Anda di halaman 1dari 16

Kelompok 1

Sengketa transaksi bisnis adalah perselisihan atau konflik yang muncul antara dua pihak atau lebih
dalam konteks kegiatan bisnis atau perdagangan. Sengketa semacam ini dapat timbul karena berbagai
alasan, seperti ketidaksepakatan terkait harga, kualitas produk atau jasa, pengiriman yang tidak tepat
waktu, masalah pembayaran, ketidakpatuhan kontrak, atau penyalahgunaan kepercayaan antara pihak-
pihak yang terlibat.

Tujuan Transaksi Bisnis

• Mendapatkan keuntungan

• Pertukaran nilai

• Memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan

• Pertumbuhan bisnis

• Membangun hubungan jangka panjang

Bentuk sumber hukum kontrak internasional

• Hukum Nasional.

• Dokumen Kontrak.

• Kebiasaan-kebiasaan di bidang perdagangan internasional yang terkait dengan kontrak.

• Prinsip-prinsip hukum umum mengenai kontrak.

• Putusan pengadilan.

• Doktrin.

• Perjanjian internasional mengenai kontrak

Prinsip-prinsip hukum kontrak bisnis internasional terbagi menjadi 2 bagian yang mendasari
terciptanya kontrak bisnis internasional, yaitu:

• Prinsip dasar kebebasan berkontrak (freedom of the contract), yaitu dilakukan berdasarkan pada
kebebasan para pihak menentukan isi dan prestasi yang akan dituangkan dalam kontrak bisnis
internasional.

• Prinsip kedaulatan/supremasi hukum nasional, yaitu dalam kajian hukum privat, kebebasan juga
diberikan pada pemilihan hukum (choice of law), berbeda pada kontrak bisnis nasional, pada
kontrak bisnis internasional, kedua belah pihak biasa nya terlebih dahulu menyepakati pilihan
hukum guna menundukkan diri pada hukum nasional negara salah satu subjek hukum kontrak
bisnis.
Penyelesaian Sengketa melalui Non Litigasi

Menurut Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa, penyelesaian sengketa melalui non litigasi (luar pengadilan) terdiri dari 5 cara
yaitu:

1. Konsultasi

2. Negosiasi

3. Mediasi

4. Konsiliasi

5. Penilaian Ahli

Upaya Preventif Mencegah terjadinya Sengketa Bisnis

• Kehati-hatian dalam bertransaksi: perlu memperhatikan kontrak baku, ketentuan transaksi,


hukum yang berlaku, dan forum untuk penyelesaiannya

• self-regulation oleh pelaku usaha: memperbaiki cara transaksi, sistem keamanan, pembayaran,
pengiriman dan penyelesaian jika terjadi sengketa

• pengawasan dan perlindungan oleh pemerintah maupun badan yang terkait.

Contoh Kasus : Sengketa Dagang Antara Pihak Amerika Serikat dan Indonesia yang berakhir di meja
World Trade Organization (WTO). Amerika Serikat (AS) Minta WTO Jatuhkan Sanksi Rp 5 Triliun kepada
Indonesia

Kesimpulan : Penyelesaian sengketa secara mediasi diluar pengadilan di Indonesia telah dikenal sejak
dulu kala, karena sistem adat istiadat di Indonesia dalam menyelesaikan suatu permasalahan selalu
menjunjung tinggi musyawarah dan mufakat melalui lembaga forum adat masing-masing daerah di
Indonesia. Akan tetapi secara terperinci memang tidak dijelaskan bagaimana prosedur dan proses
penyelesaian sengketa secara mediasi, hal tersebut dikembalikan kepada kesepakatan para pihak untuk
menentukan hukum acara yang digunakan, pemilihan arbiter karena pada dasarnya itulah salah satu sifat
dari penyelesaian sengketa secara mediasi yaitu bersifat sukarela. Prosedur mediasi di pengadilan harus
dilaksanakan oleh hakim, mediator dan para pihak, jika prosedur mediasi sebagaimana diatur dalam
Perma Nomor 1 tahun 2008 tidak dilaksanakan maka mengakibatkan putusan batal demi hukum.

Kelompok 2

cara penyelesaian sengketa bisnis dari sudut prosesnya ialah :

1.Litigasi
Merupakan mekanisme penyelesaian sengketa melalui jalan pengadilan dengan menggunakan
pendekatan hukum formal;
2.Nonlitigasi
Merupakan mekanisme penyelesaian sengketa di luar pengadilan dan tidak menggunakan pendekatan
hukum formal.

Adapun lembaga penyelesaian sengketa bisnis di Indonesia meliputi :


- Pengadilan negeri

- Aribtrase
- Pengadilan niaga
- Penyelesaian sengketa alternatif melalui mekanisme negosiasi, mediasi, konsiliasi, konsultasi dan
penilaian ahli.

Para Pihak dalam Sengketa

Pertama, sengketa antara pedagang dan pedagang adalah sengketa yang sering dan paling banyak
terjadi. Sengketanya diselesaikan melalui berbagai cara. Cara tersebut semuanya bergantung pada
kebebasan dan kesepakatan para pihak.

