ini dapat kami selesaikan dengan tepat waktu.
Demikian makalah ini kami buat, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan
baik dari susunan kalimat, atau ketidaksesuaian materi, kami mohon maaf. Oleh
karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
demi tercapainya makalah berikutnya yang lebih baik.

Jakarta, Februari 2022


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Peraturan dibuat ditentukan untuk menjaga kontrol publik dan bantuan

pemerintah. Regulasi hidup dan tercipta di arena publik karena regulasi telah menjadi

bagian dari masyarakat yang tidak dapat dibedakan. Oleh karena itu, muncullah

peribahasa ubi societas ibi ius, yang diartikan tanpa pamrih yang artinya, di mana ada

masyarakat di situ ada peraturan. Bahwa keberadaan regulasi dibutuhkan oleh daerah,

sehingga masyarakat umum tanpa regulasi akan menjadi liar.

Peraturan pidana adalah salah satu bagian dari peraturan umum yang berlaku

di mata umum atau di suatu negara yang menjabarkan esensi dan aturan untuk

mengetahui kegiatan mana yang dihalangi disertai dengan bahaya penderitaan atau

derita bagi setiap orang yang menyalahgunakan larangan tersebut. Pedoman ini

mengatur pelanggaran dan pelanggaran terhadap kepentingan umum. Pelanggaran

dan kesalahan ini disertai dengan bahaya disiplin atau mendekam pada individu yang

mengabaikan pedoman ini.

Kejahatan yang tercipta di arena publik terdiri dari berbagai struktur dan jenis.

Di Indonesia, perbuatan zalim sebagian besar diarahkan dalam kitab kedua Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), salah satu jenisnya adalah pembunuhan.


Dalam KUHP, pembunuhan disebut sebagai perbuatan melawan hukum yang

pedomannya diatur secara tegas dalam Bab XIX KUHP yang terdiri dari 13 pasal,

tepatnya Pasal 338 sampai dengan 350. Selain itu, perbuatan sewenang-wenang

terhadap nyawa dalam KUHP dicirikan menjadi dua pertemuan, pokok dalam

pandangan komponen kesalahan dan yang kedua tergantung pada item.

Pembunuhan berencana atau moord adalah salah satu jenis perbuatan

melawan hukum yang diatur dalam Pasal 340 KUHP. Tindak pidana pembunuhan

berencana merupakan tindak pidana yang sifatnya tetap sama dengan tindak pidana

pembunuhan berencana sebagaimana diatur dalam Pasal 338 KUHP. Perincian yang

terdapat dalam delik pembunuhan berencana merupakan redundansi dari delik

pembunuhan dalam Pasal 338 KUHP, kemudian pada saat itu ditambahkan

komponen lain, khususnya “dengan pengaturan sebelumnya”. Hal ini tidak sama

dengan pembunuhan dengan muatan sebagaimana diatur dalam Pasal 339 KUHP

yang memanfaatkan arti pembunuhan secara langsung dari delik pembunuhan.

Pada umumnya delik-delik yang terdapat dalam KUHP difokuskan pada

subjek hukum “perseorangan”, misalnya subjek delik dalam Pasal 340 KUHP,

khususnya “siapapun”. Jelas yang dimaksud dengan “siapapun” adalah individu dan

individu ini hanya satu. Sebagai aturan umum, pelanggaran tidak hanya dilakukan

oleh satu individu. Di sana-sini, suatu kesalahan juga dilakukan oleh setidaknya dua

orang untuk menentukan suatu pelanggaran. Dalam pelajaran hukum pidana dimana

suatu tindak pidana dilakukan oleh sekurang-kurangnya satu orang, setiap orang
melakukan jenis kegiatan tertentu, dan dari praktek-praktek tersebut lahirlah suatu

perbuatan yang melanggar hukum6 yang disebut dengan pertimbangan atau

deelneming.

Dalam mendidik pertimbangan, ada struktur yang berbeda, termasuk individu

yang melakukan, individu yang meminta untuk melakukan, individu yang mengambil

bagian dalam melakukan, individu yang menyarankan, dan individu yang

memberikan bantuan dengan demonstrasi kriminal. Masing-masing struktur dalam

pengajaran pertimbangan memiliki perbedaan satu sama lain, namun jelas dalam

pengajaran bahwa suatu kesalahan dilakukan oleh lebih dari satu individu, baik yang

terlibat secara nyata maupun secara mental. terlibat baik secara nyata maupun mental,

baik secara langsung maupun tersirat.

Dengan demikian, dengan melihat gambaran di atas, penulis esai tertarik

untuk merenungkan dan membedah kesalahan pembunuhan berencana yang

diselesaikan secara bersama-sama dalam sebuah karya logis sebagai proposisi dengan

judul Analisis Hukum Tindak Pidana Pembunuhan Bersama (Putusan Studi Kasus

Nomor 08/Pid.B/2013/PN.GG)
1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa terdapat

sejumlah permasalahan yang hendak penulis bahas. Adapun permasalahan dalam

penulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah pertimbangan hakim yang menyatakan terdakwa secara bersama-

sama melakukan tindak pidana pembunuhan yang direncanakan dalam perkara

Nomor 08/Pid.B/2013/PN.GS telah sesuai dengan fakta-fakta dipersidangan?

