Anda di halaman 1dari 6

Artikel

BAPMI Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis di Pasar Modal

Tulisan ini juga dimuat pada harian Republika, Senin, 29 Oktober 2007

Tak perlu ragu memilih pendapat mengikat, mediasi dan arbitrase, karena mekanisme itu diakui dalam sistem
hukum Indonesia.

Apa itu arbitrase? Arbitrase adalah salah satu jenis alternatif penyelesaian sengketa di mana para pihak menyerahkan
kewenangan kepada pihak yang netral, yang disebut arbiter, untuk memberikan putusan. Arbitrase mirip dengan
pengadilan, dan arbiter mirip hakim, namun ada beberapa perbedaan mendasar, seperti: (1) pengadilan bersifat
terbuka untuk umum, arbitrase tidak; (2) mengajukan tuntutan ke pengadilan tidak membutuhkan persetujuan pihak
lawan, tuntutan arbitrase harus didasari perjanjian arbitrase; (3) proses pengadilan formal dan kaku, arbitrase lebih
fleksibel; (4) hakim pada umumnya generalis, arbiter dipilih atas dasar keahlian; (5) putusan pengadilan masih bisa
diajukan banding, kasasi dan PK, putusan arbitrase final; (6) hakim mengenal yurisprudensi, arbiter tidak; (7) hakim
cenderung memutus perkara atas dasar ketentuan hukum, arbiter dapat pula memutuskan atas dasar keadilan dan
kepatutan.

Bagaimana dengan pasar modal?


Sebagaimana industri lainnya, pasar modal memiliki karakteristik dan mekanisme bisnis yang khusus dan berbeda
dengan industri lain. Penyelesaian sengketa dan perselisihan yang cepat sudah menjadi pemahaman seluruh pihak
yang berinvestasi di pasar modal. Karenanya guna menjembatani kepentingan bersama itu sejak 9 Agustus 2002
segenap pelaku pasar modal yang dimotori Bapepam bersama BEJ, BES, KPEI dan KSEI, serta sejumlah pakar
hukum dan asosiasi membentuk sebuah lembaga arbitrase yang dinamakan Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia
(BAPMI). Praktis sejak saat itu BAPMI mulai berperan dalam menyelesaikan sengketa bisnis yang terjadi di pasar
modal.

Karena BAPMI merupakan arbitrase kelembagaan di pasar modal yang dibentuk karena mekanisme dan
karakteristik bisnis di pasar modal, maka lembaga ini hanya menangani sengketa perdata sehubungan dengan
kegiatan di bidang pasar modal, dan hanya apabila diminta oleh para pihak yang bersengketa. Surat permintaan itu
pun harus didasarkan kesepakatan tertulis para pihak bahwa sengketa akan diselesaikan melalui BAPMI. Tanpa
adanya kesepakatan itu BAPMI tidak mempunyai kewenangan menyelesaikan sengketa dimaksud. BAPMI tidak
mempunyai kewenangan pula untuk menyelesaikan perkara yang masuk ke dalam ruang lingkup pidana dan
administrasi.

Dewasa ini BAPMI menyediakan tiga jenis penyelesaian sengketa, yaitu pendapat mengikat, mediasi dan arbitrase.
Pendapat mengikat adalah pendapat yang dikeluarkan BAPMI atas permintaan para pihak untuk memberikan
penafsran mengenai suatu ketentuan yang kurang jelas di dalam perjanjian. Pendapata mengikat cocok untuk
perselisihan yang berkenaan dengan perbedaan penafsiran perjanjian. Pendapat mengikat bersifat mengikat bagi para
pihak yang memintanya. Oleh karena itu setiap tindakan yang bertentangan dengan pendapat mengikat dianggap
cidera janji.

Mediasi adalah penyelesaian sengketa melalui perundingan dengan bantuan mediator BAPMI yang dipilih oleh para
pihak sendiri. Mediator hanya bertindak sebagai fasilitator perundingan, tidak memberikan keputusan atas sengketa.
Alasan menempuh upaya mediasi karena para pihak tetap ingin memelihara kerjasama dan masih yakin dapat
menyelesaikan secara baik-baik, mereka hanya perlu kehadiran mediator untuk membantu dalam perundingan. Oleh
karena itu mediasi dianggap berhasil apabila para pihak dapat mencapai perdamaian.