Kedua, pedagang dan negara asing bukan merupakan kekecualian. Kontrak-kontrak dagang antara
pedagang dan negara lazim ditandatangani. Kontrak-kontrak ini biasanya dalam jumlah (nilai) yang relatif
besar. Termasuk didalamnya adala kontrak-kontrak pembangunan (development contracts), misalnya
kontrak di bidang pertambangan. Walaupun negera mempunyai hak atau konsep imunitas, hukum
internasional ternyata fleksibel. Hukum internasional tidak semata-mata mengakui atribut negara
sebagai subjek hukum internasional yang sempurna (par excellence). Hukum internasional menghormati
pula individu (pedagang) sebagai subjek hukum internasional terbatas.

Dalam hukum perdagangan internasional, berikut beberapa prinsip mengenai penyelesaian sengketa
perdagangan internasional :

• Prinsip Kesepakatan Para Pihak (Konsensus)

Prinsip kesepakatan para pihak merupakan prinsip fundamental dalam penyelesaian sengketa
perdagangan internasional. Prinsip inilah menjadi dasar untuk dilaksanakan atau tidaknya suatu
proses penyelesaian sengketa.

• Prinsip Kebebasan Memilih Cara Penyelesaian Sengketa

Prinsip penting kedua adalah prinsip di mana para pihak memiliki kebebasan penuh untuk
menentukan dan memilih cara atau mekanisme bagaimana sengketanya diselesaikan (principle of
free choice of means).

• Prinsip Kebebasan Memilih Hukum

Prinsip kebebasan para pihak untuk menentukan sendiri hukum apa yang akan diterapkan (bila
sengketanya diselesaikan) oleh badan peradilan (arbitrase) terhadap pokok sengketa.

• Prinsip Iktikad Baik (Good Faith)


Prinsip ini mensyaratkan dan mewajibkan adanya iktikad baik dari para pihak dalam penyelesaian
sengketanya. Dalam prinsip ini tercermin dalam dua tahap. Pertama, prinsip iktikad baik disyaratkan
untuk mencegah timbulnya sengketa. Kedua, penyelesaian sengketa melalui cara-cara yang dikenal
dalam hukum (perdagangan) internasional, yakni negosiasi, mediasi, konsiliasi, arbitrase, pengadilan
atau cara-cara pilihan para pihak lainnya.

• Prinsip Exhaustion of Local Remidies

Menurut prinsip ini, hukum kebiasaan internasional menetapkan bahwa sebelum para pihak
mengajukan sengketanya ke pengadilan internasional, langkah-langkah penyelesaian sengketa yang
tersedia atau diberikan oleh hukum nasional suatu negara harus terlebih dahulu ditempuh
(exhausted).

Penyelesaian Sengketa Melalui Jalur Litigasi

1. Penyelesaian sengketa melalui Pengadilan umum

Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Peradilan Umum, dalam Pasal 50
menyatakan “Pengadilan Negeri bertugas dan berwewenang memeriksa, memutus dan
menyelesaikan perkara pidana dan perkara ditingkat pertama.” Pengadilan Negeri berada pada
lingkungan Peradilan umum.

2. Penyelesaian sengketa melalui Pengadilan Niaga adalah Pengadilan Khusus yang dibentuk
dalam lingkungan Pengadilan Negeri yang berwenang memeriksa, mengadili dan memberi
putusan terhadap perkara kepailitan, penundaan kewajiban dan pembayaran utang (PKPU), hak
atas kekayaan intelektual.

Kekhususan Pengadilan Niaga dalam perkara yaitu tidak mengenal adanya banding, sehingga jika ada
pihak yang merasa tidak puas dapat mengajukan upaya hukum dengan cara kasasi ke Mahkamah
Agung.

Di Indonesia hanya terdapat 5 Pengadilan Niaga di beberapa wilayah, yaitu :

- Pengadilan Niaga Medan


- Pengadilan Niaga Makassar
- Pengadilan Niaga Semarang
- Pengadilan Niaga Surabaya
- Pengadilan Niaga Jakarta Pusat

3 Cara Penyelesaian Sengketa Dalam Pengadilan Niaga :


• Negosiasi ( Upaya penyelesaian sengketa oleh kedua belah pihak tanpa campur tangan dari pihak
manapun dan penengah ).
• Mediasi ( Upaya penyelesaian sengketa oleh kedua belah pihak dengan adanya bantuan dari
pihak penengah yang disebut dengan mediator ).
• Arbitrase ( Upaya penyelesaian sengketa oleh kedua belah pihak yang berlangsung di Lembaga
arbitrase dan dibantu oleh Hakim Abiter ).