2. Apakah penjatuhan pidana mati oleh hakim dalam perkara Nomor

08/Pid.B/2013/PN.GS telah sesuai bila ditinjau dari tujuan pemidanaan

1.3 TUJUAN MAKALAH

Bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan makalah ini adalah sebagai

berikut:

1. Untuk mengetahui dan memahami pertimbangan hakim tentang tindak pidana

pembunuhan berencana yang dilakukan secara bersama-sama yang dikaitkan dengan

fakta-fakta dipersidangan dalam perkara Nomor 08/Pid.B/2013/PN.GS.


2. Untuk mengetahui dan memahami putusan pengadilan yang menjatuhkan

pidana mati terhadap terdakwa dalam perkara Nomor 08/Pid.B/2013/PN.GS yang

dikaitkan dengan tujuan pemidanaan.

BAB II

STUDI KASUS

Syarat-syarat pembunuhan berencana diselesaikan secara bersama-sama

sebagaimana tertuang dalam pilihan nomor 08/Pid.B/2013/PN.GS seorang responden

bernama Yusman Telaumbanua dengan nama pena moniker Ucok nama palsu Jonius

Halawa berusia 19 tahun, dibawa ke dunia pada tahun 1993 , Hilono Zega, etnis

Indonesia, tinggal di Desa Hiliono Zega, Kec. Idanogawo Kab. Nias atau bisa

dibilang PT. wilayah Toranda. Tembusai Timur Kab. Rokan Hulu Prov. Riau,

seorang Kristen Protestan dan pekerjaan terakhirnya sebagai spesialis di PT.

Torganda. Dimulai pada bulan April 2012 dimana tiga korban pembunuhan yaitu

Kolimarinus Zega, Jimmi Trio Girsang dan Rugun Br. Hai perlu membeli tokek

dengan nilai tinggi. Bahwa pada saat itu saksi Sada'arih mendapatkan data tentang

tokek yang ada di Nias saat responden bekerja di rumah korban Kolimarinus Zega

tinggal.

Saat itu pihak tergugat Yusman mengatakan bahwa termohon tidak tahu apa-

apa, dan pihak tergugat akan berusaha menanyakan saudaranya melalui saksi nikah

Rusula Hia-. Bahwa kemudian setelah bertanya kepada saksi mata Rusula Hia,
ternyata tokek tersebut ada di sana. Responden kemudian, saat itu, memberi tahu

saksi mata Sada'arih bahwa tokek tersebut berada di Nias. Saksi Rusula akhir-akhir

ini mengirimkan berbagai foto tokek melalui wireless Yusman untuk menunjukkan

kepada yang bersangkutan. Bahwa ketiga korban tertarik untuk membeli tokek, dan

mereka membuat jaminan. Akhirnya ketiga korban itu mundur dari Karo ke Nias.

Bahwa beberapa hari sebelumnya Yusman yang ada di kejaksaan itu memaafkan

dirinya untuk kembali ke Nias karena telah melihat para pihak yang berperkara yang

dimusnahkan. Sesampai di Nias, para korban kemudian, pada saat itu, sekitar saat itu,

tiba di penonton Rusula Hia untuk mengatakan bahwa mereka telah muncul di

terminal udara Binaka Nias. Termohon Yusman kemudian, saat itu, sekitar waktu itu,

melihat tiga korban jiwa di Bandara Binaka Nias setelah dipanggil oleh saudara

kandung pihak tergugat secara nikah, saksi Rusula Hia. Kemudian, saat itu, sekitar

saat itu, Termohon Yusman yang ditahan di kesatuan Bandara Binaka Nias bertemu

dengan para korban yang telah menyewa kendaraan, kemudian, pada saat itu, sekitar

saat itu, pihak yang tersinggung dan ketiga korban unik itu pergi. langsung ke

jaminan. daerah, khususnya di mana saksi Rusula memanfaatkan pembangunan yang

didorong oleh saksi Oka Iskandar Dinata Lase. Hingga pemberitahuan lebih lanjut,

saksi Rusula mendatangi Amosi Hia, Ama Pasti Hia dan Jeni untuk melacak jaksa

dan tiga korban unik. Singkat cerita, Termohon dan ketiga korban unik tersebut akan

dibawa ke rumah Rusula seperti yang ditunjukkan dalam perjanjian, namun jelas

mereka tidak dihentikan di tempat saksi Rusula tetapi dibawa ke hutan oleh pelaku

Jeni, yang dikenal menjadi pembibitan Ama Yarni Hia. Bahwa di tempat itu ketiga
korban dibunuh oleh saksi Rusula Hia, pelaku Jeni, pelaku Amosi Hia, pelaku Ama

Pasti Hia, dan pelaku Ama Fandi dengan cara ditebas dan dilukai dengan senjata

tajam. Bahwa setelah korban berjatuhan, maka pada saat itu barisan ketiga korban

tersebut dilempar ke jurang oleh responden dengan Amosi Hia, Ama Pasti Hia dan

Ama Fandi Hia melemparkan berbagai macam korban ke dalam kegelapan yang

pekat, dan setelah itu saksi Rusula dan pelaku lainnya mengambil bungkusan plastik

dari dalam bungkusan pakaian korban Rugun Br. Haloho yang tergeletak di tanah dan

setelah dibuka ternyata menjadi Rp. 7.000.000 (7.000.000 rupiah, dst dengan

berbagai penghibur untuk menghambur-hamburkan uang. Untuk sementara, majelis

hakim dalam putusannya nomor 08/Pid.B/2013/PN.GS menyatakan bahwa para pihak

yang bersengketa terbukti secara sah dan meyakinkan telah mengajukan perbuatan

melawan hukum yang direncanakan pembunuhan secara bersama-sama, sehingga

Majelis Hakim mengadukan Yusman Telaumbanua yang memiliki gugatan terus-

menerus.

