Anda di halaman 1dari 7

Resume Perdata Kel 11

Fauza Rodi Panji Wirawan (05040721065)


A. Timbulnya Sengketa

Kebenaran para pakar yang merasa bahwa biaya yang signifikan dari jas juga
mempengaruhi kehidupan keuangan di negara-negara maju, tetapi juga di negara-
negara agraris, termasuk Indonesia. Tujuan debat yang lambat akan menyebabkan
pengeluaran yang signifikan. Melanjutkan dari hal tersebut di atas, muncul pemikiran
dan upaya untuk lebih mengembangkan kerangka hukum.
Tugas dan kapasitas eksekutif hukum dalam menyelesaikan masalah di antara
pertemuan-pertemuan dianggap tidak mampu dan sampai saat ini bukan keputusan
mendasar dari pertemuan-pertemuan dalam menyelesaikan perdebatan.

a. Teori Hubungan Masyarakat


b. Teori Negoisasi Prinsip
c. Teori Identitas
d. Teori Kesalapahaman Antarbudaya
e. Teori Transformasi
f. Teori Kebutuhan dan Kepentingan Masyakarat
B. Saluran Penyelesaian Sengketa
1. Penyelesaian Sengketa melalui Litigasi

Proses tujuan Sengketa yang dibantu melalui pengadilan tentunya sering


disebut sebagai “prosecution”, yaitu tujuan pertanyaan yang dilakukan oleh
prosedur di pengadilan dimana kekuasaan untuk mengatur dan memilih
dilakukan oleh adjudicator.