Penyelesaian Sengketa Melalui Jalur Non litigasi


1. Aribtrase
o Menurut Pasal 1 ayat (1) UU No. 30 Tahun 1999 Tentang APS, pengertian arbitrase adalah cara
penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian
arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa
o Menurut R. Subekti, Istilah arbitrase dikaitkan dengan kebijaksanaan seolah-olah memberi
petunjuk bahwa majelis arbitrase tidak perlu memperhatikan hukum dalam menyelesaikan
sengketa para pihak, tetapi cukup berdasarkan kebijaksanaan
o Dalam penyelesaian sengketa melalui arbitrase, para pihak membuat persetujuan akan tunduk
dan menaati putusan arbitrase yang dikeluarkan oleh hakim
o Hakim dalam arbitrase dipilih oleh kedua belah pihak
o Arbitrase dapat disebut juga sebagai peradilan perdamaian
o Hakim yang mengadili dan memeriksa tidak memihak kepada salah satu pihak dan putusan
bersifat mengikat
o Kelebihan arbitrase adalah bersifat adalah tertutup dan rahasia sehingga tidak dapat diketahui
oleh umum
o Kekurangan arbitrase adalah biaya yang mahal karena perlu menyewa arbiter, pengacara

2. Mediasi
• Mediasi terdiri dari 2 jenis yaitu di dalam dan diluar pengadilan
• Mediasi di luar pengadilan ditangani oleh mediator swasta, perorangan maupun sebuah
Lembaga independent APS yaitu Pusat Mediasi Nasional (PMN)
• Mediasi yang berada di dalam pengadilan diatur dalam PERMA No.1 Tahun 2016 tentang
Mediasi dimana mewajibkan ditempuhnya proses mediasi sebelum pemeriksaan pokok perkara
perdata.
• Menurut Munir Faudy, Mediasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa berupa negosiasi
untuk memecahkan masalah melalui pihak netral dan tidak memihak, yang akan bekerja dengan
pihak yang bersengketa untuk membantu menemukan solusi dimana memuaskan kedua belah
pihak.
• Mediasi adalah sebuah proses penyelesaian sengketa berdasarkan asas kesukarelaan melalui
suatu perundingan
• Mediator yang terlibat bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk mencari
penyelesaian
• Mediator yang terlibat harus diterima oleh para pihak yang bersengketa
• Mediator tidak boleh memberi kewenangan untuk mengambil keputusan selama perundingan
berlangsung
• Tujuan mediasi adalah untuk mencapai atau menghasilkan kesimpulan yang dapat diterima dari
pihak-pihak yang bersengketa

Mediasi di Badan Peradilan Umum

• Mediasi atau perdamaian sampai saat ini masih bersifat wajib diberlakukan untuk sengketa-
sengketa perdata yang diajukan ke Pengadilan Negeri dan Agama.
• Dalam Pasal 130 HIR dan Pasal 154 RBG, yang diperkuat dengan SEMA No. 1 Tahun 2002 tentang
Instruksi MA RI, dinyatakan bahwa hakim wajib mengupayakan proses perdamaian, yang bukan
hanya sekedar formalitas menganjurkan perdamaian.

• Pengakuan dan pengaturan secara resmi mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa bisnis
baru nyata setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Alternatif
Penyelesaian Sengketa dan Arbitrase. Yang mana sebelumnya mediasi hanya didasarkan pada
Pasal 1851-1861 KUHPer yang mengatur tentang perdamaian.

Kelompok 3

WANPRESTASI dalam Transaksi Bisnis

 WANPRESTASI adalah kelalaian debitur dalam memenuhi perjanjian. Terkait hal ini, ada sejumlah
langkah yang bisa ditempuh oleh pihak yang merasa dirugikan.

 Ganti rugi pun wajib diberikan pihak yang melakukan wanprestasi.


 Contohnya, kreditur menuntut prestasi kepada debiturnya. Berdasarkan Pasal 1234 KUH
Perdata, prestasi yang dituntut umumnya berupa tiga hal, yakni memberikan sesuatu, berbuat
sesuatu, dan untuk tidak berbuat sesuatu.

Subekti dalam Hukum Perjanjian menerangkan 4 unsur dalam WANPRESTASI, antara lain :

1. Tidak melakukan apa yang disanggupi atau tidak melakukan apa yang dijanjikan.
2. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan.
3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat.
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

Sebagaimana diterangkan dalam Perbuatan Melanggar Hukum atau Wanprestasi?, ada tiga
kemungkinan bentuk gugatan yang mungkin diajukan oleh pihak yang merasa dirugikan akibat dari
wanprestasi, yakni sebagai berikut :

1. Melalui parate executie

- Kreditur melakukan tuntutan sendiri secara langsung tanpa pengadilan. Pihak kreditur bertindak
secara eigenrichting atau menjadi hakim sendiri secara bersama-sama. Dalam praktiknya,
langkah ini berlaku pada perikatan ringan dengan nilai ekonomis kecil.

2. Melalui arbitrase atau perwasitan

- Kreditur dan debitur sepakat untuk menyelesaikan persengketaan melalui wasit atau arbitrator.
Saat arbitrator memutuskan sengketa tersebut, baik kreditur dan debitur harus tunduk pada
putusan. Kendati putusan tersebut merugikan atau menguntungkan salah satu pihak, keduanya
wajib menaatinya.

3. Melalui rieele executie


- Penyelesaian sengketa antara kreditur dan debitur melalui hakim di pengadilan. Umumnya
langkah ini diambil saat masalah yang dipersengketakan cukup besar dan nilai ekonomisnya
tinggi atau di antara pihak kreditur dan debitur tidak ada penyelesaian sengketa meski cara
parate executie telah dilakukan.

Kelompok 4

Kontrak Bisnis

Kontrak Bisnis Nasional

Kontrak adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh dua atau lebih pihak, dimana masing-masing pihak
yang ada di dalamnya terikat untuk melakukan suatu prestasi. Bisnis adalah semua kegiatan usaha yang
dilakukan individu atau kelompok dengan menawarkan barang dan jasa untuk mendapatkan keuntungan
(laba). Kontrak bisnis merupakan suatu perjanjian dalam bentuk tertulis dimana substansinya disetujui
oleh para pihak yang terikat dalamnya bermuatan bisnis.