Realitas saat ini dalam presentasi menunjukkan adanya rencana permainan,

gerakan yang dilakukan oleh lebih dari satu individu, dan adanya individu yang

bersangkutan. Hakim dalam pertimbangannya menilai bahwa termohon terbukti telah

melakukan demonstrasi pelanggar hukum atas pembunuhan berencana, sebagaimana

tertuang dalam dakwaan pemeriksa umum, khususnya pemeriksa umum yang

menyalahkan pihak yang dirugikan karena mengabaikan Pasal 340 UUD. KUHP Jo.

Pasal 55 ayat (1) 1 KUHP. Pasal 55 ayat (1) 1 KUHP mengatur tentang unjuk rasa
premi yang dalam pelajarannya terdapat tiga macam perbuatan spekulasi, yaitu orang

yang melakukan, orang yang menuntut dan orang yang ikut serta melakukannya.

Berkenaan dengan kenyataan saat ini menjelang awal, ternyata latihan responden

adalah pada saat game plan, yakni sebagai penengah antara saksi Rusula Hia dan

orang-orang yang bersangkutan, kemudian, pada saat itu, sekitar saat itu, terbangun di

Binaka Nias. terminal udara, setelah itu mereka membawa korban ke kota Tugala

Oyo. Apalagi pada tahap melakukan demonstrasi melawan hukum, Termohon

berhasil membuang jenazah korban setelah korban dilukai atau ditebas oleh

pelakunya, khususnya penonton luar biasa Rusula Hia, pelaku Amosi Hia, Ama Pasti

Hia, Ama Fandi, dan pelaku Jeni.

Berkaitan dengan hal ini, muncul persoalan yang berbeda, khususnya

berkenaan dengan standar pemikiran, terlepas dari apakah opsi untuk memberikan

penilaian pada pejabat yang disebutkan bahwa jaksa telah saling mendedikasikan

demonstrasi pembunuhan berencana, kemudian, pada saat itu, sekitar apakah

pembuktian termohon dapat dikualifikasikan sebagai pameran atau keikutsertaan

bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1). diatur dalam Pasal 55 ayat (1) KUHP

pokok dengan asumsi dihubungkan dengan kenyataan yang ada pada awalnya. Oleh

karena itu, patut untuk diketahui letak pihak yang dirugikan dalam perbuatan pidana

pembunuhan yang saling mengarah pada peristiwa nomor 08/Pid.B/2013/PN.GS.


BAB III

ANALISIS

3.1 Pertimbangan Hakim Dalam Perakara Nomor 08/Pid.B/2013/PN.GS

Terdakwa Secara Bersama-sama Melakukan Tindak Pidana Pembunuhan

Pembunuhan terencana (mood) penting untuk pelanggaran terhadap

pelanggaran seumur hidup. Tindak pidana pembunuhan berencana diatur dalam Pasal

340 KUHP dan merupakan delik materil. Meskipun sebagai pelanggaran material, itu

membutuhkan hasil khusus yang tidak diizinkan oleh peraturan, khususnya

kekurangan nyawa orang lain. Selain mensyaratkan kepergian nyawa seseorang,

untuk memenuhi syarat sebagai pembunuhan berencana, Pasal 340 KUHP juga

mengharapkan agar tujuan melakukan pembunuhan harus dipikirkan terlebih dahulu

dan bahwa ada waktu yang cukup antara perkembangannya. tujuan untuk melakukan

demonstrasi dan pelaksanaan demonstrasi. Dengan demikian, delik pembunuhan


berencana adalah pelanggaran terhadap nyawa yang dikualifikasikan sebagai delik

murni.

Subyek atau pelaku kesalahan dalam KUHP dicirikan sebagai “barang siapa”

atau “hij gigit debu”. Bahwa yang dimaksud dengan siapa pun atau hij menggigit

debu, adalah individu, dan individu ini hanyalah individu tunggal, relatif sedikit

individu atau beberapa kelompok. Meski demikian, sedikit demi sedikit, sebuah

pelanggaran tidak hanya dilakukan oleh satu orang. Bagaimanapun, itu juga harus

dimungkinkan oleh banyak individu atau beberapa kelompok. Demikian pula, tidak

fenomenal untuk waktu yang lama tindakan antara masing-masing pelaku tidak

memenuhi unsur-unsur kesalahan dalam suatu kesalahan. Sebagai ilustrasi dari

demonstrasi memegang tangan korban, membuang mayat dalam tindak pidana

pembunuhan, tentu saja peragaan pelaku seperti itu tidak memenuhi unsur-unsur

dalam tindak pidana pembunuhan yang memerlukan pembuktian yang

mengakibatkan meninggalnya korban. seorang individu. Jadi ada persyaratan untuk

aturan yang mengatur tanggung jawab pidana untuk individu tersebut.

Pasal 55 sampai dengan Pasal 62 KUHP mengatur pertanggungjawaban

pelaku tindak pidana unjuk rasa yang menimpa lebih dari satu orang. Menurut

Utrecht, gambaran umum dalam mengambil suatu kepentingan benar-benar dibuat

untuk mempertimbangkan mereka yang mampu bertanggung jawab untuk

membiarkan para pelaku melakukan demonstrasi kriminal, meskipun perilaku mereka

sendiri tidak mengandung unsur peristiwa pidana. Meskipun mereka bukan pencipta,
artinya, kegiatan mereka tidak mengandung unsur peristiwa pidana, mereka masih

bertanggung jawab untuk melakukan suatu peristiwa pidana, dengan alasan bahwa

tanpa investasi mereka, jelas, peristiwa kriminal tidak akan pernah terjadi.

