Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

PILIHAN PENYELESAIAN SENGKETA DAN PANDANGAN MENGENAI ADR


Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah : Arbitrase
Dosen Pengampu : Jahirin S,Sy. H.H

Disusun Oleh :
1. Riskia Anggraini ( 1218098 )
2. Tisa Martiana ( 1218050 )
3. Talib ( 1218086 )
4. Rohmat Yanuar ( 1218068 )

Kelas : HES B

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN ) PEKALONGAN

1
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah mata kuliah arbitrase
tepat waktu. Tidak lupa shalawat serta salam tercurah kepada Rasulullah SAW yang
syafa’atnya kita nantikan kelak.

Penulisan makalah berjudul “PILIHAN PENYELESAIAN SENGKETA DAN


PANDANGAN MENGENAI ADR ” dapat diselesaikan karena bantuan banyak pihak.
Kami berharap makalah tentang pilihan penyelesaian sengketa dan pandangan mengenai
adr dapat bermanfaat bagi para pembaca. Selain itu, kami juga berharap agar pembaca
mendapatkan sudut pandang baru setelah membaca makalah ini.

Penulis menyadari makalah kami ini masih memerlukan penyempurnaan, terutama pada
bagian isi. Kami menerima segala bentuk kritik dan saran pembaca demi penyempurnaan
makalah. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, kami memohon maaf.

Demikian yang dapat kami sampaikan.


Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Pekalongan, 21 September 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI
JUDUL…………………………………………………………………………i
KATA PENGANTAR………………………………………………………....ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………..…iii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………..1

A. Latar Belakang Masalah…………………………………………………..1


B. Rumusan Masalah…………………………………………………………1
C. Tujuan Pembahasan……………………………………………………….1
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………
A. Pilihan Penyelesaian Sengketa…………………………………………..
B. Pandangan Mengenai ADR……………………………………………..
BAB III PENUTUP………………………………………………………
A. Kesimpulan………………………………………………………….
B. Saran………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………..

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya pilihan penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan 2 (dua) proses.
Proses penyelesaian sengketa melalui litigasi di dalam pengadilan, kemudian
berkembang proses penyelesaian sengketa melalui kerja sama (kooperatif) di luar
pengadilan. Proses litigasi menghasilkan kesepakatan yang bersifat adversial yang
belum mampu merangkul kepentingan bersama, cenderung menimbulkan masalah
baru, lambat dalam penyelesaiannya.1 Sebaliknya, melalui proses di luar pengadilan
menghasilkan kesepakatan kesepakatn yang bersifat “win-win solution”, dihindari
dari kelambatan proses penyelesaian yang diakibatkan karena hal prosedural dan
administratif, menyelesaikan komprehensif dalam kebersamaan dan tetap menjaga
hubungan baik. Penggunaan pranata penyelesaian sengketa di luar pengadilan
tersebut kemudian diterapkan di Negara Indonesia yang dibuatkan melalui Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa, telah menyediakan beberapa pranata pilihan penyelesaian sengketa (PPS)
secara damai yang dapat ditempuh para pihak untuk menyelesaikan sengketa atau
beda pendapat perdata mereka, apakah pendayagunaan pranata konsultasi,
negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.2 Pilihan Penyelesaian Sengketa
(PPS) di luar pengadilan hanya dapat ditempuh bila para pihak menyepakati
penyelesaiannya melalui pranata pilihan penyelesaian penyelesaian sengketa (PPS).
Kemudian pilihan penyelesaian sengketa (PPS) dalam penyelesian sengketa di luar
pengadilan ini berkembang pada kasus-kasus perkara lain seperti kasus-kasus perkara
pidana tertentu dan sengketa tenaga kerja ataupun pada sengketa lingkungan
dan sengketa tanah, sehingga pilihan penyelesaian sengketa di luar pengadilan
tidak hanya berlaku pada kasus-kasus perdata saja. Istilah ADR (Alternative Dispute
Resolution) relatif baru dikenal di Indonesia, akan tetapi sebenarnya penyelesaian-
penyelesaian masalah secara konsensus sudah lama dilakukan oleh masyarakat, yang
intinya menekankan pada upaya musyawarah mufakat, kekeluargaan, perdamaian
dan sebagainya. ADR mempunyai daya tarik khusus di Indonesia karena
keserasiannya dengan sistem sosial budaya tradisional berdasarkan musyawarah
mufakat. Sehubungan dengan itu, istilah ADR perlu dicari padanannya di
Indonesia. Dewasa ini dikenal beberapa istilah untuk ADR, antara lain :
Pilihan Penyelesaian Sengketa (PPS), Mekanisme Alternatif Penyelesaian Sengketa
(MAPS), Pilihan Penyelesaian Masalah di luar pengadilan, dan Mekanisme
penyelesaian masalah secara kooperatif
.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja bentuk- bentuk ADR ?
2. Apa definisi dari arbitrase ?