Kontrak Bisnis Internasional

Kontrak bisnis internasional merupakan dasar hubungan hukum dan pedoman bersama bagi pelaku
bisnis yang berbeda negara dalam melaksanakan kerja sama bisnis atau transaksi bisnis internasional.
Bisnis internasional adalah bisnis dimana kegiatan bisnis terdiri dari transaksi bisnis antara pihak yang
berasal dari lebih satu negara. Pihak yang dimaksud dapat berupa antar individu, antar individu dengan
pemerintah suatu negara maupun pemerintah suatu negara dengan pelaku bisnis yang berasal dari dua
negara atau lebih.

Dasar hukum kontrak bisnis

Prof. Sogar menjelaskan bahwa sumber-sumber hukum kontrak berasal dari Burgerlijk Wetboek (BW)
atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, peraturan perundang-undangan, maupun yurisprudensi.

Dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang mengatur mengenai syarat umum sahnya suatu perjanjian di
Indonesia, tidak diatur mengenai proses sebelum terjadinya kontrak atau tahap prakontraktual. Dalam
sistem hukum Indonesia (Civil law) , syarat sahnya suatu kontrak, berbeda yang dianut dalam sistem
Common Law. Menurut sistem hukum Civil Law apabila telah terjadi penyesuaian kehendak dan telah
disepakati oleh para pihak maka MoU yang merupakan sebuah dokumen prakontraktual telah memiliki
kekuatan untuk dilaksanakan dan memiliki kekuatan mengikat. Sehingga timbul hak dan kewajiban yang
harus dipatuhi oleh para pihak. Hal ini merupakan implementasi prinsip itikad baik, diatur dalam Pasal
1338 ayat (3) KUH Perdata.

Perjanjian Internasional merupakan kesepakatan yang bersifat publik yang diatur berdasarkan UU No. 24
Tahun 2000, sedangkan Kontrak Internasional merupakan kesepakatan yang bersifat perdata yang
aturannya berlaku secara internasional seperti Konvensi New York 1958, Konvensi Den Haag 2005 dan
sebagainya.

Syarat sahnya suatu kontrak bisnis

Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:

“Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi 4 syarat:


1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3. Suatu pokok persoalan tertentu;

4. Suatu sebab yang tidak terlarang.”

Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:

“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya.”

Dalam pembuatan suatu kontrak bisnis internasional, para pihak harus memilih hukum negara pihak
mana yang akan digunakan dan harus tunduk kepada hukum yang telah disepakati tersebut.

Prinsip-Prinsip Kontrak Bisnis Nasional

Prinsip Kebebasan Berkontrak (freedom of contract)

Kebebasan untuk membuat perjanjian, kebebasan untuk memilih dengan pihak mana akan ditutup suatu
perjanjian, kebebasan untuk menetapkan isi perjanjian, dan kebebasan untuk menetapkan bentuk
perjanjian.

Prinsip Konsensualitas

Kesepatakan yang membuat perjanjian, apa yang dikehendaki oleh satu pihak juga akan dikehandaki
oleh pihak lainnya. (Pasal 1320 KUHPerdata)

Konsensus ini tidak ada, apabila terdapat 3 hal (Pasal 1321 KUHPerdata) : Paksaan (dwang), Kekhilafan
(dwaling) , dan Penipuan (bedrog).

Prinsip Mengikat sebagai Undang-Undang (pacta sunt servanda)

Perjanjian yang telah disepakati secara sah mengikat kedua belah pihak seperti mengikatnya sebagai
undang-undang. (Pasal 1338 KUHPerdata)

Prinsip Itikad Baik (good faith)

Pasal 1338 ayat 3 KUHPer menyatakan bahwa “Perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad
baik.” Dapat disimpulkan bahwa itikad baik harus digunakan pada saat pelaksanaan kontrak. Selain
ketentuan-ketentuan yang telah disepakati dalam kontrak wajib ditaati oleh para pihak, melainkan juga
itikad baik sebagai ketentuan-ketentuan tidak tertulis.

Prinsip Privity of Contract

Pasal 1340 BW mengenai ruang lingkup berlakunya perjanjian hanya diantara para pihak yang
membuatnya saja.

Prinsip Proporsionalitas

Prinsip yang mendasari pertukaran hak dan kewajiban para pihak sesuai dengan proporsi atau bagiannya
dalam keseluruhan proses kontraktual.

Prinsip Contra Proferentum Rule


Jika dalam suatu perjanjian terdapat ambiguitas, maka penafsiran dilakukan untuk kerugian pihak yang
menyusun kontrak.

Prinsip Parol Evidence Rule

Apabila dalam suatu perjanjian sudah memiliki makna yang jelas maka bukti lisan dan bukti tertulis tidak
diperkenankan untuk mengubah makna kontrak tersebut.