Pilihan hakim adalah mahkota dan puncak dari kasus yang sedang dianalisis

dan dicoba oleh otoritas yang ditunjuk. Dalam memilih ada keadaan formal yang

harus dipenuhi, salah satunya adalah pemikiran. Bahwa pertimbangan-pertimbangan

hakim atau Ratio Putuskan adalah pertimbangan-pertimbangan atau alasan-alasan

yang digunakan oleh diputuskan sebagai pertimbangan-pertimbangan yang sah yang

menyusun premis-premis sebelum memilih perkara. Perlahan-lahan, sebelum

pemikiran yuridis ini diperlihatkan, terlebih dahulu ajudikator akan mencabut

kenyataan-kenyataan yang ada di dalam pendahuluan yang muncul dan merupakan

akhir agregat dari pernyataan-pernyataan para pengamat, pernyataan-pernyataan para

penggugat, dan bukti-bukti. Pasal 183 KUHAP telah memutuskan kerangka

pembuktian yang merugikan. Padahal renungan-renungan tersebut dirangkai sejenak

mengenai realitas dan kondisi terkini beserta bukti-bukti yang didapat dari penilaian

di awal yang menjadi alasan untuk memutuskan tanggung jawab termohon.

Demikianlah, sebelum pilihan diberikan, hakim memberikan argumentasinya

terhadap suatu perkara yang kemudian menjadi alasan bagi penguasa yang ditunjuk

dalam memutuskan kesalahan termohon dan menjatuhkan hukuman atas campur-baur

itu. .
Dalam pilihan Nomor 08/Pid.B/2013/PN.GS atas pembunuhan berencana

yang dilakukan bersama oleh termohon Yusman Telaumbanua nama samaran Ucok

nama palsu Jonius Halawa beserta saksi Rusula Hia bernama Ama Sini, pelakunya

Ama Pasti Hia, pelakunya Amosi Hia, pelakunya Ama Fandi Hia dan pelakunya Jeni.

Bahwa atas perbuatan para pelaku terhadap orang-orang yang bersangkutan,

khususnya korban Kolimarinus Zega, korban Jimmi Trio Girsang dan korban Rugun

Boru Haloho, yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa dengan luka-luka dan

dibacok dengan menggunakan senjata tajam sebagai pisau dan golok.

Mengingat fakta-fakta hukum di awal yang tertutup dari keterangan saksi,

keterangan termohon dan terkait dengan pembuktian dan pembuktian visum et

repertum. Kemudian, pada saat itu, ajudikator memikirkan kenyataan ini dengan

penuntutan dakwaan. Karena pemeriksa umum menyiapkan penuntutan dalam

struktur elektif, hakim dapat memilih salah satu dari dua dakwaan. Bahwa hakim

memutuskan untuk menunjukkan dakwaan utama. Dalam dakwaan kesatu primair

terdakwa didakwa oleh penuntut umum telah melakukan tindak pidana sebagaimana

diatur dalam Pasal 340 KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP.

Kemudian dalam pertimbangan hakim pada perkara Nomor

08/Pid.B/2013/PN.GS terhadap unsur-unsur dalam Pasal 340 KUHP Jo. Pasal 55 ayat

(1) ke-1 KUHP adalah sebagai berikut:

a) Unsur Barangsiapa
Komponen barang siapa secara yuridis adalah setiap individu atau subjek

hukum sebagai sekutu kebebasan dan komitmen yang dipersalahkan untuk melakukan

perbuatan pelanggar hukum dan kepada siapa ia dapat dianggap bertanggung jawab

atas perbuatan bajingan yang dipersalahkan itu. Dalam penilaiannya, pejabat yang

ditunjuk menilai bahwa komponen siapa pun telah terpenuhi.

Mengingat fakta hukum yang terungkap di persidangan, penggugat Yusman

Telaumbanua nama samaran Joni yang menggunakan nama panggilan Ucok Jonius

Halawa adalah subjek yang sah yang benar-benar sehat secara intelektual ketika dia

diperkenalkan di bawah pengawasan pengadilan. Hal ini ditunjukkan bahwa

responden dapat menjawab dengan tepat dan akurat. Selain terkait dengan

pembuktian melalui keterangan saksi-saksi dan keterangan pihak berperkara sendiri,

ternyata memang benar termohon Yusman Telaumbanua nama samaran Joni moniker

Ucok nama palsu Jonius Halawas hadir di persidangan. Jadi penilaian dari pejabat

yang ditunjuk menyatakan bahwa komponen siapa saja yang telah dipenuhi adalah

sesuai dengan kenyataan yang sah pada permulaan.

b) Elemen yang Disengaja

Dalam pemikirannya, kewenangan yang ditunjuk itu menilai bahwa yang

dimaksud dengan kesengajaan adalah kesengajaan dalam diri seseorang untuk

melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan pelanggar hukum, dan akibat yang

akan terjadi adalah tujuan dari pelakunya. Bahwa komponen tersebut dapat dengan
sengaja dipecah, dipertimbangkan dan diakhiri dari rangkaian kegiatan yang diajukan

oleh penggugat karena setiap orang bertindak sesuai dengan harapan, keinginan atau

tujuannya, kecuali jika ada intimidasi atau tekanan dari orang lain, pada akhirnya. ,

sikap internal tercermin dalam mentalitas eksternal. Tingkah laku seseorang

merupakan kesan dari harapannya.

