Lembar Jawaban
Lembar Jawaban
1.
A. Apa perbedaan antara international crime dengan transnasional crime dan apa saja
jenisnya?
B. Dalam kejahatan transnasional crime tidak dapat di adili secara pada mahakamah
internasional melainkan pada sebuah basis pengadilan nasional dalam melakukan
sebuah tindak pidana dengan mana pada pengadilan negeri sendiri yang berwenang
dalam mengadili kejahatan.
2.
A. Pelanggaran hak asasi manusia yang berat merupakan "extraordinary crimes”
karena tindakan atau perilaku kejahatan yang dilakukan, memiliki maksud untuk
menghilangkan atau melenyapkan hak asasi manusia lain dan berdampak secara
luas baik pada tingkat nasional maupun internasional serta menimbulkan kerugian
baik materiil maupun immateriil yang mengakibatkan perasaan tidak aman baik
terhadap perseorangan maupun masyarakat, sehingga perlu segera dipulihkan
dalam mewujudkan supremasi hukum untuk mencapai kedamaian, ketertiban,
ketentraman, keadilan, dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Indonesia
B. Terhadap pelanggaran HAM berat dan sebagai upaya memenuhi rasa keadilan,
maka asas legalitas dikesampingkan, alias dapat diberlakukan asas retroaktif. Hal
ini sejalan dengan amanat Pasal 46 UU Pengadilan HAM, yang berbunyi,” Untuk
pelanggaran hak asasi manusia yang berat sebagaimana dimaksud dalam Undang
undang ini tidak berlaku ketentuan mengenai kadaluarsa.” Namun pada
kenyataannya, hal tersebut masih menjadi dilema. Eksistensi asas legalitas yang
harus dibenturkan dengan persoalan penegakan HAM, harus banyak dikaji lebih
dalam. Di satu sisi, untuk melindungi kepentingan dan “HAM” para korban, asas
legalitas memang layak “dikesampingkan”. Tetapi, di sisi lain, perlindungan
terhadap pelaku pelanggar HAM atas ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku surut, secara tersirat tertulis dalam Pasal 28I ayat (1) UUD 1945, yang
berbunyi, “hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, dan hak untuk tidak dituntut
atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat
dikurangi dalam keadaan apapun”
B. Suatu perang dianggap terjadinya kejahatan perang jika memenuhi 3 unsur yaitu
4.
Statuta Roma sebagai perjanjian internasional memiliki yurisdiksi pada
penegakan penuntutan pelanggaran hak asasi manusia berat. Meskipun
Indonesia menghadiri konferensi yang mengesahkan Statuta Roma pada
tahun 1998, pada kenyataannya, negara kita belum meratifikasinya.
Dampak positif ratifikasi Statuta Roma bagi Indonesia, antara lain:
1) Hak Preferensi Secara Aktif dan Langsung dalam Segala
Kegiatan ICC Indonesia akan dapat memberikan suara dan
pandangan tentang hal-hal yang berkaitan dengan ketentuan
Statuta Roma maupun hal lain yang menyangkut pengaturan
dan pelaksanaan ICC. Indonesia akan dapat memberikan hak
preferensi untuk memberikan peranannya secara aktif dalam
segala kegiatan ICC termasuk perlindungan terhadap
warganegaranya.
2) Kesempatan Untuk Menjadi Bagian dari Organ ICC Negara
pihak berhak mencalonkan salah satu warganegaranya untuk
menjadi hakim, penuntut umum, atau panitera. Hal ini dapat
meningkatkan kemampuan para aparat penegak hukum
Indonesia dalam berpraktik di ICC.
3) Mengefektifkan Sistem Hukum Nasional Mendorong para
penegak hukum untuk mengefektifkan instrumen hukum
yang berkaitan dengan perlindungan HAM dalam penegakan
hukum dan HAM Indonesia.
4) Membantu Percepatan Pembaharuan Hukum di Indonesia
Indonesia akan segera terdorong untuk membenahi
instrumen hukum agar sesuai dengan ketentuan dalam
Statuta Roma.
5) Motivator dalam Peningkatan Upaya Perlindungan HAM
Indonesia dapat melaksanakan perlindungan HAM
internasional melalui pengadilan HAM secara efektif dan
efisien.
6) Menjadi contoh bagi negara lain Dengan meratifikasi Statuta
Roma, Indonesia dapat menjadi contoh yang baik dalam
upaya perlindungan HAM khususnya bagi negara tetangga
dan negara lain.