C. Tujuan Penulisan

Agar mahasiswa mampu memahami penyelesaian sengketa dan pilihan penyelesaian


sengketa dan pandangan umum mengenai ADR

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pilihan penyelesaian sengketa


Dalam sistem peradilan, khusus untuk perkara perdata. Sekali lagi, hanya untuk
perkara perdata saja yang dapat itu perkaranya dengan menggunakan sistem
di luar pengadilan /nonlitigasi. Nonlitigasi / nonajudikasi adalah sistem peradilan
yang penyelesaiannya dilaksanakan di luar pengadilan yang diatur dalam
ketentuan Alternatif Penyelesaian Sengketa (Alternatif Perselisihan Resolusi).
Berdasarkan UU No. 30 Tahun 1999 tentang ADR dan Arbitrase dapat dibagi
beberapa model ADR sebagai berikut:
1.Konsultasi
2 Negosiasi
3.Konsiliasi (pemufakatan)
4.Mediasi
5.Arbitrase 1
Dr. Frans Hendra Winarta, S.H., M.H. dalam bukunya Hukum Penyelesaian
Sengketa mengatakan bahwa secara konvensional, penyelesaian sengketa dalam
dunia bisnis, seperti dalam perdagangan, perbankan, proyek pertambangan,
minyak dan gas, energi, infrastruktur, dan sebagainya dilakukan melalui proses
litigasi. Dalam proses litigasi menempatkan para pihak saling berlawanan satu
sama lain, selain itu penyelesaian sengketa secara litigasi merupakan sarana akhir
(ultimum remidium) setelah alternatif penyelesaian sengketa lain tidak
membuahkan hasil. Hal serupa juga dikatakan oleh Rachmadi Usman, S.H., M.H.
dalam bukunya Mediasi di Pengadilan, bahwa selain melalui pengadilan
(litigasi), penyelesaian sengketa juga dapat diselesaikan di luar pengadilan (non
litigasi), yang lazim dinamakan dengan Alternative Dispute Resolution (ADR)
atau Alternatif Penyelesaian Sengketa. Dari hal-hal di atas dapat kita ketahui
bahwa litigasi itu adalah penyelesaian sengketa antara para pihak yang dilakukan
di muka pengadilan. Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata
di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat
secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Frans Winarta dalam bukunya
menguraikan pengertian masing-masing lembaga penyelesaian sengketa di atas
sebagai berikut: Konsultasi: suatu tindakan yang bersifat “personal” antara suatu
pihak tertentu (klien) dengan pihak lain yang merupakan pihak konsultan,
dimana pihak konsultan memberikan pendapatnya kepada klien sesuai dengan
keperluan dan kebutuhan kliennya.
Negosiasi: suatu upaya penyelesaian sengketa para pihak tanpa melalui proses
pengadilan dengan tujuan mencapai kesepakatan bersama atas dasar kerja sama
yang lebih harmonis dan kreatif.
Mediasi: cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk
memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator.
Konsiliasi: penengah akan bertindak menjadi konsiliator dengan kesepakatan
para pihak dengan mengusahakan solusi yang dapat diterima.
1
https://www.academia.edu/40569213/MAKALAH_ALTERNATIF_PENYELESAIAN_SENGKETA_Mediasi_

5
2

B. Pandangan mengenai ADR


ADR adalah sebuah istilah asing yang memiliki berbagai arti dalam bahasa
indonesia seperti pilihan penyelesaian sengketa (PPS), Mekanisme alternatif
penyelesaian sengketa (MAPS) ,pilihan penyelesaian sengketa diluar pengadilan,
dan mekanisme penyeselaian sengketa secara kooperatif.
Namun dalam Pasal 1 angka 10 UU No 30 tahun 1999 mengartikan bahwa
Alernative Dispute Resolution (ADR) adalah lembaga penyelesaian sengketa
atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni
penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi,
konsiliasi, atau penilaian ahli. Dalam praktik, hakikatnya ADR dapat diartikan
sebagai Alternative to litigation atau alternative to adjudication. Alternative to
litigation berarti semua mekanisme penyelesaian sengketa di luar pengadilan,
sehingga dalam hal ini arbitrase termasuk bagian dari ADR. Sedangkan
Alternative to adjudication berarti mekanisme penyelesaian sengketa yang
bersifat konsensus atau kooperatif, tidak melalui prosedur pengajuan gugatan
kepada pihak ke tiga yang berwenang mengambil keputusan. Termasuk bagian
dari ADR adalah konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan pendapat ahli,
sedangkan arbitrase bukan termasuk ADR.