Akta Notaris

Akta Notaris adalah akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan notaris menurut undang-undang
(Pasal 1 ayat (1) UU Jabatan Notaris jo. Pasal 1868 KUHPerdata)

2 (dua) jenis Akta Notaris:

1. Akta Relaas, dibuat oleh notaris seperti misalnya akta berita acara.

2. Akta Partij, dibuat di hadapan notaris berdasarkan keterangan para pihak, seperti misalnya
perjanjian kredit

Kekuatan Pembuktian Akta Notaris?

Pembuktian sempurna, karena itu bahwa siapa yang menyangkal yang harus membuktikan tidak
benarnya isi dari akta otentik tersebut.

Akta Di Bawah Tangan

Akta yang tidak melibatkan pejabat umum yang berwenang seperti Notaris disebut sebagai akta atau
perjanjian di bawah tangan (Pasal 1874 KUHPerdata)

Kekuatan Pembuktian Akta Di Bawah Tangan?

Hanya memiliki kekuatan pembuktian apabila isi dan tanda tangannya diakui oleh para pihak yang
berkontrak (Pasal 1875 jo. 1877 KUHPerdata).

Akta Di Bawah Tangan bisa dibawa ke Notaris?

1. Legalisasi, artinya surat perjanjian sudah dibuat telebih dahulu, akan tetapi ditandatangani di
hadapan Notaris (disahkan dan didaftarkan di buku khusus, Pasal 15 ayat (2) huruf a UU JN)

2. Waarmeking, artinya surat perjanjian sudah ditandatangani terlebih dahulu lalu didaftarkan oleh
Notaris di buku khusus (Pasal 15 ayat (2) huruf b UU JN)

Kontrak Elektronik

Apa itu Kontrak Elektronik?


Pasal 4 UNCITRAL Model Law on Electronic Commerce 1996 memberikan pengertian mengenai kontrak
elektronik sebagai perjanjian di antara para pihak yang melibatkan kegiatan menghasilkan,
mengirimkan, menerima, menyimpan, atau memproses data pesan, kecuali daripada yang diberikan
sebagaimana disebutkan dalam Bagian 3 dalam variasi yang disesuaikan oleh kesepakatan. Bagian 3
mencakup: formasi dan validitas kontrak (Pasal 11), pengakuan para pihak terhadap data pesan (Pasal
12), atribusi data pesan (Pasal 13), pengakuan terhadap surat (Pasal 14), dan waktu dan tempat
pengiriman dan surat data pesan(Pasal 15).

Apakah kontrak tertulis yang discan merupakan Kontrak Elektronik?

Pasal 1 angka 17 UU ITE menyebutkan bahwa Kontrak Elektronik adalah perjanjian para pihak yang
dibuat melalui Sistem Elektronik. Oleh karena itu kontrak fisik yang discan bukan merupakan kontrak
elektronik, karena kontrak tersebut dibuat tidak melalui sistem elektronik.

Offer dan acceptance Kontrak Elektronik?

CISG Advisory Council Opinion No. 1 menjelaskan bahwa offer, acceptance, dan penolakan penawaran
dalam Kontrak Elektronik terjadi ketika data pesan telah sampai ke sistem elektronik (server)
penerima. Begitu pula dengan kontrak oral (lisan) melalui transmisi elektronik harus segera diberikan
tanggapan, kecuali situasi mengindikasikan sebaliknya.

Bagaimana tanda tangan elektronik?

1. Pasal 2 Model Law on Electronic Signatures 2001:

Data berbentuk elektronik, yang ditempelkan atau diasosiasikan dengan data pesan yang
mengindikasikan tanda persetujuan terhadap informasi yang ada dalam data pesan.

1. Pasal 6(3) Model Law on Electronic Signatures 2001:

Tanda tangan yang dibuat berada dalam konteks penggunaan yang diinginkan, berhubungan dengan
penandatangan dan bukan orang lain, tanda tangan yang dibuat pada waktu penandatanganan berada
dalam kontrol penandatangan dan bukan orang lain, serta perubahan atau alterasi apa pun terhadap
kontrak atau tanda tangan itu sendiri setelah tanda tangan dibuat dapat dideteksi.

“Sertifikasi, Validasi, dan Autentikasi”

Perjanjian Baku

Apa itu Perjanjian Baku?

Pasal 1 angka 10 UU Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa klausula baku adalah setiap aturan
atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara
sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat
dan wajib dipenuhi oleh konsumen.

Kenapa ada Perjanjian Baku?


Dalam perkembangannya industri penyedia barang dan jasa menggunakan Perjanjian Baku untuk
mempermudah transaksi bisnis.

Perjanjian Baku Elektronik

Secara elektronik perjanjian baku banyak disepakati menggunakan metode click wrap dengan
membubuhkan centang pada kolom I Agree atau saya setuju.

Larangan pengaturan dalam Perjanjian Baku?

1. Pasal 18 ayat (1) UU PK, dilarang menyatakan:

a. mengalihkan tanggung jawab pelaku usaha (Psl 19)

b. menolak retur barang belian

c. menolak refund uang konsumen

d. memberikan kuasa konsumen pada pelaku usaha untuk melakukan tindakan sepihak terkait
barang pembelian kredit (angsuran)

e. pembuktian hilangnya kegunaan barang dan manfaat barang yang dibeli

f. mengurangi manfaat jasa atau mengurangi asset konsumen sebagai objek jual beli jasa

g. konsumen tunduk pada peraturan yang baru, diubah, dan/atau ditambah

h. memberikan kuasa konsumen pada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, gadai,
jaminan terhadap barang pembelian kredit.