Kesengajaan dalam pasal ini adalah keinginan pelaku kejahatan untuk

membuang ruh orang atau secara keseluruhan kekurangan ruh orang yang dimaksud

adalah tujuannya. Sedangkan adjudicator adalah penilaian bahwa demonstrasi yang

disengaja dari pelakunya disengaja sebagai tujuan atau alasan atau tujuan untuk

mengakhiri keberadaan orang lain.

Melihat kenyataan saat ini, hakim menilai bahwa pihak yang berperkara dan

pelaku yang berbeda mempunyai tujuan, kehendak atau tujuan dari kegiatannya dan

pihak termohon mengetahui akibat dari kegiatannya tersebut, khususnya

meninggalnya korban Kolimarinus Zega, Jimmi Trio Girsang. dan Rugun Br. Hai.

Jadi menurut juri komponen ini sudah terpenuhi.

c) Komponen yang direncanakan

Kewenangan yang ditunjuk adalah penilaian bahwa komponen pra-

pertunjukan, demonstrasi seharusnya diatur sebelumnya, jika antara jam tindakan

pelanggar yang direncanakan ada kesempatan yang cukup untuk merenungkan

bagaimana melakukan perbuatan itu.


Sesuai pemikiran otoritas yang ditunjuk pada komponen ini, dinyatakan

bahwa ada komponen yang telah diatur sebelumnya jika antara waktu harapan atau

tujuan untuk bermain aktivitas muncul dan ketika tujuan selesai ada kesempatan yang

cukup untuk merenungkan bagaimana melakukan perbuatan. Sehingga harapan yang

ada pada pelaku pembunuhan sejak berkembangnya tujuan sampai pelaku melakukan

tujuan tersebut terdapat waktu yang cukup, yaitu tidak terlalu pendek dan tidak terlalu

panjang. Sehingga dengan masa kecantikan ini, pelakunya bisa mempertimbangkan

untuk melakukan atau tidak melakukannya, dan dapat mengkaji ulang bagaimana

melakukan aktivitas tersebut. Dengan cara ini, sesuai dengan otoritas yang ditunjuk,

melihat realitas saat ini di awal, komponen yang telah diatur sebelumnya telah

terpenuhi.

d) Komponen mengakhiri keberadaan orang lain

Pada komponen mengambil nyawa orang lain yang berhubungan dengan

komponen pasal di atas, menunjukkan akibat dari kegiatan pelaku. Padahal

sebagaimana dimaksud oleh pejabat yang ditunjuk dalam Pasal 340 KUHP, delik

materiil tidak memerlukan bagaimana pelaku menyelesaikan perbuatan pelanggar

hukumnya, tetapi hanya memikirkan akibat dari perbuatan pelaku, khususnya

kerugian nyawa orang lain. Kemudian, pada saat itu, pikirkanlah kenyataan-

kenyataan saat ini di awal, baik berdasarkan keterangan saksi-saksi maupun

keterangan termohon serta alat bukti lain seperti Visum Et Repertum dan alat bukti
lainnya. Jadi sangat meyakinkan bahwa kehadiran kematian adalah pengungkapan

tulang.

Ajudikator adalah penilaian melihat komponen sebagai individu yang

melakukan, meminta untuk melakukan, dan mengambil bagian dalam melakukan,

bahwa mengambil bagian adalah orang-orang yang dengan sengaja membantu orang

lain dalam melakukan kesalahan, tidak disimpulkan bahwa ia diharapkan untuk

melakukan semua demonstrasi eksekusi, namun ditunjukkan bahwa individu yang

ambil bagian harus dikaitkan dengan demonstrasi eksekusi. Apalagi hakim menilai

dirinya ikut serta melakukan tindak pidana korupsi dengan anggapan telah melakukan

demonstrasi menjalankan dan melakukan komponen-komponen perbuatan pelanggar

hukum.

Melihat kenyataan yang terungkap di awal, diketahui bahwa Termohon telah

ikut serta dengan pelaku yang berbeda-beda baik dalam pengaturan maupun eksekusi

pembunuhan terhadap orang yang bersangkutan.

Melihat kenyataan-kenyataan saat ini di awal, ada kenyataan bahwa ada

kesadaran antara satu pelaku dan satu lagi untuk bekerja sama, maka, pada saat itu,

asosiasi pelaku dalam melakukan tindakan kriminal, terlepas dari kenyataan bahwa

tidak perlu bahwa pelakunya harus memenuhi setiap komponen kesalahan. Apalagi

ada kenyataan bahwa demonstrasi itu dilakukan oleh lebih dari satu individu, di mana

satu entertainer dan yang lain sama-sama memiliki perhatian untuk bekerja sama.
Berdasarkan kegiatan para pelakunya, khususnya pemerhati Rusula Hia, dengan

pelaku yang berbeda yaitu Amosi Hia, Ama Fandi Hia, Ama Pasti Hia dan Jeni yang

menebas atau memotong kujang dan juga memotong-motong koleksi orang yang

bersangkutan, sangat mungkin beralasan bahwa telah terjadi demonstrasi yang

menyebabkan kematian. Jadi kewenangan yang ditunjuk adalah penilaian bahwa

komponen individu yang melakukan, yang meminta untuk melakukan, dan yang ikut

serta dalam melakukan telah ditunjukkan, maka komponen ini telah terpenuhi.

