Anda di halaman 1dari 14

Alternative Dispute Resolution (ADR)



Pengertian
Alternative Dispute Resolution (ADR)
 Alternative Dispute Resolution (ADR) merupakan suatu istilah asing yang
perlu dicarikan dalam kamus Bahasa Indonesia. Berbagai istilah dalam Bahasa
Indonesia telah diperkenalkan pada berbagai forum oleh berbagai pihak,
seperti: Pilihan Penyelesaian Sengketa (PPS), Mekanisme Alternatif
Penyelesaian Sengketa (MAPS), Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar
Pengadilan dan Mekanisme Penyelesaian Secara Kooperatif. Selain itu ADR
diartikan dengan „pengelolaan konflik secara kooperatif‟ (cooperation conflict
management). Dengan demikian, dilihat dari beberapa peristilahan di atas,
sesungguhnya ADR merupakan penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang
dilakukan secara damai.

 Istilah ADR (Alternative Dispute Resolution) relatif baru dikenal di


Indonesia, akan tetapi sebenarnya penyelesaian-penyelesaian sengketa
secara konsensus sudah lama dilakukan oleh masyarakat, yang intinya
menekankan pada upaya musyawarah mufakat, kekeluargaan,
perdamaian dan sebagainya. ADR mempunyai daya tarik khusus di
Indonesia karena keserasiannya dengan sistem sosial budaya
tradisional berdasarkan musyawarah mufakat. 

Dalam Kamus Hukum dibedakan antara istilah alternatif penyelesaian sengketa


dan ADR, seperti diterangkan di bawah ini:

Alternatif Penyelesaian Sengketa

“Suatu pilihan penyelesaian sengketa yang dipilih melalui prosedur yang


disepakati para pihak yang berengsengketa, yaitu penyelesaian di luar
pengadilan dengan cara melakukan konsultasi, negosiasi, mediasi atau
dengan menggunakan penilaian ahli.”

ADR

“Suatu konsep yang meliputi berbagai bentuk pilihan penyelesaian sengketa


selain proses peradilan yaitu melalui cara-cara yang sah menurut hukum, baik
berdasarkan pendekatan konsensus ataupun tidak.”

 Ketentuan dalam pasal 6 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999


tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa mengatur
mengenai pilihan dalam penyelesaian sengketa melalui cara
musyawarah para pihak yang bersengketa, dibawah title “Alternatif
Penyelesaian Sengketa”, yang merupakan terjemahan dari
Alternative Dispute Resolution. Secara yuridis dalam UU No. 30
Tahun 1999, mengartikan alternatif penyelesaian sengketa sebagai
berikut:
 “Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian
sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati
para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara
konsultasi, negosiasi, mediasi, konsilliasi, atau penilaian ahli.”

Dari beberapa pengertian di atas dapat diindentifikasi


bahwa bentuk-bentuk penyelesaian sengketa
alternatif dalam arti alternative to adjudication yang
telah berkembang hingga saat ini adalah negosiasi,
mediasi, konsiliasi, minitrial dan summery juri trial.

 ADR merupakan penyelesaian sengketa yang dilakukan sendiri


oleh para pihak yang bersengketa dengan atau tanpa bantuan
orang lain yang akan membantu menyelesaikan sengketa atau
beda pendapat di antara para pihak yang bersengketa. ADR ini
hanya dapat ditempuh bilamana para pihak menyepakati
penyelesaiannya melalui pranata pilihan penyelesaian
sengketa.

 Sengketa atau beda pendapat yang dapat diselesaikan oleh


para pihak melalui pilihan penyelesaian sengketa hanyalah
sengketa atau beda pendapat di bidang perdata. Penyelesaian
dalam bentuk perdamaian ini hanya akan mencapai tujuan dan
sasarannya jika didasarkan pada iktikad baik di antara pihak
yang bersengketa atau berbeda pendapat dengan
mengesampingkan penyelesaian sengketa secara litigasi di
pengadilan.