Kesepakatan dalam mediasi bersifat mengikat dan harus didaftarkan pada pengadilan negeri setempat. Oleh karena
itu pihak yang tidak melaksanakan kesepakatan damai dianggap telah melakukan cidera janji.
Mediasi tidak selalu berhasil, ada kemungkinan deadlock jika satu atau kedua belah pihak tidak bersedia
melanjutkan perundingan. Apabila hal itu terjadi, para pihak dengan kesepakatan bersama dapat melanjutkan kepada
proses arbitrase BAPMI. Arbitrase adalah penyelesaian sengketa dengan menyerahkan kewenangan kepada arbiter
BAPMI untuk memeriksa dan mengadili sengketa pada tingkat pertama dan terakhir.

Jenis penyelesaian sengketa yang ada di BAPMI bisa dipilih oleh para pihak disesuaikan dengan kebutuhan,
karakteristik sengketa dan harapan para pihak terhadap solusi akhirnya. Alternatif penyelesaian sengketa di luar
pengadilan sebenarnya sangat memenuhi kebutuhan pelaku pasar yang menghendaki penyelesaian sengketa yang
tidak berlarut-larut.

Tak perlu ragu


Prof. R. Subekti dan Prof. Asikin Kusumah Atmadja pernah mengatakan bahwa di Indonesia praktek arbitrase sudah
dikenal sebelum Perang Dunia II namun masih jarang dipakai karena kurangnya pemahaman masyarakat dan tidak
ada keyakinan tentang manfaatnya (Prof.  Soedikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, 1981). Berarti
seiring dengan peningkatan pemahaman akan semakin banyak pelaku pasar yang memanfaatkan pendapat mengikat,
mediasi dan arbitrase BAPMI untuk menyelesaikan sengketa perdata mereka di bidang pasar modal.

Karenanya BAPMI menghimbau agar pelaku pasar tidak perlu ragu memilih pendapat mengikat, mediasi dan
arbitrase  karena mekanisme itu mendapatkan pengakuan dalam sistem hukum Indonesia, antara lain Keppres No.
34/1981 (ratifikasi atas New York Convention), UU 30/1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa, UU No. 4/2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang tidak menutup penyelesaian perkara dilakukan di
luar peradilan negara. Pengadilan dan Mahkamah Agung juga banyak memberikan dukungan terhadap arbitrase,
dalam bentuk pengakuan terhadap kompetensi absolut arbitrase maupun pelaksanaan putusan arbitrase.

Dari pengalaman yang perlu disimak, Singapore International Arbitration Center sejak berdiri 1991 sampai 2005
sudah menangani 879 sengketa dan 60% sengketa transnasional. Singapore Mediation Center sejak berdiri tahun
1997 sampai April 2006 telah menangani lebih dari 1.000 sengketa dan 75% berhasil diselesaikan. Keberhasilan itu
berdampak kepada penghematan anggaran pengadilan. Diperkirakan lebih dari 18 juta dolar per tahun, begitu pula
pada sisi pihak yang bersengketa bisa menghemat biaya rata-rata 80,000 dolar per kasus.

Sementara Harris Interactive Survey, US Chamber Institute of Legal Reform (April 2005) tentang persepsi umum
masyarakat Amerika Serikat mengenai arbitrase dan pengadilan menyimpulkan antara lain: 74 persen responden
mengatakan arbitrase lebih cepat, 63 persen bilang lebih mudah, 51% bilang lebih murah, dan hanya 11 persen yang
merasa tidak puas dengan kinerja arbiter.

Indonesia sendiri menurut catatan BAPMI secara kolektif juga punya kisah sukses pelaksanaan mediasi, yaitu yang
telah dilaksanakan oleh Prakarsa Jakarta pada saat melakukan restrukturisasi utang komersial non-perbankan dalam
rangka pemulihan krisis ekonomi (perbankan ditangani oleh BPPN). Prakarsa Jakarta menggunakan mediasi dalam
membantu para obligor terlibat masalah, dan berhasil merestrukturisasi perjanjian utang-piutang senilai kurang lebih
20,5 miliar dolar. Prakarsa Jakarta membuktikan bahwa mediasi dapat menjadi alternatif yang baik untuk
menyelesaikan sengketa di luar pengadilan untuk masalah-masalah komersial. (tim BEJ).

Artikel

Prosedur Penyelesaian Sengketa di BAPMI

Mas Abdurachim Husein, Wakil Ketua BAPMI

Tulisan ini juga dimuat pada harian Investor Daily edisi Rabu, 8 Agustus 2007

Kewenangan BAPMI
UU No. 30/1999 tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa mengatur bahwa pengadilan tidak berwenang
mengadili sengketa yang telah terikat dengan perjanjian arbitrase. Apabila para pihak sudah membuat perjanjian
bahwa setiap sengketa akan diselesaikan melalui arbitrase, maka sengketa itu tidak bisa diajukan ke pengadilan.
Pengadilan harus menolak dan menyatakan tidak berwenang mengadili. Begitu pula sebaliknya, arbitrase tidak
berwenang mengadili sengketa yang tidak mempunyai perjanjian arbitrase.

