Anda di halaman 1dari 5

LEMBAR JAWABAN

UJIAN TENGAH SEMESTER (UTS)


SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2023/2024
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PANCASILA

Nama Mahasiswa : Bryan Agung Raharjo


Nomor Pokok : 3016210069
Nomor Urut : ............................................................
Kelas :B
Mata Ujian : Hukum Pidana Internasional
Nama Dosen :
Hari/Tanggal :Rabu, 3 Mei 2023
Semester : Genap 2023/2024

1.
A. Apa perbedaan antara international crime dengan transnasional crime dan apa saja
jenisnya?

 Kejahatan transnasional adalah perbuatan suatu kejahatan yang berkaitan


dengan motif finansial yang membawa dampak terhadap kepentingan lebih dari
satu negara
 Pasal 3 ayat (2) UNCATOC menerangkan bahwa:
Untuk tujuan ayat 1 dari Pasal ini, tindak pidana adalah bersifat transnasional
jika:
a. dilakukan di lebih dari satu Negara;
b. dilakukan di satu Negara namun bagian penting dari kegiatan persiapan,
perencanaan, pengarahan atau kontrol terjadi di Negara lain;
c. dilakukan di satu Negara tetapi melibatkan suatu kelompok penjahat
terorganisasi yang terlibat dalam kegiatan kriminal di lebih dari satu
negara; atau
d. dilakukan di satu Negara namun memiliki akibat utama di Negara lain.
 Jenis kejahatan transnasional
a. penyediaan barang terlarang seperti perdagangan narkoba, perdagangan
barang curian, perdagangan senjata, dan pemalsuan
b. layanan terlarang seperti seks komersial dan perdagangan manusia
c. infiltrasi bisnis dan pemerintah yang mempengaruhi banyak negara
seperti penipuan, pemerasan, pencucian uang, dan korupsi
 Sedangkan Hukum Pidana Internasional merupakan seperangkat aturan
menyangkut kejahatan-kejahatan internasional yang penegakannya dilakukan
oleh negara atas kerjasama internasional atau oleh masyarakat internasional
melalui suatu lembaga internasional, baik yang bersifat permanen maupun yang
bersifat ad hoc(EHS).
 Jenis kejahatan internasional:
a. Kejahatan Perang (Pasal 8 Statuta Roma 2002)
b. Kejahatan terhadap Kemanusiaan (Pasal 7 Statuta Roma 2002)
c. Genosida (Pasal 6 Statuta Roma 2002)
d. Agresi (Pasal 8bis Statuta Roma 2002)

B. Dalam kejahatan transnasional crime tidak dapat di adili secara pada mahakamah
internasional melainkan pada sebuah basis pengadilan nasional dalam melakukan
sebuah tindak pidana dengan mana pada pengadilan negeri sendiri yang berwenang
dalam mengadili kejahatan.

2.
A. Pelanggaran hak asasi manusia yang berat merupakan "extraordinary crimes”
karena tindakan atau perilaku kejahatan yang dilakukan, memiliki maksud untuk
menghilangkan atau melenyapkan hak asasi manusia lain dan berdampak secara
luas baik pada tingkat nasional maupun internasional serta menimbulkan kerugian
baik materiil maupun immateriil yang mengakibatkan perasaan tidak aman baik
terhadap perseorangan maupun masyarakat, sehingga perlu segera dipulihkan
dalam mewujudkan supremasi hukum untuk mencapai kedamaian, ketertiban,
ketentraman, keadilan, dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Indonesia

B. Terhadap pelanggaran HAM berat dan sebagai upaya memenuhi rasa keadilan,
maka asas legalitas dikesampingkan, alias dapat diberlakukan asas retroaktif. Hal
ini sejalan dengan amanat Pasal 46 UU Pengadilan HAM, yang berbunyi,” Untuk
pelanggaran hak asasi manusia yang berat sebagaimana dimaksud dalam Undang
undang ini tidak berlaku ketentuan mengenai kadaluarsa.” Namun pada
kenyataannya, hal tersebut masih menjadi dilema. Eksistensi asas legalitas yang
harus dibenturkan dengan persoalan penegakan HAM, harus banyak dikaji lebih
dalam. Di satu sisi, untuk melindungi kepentingan dan “HAM” para korban, asas
legalitas memang layak “dikesampingkan”. Tetapi, di sisi lain, perlindungan
terhadap pelaku pelanggar HAM atas ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku surut, secara tersirat tertulis dalam Pasal 28I ayat (1) UUD 1945, yang
berbunyi, “hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, dan hak untuk tidak dituntut
atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat
dikurangi dalam keadaan apapun”

C. Asas hukum ini merupakan prasyarat untuk menentukan juridiksi Pengadilan


Pidana Internasional dilaksanakan apabila setelah juridaksi Pengadilan nasional
yang berjalan dihentikan. Ini merupakan asas pokok dalam Statuta Roma. Prinsip
dari asas ini adalah bahwa ICC tidak bermaksud menggantikan fungsi sistem
nasional, tetapi ICC menyediakan alternatif sehingga tidak terjadi impunitas apabila
pengadilan nasional yang independen dan efektif tidak tersedia
3.
A. Kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida adalah dua konsep yang berbeda.
Perbedaan mendasar antara kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida adalah
kejahatan terhadap kemanusiaan berfokus pada pembunuhan sejumlah besar
individu. Pembunuhan massal yang sistematis terhadap sejumlah besar individu
akan merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan. Genosida memiliki fokus yang
berbeda. Genosida tidak berfokus pada pembunuhan individu, tetapi pada
penghancuran kelompok. Dengan kata lain, sejumlah besar individu yang
membentuk bagian dari satu kelompok. Dan kedua konsep dengan cara ini memiliki
tujuan yang berbeda. Satu bertujuan melindungi individu; Yang lain bertujuan
melindungi kelompok.