SEJARAH PERKEMBANGAN ADR (alternative dispute resolution)


Sejarah perkenbangan ADR di Indonesia.
Di Indonesia perkembangan ADR yang paling menonjol adalah Arbitrase. Ada
dua badan Arbitrase di Indonesia yaitu BANI ( Badan Arbitrase Nasional
Indonesia ) dan BAMUI (Badan Arbitrase Muamalat Indoneisa). Dan setiap
badan Arbitrase memilik sejarah dan karakteristik yang berbeda. Badan Arbitrase
Nasional Indonesia (BANI) Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), adalah
sebuah badan yang didirikan tas prekarsa Kmar Dagang dan Industri (KADIN).
Yang bertujuan emberikan penyelesaian yang adil dan cepat dalam sengketa-
sengketa perdata bersifat nasional dan yang bersifat internasional. Berdirinya
lembaga ini diprakarsai oleh Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia,
pada tanggal 3 Desember 1977. Prakarsa Kamar Dagang dan Industri Indonesia
(KADIN) dalam mendirikan Badan Arbitrase Nasional Indonesia ( BANI) sesuai
dengan UU No 1 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri, yang menyatakan
bahwa dalam rangka pembinaan pengusaha Indonesia Kamar Dagang dan
Industri Indonesia (KADIN) dapat melakukan antara lain jasa jasa baik dalam
peberian surat keterangan, Arbitrase dan rekomendasi mengenai pengusaha
bisnis Indonesia, termasuk legalisasi surat –surat yang diperlukan bagi
kelancaran usahanya. Arbitarase sendiri memiliki arti penyelesaian sengketa oleh
seseoang atau beberapa orang wasit (arbiter) yang bersama-sama ditunjuk oleh
para pihak yang berperkara dengan tidak diselesaikan lewat pengadilan. BANI
adalah jenis Arbitrase yang melembaga, dimana bentuk Arbitrase semacam ini
akan tetap ada walaupun sengketa yang telah diputus telah selesai atau telah ada
sebelum sengketa ini timbul. Dimana keberadanya hanya untuk melayani dan

2
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt52897351a003f/litigasi-dan-alternatif-
penyelesaian-sengketa-di-luar-pengadilan/

6
memutuskan kasus perselisihan tertentu dan setelah sengketa telah diputus,
keberadaan dan fungsi Arbitrase ini lenyap dan berakhir begitu saja.
Badan Arbitrase Muamalat Indonesia ( BAMUI ) Badan Arbitrase Muamalat
Indonesia ( BAMUI ) merupakan salah satu wujud dari Arbitrase Islam yang
pertama kali didirikan di Indonesia. Pendirinya diprakarsai oleh Majlis Ulama
Indonesia (MUI), tanggal 5 Jumadil Awal 1414 H, bertepatan dengan tanggal 21
Oktober 1993 M. Badan Arbitrase Muamalat Indonesia ( BAMUI ) didirikan
dalam bentuk badan hukum yayasan sesuai dengan Akta Notaris Yudo Paripurno,
S.H. Nomor 175 tanggal 21 Oktober 1993. Di dalam akta pendirian Badan
Arbitrase Muamalat Indonesia ( BAMUI ), yang dimaksud dengan yayasan ini
bernama: Yayasan Badan Arbitrase Muamalah Indonesia di singkat BAMUI
(Pasal 1). Tujuan berdirinya Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI)
sendiri adalah sebagai badan permanen yang berfungsi menyelesaikan
kemungkinan terjadinya sengketa muamalat yang timbul dalam hubungan
perdagangan, industri keuangan, jasa dan lain-lain di kalangan umat islam.
Namun pada akhirnya peresmian Badan Arbitrase Muamalat Indonesia ( BAMUI
) dilangsungkan tanggal oktober 1993. Nama yang diberikan pada saat
diresmikan adalah Badan Arbitrase Muamalat Indonesia ( BAMUI ) peresmianya
ditandai dengan tanda tangan akta notaris oleh dewan pendiri, yaitu Dewan
Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) pusat yang diwakili K.H.Hasan Basri
dan H.S Prodjokusumo, masing-masing sebagai ketua umum Dewan Pimpinan
Majelis Ulama Indonesia (MUI). Sebagai saksi ikut menandatangani akta notaris
masing-masing H.M. Soejono ( Majelis Ulama Indonesia (MUI)) dan H. Zainul
Noor, S.E. (Dirut Bank Muamalat Indonesia) saat itu. 3

3
https://nurmakrufah.blogspot.com/2012/10/adr-alernative-dispute-resolution.html

7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jadi dapat disimpulkan bahwa, arbitrase, konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, merupakan penyelesaian sengketa di luar
pengadilan (non litigasi).

Dengan demikian, alternatif penyelesaian sengketa bukan merupakan


bagian dari lembaga litigasi meskipun dalam perkembangannya
adapula yang menjadi bagian dari proses litigasi, yaitu mediasi.
Sedangkan litigasi itu adalah penyelesaian sengketa antara para pihak
yang dilakukan di muka pengadilan

B. Saran
Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan
makalah ini akan tetapi pada kenyataannya masih banyak kekurangan
yang perlu penulis perbaiki. Hal ini dikarenakan masih minimnya
pengetahuan penulis. Oleh karena itu kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca sangat penulis harapkan sebagai bahan
evaluasi untuk kedepannya.

8
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/40569213/MAKALAH_ALTERNATIF_PENYELESAIAN_SENGKE
TA_Mediasi_

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt52897351a003f/litigasi-dan-
alternatif-penyelesaian-sengketa-di-luar-pengadilan/

https://nurmakrufah.blogspot.com/2012/10/adr-alernative-dispute-resolution.html

Anda mungkin juga menyukai