Mengingat pertimbangan hakim dalam peristiwa yang telah digambarkan oleh

Nomor 08/Pid.B/2013/PN.GS, sebagai pencipta. Pejabat yang berwenang

menyatakan bahwa kegiatan termohon telah memenuhi komponen Pasal 340 KUHP

Jo. Pasal 55 ayat (1) 1 KUHP, sehingga perbuatan penggugat terbukti secara sah dan

meyakinkan telah melakukan perbuatan melawan hukum pembunuhan berencana

secara bersama-sama. Penulis tidak sependapat dengan pendapat pejabat yang

ditunjuk yang menyatakan bahwa termohon bersama-sama melakukan pembunuhan

berencana apabila dikaitkan dengan Pasal 55 ayat (1) 1 KUHP. Bahwa istilah segala

sesuatu yang dianggap dipergunakan oleh hakim tidak tepat, hal ini terlihat pada

kenyataan-kenyataan saat ini di pendahuluan dan sebagaimana ditunjukkan oleh Pasal

55 ayat (1) pertama KUHP.

Dalam Pasal 340 KUHP Jo. Pasal 55 Ayat (1) KUHP pertama mengatur

tentang pembunuhan berencana yang diajukan oleh penghibur yang ikut serta.

Melihat kenyataan yang ada di pengadilan, telah terjadi meninggalnya orang-orang


yang bersangkutan, khususnya Kolimarinus Zega, Jimmy Trio Girsang dan Rugun

Br. Haloho yang ditimbulkan oleh kegiatan para pelaku khususnya Termohon

Yusman Telaumbanua, saksi Rusula Hia dan pelaku lainnya yaitu Amosi Hia, Ama

Pasti Hia, Ama Fandi Hia dan Jeni. Karena unjuk rasa itu dilakukan oleh lebih dari

satu orang, maka kegiatan para pelakunya dikenang dengan pertimbangan delik.

Dengan demikian, melihat kenyataan tersebut, pejabat yang ditunjuk menyatakan

bahwa pihak yang berperkara dengan jujur dan meyakinkan telah mendedikasikan

pembunuhan yang diatur bersama.

Pasal 55 KUHP mengarahkan para penghibur dalam mengambil bagian. Para

pelaku ini dilihat oleh KUHP sebagai pelaku yang memiliki bobot kewajiban pidana

yang sama dengan pelaku tunggal. Meskipun demonstrasi para penghibur yang ikut

serta tidak memenuhi komponen tindakan pelanggar hukum dalam Pasal 340 KUHP,

para penghibur ini dapat dianggap dapat diandalkan secara pidana dan untuk kegiatan

mereka mereka dapat bergantung pada sanksi penjahat yang sama sebagai pelaku

tunggal.

Sebagaimana ditunjukkan oleh rencana yang terdapat dalam Pasal 55 KUHP,

disadari bahwa ada jenis-jenis penanaman modal, di antaranya Pasal 55 ayat (1)

KUHP pertama yang mengarahkan orang-orang yang melakukan (plegen), orang-

orang yang meminta melakukan (doenplegen), dan orang yang melakukan

(medeplegen). ). Selain itu, Pasal 55 ayat (1) KUHP kedua mengarahkan

perkembangan unjuk rasa kriminal (uitlokken). Dalam konvensi peraturan pidana,


jenis investasi ini memainkan berbagai peran dalam melakukan demonstrasi kriminal.

Meskipun demikian, meskipun aktivitas pelakunya unik satu sama lain, tindakan

pelanggar hukum tidak dapat diselesaikan tanpa aktivitas pelakunya.

Dalam hal Nomor 08/Pid.B/2013/PN.GS, dalam penilaiannya pejabat yang

berwenang menilai telah terjadi demonstrasi yang mengakibatkan passing yang telah

diatur sebelumnya, maka demonstrasi tersebut diajukan oleh lebih dari satu individu

dan setiap penghibur memiliki keakraban dengan bekerja sama. Sehubungan dengan

hal tersebut maka kewenangan yang ditunjuk adalah menilai bahwa termohon sebagai

salah satu pelaku tindak pidana pembunuhan berencana telah saling melakukan

perbuatan salah pembunuhan berencana terhadap orang yang bersangkutan,

khususnya Kolimarinus Zega, Jimmy Trio Girsang. dan Rugun Br. Hai. Bahwa

karena kegiatan para penggugat dan para pelakunya mengakibatkan meninggalnya

korban jiwa karena sayatan menggunakan parang atau parang yang berpotensi

dipusatkan pada bagian-bagian tubuh yang penting, mengakibatkan korban meninggal

dengan cepat.

Melihat kenyataan saat ini di awal, terlihat adanya rangkaian peristiwa yang

menunjukkan aktivitas tergugat Yusman Telaumbanua dan pelaku lainnya.

Dilihat dari kegiatan termohon dan pelakunya, terlihat adanya perkembangan

kegiatan yang dilakukan oleh pelaku. Ditambah lagi dengan Pasal 55 ayat (1) 1

KUHP sebagaimana dipertimbangkan oleh pejabat yang berwenang yang memikirkan


tentang dakwaan pemeriksa umum dalam penuntutan pokok. Dalam putusannya

majelis hakim menyatakan bahwa termohon Yusman Telaumbanua terbukti

melakukan perbuatan pidana pembunuhan yang diatur secara bersama-sama. Padahal

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) 1 KUHP, tidak dibentuk sehubungan

dengan adanya perbuatan yang dilakukan secara bersama-sama.