B. Suatu perang dianggap terjadinya kejahatan perang jika memenuhi 3 unsur yaitu

 Terdapat perbuatan atau tindakan yang merupakan pelanggaran serius


terhadap hukum dan kebiasaan perang;
 Tindakan dilakukan pada situasi atau dalam konteks pertikaian bersenjata.
Unsur ini dimaksudkan untuk membedakan antara kejahatan perang dan
tindakan kriminal biasa
 Tindakan menimbulkan tanggung jawab pidana secara individual.

4.
 Statuta Roma sebagai perjanjian internasional memiliki yurisdiksi pada
penegakan penuntutan pelanggaran hak asasi manusia berat. Meskipun
Indonesia menghadiri konferensi yang mengesahkan Statuta Roma pada
tahun 1998, pada kenyataannya, negara kita belum meratifikasinya.
 Dampak positif ratifikasi Statuta Roma bagi Indonesia, antara lain:
1) Hak Preferensi Secara Aktif dan Langsung dalam Segala
Kegiatan ICC Indonesia akan dapat memberikan suara dan
pandangan tentang hal-hal yang berkaitan dengan ketentuan
Statuta Roma maupun hal lain yang menyangkut pengaturan
dan pelaksanaan ICC. Indonesia akan dapat memberikan hak
preferensi untuk memberikan peranannya secara aktif dalam
segala kegiatan ICC termasuk perlindungan terhadap
warganegaranya.
2) Kesempatan Untuk Menjadi Bagian dari Organ ICC Negara
pihak berhak mencalonkan salah satu warganegaranya untuk
menjadi hakim, penuntut umum, atau panitera. Hal ini dapat
meningkatkan kemampuan para aparat penegak hukum
Indonesia dalam berpraktik di ICC.
3) Mengefektifkan Sistem Hukum Nasional Mendorong para
penegak hukum untuk mengefektifkan instrumen hukum
yang berkaitan dengan perlindungan HAM dalam penegakan
hukum dan HAM Indonesia.
4) Membantu Percepatan Pembaharuan Hukum di Indonesia
Indonesia akan segera terdorong untuk membenahi
instrumen hukum agar sesuai dengan ketentuan dalam
Statuta Roma.
5) Motivator dalam Peningkatan Upaya Perlindungan HAM
Indonesia dapat melaksanakan perlindungan HAM
internasional melalui pengadilan HAM secara efektif dan
efisien.
6) Menjadi contoh bagi negara lain Dengan meratifikasi Statuta
Roma, Indonesia dapat menjadi contoh yang baik dalam
upaya perlindungan HAM khususnya bagi negara tetangga
dan negara lain.

 Dampak negatif jika indonesia tidak ratifikasi Statuta Roma, diantaranya:


Tidak Memiliki Posisi Tawar Yang Signifikan
1) Indonesia tidak dapat memberikan suara berkaitan dengan
ketentuan maupun pelaksanaan Statuta Roma. Indonesia tidak
memiliki posisi tawar yang signifikan, contohnya: sulit dalam
membela dan melindungi warga negara yang didakwa
melakukan kejahatan yang termasuk yurisdiksi ICC.
2) Perkembangan Lambat dalam Pengaturan Perlindungan HAM
Setelah meratifikasi Statuta Roma, negara pihak harus
mempunyai aturan pelaksana yang sesuai ketentuan Statuta
sehingga dapat memotivasi negara untuk memperbaiki
instrumen hukum yang berkaitan dalam perlindungan HAM.
3) Praktik Impunitas Praktik impunitas akan terus berjalan
apabila Indonesia tidak memperbaiki instrumen hukum terkait
perlindungan HAM yang disesuaikan dengan prinsip
non immunity dalam ketentuan Statuta.
4) Resiko Intervensi Asing dalam Kedaulatan Negara Apabila
Indonesia tidak meratifikasi Statuta Roma, resiko intervensi
pihak asing akan semakin besar, hal ini karena Indonesia tidak
terlepas dari intervensi pihak asing dalam kedaulatan hukum
Negara. Dengan meratifikasi Statuta Roma, prinsip
komplementer akan berlaku di Indonesia. ICC bukan untuk
melaksanakan intervensi internasional dengan mengambil alih
fungsi pengadilan nasional suatu negara, namun menjunjung
tinggi kedaulatan nasional suatu negara dengan
mengutamakan keefektifan mekanisme hukum nasional untuk
menghukum pelaku kejahatan yang merupakan
warganegaranya. Hal ini berarti resiko intervensi dari negara-
negara lain terhadap kedaulatan negara Indonesia akan
berkurang.
5) Tekanan Dari Dunia Internasional Komitmen Indonesia
terhadap perlindungan HAM dapat dianggap hanya sebagai
retorika politis karena dalam praktiknya Indonesia tidak
mendukung upaya-upaya yang mengarah pada kemajuan
perlindungan HAM.
5. Menurut saya dapat diadili karena kasus ini merupakan pelanggaran yang termasuk
dalam kategori HAM berat yaitu kejahatan terhadap kemanusian yang merupakan
kejahatan meluas dan sistematik yang ditujukan kepada warga sipil, yang tidak
manusiawi dan menyebabkan penderitaan fisik dan mental. Dalam hal ini bentuk
perbuatan yang dilakukan pada kejadian 1998 di indonesia yaitu
 pembunuhan di luar hukum
 penyiksaan dan hukuman kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat
 penghilangan paksa

Anda mungkin juga menyukai