Yang dimaksud dengan perjanjian arbitrase adalah kesepakatan tertulis para pihak yang menyatakan bahwa setiap
sengketa yang tidak dapat diselesaikan secara damai akan diselesaikan melalui arbitrase. Perjanjian arbitrase dapat
berupa klausula di dalam perjanjian atau berupa perjanjian tersendiri.

Apabila perjanjian terlanjur mencantumkan pengadilan atau lembaga arbitrase lain, maka harus terlebih dahulu
diubah (amendment) jika ingin diselesaikan melalui BAPMI.

Persyaratan adanya kesepakatan para pihak juga disyaratkan untuk penyelesaian sengketa melalui mediasi dan
pendapat mengikat. Tanpa kesepakatan dimaksud, sengketa tidak dapat diselesaikan melalui BAPMI.

Selain diatur Undang-undang, jurisdiksi BAPMI juga dibatasi oleh Anggaran Dasar BAPMI sendiri yang
menyebutkan bahwa BAPMI hanya menyelesaikan sengketa perdata di bidang pasar modal. Di luar itu BAPMI
tidak berwenang.

Prosedur dan Biaya BAPMI

Para pihak yang akan mengajukan sengketa kepada BAPMI harus menyampaikan permohonan tertulis dengan
mencantumkan:

 kesepakatan sebagaimana dimaksud di atas;


 nama dan alamat para pihak;
 penjelasan mengenai masalah yang dipersengketakan;
 perjanjian dan dokumen yang relevan;
 usulan nama mediator (untuk mediasi) atau arbiter (untuk arbitrase);
 khusus untuk arbitrase: tuntutan beserta rinciannya; dan daftar calon saksi/saksi ahli harus sudah diajukan
pada saat pendaftaran perkara;
 membayar biaya pendaftaran;
 pernyataan bahwa pemohon akan tunduk pada pendapat mengikat BAPMI, atau kesepakatan damai yang
akan dicapai dalam mediasi, atau putusan arbitrase.

Selanjutnya proses pemberian pendapat mengikat dan mediasi berlangsung paling lama 30 hari kerja, sedangkan
arbitrase paling lama 180 hari kerja, dengan menggunakan peraturan dan acara BAPMI sendiri.

Biaya berperkara di BAPMI terdiri dari 3 macam: Pertama, biaya pendaftaran, sebesar Rp. 1.600.000,- yang
dibayar pada saat mendaftarkan permohonan.

Kedua, biaya pemeriksaan, yaitu biaya untuk melaksanakan sidang, hearing, memanggil saksi-saksi, yang
ditanggung at cost oleh para pihak.

Ketiga, biaya layanan profesional BAPMI (professional services fee), adalah ongkos atas jasa yang besarnya
ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara para pihak dengan BAPMI, atau dihitung berdasarkan prosentase tertentu
dari nilai sengketa.

Para pihak dalam mediasi dan pendapat mengikat dapat membuat kesepakatan bagaimana pembagian beban biaya
berperkara di antara mereka. Sedangkan pada arbitrase agak berbeda. Mengingat arbiter akan memutuskan siapa
yang benar dan siapa yang salah, maka pada prinsipnya pihak yang dinyatakan bersalah yang akan menanggung
seluruh biaya arbitrase. Apabila tuntutan dikabulkan sebagian, biaya ditanggung oleh para pihak dalam pembagian
beban yang dianggap adil oleh arbiter.

Artikel

Klausula Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase Pasar Modal

Tulisan ini juga dimuat pada harian Republika, Senin, 5 November 2007

Untuk mencapai penyelesaian sengketa yang tuntas, para pihak bisa membuat klausula yang
menggabungkan antara mediasi dan arbitrase, atau mediasi dan pengadilan.

Senin (28/10) pekan lalu Rubrik Pasar Modal Republika telah membahas mengenai peran dan fungsi Badan
Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI). Sebagai sebuah lembaga yang lahir karena karakteristik industri Pasar
Modal, BAPMI merupakan lembaga yang dibentuk untuk menyelesaikan persengketaan yang muncul antara sesama
pelaku pasar modal, baik persengketaan yang muncul karena aktivitas transaksi efek maupun persengketaan antara
vendor atau penyedia jasa yang terlibat dalam industri ini. Apalagi untuk urusan perjanjiandan kontrak yang terkait
dengan investasi dan transaksi di pasar modal.