2. Penyelesaian Sengketa Melalui Non-Litigasi

Dalam menyelesaikan perdebatan melalui Non litigasi, kami memiliki


merasakan adanya tujuan debat elektif atau Elective Question Goal (ADR),
yang dalam pandangan Peraturan Nomor 30 1999 tentang Kebijaksanaan dan
Tujuan Pertanyaan Pilihan, Tujuan Debat Pilihan adalah organisasi tujuan
pertanyaan di luar pengadilan sehubungan dengan pemahaman tentang
pertemuan-pertemuan dengan menghalangi tujuan pertanyaan penuntutan di
pengadilan.
Akhir-akhir ini, percakapan tentang pilihan di Tujuan pertanyaan semakin
banyak dibicarakan, bahkan fundamental dibuat untuk menaklukkan bakiak
dan koleksi kasing di pengadilan dan di Pengadilan Tinggi Ada banyak pilihan
tujuan yang dimaksud, antara lain:
a. Arbitrase
b. Negoisasi
Tujuan debat di luar siklus pengadilan memiliki harapan untuk
menyelesaikan pertanyaan, bukan hanya memilih kasus atau
pertanyaan.Menurut Goldberg, tujuan Tujuan Pertanyaan Pilihan itu sendiri
adalah untuk mengurangi hambatan di pengadilan, meningkatkan asosiasi area
lokal dalam proses tujuan debat, mempercepat jalan menuju keadilan, dan
memberikan kesempatan untuk memperdebatkan tujuan yang menghasilkan
pilihan yang memuaskan semua orang.
Frank Sander dari Harvard University di tahun 1976 untuk memperingati
Roscoe Pound, bahwasannya untuk merespon kecenderungan makin
meningkatnya perkara di pengadilan, maka nantinya hanya akan ada dua
solusi, yaitu:
1. Mencegah terjadinya sengketa
2. Mengeksplor alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan.
Tujuan debat elektif pada dasarnya adalah landasan tujuan pertanyaan atau
pembedaan penilaian melalui metode yang diselesaikan secara musyawarah,
khususnya penyelesaian di luar pengadilan melalui wawancara, pertukaran,
pendamaian, atau penilaian utama. Aturan yang berlaku dalam tujuan debat
elektif antara lain:
1. Peluang kesepakatan, khususnya musyawarah dapat dengan leluasa
memahami apa yang perlu dikelola musyawarah dalam kesepahaman
selama tidak bertentangan dengan kualitas hukum dan etika. Ini juga
berarti penyelesaian di tempat dan jenis tujuan debat yang akan dipilih.
2. Keyakinan yang besar, khususnya kerinduan perkumpulan untuk
memutuskan penyelesaian perdebatan yang akan atau sedang mereka
hadapi.
3. Tepat, terbuka, dan kedua pemain menunjuk untuk tidak pergi ke
pengadilan.
4. Perjanjian terakhir dan mengikat (pacta sunt servanda), yakni para pihak
wajib untuk mematuhi apa yang telah disepakati.
5. Putusan terakhir dan mengikat (final and binding);
6. Kerahasiaan (confidential), yakni penyelesaian atas suatu sengketa tidak
dapat disaksikan oleh orang lain, karena hanya pihak yang bersengketa
yang dapat menghadiri jalannya pemeriksaan atas sengketa.
Adapun Macam – macam Proses Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan
yaitu:
1. Konsultasi
2. Negosiasi
3. Mediasi
4. Konsiliasi
5. Aspek-Aspek Dalam Perkara
Semua sengketa perdata yang diajukan ke Pengadilan termasuk perkara
perlawanan (verzet) atas putusan verstek dan perlawanan pihak berperkara (partij
verzet) maupun pihak ketiga (derden verzet) terhadap pelaksanaan putusan yang telah
berkekuatan hukum tetap, wajib terlebih dahulu diupayakan penyelesaian melalui
mediasi, kecuali ditentukan lain berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung.
Sengketa yang dikecualikan dari kewajiban penyelesaian melalui mediasi
meliputi:
1. Sengketa yang diselesaikan melalui prosedur Pengadilan Niaga;
2. Sengketa yang diselesaikan melalui prosedur Pengadilan Hubungan
Industrial;
3. Keberatan atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha;
4. Keberatan atas putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen;
5. Permohonan pembatalan putusan arbitrase;
6. Keberatan atas putusan Komisi Informasi;
7. Penyelesaian perselisihan partai politik;
8. Penyelesaian sebagai Lembaga, Proses, dan Produk
LAPS adalah lembaga penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang
menyelesaikan persoalan sengketa konsumenpada sektor jasa keuangan. LAPS
memiliki tugas untuk menyelesaikan sengeketa konsumen pada sektor jasa
keuangan yakni LAPS Sektor Jasa Keuangan yang teruat di dalam Daftar
Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa pada Otoritas Jasa Keuangan. LAPS
Sektor Jasa Keuangan adalah lembaga khusus pada sektor perbankan,
pembiayaan, penjaminan dan pegadaian di bentuk maksimal tanggal 31 Desember
2015.
LAPS SektorJasa Keuangan yang telah terbntuk dan termuat di dalam Daftar
Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Otoritas Jasa Keuangan saat ini,
terdiri dari 6 LAPS yakni:
1. Badan Mediasi dan Arbitrase Asuransi Indonesia (BMAI): sektor
Perasuransian
2. Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI): sektor Pasar Modal
3. Badan Mediasi Dana Pensiun (BMDP): sektor Dana Pensiun
4. Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSI):
sektor Perbankan
5. Badan Arbitrase dan Mediasi Perusahaan Penjaminan Indonesia (BAMPPI):
sektor Penjaminan
6. Badan Mediasi Pembiayaan dan Pergadaian Indonesia (BMPPI): sektor
Pembiayaan dan Pergadaian.
9. Metode Penyelesaian Sengketa
Pada dasarnya metode-metode penyelesaian sengketa dibagi mejadi 2
kategori yaitu, dengan cara-cara penyelesaian secara damai dan dengan cara-
cara penyelesaian secara paksa atau dengan kekerasan. Berikut ini pembagian
dan penjelasannya:
1. Penyelesaian Sengketa secara Damai
Penyelesaian sengketa secara damai bisa dilakukan apabila para pihak
sudah sepakat untuk menentukan suatu metode penyelesaian sengketa-
sengketa Internasional secra damai atau bersahabat yaitu berikut
penjelasannya (J.G. Starkee, 2007: 646) yaitu arbitrase, penyelesaian
yudisial, jasa-jasa baik, negosiasi, mediasi, konsiliasi,
2. Penyelesaian Sengketa secara Paksa dengan Kekerasan
Jika negara-negara tak mampu mencapai suatu kesepakatan
untukmenyelesaikan sengketa-sengketa mereka secara damai, maka
cara penyelesaian yang mungkin dilakukan adalah dengan cara-cara
kekerasan. Berikut beberapa contohnya: Perang dan Tindakan
Bersenjata Non Perang, Retorsi, Tindakan-Tindakan Pembalasan
(Reprisal), Blokade secara Damai (Pacific Blockade), Intervensi.
C. Asas-Asas Penyelesaian Sengketa