1. Pasal 18 ayat (2) UU PK

Letak dan bentuk klausula baku harus dapat dilihat dan dibaca, serta dimengerti dengan jelas

1. Pasal 18 ayat (3) UU PK, jika melanggar ayat (1) dan (2) maka batal demi hukum

Kontrak Tertulis dan Lisan

Perjanjian (Kontrak) tertulis adalah perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam bentuk tertulis .
perjanjian kontrak sebagai alat bukti tertulis. Seperti dalam menjalin hubungan bisnis, sangat penting
bagi setiap pengusaha membuat bukti hitam di atas putih, alias kontrak, karena dengan adanya kontrak
maka akan dapat mengantisipasi jika sewaktu- waktu terjadi kendala dalam instansi ataupun
perusahaan.

Kontrak lisan adalah sebuah perjanjian yang telah disetujui kedua belah pihak secara lisan. kontrak lisan
tidak menjelaskan secara detail mengenai ketentuan dan hal- hal yang telah disetujui dalam sebuah
dokumen. kontrak lisan juga tetap dianggak sah di mata hukum.

Contoh kasus
Pada bulan Februari 2010 Philip Morris International memprakarsai gugatan hukum internasional yang
menggugat dua undang-undang pengendalian tembakau Uruguay. Panel 3 arbiter menerbitkan putusan
mereka pada 8 Juli 2016, menolak semua klaim Philip Morris dan memberikan Uruguay biaya hukumnya
($7 juta). Dua undang-undang yang ditentang oleh Philip Morris mewajibkan 80% gambar peringatan
kesehatan pada bungkus rokok, dan merek tembakau terbatas pada satu varian merek. Philip Morris
menuduh bahwa 80% peringatan kesehatan menyisakan ruang yang tidak cukup pada kemasan untuk
menggunakan merek dagang dan mereknya sebagaimana yang dimaksudkan; dan bahwa Persyaratan
Presentasi Tunggal (SPR) berarti tidak dapat memasarkan beberapa mereknya seperti Marlboro Gold. ]

Dua tindakan yang ditantang adalah:

1. Gambar peringatan kesehatan besar yang menutupi 80% bagian depan dan belakang bungkus
rokok

2. Single Presentation Requirement (SPR) yang membatasi setiap merek rokok pada satu variasi. Ini
menghilangkan keluarga merek dan varian seperti 'emas', 'perak' atau 'biru' yang menggantikan
istilah menyesatkan seperti 'ringan' dan 'ringan'. SPR membahas bukti bahwa varian ini dapat
menyesatkan konsumen dan secara keliru menyiratkan bahwa beberapa rokok kurang berbahaya
daripada yang lain

Proses Pengadilan

Cara yang paling umum untuk menyelesaikan perselisihan berdasarkan perjanjian investasi internasional
adalah dengan arbitrase investor-negara, didengar oleh pengadilan ad hoc diselesaikan oleh panel yang
terdiri dari 3 pengacara internasional yang ditunjuk oleh para pihak. Dalam kasus ini, Uruguay menunjuk
James Crawford, PMI Philip Morris menunjuk Gary Born, dan ketuanya, Peiro Bernardini, ditunjuk oleh
ICSID karena para pihak tidak dapat menyetujui arbiter ketiga. Gary Born menghasilkan pendapat
berbeda yang akan menyerahkan kasus tersebut kepada Philip Morris, jika mayoritas setuju dengannya.

Panel tiga arbiter menerbitkan keputusan mereka pada 8 Juli 2016, menolak semua klaim PMI Philip
Morris. Keputusan bersifat final dan tidak dapat diajukan banding.

Panjang Proses : Arbitrase memakan waktu lebih dari enam tahun, dengan permintaan arbitrase
terdaftar pada Maret 2010 dan putusan dikeluarkan Juli 2016