Pasal 55 ayat (1) KUHP pertama mengatur tentang jenis-jenis penyangga

yang masing-masing strukturnya memiliki perbedaan satu sama lain. Struktur dalam

Pasal 55 ayat (1) 1 KUHP adalah orang-orang yang berbuat (plegen), orang-orang

yang meminta untuk berbuat (doenplegen), orang-orang yang ikut melakukan

(medeplegen). Struktur yang melakukan (plegen) adalah jenis kerjasama dimana

kegiatan pelaku dalam struktur ini memenuhi setiap komponen kesalahan seperti

halnya dengan penghibur tunggal. Meskipun demikian, struktur ini membutuhkan

kontribusi dari penghibur yang berbeda. Sehingga sebagai seorang plegen, pelaku

suatu perbuatan salah harus dilakukan oleh lebih dari satu orang. Kemudian, pada

saat itu, dalam struktur selanjutnya adalah orang yang meminta untuk

mewujudkannya (doenplegen), bahwa yang tersirat dalam struktur ini dalam WvS

MvT Belanda adalah juga dia yang melakukan suatu kesalahan namun sebenarnya,

namun melalui jalan antara orang lain sebagai alat dalam genggamannya, dengan

asumsi individu lain melakukan demonstrasi tanpa sengaja atau tidak dapat

diandalkan karena kondisi yang tidak jelas, ditipu atau bergantung pada kebrutalan.
Berdasarkan penjelasan dalam M.v.T W.v.S Belanda, telah ditunjukkan bahwa

penghibur doenplegen atau doenpleger tidak bertindak langsung tetapi melalui tangan

orang lain yang bertindak sebagai perangkat. Pelakunya ditempatkan sebagai domina

pengamat bintang sedangkan individu yang bertindak sebagai aparat ditempatkan

sebagai ministra ahli ruang angkasa. Selain itu, dalam struktur ketiga, orang-orang

yang berkepentingan untuk melakukan (medeplegen) adalah pelaku dari demonstrasi

kriminal, baik orang-orang yang memenuhi setiap salah satu komponen dari suatu

perbuatan bajingan maupun orang-orang yang hanya sedikit memenuhi komponen-

komponen kejahatan. suatu tindakan pelanggar hukum.

Bertolak dari pertimbangan hakim yang menyatakan bahwa perbuatan

terdakwa secara bersama-sama melakukan tindak pidana pembunuhan yang

direncanakan untuk menunjukkan adanya perbuatan keturutsertaan. Menurut penulis

hal tersebut tidaklah tepat, karena dalam Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tidak

menyebutkan adanya perbuatan “secara bersama-sama”. Selain itu dalam praktiknya

perbuatan turut serta tidak selalu dilakukan secara bersamaan. Terkadang perbuatan

pelaku-pelaku dalam bentuk turut serta dilakukan secara bergantian yang mana dari

rangkaian perbuatan perbuatan para pelaku tersebut menghasilkan suatu tindak

pidana.

Dikaitkan dengan fakta-fakta dipersidangan dalam perkara Nomor

08/Pid.B/2013/PN.GS, telah ternyata perbuatan para pelaku dalam tindak pidana

pembunuhan yang direncanakan. Pada tahap pelaksanaan tindak pidana yang


dilakukan oleh para pelaku terhadap para korban Kolimarinus Zega, Jimmy Trio

Girsang dan Rugun Boru Haloho.

3.2 Penjatuhan Pidana Mati Oleh Hakim Dalam Perkara Nomor

08/Pid.B/2013/PN.GS

Siklus hukum ditutup dengan pilihan akhir (vonnis). Dalam pilihan,

otoritas yang ditunjuk menawarkan sudut pandangnya tentang apa yang

telah dipikirkan dan pilihannya.

Dalam putusan Pengadilan Nomor 08/Pid.B/2013/PN.GS, termohon

Yusman Telaumbanua divonis mati oleh hakim. Hukuman yang dijatuhkan

oleh hakim lebih berat dari tuntutan pemeriksa umum sebagaimana tertuang

dalam Surat Tuntutan Pidana Nomor REG. PERKARA:

PDM-305/GNSTO/04.13, secara khusus meminta penahanan seumur hidup.

Hakim dalam penilaiannya menilai bahwa terdapat berbagai alasan

yang sah dan non-yuridis yang cukup menjadi alasan untuk memaksakan

pidana mati. Apalagi, dalam Pasal 340 KUHP, bahaya pidana paling ekstrim

dalam tindak pidana pembunuhan berencana adalah pidana mati. Sehingga

cukup beralasan di balik kewenangan yang ditunjuk untuk memaksakan

hukuman mati terhadap termohon.


Hukuman mati adalah jenis kesalahan paling serius dalam kerangka

pidana di Indonesia. Tindakan tersebut direncanakan untuk memberikan

keamanan di daerah setempat. Pada dasarnya berbagai kesalahan

memberikan keamanan ke daerah setempat dan secara eksplisit menjadi

korban kesalahan. Bagaimanapun, ada kesalahan tertentu, misalnya,

penahanan seumur hidup dan penahanan untuk waktu tertentu paling lama

20 tahun, yang tidak main-main pelanggaran yang ditugaskan untuk jenis

kesalahan tertentu yang dipandang sebagai kesalahan yang signifikan.

Sedangkan hukuman mati adalah disiplin yang paling serius, mengingat

hukuman mati menyerang hak hidup seseorang dengan mengakhiri

keberadaan pelaku kesalahan.