Penunjukan BAPMI sebagai forum yang dipilih dalam penyelesaian tiap sengketa di pasar modal memang bukan
tanpa sebab. Pasalnya pergerakan industri ini serba cepat. Kalau memilih bentuk penyelesaian lewat jalur pengadilan
dan hukum yang ada hampir pasti memerlukan waktu yang sangat lama sehingga akan sangat mungkin potensial
keuntungan dari iktivitas transaksi berubah menjadi kerugian. Dan faktor tersebut merupakan salah satu alasan bagi
industri pasar modal ini.

Untuk itu disarankan bagi pelaku industri ini sebelum membentuk kerjasama dan perjanjian dengan pihak lain harus
memastikan dulu forum yang akan dipilih dalam menyelesaikan sengketa. terlebih lagi setelah beberapa pengaduan
yang masuk ke lembaga ini ternyata tidak bias di tindaklanjuti disebabkan para pihak dalam klausul  perjanjian tidak
menyangka bila terjadi persengketaan akan diselesaikan melalui BAPMI.

Lalu tertutup sama sekalikah penyelesaian jalur melalui BAPMI ini? Jawabnya jelas tidak karena para pihak yang
bersengketa itu bisa menempuh penyelesaian sengketanya melalui jalur arbitrase. caranya sudah  barang tentu antara
pihak yang bersengketa harus membuat kesepakatan penyelesaian  persengketaan melalui jalur arbitrase. Untuk itu
perlu diperhatikan ketentuan pasal 9 UU 30/1999 tentang arbitrase dan alternative Penyelesaian Sengketa.

Pasal 9 UU 30/1999 mengatur bahwa perjanjian arbitrase yang dibuat setelah munculnya sengketa harus dibuat
secara tertulis, jika perlu berbentuk akta notaris, dan harus membuat sekurang-kurangnya hal-hal sebagai berikut:

1. mengenai masalah yang disengketakan


2. nama lengkap dan tempat tinggal para pihak dan arbiter,
3. tempat arbitrase,
4. nama lengkap sekretaris semacam panitera pengganti dalam pengadilan,
5. jangka waktu arbitrase,
6. pernyataan kesediaan arbiter dan
7. pernyataan kesediaan para pihak menanggung seluruh biaya arbitrase. Bila tidak menyebutkan salah satu
dari yang tersebut di atas, maka perjanjian arbitrase menjadi batal demi hukum.

Sebagai sebuah lembaga yang baru dibentuk kurang dari enam tahun ini. BAPMI menyadari ketidakpahaman
masyarakat dalam membuat perikatan kontrak dan perjanjian serta hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam
perjanjian. Dalam menyelesaikan tiap sengketa misalnya, masih banyak yang tidak memasukkan klausula tanpa
mempelajari terlebih dahulu karakteristik industri. kendati mereka sepakat menyelesaikan tiap perselisian lewat jalur
perdata, namun tidak ssedikit memilih mencari penyelesaian sengketa langsung ke pengadilan, akibatnya pengaduan
yang masuk ke BAPMI tidak bisa diproses karena dalam klausul mereka khususnya terkait dengan forum dalam
menyelesaikan sengketa.

Menurut BAPMI, setidaknya adanya ada dua pilihan forum penyelesaian yang bisa ditempuh dalam menyelesaikan
sengketa ini forum tersebut adalah forum pengadilan dan forum diluar pengadilan (seperti mediasi dan arbitrase).
Hal ini perlu menjadi perhatian bagi pelaku industri pasar modal karena menuangkan klausula pilihan forum dengan
baik di dalam perjanjian akan menghindari sengketa tambahan yang justru timbul dikarenakan bunyi klausula yang
keliru nonsense, ambigu dan/atau tanggung. Untuk lebih mudah, para pihak bisa mengadopsi standar klausula
pilihan forum yang dikeluarkan oleh lembaga arbitrase atau mediasi yang dipilih oleh para pihak di dalam
perjanjian.