Biaya : Pemerintah Uruguay harus mengeluarkan sekitar $10 juta untuk biaya hukum – pengadilan
memerintahkan Philip Morris untuk membayar $7 juta dari biaya ini. Biaya Philip Morris berada di
wilayah $17 juta dan biaya arbitrase adalah $1,5 juta. Secara keseluruhan, biayanya mencapai lebih dari
$28 juta dalam kasus di mana ganti rugi yang diklaim oleh Philip Morris adalah $25 juta. Ini lebih lanjut
menyiratkan bahwa Philip Morris mengajukan kasus untuk menciptakan kedinginan peraturan yang lebih
luas di pemerintahan di seluruh dunia, bukan karena perhatian yang tulus atau sah atas investasinya di
Uruguay.
Wanprestasi diatur pada Pasal 1238 KUHPerdata yang menyatakan, “Debitur dinyatakan lalai dengan
surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila
perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”.
Wanprestasi diatur dalam Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) yang berbunyi:
“Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila
debitur, walaupun telah dinyatakan Ialai, tetap Ialai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang
harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang
melampaui waktu yang telah ditentukan”.
Pasal 1244 menyatakan:
Debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga. Bila ia tak dapat membuktikan
bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan perikatan itu
disebabkan oleh sesuatu hal yang tak terduga, yang tak dapat dipertanggungkan kepadanya, walaupun
tidak ada itikad buruk kepadanya.
a) Pembeli diharuskan mebayar ganti kerugian yang telah diderita oleh penjual (pasal 1243 Kitab Undang
– Undang Hukum Perdata). Ketentuan ini berlaku untuk semua perikatan.
b) Dalam perjanjian timbal balik (bilateral), Wanprestasi dari satu pihak memberikan hak kepada pihak
lainnya untuk membatalkan atau memutuskan perjanjian lewat hakim (pasal 1266 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata).
c) Resiko beralih kepada pembeli sejak saat terjadinya Wanprestasi (pasal 1237 ayat (2) Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata). Ketentuan ini hanya berlaku bagi perikatan untuk memberikan sesuatu.
d) Membayar biaya perkara apabila diperkarakan dimuka hakim pasal 181 ayat 1 (HIR) Herziene Inland
Reglement. Pembeli yang terbukti melakukan Wanprestasi tentu dikalahkan dalam perkara. Ketentuan ini
berlaku untuk semua perikatan.
e) Memenuhi perjanjian jika masih dapat dilakukan, atau pembatalan perjanjian disertai dengan
pembayaran ganti kerugian (pasal 1267 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). Ini berlaku untuk
semua perikatan.

Adanya Para Pihak yakni Pembeli dan Penjual


Hal pertama yang harus ada dalam perjanjian jual beli adalah adanya para pihak yang melakukan
kesepakatan yang melibatkan dua pihak, yaitu penjual dan pembeli. Di mana, kedua belah pihak yang
membuat perjanjian jual beli memiliki hak dan kewajiban untuk melaksanakan isi perjanjian yang dibuat.
Perlu diperhatikan bahwa para pihak harus memiliki kecakapan untuk melakukan transaksi jual beli.
Artinya, baik penjual maupun pembeli telah dianggap dewasa menurut hukum yang berlaku dan tidak
sedang berada di bawah pengampuan. Dalam membuat perjanjian, para pihak diberikan kebebasan untuk
menentukan bentuk dan isi perjanjian yang mereka buat. Namun, kebebasan ini tetap harus sesuai dengan
dan tidak boleh melanggar hukum yang berlaku di Indonesia. Jika isi perjanjian tersebut melanggar
hukum yang berlaku, maka perjanjian tersebut tidak memenuhi syarat sah perjanjian yang diatur di Pasal
1320 KUHPerdata dan berakibat batal demi hukum.
Obyek yang Diperjualbelikan
Pasal 1457 KUHPerdata menyebutkan bahwa jual beli adalah suatu persetujuan, di mana pihak penjual
mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu benda, dan pihak pembeli membayar harga yang telah
disepakati. Perjanjian jual beli dalam KUHPerdata juga menentukan bahwa obyek perjanjian harus
tertentu, atau setidaknya dapat ditentukan wujud dan jumlahnya pada saat akan diserahkan hak milik atas
barang tersebut kepada pembeli. Sementara itu, KUHPerdata mengenal tiga macam barang yaitu barang
bergerak, barang tidak bergerak (barang tetap), dan barang tidak berwujud seperti piutang atau saham.
Hak dan Kewajiban Para Pihak
Seperti yang sudah Anda ketahui, surat perjanjian jual beli dilakukan untuk mengatur hak dan kewajiban
para pihak. Di mana, penjual memiliki dua kewajiban utama yaitu menyerahkan hak milik atas barang
yang telah dibeli dan menanggung kerugian atas kondisi cacat tersembunyi pada barang yang dijual.
Sedangkan pembeli berkewajiban membayar harga barang dan pembeli berhak untuk menuntut kepada
penjual atas penyerahan barang yang telah dibelinya. Pembayaran ini dilakukan pada waktu dan tempat
yang telah ditetapkan dalam perjanjian. Selain itu, pembeli juga memiliki hak untuk membatalkan
transaksi jual beli apabila barang yang telah disepakati ternyata memiliki kerusakan atau cacat
tersembunyi yang sebelumnya tidak diberitahukan kepada pembeli.
Penyerahan dan Pengiriman Barang
Ketika barang sudah dibeli, ada kemungkinan barang tersebut tidak bisa langsung diambil oleh pembeli di
tempat, melainkan akan dikirimkan dari tempat penjual ke tempat pembeli. Tata cara penyerahan dan
pengiriman barang ini merupakan kesepakatan antara penjual dan pembeli, terutama mengenai biaya
pengiriman. Dalam surat perjanjian jual beli, menuliskan dengan jelas tentang siapa yang akan
menanggung biaya pengiriman dan kapan pengiriman dilakukan merupakan hal yang jangan sampai
terlupakan.
Selain itu, penting juga ditentukan mengenai pengalihan hak milik atas barang. Pasal 612 KUHPerdata
menyebutkan bahwa pengalihan hak milik atas barang bergerak dilakukan dengan penyerahan yang nyata
atas barang tersebut. Untuk beberapa kasus, bisa diatur antara penjual dan pembeli mengenai kapan hak
milik dan tanggung jawab atas barang beralih, apakah pada saat barang sudah dikeluarkan dan diantarkan
dari penjual, atau ketika barang tersebut sampai di tempat pembeli.
Syarat Pembayaran
Ketika penjualan dilakukan secara kredit, hal ini penting untuk dipikirkan dan ditulis sejelas mungkin di
dalam perjanjian jual beli. Misalnya ketika Anda melakukan penjualan 100.000 tas terhadap reseller
dengan harga Rp300.000.000. Maka Anda harus menuliskan dengan jelas syarat pembayaran di atas
perjanjian tersebut. Misalnya, melakukan DP minimal 10%, dan harus melunasi seluruhnya pada saat 30
hari sebelum barang tersebut Anda kirimkan. Anda juga bisa memberikan denda keterlambatan, misalnya
denda 5% ketika melewati jangka waktu tersebut. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi kerugian jika
pembeli terlambat melakukan pembayaran.
Pengembalian Barang Rusak
Retur barang yang rusak menjadi hal yang sah dilakukan dalam kegiatan jual beli. Namun, pengembalian
barang juga harus sesuai dengan syarat yang telah disepakati bersama. Karena itulah hal ini penting untuk
ditentukan di awal dan sebelum perjanjian jual beli dibuat atau ditandatangani. Anda dapat memberikan
beberapa syarat pengembalian barang di dalam perjanjian, misalnya ketika Anda menjual handphone atau
ponsel. Anda bisa memberikan garansi selama 30 hari untuk mesin yang rusak, atau pengembalian barang
ketika ponsel tersebut cacat seperti layar yang tergores, dan lain sebagainya. Namun, jika Anda sebagai
penjual, Anda juga perlu membatasi mengenai jenis kerusakan yang dapat diganti. Apabila terdapat
kerusakan pada barang namun hal tersebut sudah disampaikan kepada pembeli dan pembeli menerima
kerusakan tersebut, maka di kemudian hari pembeli tidak dapat mengembalikan barang atau meminta
ganti rugi atas kerusakan tersebut.
Ketentuan Berakhirnya Perjanjian
Selain itu, Anda juga harus menuliskan ketentuan berakhirnya perjanjian yang telah Anda buat. Biasanya
perjanjian akan berakhir otomatis ketika hak dan kewajiban telah terpenuhi oleh masing-masing pihak.
Menurut Pasal 1381 KUHPerdata terdapat beberapa hal yang mengakibatkan berakhirnya suatu perjanjian
yaitu:

 Karena pembayaran;
 Karena penawaran;
 Karena pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpangan atau penitipan;
 Karena perjumpaan utang atau kompensasi;
 Karena percampuran utang;
 Karena pembebasan utang;
 Karena musnahnya barang yang terutang;
 Karena kebatalan dan pembatalan;
 Karena berlakunya syarat batal;
 Karena lewat waktu (kedaluwarsa).

Langkah Penyelesaian Perselisihan


Dalam proses jual beli, ada kemungkinan perselisihan yang terjadi antara penjual dan pembeli, baik
mengenai salah satu pihak yang tidak melaksanakan kewajibannya sesuai dengan perjanjian, pengiriman
yang terlambat, barang yang tidak sesuai dengan kesepakatan di awal, dan permasalahan lainnya yang
dapat menimbulkan perselisihan. Hal ini tentu dapat menghambat pelaksanaan perjanjian dan akan
menimbulkan kerugian bagi masing-masing pihak jika dibiarkan berlarut-larut. Karena itulah, Anda harus
menuliskan dengan jelas langkah apa saja yang mungkin
Memenuhi Syarat Perjanjian
Hal terakhir yang harus Anda perhatikan ketika membuat surat perjanjian jual beli adalah memenuhi
syarat sahnya perjanjian sesuai Pasal 1320 KUHPerdata yaitu adanya kesepakatan para pihak, kecakapan
para pihak dalam membuat perjanjian, adanya hal tertentu, dan terdapat suatu sebab yang diperkenankan.
Dengan memenuhi 4 syarat di atas berarti surat perjanjian tersebut sah dan mengikat para pihak. Sehingga
perjanjian tersebut harus dilaksanakan oleh para pihak dan dapat digunakan sebagai alat bukti di
kemudian hari ketika terjadi sengketa atau perselisihan antara para pihak.
Jual Beli yang Harus Menggunakan Akta Otentik
Jual beli pada umumnya cukup dilakukan secara lisan maupun perjanjian tertulis yang dibuat oleh penjual
dan pembeli. Bahkan, Pasal 1458 KUHPerdata menyebutkan bahwa jual beli sudah dianggap terjadi
ketika penjual dan pembeli sudah mencapai kesepakatan mengenai barang dan harganya, meskipun
barang belum diserahkan dan harganya belum dibayar. Namun, khusus untuk barang tidak bergerak
seperti tanah, pengalihan kepemilikan atas barang tersebut harus dilakukan dengan akta otentik
sebagaimana diatur dalam Pasal 616 dan 620 KUHPerdata. Saat ini, hal ini sudah secara khusus diatur
dalam Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang No. 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria jo.
Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah di mana peralihan hak
atas tanah yang terjadi karena jual beli perlu didaftarkan dengan menggunakan akta yang dibuat di
hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Akta jual beli merupakan bukti sah bahwa hak atas tanah
sudah beralih kepada pihak lain.

Anda mungkin juga menyukai