Untuk memperoleh gambaran umum tentang tentang apa yang disebut


ADR, George Applebey, dalam tulisannya “An Overview of Alternative
Dispute Resolution” berpendapat bahwa ADR pertama-tama adalah
merupakan suatu eksperimen untuk mencari model-model : 

a. Model-model baru dalam penyelesaian sengketa 

b. Penerapan-penerapan baru terhadap metode-metode lama 

c. Forum-forum baru bagi penylesian sengketa 

d. Penekanan yang berbeda dalam pendidikan hukum. 


Dalam Bab I Ketentuan Umum UU No. 30 tahun 1999, Pasal 1 butir


10, disebutkan bahwa ADR adalah lembaga penyelesaian
sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati
oleh para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan
cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsolidasi, atau penilaian
ahli. 

 Dalam praktik, hakikatnya ADR dapat diartikan sebagai Alternative to litigation
atau alternative to adjudication.
 Alternative to litigation berarti semua mekanisme penyelesaian sengketa di luar
pengadilan, sehingga dalam hal ini arbitrase termasuk bagian dari ADR.
 Sedangkan Alternative to adjudication berarti mekanisme penyelesaian
sengketa yang bersifat konsensus atau kooperatif, tidak melalui prosedur
pengajuan gugatan kepada pihak ke tiga yang berwenang mengambil
keputusan.
 Termasuk bagian dari ADR adalah konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan
pendapat ahli, sedangkan arbitrase bukan termasuk ADR.
 Di Amerika sendiri, ADR diartikan sebagai alternative to adjudication, karena
output dari proses adjudikasi umumnya berupa win-lose solution (menang-
kalah), padahal yang dikehendaki pihak-pihak yang bersengketa adalah win-win
solution atau mutual acceptable solution. 

 Adapun keberadaan ADR terutama ditujukan untuk


tercapainya efisiensi yang lebih besar, terutama untuk
mengurangi biaya dan keterlambatan serta menghasilkan
penyelesaian sengketa yang memuaskan kedua belah pihak. 

  Penting untuk menyadari bahwa penyelesaian konflik adalah


salah satu tujuan utama dari semua proses ADR Jika suatu
proses yang mengarah pada resolusi, itu adalah proses
penyelesaian sengketa.

Tujuan dari pengembangan penyelesaian sengketa alternatif


adalah untuk memberikan forum bagi pihak-pihak untuk bekerja ke
arah kesepakatan sukarela dalam mengambil keputusan mengenai
sengketa yang dihadapinya. Dengan demikian penyelesaian
sengketa alternatif adalah merupakan sarana yang potensial untuk
memperbaiki hubungan di antara pihak-pihak yang bersengketa.

 TUJUAN DAN MANFAAT ALTERNATIF PENYELESAIAN 


 Hasil penelitian menunjukkan terdapat banyak kelebihan penyelesaian mengunakan kaedah APS ini, antara tujuan dan manfaat tersebut penulis rangkumkan dibawah:
a. Sederhana dan cepat, berbanding menyelesaikan di pengadilan yang memakan

b. Hemat biaya, tanpa menggunakan pengacara juga dapat menyelesaikan masalah.

c. Putusan akhir yang disepakati diharapkan tidak menimbulkan nilai kebencian 

d. Lebih adil kerena keputusan akhirnya bersifat menguntungkan kedua belah pihak.

e. Bersifat kompromi, karena para pihak tidak terikat dengan syrat-syarat formalitas waktu yang lama.antara satu sama lain karena berkonsepkan win-win.

f. Fleksibel, memberikan kebebasan para pihak untuk mengajukan proposal yang 

g. Bersifat rahasia (confidential), segala sesuatu yng diutarakan para pihak dalam 

h. tidak emosional;, oleh karena cara pendekatan penyelesaian diarahkan pada hokum acara yang digunakan di peradilan. Tidak perlu saling menyodorkan pembuktian.
digunakan sidang tertutup  dan tidak ada peliputan oleh pers kerjasama untuk mencapai persefahaman.

Anda mungkin juga menyukai