Menurut alasan disiplin, ada pertanyaan penting tentang apa yang

harus dicapai dari beban seorang penjahat. Jadi sangat penting untuk

menyadari apa yang mendasari hukuman yang dipaksakan. Apakah disiplin

itu dipaksakan dengan tujuan pembalasan atau hukuman yang dipaksakan

itu ditujukan kepada pelakunya. Oleh karena itu, alasan disiplin ini akan

mencari tahu jenis kesalahan apa yang cocok untuk pelakunya.


Dalam regulasi pasti di Indonesia, tidak ada perincian alasan disiplin.

Meskipun perincian sangat penting, mengingat fakta bahwa motivasi di

balik disiplin adalah premis dalam monumental disiplin seperti apa yang

ideal untuk para pelaku kesalahan. Sehingga terdapat perbedaan pandangan

tentang alasan disiplin untuk menjawab legitimasi pemaksaan hukuman.

Ada yang beranggapan bahwa kedisiplinan adalah upaya melawan, ada pula

yang menganggap kedisiplinan adalah usaha untuk mencegah, ada juga

yang beranggapan bahwa disiplin merupakan perpaduan antara keduanya.

Menurut Muladi, motivasi di balik kedisiplinan dikenal dengan

gagasan integratif kedisiplinan, khususnya 1) keamanan daerah; 2)

mengikuti ketabahan daerah setempat; 3) kontradiksi (umum dan eksplisit);

dan 4) remunerasi/penyeimbang. Perbuatan salah adalah pengaruh yang

mengganggu keseimbangan, persahabatan dan kesepakatan dalam

kehidupan individu yang merugikan orang dan masyarakat. Motivasi di

balik disiplin adalah untuk memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh

kesalahan. Jadi pilihan hakim harus didasarkan pada gagasan pembalasan

(retributive), penghindaran pelaku lain (penahanan) dan instruksi bagi

pelaku untuk menjadi daerah yang membantu nantinya (pemulihan).


Bila ditinjau dari dari konsep pemidanaan yang bersifat integratif,

putusan hakim yang menjatuhkan pidana mati memang bersifat sebagai

perlindungan terhadap masyarakat, selain itu memelihara solidaritas serta

sebagai bentuk prevensi secara umum. Di dalamnya juga terkandung pula

sifat pembalasan, karena pidana mati merupakan pidana yang bersifat

absolut, sehingga telah pasti bahwa pidana mati tergolong pidana sebagai

yang bersifat pembalasan. Namun, dipandangan dari sifat rehabilitasi dalam

tujuan pemidanaan, pidana mati tidak memenuhi sifat tersebut.

BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Pada akhirnya, pemikiran hakim yang menyatakan bahwa para termohon

saling melakukan perbuatan melawan hukum pembunuhan berencana adalah tidak

tepat, dengan alasan Pasal 55 ayat (1) 1 KUHP tidak mengatur perbuatan secara

bersama-sama. Apalagi unsur-unsur perbuatan pelanggar hukum dalam Pasal 340

KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) 1 KUHP, bahwa ada unsur tujuan, ada yang mengatur

dalam unjuk rasa dan ada yang lewat. Kemudian, pada saat itu, komponen individu
yang mewujudkannya, yang memintanya melakukannya, dan yang tertarik untuk

menyelesaikannya, tidak sesuai dengan kenyataan saat ini di awal. Kenyataan saat ini

di awal mengenai kegiatan penggugat menunjukkan bahwa kegiatan termohon tidak

dilimpahkan demonstrasi dukungan tetapi disebut demonstrasi membantu. Hal ini

dengan alasan bahwa pihak yang berperkara tidak melakukan sesuatu yang dapat

mengakhiri keberadaan orang yang bersangkutan. Dilihat dari kenyataan saat ini di

awal, terungkap bahwa pihak yang berperkara bertindak sebagai utusan, orang yang

mendapat, dan menyampaikan pada tahap kesiapan, serta demonstrasi responden

yang melemparkan bermacam-macam korban ke dalam jurang saat persidangan.

korban tewas.

DAFTAR PUSTAKA

Moeljatno. 2008. Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta, hlm. 1

JE. Sahetapy. 1987. Victimologi Sebuah Bunga Rampai. Jakarta: Pustaka Sinar

Harapan, hlm. 35-36

Adami Chazawi. 2013. Kejahatan Terhadap Tubuh & Nyawa. Jakarta: Rajawali Pers,

hlm. 82

Adami Chazawi. 2014. Pelajaran Hukum Pidana Bagian 3: Percobaan dan

Penyertaan. Jakarta: Rajawali Pers, hlm. 69-79


Peter Mahmud Marzuki. 2014. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenanda Media

Group, hlm. 47

Alifah, A. M., Prihartanti, N., & Rosyidi, I. (2015). Dinamika Psikologis Narapidana

Anak Pelaku Pembunuhan : Studi Kasus Di Lapas Anak Kutoarjo. Jurnal

Indigenous , 13 (2), page 9-18.

Alavijeh, M. M., Mostafavi, F., Ahmadpanah, M., Matin, B. K., Amoei, M. R., &

Jalilian, F. (2015). Murder and Motivation : A Qualitative Study. Avicenna J

Neuro Pshyc Physio , 2 (2).page 2

Haryono, M. (2013). Tinjauan Yuridis Pembuktian Turut Serta Dalam Tindak Pidana

Pembunuhan . Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion , 1 (5). page 4

Anda mungkin juga menyukai