Perselisihan dapat diantisipasi jika seseorang mengimplementasikan hak


beserta kewajibannya berdasarkan aturan yang berlaku. Sehingga perlunya dasar
sebagai penyelesaian perselisihan. Asas memiliki filosofi sebagai kebenaran sehingga
dijadikan pedoman dalam penyusunan norma hukum.

Seorang ahli hukum Amerika, yakni Roscoe Pound, mengungkapkan


bahwasannya hukum menjamin keterpaduan sosial (social cession) serta perubahan
tertib sosial dengan cara menyeimbangkan konflik kepentingan yang meliputi:

a. Berbagai kepentingan individual;


b. Berbagai kepentingan sosial (yang muncul dari berbagai kondisi umum
kehidupan sosial); dan
c. Berbagai kepentingan publik (terutama kepentingan negara). John Rawls
mengungkapkan bahwasannya berbagai prinsip keseimbangan bukan berasal
dari evaluasi kemanfaatan dari berbagai tindakan melainkan dari opsi rasional
pada kondisi yang adil.
d. Penemuan dan Penerapan Hukum

Pada hakikatnya, fungsi kaidah hukum yakni guna memberikan


perlindungan terhadap kepentingan manusia, yang bertujuan untuk
menyeimbangkan tatanan dalam masyarakat serta tujuan tercapainya kepastian
hukum yakni ketertiban manusia itu sendiri. Untuk mencapai hal tersebut, maka
hukum harus diterapkan sebagaimana mestinya.

Dalam upaya menemukan hukum mengenai pemeriksaan sebuah perkara saat


persidangan, Majelis Hakim mampu menemukannya pada:
1) Buku-buku ilmu pengetahuan lainnya serta berbagai tulisan ilmiah para ahli
hukum, yang bersangkutan mengenai pemeriksaan perkara tersebut. Apabila
tidak ditemui dalam berbagai sumber tersebut, maka Majelis Hakim wajib
menemukannya dengan mempergunakan metode interpretasi (penafsiran
mengenai teks UU, yang masih tetap berpedoman dari isi teks tersebut)
dengan metode konstruksi (hakim menggunakan penalaran logisnya saat
mengimplementasikan sebuah teks UU lebih lanjut, di mana hakim tidak lagi
berpedoman dan terikat dengan isi teks tersebut, tetapi dengan syarat hakim
tidak menelantarkan hukum sebagai sebuah sistem) (Achmad Ali, SH., MH,
1996: 167).
2) Kepala Adat & penasihat agama yang tercantum pada Pasal 44 dan 15
Ordonansi Adat bagi hukum tidak tertulis,
3) Kitab-kitab perundang-undangan sebagai hukum tertulis,
4) Sumber yurisprudensi, bahwasannya melarang terjadinya ikatan antara hakim
dengan berbagai putusan yang terdahulu tersebut, bahkan mampu
menyimpang dan berselisih paham apabila dirinya merasa yakin ditemukan
ketidakbenaran terhadap putusan maupun tidak sesuai berdasarkan
perkembangan hukum kontemporer.
F. Putusan Hakim Yang Ideal

Gustav Radbruch mengungkapkan bahwasannya pada penegakan hukum ditemukan tiga


unsur yang saling relevan satu sama lainnya. Pasal 5 ayat (2) UU No. 48 Tahun 2009
mengenai Kekuasaan Kehakiman disebutkan bahwasannya hakim dengan hakim konstitusi
wajib berintegritas dan berkepribadian yang adil, berpengalaman di bidang hukum, jujur,
profesional, serta tidak tercela. Integritas dan moralitas penegak hukum menjadi faktor
penentu mengenai baik buruknya penerapan hukum.

Anda mungkin juga menyukai