Forum penyelesaian

Hampir semua pelaku bisnis berkeinginan agar tiap perjanjian dan kerjasama yang dilakukan bisa berlangsung
lancar, tanpa adanya gesekan, sehingga hal-hal yang tertuang dalam kontrak perjanjian tidak perlu dibaca ulang.
Tapi namanya dunia bisnis terkadang ada saja hal-hal yang tidak terduga  karenanya factor tersebut perlu
diantisipasi sejak dini, khususnya sebelum para pihak membuat perjanjian dan pengikatan. Yang patut dicermati
adalah forum yang akan dipilih dalam menyelesaikan tiap sengketa yang muncul dikatakan BAPMI, ada beberapa
hal penting yang perlu diketahui oleh para pihak dalam menentukan pilihan forum penyelesaian dan bagaimana
menuangkannya ke dalam perjanjian, sebagai berikut:

1. apabila para pihak belum mencantumkan klausula pilihan forum dalam perjanjian, maka persengketaan
yang muncul kemungkinan akan diselesaikan melalui pengadilan karena forum penyelesaian diluar
pengadilan hanya dapat berlangsung atas dasar kesepakatan tertulis. konsekuensinya adalah para pihak
akan menghadapi proses penyelesaiaan yang lama hingga putusan pengadilan berkekuatan tetap. Apabila
para pihak bermaksud untuk memilih penyelesaian diluar pengadilan maka para pihak harus membuat
addendum perjanjian terlebih dahulu.
2. apabila arbitrase dianggap mekanisme penyelesaian yang keabsahannya sesuai dengan putusan pengadilan,
maka para pihak harus memilih salah satu dari forum yang ada. Dengan kata lain pilihan dalam klausul
kontrak tidak boleh kedua-duanya apabila mendua. Misalnya klausula pilihan forum menyebutkan
“sengketa akan diselesaikan melalui pengadilan atau arbitrase”, atau jika tidak bisa di selesaikan melalui
arbitrase akan diajukan kepengadilan”. Seolah-olah memberikan opsi kepada para pihak apakah akan
membawa kepengadilan atau ke arbitrase. Hal ini biasanya disebabkan ketidaktahuan para pihak atau
dianggap paling netral untuk mengakomodasi keinginan para pihak saat negosiasi kontrak. Padahal
klausula semacam itu merupakan kesalahan fatal. Konsekuensinya adalah klausula itu disebut “nosense
arbitrase clause” karena keberadaanya sia-sia dan tidak dapat dilaksanakan Alternatif bagi para pihak
adalah segera membuat amendomen dan menggantinya dengan klausula yang memilih secara tegas antara
kedua pilihan forum tersebut, apakah forum pengadilan atau apakah forum arbitrase.

Faktor yang penting ketiga yang perlu juga mendapat perhatian apabila para pihak memilih forum arbitrase sebagai
bentuk penyelesaian sengketa, maka klausula dalam perjanjian penyelesaian sengketa lewt forum arbitrase perlu
membuat hal-hal sebagai berikut:

1. apakah arbitrase akan dilakukan melalui suatu lembaga arbitrase atau berupa ad hoc arbitration. jika
melalui lembaga arbitrase maka harus disebutkan nama lembaganya, misalnya BAPMI;
2. memuat prosedor atau aturan arbitrase-Jika sudah memilih lembaga arbitrase, biasanya akan mengikuti
prosedur atau aturan beracara yang diterbitkan oleh lembaga arbitrase yang bersangkutan;
3. tempat dimana dilangsungkanya arbitrase;
4. Pilihan hukum;
5. komposisi arbiter apakah tunggal atau majelis – Jika berbentuk majelis harus ganjil minimal tiga arbiter;
6. bahasa yang digunakan dalam arbitrase;
7. pernyataan penegasan dari para pihak bahwa putusan arbitrase final dan mengikat; dan
8. bagaimana pelaksanaan putusan arbitrase dan pembebanan biaya arbitrase.

Membuat klausula arbitrase dengan lengkap akan menghindarkan para pihak dari pembahasan teknis dimasa
mendatang saat sengketa benar-benar terjadi pembahasan dikemudian hari akan jauh lebih sulit dibandingkan bila
disusun pada tahap awal perjanjian.

Yang juga perlu diingat bahwa karakteristik mekanisme penyelesaian melalui mediasi bersipat perundingan dan
kesepakatan, sehingga mediasi tidak selalu berhasil mencapai kesepakatan damai oleh karena itu untuk mencapai
penyelesaian sengketa yang tuntas para pihak bias membuat klausula yang menggabungkan antara mediasi dan
arbitrase atau mediasi pengadilan.

Sebagai contok “ Sengketa akan diselesaikan melalui mediasi BAPMI menurut peraturan dan acara BAPMI. Apabila
sampai jangka waktu yang ditetapkan dalam peraturan dan acara BAPMI mediasi tidak berhasil mencapai
perdamaian,atau para pihak mundur atau tidak melanjutkan mediasi, atau kesepakatan damai dalam mediasi tidak
dipatuhi oleh salah satu pihak maka akan diselesaikan melalui arbitrase BAPMI menurut peraturan dan acara
arbitrase BAPMI.

Anda mungkin juga menyukai